1

loading...

Wednesday, November 1, 2017

Contoh Proposal Metodelogi Penelitian


Contoh Proposal Metodelogi Penelitian “Tradisi Dut’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis di Desa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma”.
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia dan meliputi kebudayaan material dan nonmaterial, kebudayaan juga tidak diwariskan  secara generative tetapi hanya diperoleh dengan secara belajar  kebudayaan ini diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat dengan demikian kebudayaan berarti keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, adat istiadat, kepercayaan dan kemampuan lain seperti kebiasaan yang diadakan oleh manusia sebagai anggota masyarakat yang berangkutan sehingga tidak heran jika banyak sekali kebudayaan yang beranekaragam.[1]
Keanekaragaman kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia yang terlihat pada salah satu suku diprovinsi Sulawesi selatan yang dikenal suku Bugis yang mayoritas beragama muslim kata Bugis bersal dari kata to ugi yang berarti orang Bugis.[2] Dalam perkembangan suku Bugis tidak hanya berdomisili didaerah Sulawesi saja akan tetapi telah menyebar ke berbagai daerah Indonesia dan hamper di seluruh pesisir pantai dipelosok bangsa ini akan ditemukan komunitas orang-orang Bugis sesuai dengan sumber yang menyatakan bahwa jika petualangan orang-orang Bugis sudah berlangsung sejak abad ke 16-17, tidak heran jika banyak ditemukan orang-orang Bugis yang menyebar berbagai diberbagai daerah selain factor pelaut, sesuai dengan salah satu sumber yang mngatakan bahwa suku bangsa Bugis terkenal dengan pelaut ulung dan pedagang yang mengarungi lautan luas nusantara dengan kapal layarnya dengan kata lain senang mengarungi lautan pesisir nusantara yang hingga sebagian menetap diwilayah pesisir.
Secara historis suku Bugis dalam buku orang-orang besar Bengkulu yang ditulis oleh Agus Sutianto, migrasi orang-orang Bugis sebenarnya tidak terlepas dari sistem sosial budaya lokal atau adat istiadat yang telah mentradisi dalam kehidupan masyarakatnya

1
 
Dimana tradisi terbentuk melalui kebiasaan turu-menurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya kelompok masyarakat yang bersangkutan. Ia berkembang menjadi suatu sistem yang memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran yang dilakukan. Karena memang tradisi merupakan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih benar-benar masih ada, belum dihancurkan, dibuang atau dilupakan yang dilihat dari aspek gagasan (keyakinan, kepercayaan, simbol, norma, nilai, aturan, dan idiologi) salah satu budaya dalam pandangan hidup masyarakat Bugis yang kuat yang disebut dengan siri, yaitu bangunan moralitas adat, ketika seseorang ingin mempertahankan diri dan martabatnya, karena merasa tidak memperboleh perlakuan yang layak dari sesame hingga merasa harga dirinya terlanggar.
Didalam daur hidup manusia terdapat peristiwa-peristiwa penting yang dirayakan oleh manusia dalam berbagai tradisi dalam kaitannya dengan budaya-budaya dinusantara daur hidup manusia yang sangat dirayakan Peristiwa adalah momen perkawinan dan momen kematian dalam dua Peristiwa ini budaya nusantara mengatur banyak upacara dan bermacam-macam persyaratan. Padahal kedua peristiwa-peristiwa tersebut juga telah memiliki banyak ketentuan dari peraturan-peraturan yang bersumber dari agama. Disinilah bisa terjadi semacam rebutan pengaruh dari peraturan agama dan peraturan adat dalam mengatur masalah perkawinan.
Didalam fiqih pernikahan akad ijab kabul wali dari pihak perempuan, dua orang saksi dan ditambah dengan mahar (maskawin) yaitu sesuatu wajib yang diberikan oleh seorang calon suami kepada istrinya ketika ketika akad nikah, dan banyaknya mahar itu tidak dibatasi oleh Islam, hanya menurut kekuatan suami beserta kerelaan istri.
Begitupula dalam masyarakat Bugis yang mayoritas beragama Islam, sepanjang sepengetahuan penulis pernah terjadi peraturan adat dalam mengatur masalah pernikahan yang wajib dibayar oleh pihak laki-laki dimana peran adat disini sangat lah pentingdalam kelancaran pernikahan ketika dilakukan proses negosiasi yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga perempuan dalam menentukan kesanggupan pihak laki-laki untuk membayar sejumlahuang yang telah dipatok oleh pihak keluarga perempuan.
Adakala pernikahan tersebut menjadi batal karena tidak terjadinya kesepakatan antara keduanya selainitu terkadang karena tingginya uang yang dipatok oleh pihak keluarga calon istri, sehingga dalam kenyataan nya banyak pemuda yang gagal menikah karena ketidakmampuannya memenuhi adat tersebut sepengetahuannya penulis pada umumnya masyarakat Bugis beranggapan bahwa uang yang diterima pihak pengantin wanita sebagai uang belanja (Dut ‘ Balanca) yang akan digunakan untuk acara resepsi yang mereka selenggarakan berkaitan dengan akan kedatangan mempelai pria .padahal jika diamati suku Bugis didesa tersebut telah jauh dari daerah asalnya dan telah banyak berinteraksi dengan suku yang lain yaitu suku Jawa, Sunda dan Bengkulu seiring perkembangan zaman tentunya tradisi tersebut tidak lagi sesuai dengan kondisi sekarang dan adapula menganggap tradisi tersebut bukan zaman nya lagi. Walaupun demikian sepengetahuan penulis ingin meneliti peraturan adat tersebut pernah terjadi pada masyarakat suku Bugis didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.




B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.      Apa tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun1 , Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma ?
2.      Bagaimana proses pelaksanaan dan tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun I,Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma?

C.    Batasan Masalah
Agar penelitian yang akan dilaksanakan tidak terlalu meluas, maka penelitian akan dibatasi pada tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 dengan data nikah pada dua tahun terakhir antara sesama suku Bugis dan tentunya hanya terfokuskan dilokasi penelitian didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma, dengan jumlah penduduk suku Bugis menurut data yang diperoleh yaitu 880 jiwa batasan ini nantinya akan membantu peneliti agar lebih focus pada topik yang akan dipecahkan.
D.    Tujuan Penelitian
Secara garis besar penelitian ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai yaitu:
1.      Untuk mengetahui tradisi Dui’ Panaikdalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 ,Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
2.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan dari tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.

E.     Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma.
a.       memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 yang hingga kini masih tetap dipertahankan.
b.      Penelitian ini sebagai sumbangan untuk perpustakaan sebagai bahan bacaaan mahasiswa/I agar menambah wawasan terkait dengan masalah tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis.

F.     Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah cara untuk memperoleh data yang ada karena data merupakan satu hal terpenting dalam ilmu pengetahuan bagian ini berisikan uraian sistematis hasil hasil perubahan dari yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan mengenai tradisi Dui’ Panaik yang terdapat dalam pernikahan suku Bugis sepengetahuan peneliti belum ada yang mengangkat sebuah skripsi khususnya yang ada di kabupaten Seluma.
G.    Metodelogi Penelitian
1.      Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan ini memilih tradisi Dui’ Panaik didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Dui’ Panaik ini merupakan uang belanja yang digunakan calon mempelai wanita didalam memenuhi kebutuhan pernikahannya. Berdasarkan data dilapangan menyatakan tradisi ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat suku Bugis di desa Riak Siabun 1 dalam melangsungkan pernikahan oleh karena itu fokus lokasi penelitian yang ingin penulis lakukan adalah didesa tersebut.
2.      Penetuan Informan
Penentuan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snowballing yaitu berdasarkan informasi informan sebelumnya untuk mendapatkan informan berikutnya sampai mendapatkan data jenuh yaitu tidak terdapat informasi baru lagi. Sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam buku Suardi Endaswara yang prinsipnya menghendaki seorang informan itu harus paham terhadap budaya yang dibutuhkan.[3]
3.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang merupakan penelitian dengan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada dengan mendiskripsikan suatu keadaan yang sebenarnya.[4]
4.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara pengumpulan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Umumnya cara pengumpulan data dapat menggunakkan teknik wawancara, pengamatan, studi, dokumentasi.[5] Maka teknik pengumpulan data yang digunakkan oleh penulis yaitu:
a.       Teknik Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan berhadapan secaralangsung dengan yang dilakukan diwawancarai.teknik wawancara yang diinginkan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya sambil bertutup muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancara.
b.      Teknik Partisipant Observation
Penulis menggunakkan teknik participant observation sesuai dengan konsep Spradly yang mengatakan bahwa peneliti berusaha menyimpun pembicaraan informan membuat, membuat penjelasan berulang menegaskan pembicaraan informan dan tidak menanyakan makna tetapi gunanya.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi dapat diartikan sebagai bahan penelitian yang berupa tulisan, foto-foto dan bahan lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Dokumentasi diartikan sebagai cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti surat-surat, buku dan foto-foto yang bisa menjelaskan mengenai tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis.
5.      Teknik Analisis Data
Penulisan ini menggunakkan metode penelitian kualitatif yang berupa deskripsi mendalam terhadap tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan dalam kaitan ini ditetapkan konsep analisa budaya.
H.    Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah menguraikan dalam penelitian ini penulis memformulasikan sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab I. Terdiri atas pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian tinjauan pustaka dan metodelogi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II. Kerangka teori pengertian tradisi dan budaya, pernikahan sebagai Peristiwa agama dan budaya, kedatangan orang Bugis Bengkulu, serta tradisi pernikahan suku Bugis.
Bab III. Gambaran umum wilayah penelitian yang meliputi: deskripsi wilayah penelitian (kondisi geografis wilayah dan iklim, jumlah penduduk, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sarana, dan prasarana), serta suku Bugis Didesa Riak Siabun 1.
Bab VI. Deskripsi penelitian dan pembahasan, yang meliputi deskripsi penelitian (pengertian tradisi Dui’ Panaik, proses pelaksanaan Dui’ Panaik), temuan penelitian (symbol-simbol dan makna, dampak serta eksistensi dari tradisi Dui’ Panaik), dan pembahasan (nilai-nilai keIslaman yang terkandung dalam tradisi Dui’ Panaik , meningkatkan etos kerja yang merupakan praktek budaya; identitas suku Bugis).
Bab V. Merupakan bagian akhir pembahasan akhir pembahasan yang memuat kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
A.    Pengertian Tradisi dan Kebudayaan
Tradisi dalam bahasa latin  yaitu tradita, artinya diteruskan, sehingga dapat diartikan sebagai sesuatu kebiasaan yang berkembang dimasyarakat baik menjadi adat kebiasaan atau diasimilasikan dengan ritual adat atau agama selain pengertian tersebut tradisi juga berbentuk melalui kebiasaan turun-menurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya kelompok masyarakat yang bersangkutan.ia berkembang menjadi suatu sitem yang memiliki pola dan norma yang sekaligus juga mengatur penggunaan sanksi dan ancaman terhadap pelanggaran yang dilakukan.[6]
Tradisi merupakan suatu bagian dari kebudayaan atau wujud dari kebudayaan yang merupakan ciri dari suatu masyarakat atau komunitas sehingga hal-hal yang berhubungan dengan suatu kebiasaan selalu dihubungkan dengan etnis tertentu.[7] Kemudian jika dilihat dari asal kata kebudayaan yang berasal dari kata sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal dengan demikian kebudayaan dapat diartikan yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang berarti daya dan budi yang berupa cipta, karya dan rasa.[8] Sedangkan ‘kebudayaan’ adalah hasil cipta karya dan rasa itu. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan tiadakan kata budaya disini hanya dipakai sebagai singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama. Kata culture merupakan kata asing yang sama artinya dengan kebudayaan berasal dari kata latin colore berarti mengelola, mengerjakan terutama mengelola tanah atau bertani dari arti ini berkembang arti culture sebagai upaya serta tindakan manusia untuk mengelolah tanah dan mengubah alam.
B.     Pernikahan Sebagai Peristiwa Agama Dan Budaya
Pertemuan antara budaya dan agama adalah keniscahayaan yang tidak terelakkan. Agama sebagai kabar dari langit (istilah Peter L Berger) merupakan kebutuhan esensial dan memang diperuntukkan bagi manusia sedangkan budaya merupakan akal budi manusia, hasil cipta, rasa, dan karsa khas manusia.

6
 
Adapun agama atau budaya dalam bentuk gagasan dapat dikenal dalam pepatah pepitih adat di Bugis, acehminang, melayu yang bermakna semisal adat bersandi syara syarat basandi ketahuilah agama menyatu adat memakai. Sebaliknya dalam proses relasi yang diamelatik antara agama dan budaya akan terjadi sesuatu yang tidak harmonis bagi keduanya. Ketika agama menerima atau mengakomodasi budaya kedalam sistemnya ia cenderung kehilangan kemurniannya bercampur baur lalu menjadi sinkretisme penuh bid’ah (hiretik) dan suferfisi (tahayul) sebaliknya ketika agama menolak budaya maka agama itu akan menjadi norma ekslufis yang rigid (kaku), kering dan cenderung ditinggalkan sebagai sekedar kabar dari langit yang tidak mampu menjawab tantangan zaman berupa persoalan aktual umat manusia adapun agama bagi budaya dilekmatikannya menyikapi agama ialah ketika menerima agama cenderung mapan menjadi pakem yang menolak inovasi, kreasi dan improvisasi baru, itulah yang membuat suatu tradisi budaya menjadi dinamis atau hidup.
C.    Kedatangan Orang Bugis Ke Bengkulu
Asal mula suku Bugis berasal dari kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan baik dalam kapasitasnya sebagai individu maupun kelompok (komunitas) dalam penyebutannya akrab dikenal sebagai to Wajo atau to Wajo’E (orang wajo) adapun tempat tinggal mereka, dinamakan tana Wajo yakni tempat atau lingkungan sekitar lokasi rumah yang dihuni we tadampali. Dalam dalam bahasa Bugis pohon Wajo e disebut pohon Bajo, sehingga tempat berdirinya rumah we tedambali dimana tempat pohon Wajo e atau pohon Bugis.[9]
Orang-orang Bugis berimigrasi sebenarnya juga tidak terlepas dari latar belakang kultur dan sosial mereka merantau ataupun jiwa berpetualang yang melekat dalam budaya orang Bugis telah mentradisi dalam kehidupan sosial masyarakat. Salah satu sistem budaya yang telah terpatri dalam pandangan hidup masyarakat Bugis yang sangat kuat disebut dengan siri. Proses awal migrasi keluarga besar pribumi Bugis ke Bengkulu abad ke 17, sebenarnya tidak lepas dari peranan kerajaan indra pura sebagai (pintu masuk) berbagai suku bangsa yang datang dari arah utara menuju arah Bengkulu, perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai proses transmigrasi keluarga besar pribumi keturunan Bugis dari indrapura hingga ke Bengkulu.[10]
Awal mula suku Bugis datang ke Bengkulu sebagaimana dikatakan bahwa kedatangan suku Bugis, yang pernah tercatat sebagai kampong Bugis, yang dikenal sebagai pelaut yang berani.[11] Dikatakan demikian karena anggapan tersebut bersumber dari banyaknya perahu Bugis yang berlabu pelabuhan nusantara dan dikenal sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan namun dibalik sifat keras itu, orang Bugis juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi kesetiakawanannya.[12]
Diantara nama-nama keluarga bangsawan Bugis, Bugis daeng mabela yang menepati posisi puncak kejayaan keluarga Bugis dibengkulu disepanjang sejarahnya hingga tiga dasawarsa diabad ke 19 pengaruh kekuasaan maeng mabela semakin besar setelah beliau pada waktu itu memegang berbagai jabatanyang straregis, sepertu jabatan penghulu (kepala) orang asing. Kapten korps Bugis serta Anggota Dewan Pangeran.[13] Yang merupakan suku pendatang di Bengkulu.[14]
D.    Tradisi Pernikahan Suku Bugis
Pada umumnya baik laki-laki maupun perempuan setelah meninggalkan masa remajanya dan menginjak masa dewasanya, memiliki hasrat untuk rumah tangga sikap kedewasaan nya mulai tumbuh, rasa tanggung jawabannya semakin tampak, dia mulai mengarah terhadap gadis atau bujang mana yang akan dipilih sebagai calon istri atau suaminya.
Kalau semasa remajanya ia mengenal dengan lain jenisnya bahkan ia telah mendapatkan pilihan hatinya maka selanjutnya ia mulai berketetapan hati untuk menjadikan gadis atau bujang tersebut sebagai calon istri atau suaminya. Namun hal ini tidaklah muda seperti yang diangan-angankan, sebab menurut adat-istidat ataupun tradisi haruslah melalui liku-liku prosedur yang panjang untuk sampai kepada jenjang yang disebut dengan pernikahan.[15]
Perkawinan adalah media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlaianan jenis kelamin, karenanya perkawinan bertujuan untuk mencapai suatu tingkatan yang lebih dewasa melalui media ini, dengan demikian maka perkawinan merupakan suatu yang luhur dan suci dalam kehidupan seseorang.[16]
Didalam perkawinan merupakan sebuah wujud relasi sosial yang saling memperkuat dalam terciptanya sebuah keluarga,[17] tata cara pernikahan suku Bugis:
1.      Tahap Pelamaran (Penjajakan)
Disoppeng pada tahun 1970, sudah menjadi kebiasaan bagi orang tua untuk mempertimbangkan pendapat anak laki-laki mereka tentang siapa yang akan dinikahkannya, orang tua sering menunjukkan beberapa alternative wanita muda menurut mereka dapat diterima sebagai rujukan untuk anak lelaki mereka, tak jarang seorang lelaki muda juga mempunyai aktifitas ini dengan memberitahu pilihannya kepada orang tua.


2.      Tahap Pertunangan
Tahap pertunangan; penentuan hari, bahkan untuk peralatan pernikahan yang besar sekalipun.
3.      Jenjang Pernikahan
Kesibukan berlangsung dirumah mempelai wanita sehari menjelang dan pada hari pelaksanaan akad nikah.
4.      Tahap Resepsi
Orang Bugis menggunakkan istilah “pesta kawin”untuk menyebut hari pelaksanaan resepsi yang resmi.
5.      Pertemuan Resmi Selanjutnya
Menginap tiga malam dan pertemuan antar besan pada hari setelah pesta usai. Yakni setelah keseluruhan perjamuan dan resepsi, pengantin laki-laki diharuskan melakukan kunjungan penghormatan kepemakaman leluhur pengantin wanita.


BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A.    Deskripsi Wilayah Penelitian
1.      Kondisi Geografis Dan Iklim Wilayah Penelitian
Wilayah penelitian yang ada didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma yang terletak dikota Bengkulu, berdasarkan data dari kantor pertahanan kota Bengkulu, bahwa kota Bengkulu memiliki luas wilayah 146,87km ditinjau dari keadaan geografisnya kota Bengkulu terletak dipesisir barat pulau Sumatra.
Kota Bengkulu memiliki relief permukaan yang bergelombang, terdiri dari dataran pantai dan daerah bukit-bukit serta dibeberapa tempat dapat cekungan alur sungai kecil kota Bengkulu disebelah utara berbatasan dengan Bengkulu tengah dan sebelah barat berbatasan dengan Samudra Indonesia.[18] kota Bengkulu memiliki 9 kecamatan dan 67 kelurahan dengan jumlah kelurahan terbanyak dikecamatan diteluk Segara yaitu 13 kelurahan.[19]
Kecamatan sukaraja merupakan salah satu 14 kecamatan yang merupakan bagian dari kabupaten Seluma dengan luas wilayah 240,78 km atau 10,03% dari luas Kabupaten Seluma Sukaraja beriklim trofis topografi kecamatan Sukaraja sebagian besar dengan hamparan. Tinggi dari permukaan lautnya rata-rata desa dan kelurahan dikecamatan Sukaraja diantara 2m-50m.
Didalam wilayah kecamatan sukaraja kabupaten Seluma provinsi Bengkulu yang berbatasan dengan:
a.       Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Padang Serai kota Bengkulu
b.      Sebelah timur berbatasan dengan desa Jenggalu Kecamatan Sukaraja
c.       Sebelah selatan berbatasan dengan desa Sumber Makmur Kecamatan Sukaraja.
d.      Sebelah barat berbatasan dengan desa Riak Siabun Kecamatan Sukaraja.[20]

11
 
Luas wilayah desa Riak Siabun 1 adalah 900 ha dimana 90% berupa daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanpaatkan untuk persawahan, perkebunan sawit serta lahan tidur dan 10% untuk perumahan masyarakat desa. Iklim didesa Riak Siabun 1. Sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan hal tersebut terhadap polatanam kemudian wilayah penelitian yang berbeda dikecamatan Sukaraja secara geografis dibatasi oleh batas alam dengan batas administrasi, yaitu:
·         Sebelah utara                     kota Bengkulu dan kabupaten Bengkulu Tengah
·         Sebelah selatan                 kecamatan Air Periukan
·         Sebelah barat                     Samudra Hindia
·         Selah timur                        kecamatan Lubuk Sandi

2.      Kondisi Sosial Budaya Wilayah Penelitian
Masyarakat didesa Riak Siabun 1 tidak hanya terdiri dari suatu suku saja, tetapi terdiri dari suku Bugis dan suku jawa yang merupakan suku pendatang yang mendominasi didesa tersebut. Sehingga kearifan lokal  yang lain telah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya desa Riak Siabun 1, seperti halnya penduduk yang mayoritas dihuni oleh penduduk jawa dan Bugis sehingga tradisi dan adat istiadat mereka masih terasa kental, dengan jumlah penduduk suku Bugis menurut data yang diperoleh yaitu 880 jiwa dimana jumlah keseluruhan dari penduduk desa Riak Siabun 1 adalah 1660 jiwa, yang terbagi dalam 4 (empat) wilayah dusun, yaitu:
1)      Desa Rawang Jawi
2)      Dusun Palakka atau Parit III
3)      Dusun Permajaan ,dan
4)      Dusun Bangun Jawa
TABEL. I
JUMLAH PENDUDUK
Keterangan
Dusun Rawang Jawi
Dusun Palakka Atau Parit III
Dusun Permajaan
Dusun Bangun Jaya
Jiwa
391
199
237
343
Kkn
115
54
126
91
            Sumber: RPJM Desa Riak Siabun 1
3.      Kondisi Ekonomi Wilayah Penelitian
Keadaaan ekonomi masyarakat desa Riak Siabun 1 secara kasat mata terlihat jelas tidak adanya perbedaan antara rumah tangga yang berkategori miskin, sedang, dan kaya.
Hal ini disebabkan karena mata pencariannya disektor usahanya hamper sama yaitu disktor formal dan nonformal,[21] selengkapnya sebagai berikut:
TABEL II
PEKERJAAN
Pekerjaan
Jumlah Orang
PNS
3
Pedagang
16
Petani
330
Peternak
189
Pelajar
501
Buruh
12

Sesuai dengan data yang diperoleh bahwa desa Riak Siabun 1, merupakan desa pertanian maka sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani selain itu penggunaan tanah sebagian besar juga diperuntukkan untuk perkebunan sawit.

4.      Keadaan Pendidikan dan Kesehatan Serta Sarana dan Prasarana Desa Diwilayah Penelitian
Masyarakat Riak Siabun 1, kecamatan Sukaraja mulai sadar akan pentingnya pendidikan, apalagi pendidikan agama data penelitian yang diperoleh tentang pendidikan masyarakat Riak Siabun 1 sebagai berikut:

TABEL III
PENDIDIKAN
Pra Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Sarjana
127 orang
506 orang
437 orang
48 orang
7 orang
            Sumber : RPJM Desa Riak Siabun 1

B.     Suku Bugis Di Desa Riak Siabun 1
Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa. Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai anggota masyarakat.
Suku Bugis yang terdapat didesa Siabun 1 memiliki mata pencarian petani, berkebun, nelayan, dan lain-lain. Kemudian dalam hal membuat rumah suku Bugis dulunya masih mempertahankan rumah adatnya walaupun walaupun sudah tidak terlihat lagi (punah) yang biasanya disebut dengan Lego.[22]



























BAB IV
DESKRIPSI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Penelitian
1.      Pengertian Dut’ Panaik
Secara etimologi Dui’ Panaik berasal dari dari bahasa Bugis yaitu uang naik (uang yang diberikan)[23] sedangkan secara terminologi Dui’ Panaik ini mempunyai makna yaitu sejumlah uang dengan nilai yang cukup tinggi yang diberikan oleh pihak mempelai pria kepada calon mempelai wanita yang akan digunakkan untuk keperluan pesta pernikahan pasangannya serta belanja untuk keperluan pernikahan lainnya.[24] Maksudnya adalah untuk membelanjakan kebutuhan pesta pernikahan mulai penyewaan gedung, dan tenda, membeli kebutuhan konsumsi dan semua yang berkaitan dengan kebutuhan resepsi pernikahan.[25] Tetapi memang pada umumnya masyarakat  Bugis beranggapan bahwa Dut‘ Panaik yang diterima pihak pengantin wanita sebagai uang belanja (Dut‘ Balanca) yang akan digunakan untuk acara resepsi yang mereka selenggarakan berkaitan dengan datangan mempelai pria.
Tradisi yang dilakukan suku Bugis ini mempunyai beberapa tahap yang dilakukan yaitu:
1)      Penjajakan
Dalam suku Bugis penjajakan berbuat seperti burung-burung (yang terbang kian kemari untuk mencari makan). Karena dalam hal ini penjajakan seperti halnya burung yang sedang terbang kemana-mana untuk mencari-cari makan seperti halnya mencari-cari calon untuk anaknya kendati demikian kecenderungan keluarga dalam memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena dianggap sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal.
2)      Kunjungan Lamaran
Menurut informan maming biasanya didesa ini dari pihak laki-laki mengutus beberapa orang selain dari pada keluarganya sendiri yang dianggap dituakan atau dihormati seperti ketua adat atau beberapa orang terpandang yang dianggap dapat menyampaikan tujuan mereka yaitu kunjungan lamaran sehingga dapat mempertimbangkan hal lamaran pada waktu lamaran.[26]
3)      Penerimaan Lamaran

14
 
Setelah hari dan tanggal yang disetujui untuk bertemu atau berkumpul telah tib, biasanya tahap yang ketiga yaitu acara artinya penerimaan lamaran oleh kedua belah pihak keluarga untuk mengikat janji yang kuat atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya.
Menurut informan maming (79 tahun) biasanya didesa ini jika terjadi pemberian maskawin tersebut dibayarkan dengan wujud sebidang tanah misalnya sawah ladang dan lain-lain.sehingga kebiasaan suku Bugis ini terjadi dua sompa yaitu:
a.       Orang Bugis biasanya menyebut Sompa Labu
b.      Riparsantre (dalam bahasa Bugis)[27]
Adapula biasanya factor ataupun penyebab yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya Dui’ Panaik menurut informan Emi (50 tahun) yaitu:[28]
a.       Sistem Ekonomi Keluarga Calon Istri
Biasanya status ekonomi menadi tolak ukur dalam menentukan Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis karena semakin tinggi status ekonomi semakin tinggi pula Dui’ Panaik yang diberikan oleh calon pria kepada pihak keluarga calon istri.
b.      Jenjang Pendidikan Calon Istri
Jenjang pendidikan calon istri juga mempengaruhi penentuan dalam Dui’ Panaik biasanya jika pendidikan semakin tinggi maka semakin banyak pula Dui’ Panaik yang harus diberikan dan jika tidak memberikan dengan patokan yang telah dipatok oleh keluarga wanita biasanya akan mendapat sebuah babi dari masyarakat.
c.       Perbedaan Antara Perawan Dan Janda
faktor diatas dari penyebab tinggi rendahnya Dui’ Panaik ,maka perbedaan antara perawan dan janda juga menjadi tolak ukur dari tinggi rendahnya Dui’ Panaik yang akan diberikan  didesa ini perawan dan janda terdapat perbedaan dalam penentun Dui’ Panaik, biasanya perawan lebih banyak diberikan Dui’ Panaik dan janda tidak berkemungkinan mendapatkan Dui’ Panaik lebih renda jika status sosialnya bagus.
d.      Keadaan Atau Kondisi Fisik Calon Istri
Selain faktor penyebab faktor diatas yang meliputi tolak ukur dari tinggi rendahnya Dui’ Panaik dalam pernikahan Bugis.menurut informan biasnya kondisi dari wanitapun menjadi tolak ukur dalam menentukan Dui’ Panaik, biasanya semakin sempurna kondisi dari calon wanita maka semakintinggi pula Dui’ Panaik yang akan diberikan kepada calon mempelai wanita.
2.      Proses Pelaksanaan Dui’ Panaik
Pelaksanaan Dui’ Panaik terjadi setelah penerimaan lamaran berlangsung, sebagaimana hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, dimana penelitian ikut serta dalam pelaksanaan tradisi Dui’ Panaik dirumah calon mempelai wanita yang sebelumnya rombongan dari pihak mempelai yang pria mengantarkan Dui’ Panaik kerumah calon mempelai wanita. Terlebih dahulu brombongan berkumpul dirumah pihak keluarga pria, pada pukul 09:05 WIB. Sebelum beranjak kerumah mempelai wanita karena pada hari itu dari pihak keluarga laki-laki biasanya  telah menyiapkan makanan khas Bugis yang akan disediakan untuk para tamu yang akan ikut serta pada acara penyerahan dui’ Panaik        peneliti sendiri melihat ketika berada dirumah pihak laki-laki tuan rumah telah menyiapkan makanan diruang tengah dengan menggunakan talam dengan berisikan berbagai macam makanan.
Selama observasi berlangsung pada hari tersebut dirumah calon mempelai pria, peneliti mengamati persiapan Dui’ Panaik, dimana Dui’ Panaik dibungkus dengan kain putih yang kemudian diletakkan didalam sebuah tempat yang disebut penom berisikan kain putih, serta berisikan beras lalu diletakkan diatasnya  Dui’ Panaik[29] sebesar Rp.30.000.000.000 kemudian Dui’ Panaik telah selesai disiapkan, terlihat dari pihak laki-laki juga telah menyiapkan hadiah persembahan untuk mempelai wanita dan keluarganya yang telah disepakati sebelumnya yaitu beras ketan 1 kg, beras biasa 1kg, gula 50 kg, gandum 25 kg, biasanya semua itu disiapkan oleh pihak laki-laki.
Setelah penyerahan Dui’ Panaik pihak keluarga tinggal dirumah saja tidak boleh ikut kerumah mempelai wanita di karenakan orang tuanya bertugas untuk menjaga anaknya yang akan dinikahkan nya itu.[30]
B.     Temuan Penelitian
1.      Simbol-Simbol Dan Makna
Didalam tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1, terdapat beberapa macam makna dan simbol ketika proses pelaksanaan Dui’ Panaik yaitu;
Kain putih dua lapis tersebut mempunyai makna lapisan pertama  wanita yang harus dilindungi dan lapisan kedua laki-laki harus melindungi  wanita atau sebagai pelindung,simbol dari beras dan piring putih sebagai wadah nyapenulis belum menemukan penafsiran mengenai makna dari kedua simbol tersebut dalam tradisi Dui’ Panaik.
2.      Dampak Serta Ekstensi Dari Tradisi Dui’ Panaik
a.      Positif
berdampak positif bagi wanita Bugis dan laki-laki Bugis salah satunya dampak positif Dui’ Panaik dalam pernikahan bagi pernikahan suku Bugis dapat dilihat dari fungsi Dui’ Panaik tersebut untuk keperluan biaya pesta pernikahan pasangannya serta belanja untuk keperluan pernikahan lainnya.
1)      Pentingnya makna hidup
Makna hidup bagi pandangan orang Bugis,dapat ditelusuri secara sederhana kedalam tiga aspek yaitu hidup mengabdi kepada tuhan,hidup dan bekerja dan hidup untuk bersenang-senang akhirnya.
2)      Fungsi kerja
Fungsi kerja berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui pekerjaan yang ditekuni selama ini sehingga terciptalah sebuah paradigma dari pola pikir masyarakat Bugis bahwa bekerja keras adalah ( reso) yaitu faktor utama yang sangat menentukan kelangsungan hidup sekarang dan dan dimassa akan datang.
3)      Kemapamanan ideal
Pandangan ini berhubungan dengan semua jenis keberhasilan yang hendak dicapaib atau yang dicita-citakan oleh orang Bugis.dengan tujuan meraih penghidupan yang layak.
4)      Dasar keberhasilan usaha
Pandangan dalam mengenai keberhasilan usaha,juga merupakan salah satu faktor penting dalam perubahan pola fikir orang Bugis,keberhasilan usaha ditentukan dalam beberapa faktor seperti kehendak tuhan,bantuan orang lain,dan keuletan sendiri.
5)      Penggunaan uang lebih
Pandangan uang lebih bagi masyarakat orang Bugis,tampaknya bervanasi berdasarkan tingkat pemahaman nengenai penting nya nialai uang dalam kehidupan.sebagianmasyarakat menganggap uang lebih adalah untuk membayar hutang dan dikosumsi langsung sesuai dengan kebutuhan masing-masing.[31]
b.      Dampak Negatif
Tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 selain berdampak positif (tetapi disisi lain juga menimbulkan dampak negatif ). Seiring perkembangan zaman adat-istiadat dalam pernikahan khususnya Bugis. Nilai-nilai yang ada mulai mengalami pergeseran, walaupun disisi lain memunculkan dampak yang positif, akan tetapi terlepas dari hal tersebut tradisi ini juga dapat memberatkan pihak laki-laki yang ingin menikah buktinya saja secara umum dalam kenyataannya sebenarnya banyak laki-laki keberatan adanya tradisi tersebut karena Dui’ Panaik terbilang tidak sedikit jumlahnya dan kedudukannya sebagai uang adat yang wajib dibayar.

3.      Eksistensi Dui’ Panaik
Eksistensi Dui’ Panaik dalam suku Bugis didesa Riak Siabun 1 masih tetap dipertahankan, terlihat akan melangsungkan proses pernikahan, dan tradisi ini tetap digunakkan, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan dilapangan tradisi tersebut masih tetap ada hingga sekarang.

C.    Pembahasan
1.      Nilai-Nilai Keislaman Yang Terkandung Dalam Tradisi Dui’ Panaik
Sistem nilai merupakan nilai yang paling tinggi dan paling abstrak,dari adat-istiadat atupun tradisi.hal ini disebabkan karena nilai-nilai tersebut merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dan warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi suatu pedoman yang memberi arah dan orentasi kepada para warga masyarakat tersebut.[32]
Untuk mengembangkan kebudayaannya manusia melakukan penilaian terhadap budaya namun perlu dipahami bahwa hal-hal yang berhubungan nilai ini sesungguhnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan itu sendiri. Nilai-nilai itu diciptakan dimuliakan oleh leluhur mereka sebagai peletak dasar masyarakat dan kebudayaan, kemudian dialihkan turun-menurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya.
2.      Meningkatkan Etos Kerja Yang Merupakan Praktek Budaya Sendiri
Dalam bahasa Bugis etos kerja yaitu bekerja keras dalam memperoleh uang dari jerih payahnya dalam bekerja oleh karena itu semangat kerja bagi laki-laki yang berasal dari suku Bugis lalu ingin menikahi gadis Bugis untuk memenuhi jumlah Dui’ Panaik yang dipandang sebagai praktek budaya siri (malu) yang tergolong sebagai uang adat yang sering bernilai tinggi maka laki-laki tersebut berusaha untuk mengumpulkan uang demi kelancaran dari proses pernikahan.
Maka tidak jarang para lelaki suku Bugis merantau yaitu: meninggalkan kampung halamannya dengan harapan dapat sukses ditanah rantau dan kembali dengan membuktikan siri’nya, yaitu membawa kesuksesan. Maka jika dikaitkan dengan Dui’ Panaik sebagai uang adat yang harus dibayar oleh laki-laki tersebut tentunya akan mencari pekerjaan yang bagus agar dapat menghasilkan uang demi meminang wanita yang dicintai.


3.      Identitas Suku Bugis
Dui’ Panaik dalam suku Bugis telah menjadi identitas karena tradisi tersebut telah menjadi kebiasaan yang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Bugis, selain itu suku Bugis sadar akan kenyataan bahwa kebiasaan telah mendapatkan peran penting dalam mengatur lalu lintas hubungan dan tata tertib sosial masyarakat.




























BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Tradisi Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma merupakan sejumlah uang naik yang diambil dari bahasa Bugis, yang mempunyai makna sebagai uang yang diberikan oleh pihak mempelai pria kepada mempelai wanita yang akan digunakkan untuk keperluan biaya pesta pernikahan pasangannya. Dan uang tersbut kedudukannya sebagai uang adat yang hukumnya wajib (dalam hukum adat yang wajib dibayar dalam pernikahan demi kelancaran proses berlangsungnya pernikahan dan Dui’ Panaik ini merupakan simbol dari seberapa besar keseriusan dari pihak pria untuk menikahi seorang wanita serta kesanggupannya berkorban sebagai perwujudannya keinginannya untuk menjadi anggota keluarga wanita.
2.      Adapun pelaksanaan Dui’ Panaik setelah proses penerimaan lamaran berlangsung, yang dimulai dari prose penjajakan, kunjungan lamaran, penerimaan lamaran, pemberian Dui’ Panaik yaitu dengan menyiapkan uang tersebut sebelumnya dirumah mempelai laki-laki yang sudah ditutupi oleh kain putih dua lapis, yang diikatkan dileher salah satu laki-laki yang masih memiliki hubungan dekat atau masih berstatus keluarganya, kemudian para rombongan bersama-sama mengantarkan Dui’ Panaik tersebut kerumah calon mempelai wanita setelah itu, penyerahan dibuka dengan kata sambutan dari pihak wanita dan menghitung kembali uang dari pihak mempelai laki-lakiadapun dampak positif dan dampak negatif dari Dui’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis.
3.      Dampak positif dari tradisi tersebut yaitu; untuk biaya pesta pernikahan pasangannya, sebagai penghormatan dan etos kerja bagi laki-laki kemudian dampak negatif tradisi Dui’ Panaik yaitu dapat memberatkan dari pihak laki-laki yang akan menikah karena jumlah Dui’ Panaik yang tinggi, terjadi kawin lari, menjadi perawan tua, terjadi perceraian, gagal menikah kemudian, terjadi kasus ingkar janji atas kesepakatan Dui’ Panaik, hamil diluar nikah akan menjadi tampilan gaya hidup mewah dan status sosial seseorang atau keluarga untuk mendapatkan nilai dimata masyarakat, menjadi timbulnya pendorong gengsi demi menjaga martabat keluarga karena adanya pertambangan akan persepsi orang lain diluar keluarga kedua mempelai.

B.     Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka ada beberapa saran yang hendak penulis ungkapkan yaitu:
1.     

20
 
Diharapkan pada masyarakat agar tetap menjunjung tinggi tradisi Dui’ Panaik dalam pernikan suku Bugis, walaupun disisi lain nilai-nilai ada mulai mengalami pergeseran, akan tetapi terlepas dari hal tersebut tradisi ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan secara hukum adat itu diperbolehkan agar tetap bisa dipertahankan, selain itu hukum adat dianggap sebagi sumber hukum karena sadar atau kenyataan bahwa kebiasaan mendapatkan perananan penting dalam mengatur lalu lintas hubungan dan tata tertib dalam masyarakat.
2.      Diharapkan pada pemerintah untuk kabupaten Seluma dapat memberikan perhatian khusus terhadap tradisi yang ada yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat agar budaya asli dapat dijaga dan tetap berada pada jalan yang mengukuti syariat Islam.
3.      Kepada masyarakat didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma khususnya suku Bugis, diharapkan dalam pelaksanaan tradisi Dui’ Panaik setidak-tidaknya harus dipermudahkan dengan cara mengurangi jumlah Dui’ Panaik tersebut, supaya tidak memberatkan bagi pihak laki-laki untuk melaksanakan Sunnah Rasulullah Saw, yaitu kewajiban untuk menikah, serta dapat memahami makna yang sebenarnya dari tradisi Dui’ Panaik tersebut, agar tidak salah menafsirkannya sehingga tidak memunculkan banyak kasus dan penyimpangan akibat tradisi tersebut.




















DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ramli. 1978/1979. Geografi Budaya Daerah Provinsi Bengkulu, Departemen F A K Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah.
Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Provinsi Bengkulu, Proyek Penelitian dan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ahmadin. 2015. Kapitalisme Bugis Bisnis Berbasis Kearifan Lokal, Makassar: Rayhan Intermedia.
Anakbusur. Diakses pada tanggal 7 Mei 2017.  Asal Kata Bugis. http://anakbusursulsel blogspot.co.id.html.
Endraswara Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ibrahim Rasyid. Adat Kebiasaan Pada Dasar Hidup Dalam Masyarakat Kota Bengkulu, Badan Musyawarah Adat Kota Bengkulu
Kota Bengkulu Dalam Angka 2015. 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bengkulu.
Muhammad Alfan. 2013.  Filsafat Kebudayaan. Bandung: Pustaka Setia.
Mursal Esten. 1999.  Desentralisasi Kebudayaan. Bandung: Angkasa.
Mustadjar Musdaliah. 2013. Sosialogi Gender Dalam Keluarga Bugis. Makassar: Rayhan Intermedia.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian, Jakarta: Kencana.
Pelras Christian.2006. Manusia Bugis. Jakarta, Nalar.
Rahim A Rahman. 2011. Nilai-Nilai Utama kebudayaan Bugis. Yogyakarta: Ombak.
RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), Desa Riak siabun 1, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu 2014-2017.
Satori Djam’an dan Aan Komariah. 2014.  Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Setiyanto Agus. 2015. Orang-Orang Besar Bengkulu. Yogyakarta: Ombak, 2015.
Statistik Daerah Kota Bengkulu 2015. 2015.  Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bengkulu.
Waib Mardan dkk, Pengaruh Kontak Budaya Masyarakat Bengkulu Terhadap Pemahaman Sistem Nilai Budaya Nasional.


KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim,
Alhamdulillah puji syukur selalu terlimpahkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Proposal yang berjudul “Tradisi Dui’ Panaik Dalam Pernikahan Suku Bugis Didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma”.
Apabila masih ada penjelasan yang kurang dalam proposal ini, penulis mengharapkan tambahan penjelasan dari teman-teman dan dosen pengampu dalam bidang ini. Karena kami menyadari bahwasanya proposal  yang penulis buat ini belum sempurna dan masih banyak sekali kesalahan yang harus dibenarkan. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman dan dosen pengampu supaya ke depannya kami bisa membuat proposal yang lebih baik pastinya.
Akhir kata, semoga proposal yang ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan bisa mempermudah para pembaca untuk mengetahui dan memahami pembahasan tentang “Tradisi Dui’ Panaik Dalam Pernikahan Suku Bugis Didesa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma”.


Bengkulu,        Juni  2017
   
 Penulis


ii
 
 


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C.     Batasan Masalah .......................................................................................... 3
D.    Tujuan Penelitian........................................................................................... 3
E.     Kegunaan Penelitian..................................................................................... 3
F.      Tinjauan Pustaka........................................................................................... 3
G.    Metodologi Penelitian................................................................................... 4
H.    Sistematika Penulisan.................................................................................... 5
BAB II KERANGKA TEORI
A.    Pengertian Tradisi dan Kebudayaan ............................................................ 7
B.     Pernikahan Sebagai Peristiwa Agama dan Budaya ..................................... 7
C.     Kedatangan Orang Bugis Ke Bengkulu ...................................................... 8
D.    Tradisi Pernikahan Suku Bugis..................................................................... 9
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A.    Deskripsi Wilayah Penelitian ...................................................................... 11
B.     Suku Bugis di Desa Riak Siabun 1 ............................................................. 14
BAB IV DESKRIPSI PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.    Deskripsi Penelitian...................................................................................... 15
B.     Temuan Penelitian........................................................................................ 17
C.     Pembahasan.................................................................................................. 19
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................. 21
B.     Saran-Saran.................................................................................................. 21


iii
 
DAFTAR PUSTAKA         






iii
 
 


Proposal Metodelogi Penelitian
“Tradisi Dut’ Panaik dalam pernikahan suku Bugis di Desa Riak Siabun 1 Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma”.



Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Metodelogi Penelitian





[1] A Rahman Rahim, Nilai-Nilai Utama kebudayaan Bugis, (Yogyakarta, Ombak 2011), hal.21
[2] Anakbusur, Asal Kata Bugis, http://anakbusursulsel blogspot.co.id.html. Diakses pada tanggal 7 mei 2017
[3] Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2012), hal. 239
[4] Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung, Alfabeta, 2014), hal. 23
[5] Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta Kencana, 2011), hal. 138
[6] Mursal Esten, Desentralisasi Kebudayaan, (Bandung, Angkasa, 199), hal. 154
[7] Ahmadin, Kapitalisme Bugis Bisnis Berbasis Kearifan Lokal, (Makassar, Rayhan Intermedia, 2015), hal. 24
[8] Muhammad Alfan, Filsafat Kebudayaan, (Bandung, Pustaka Setia, 2013), hal. 44
[9] Ahmadin, Kapitalisme Bugis..... hal. 16
[10] Agus Setiyanto, Orang-Orang Besar Bengkulu, ( Yogyakarta, Ombak, 2015), hal. 42
[11] Ramli Achmmad, Geografi Budaya Daerah Provinsi Bengkulu, Departemen F A K Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah, 1978/1979
[12] Christian Pelras, Manusia Bugis, (jakarta, Malar, 2006), hal. 308
[13] Agus Setiyanto, Orang-Orang Besar Bengkulu. Hal. 51
[14] Ramli Achmmad, Geografi Budaya Daerah Provinsi Bengkul, Departemen F A K Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah, 1978/1979
[15] Rasyid Ibrahim, Adat Kebiasaan Pada Dasar Hidup Dalam Masyarakat Kota Bengkulu, Badan Musyawarah Adat Kota Bengkulu
[16] Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Provinsi Bengkulu, Proyek Penelitian dan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 33
[17] Musdaliah Mustadjar, Sosialogi Gender Dalam Keluarga Bugis, ( Makassar, Rayhan Intermedia, 2013), hal. 109
[18] Kota Bengkulu Dalam Angka 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bengkulu, 2015. Hal. 1
[19] Statistik Daerah Kota Bengkulu 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bengkulu, 2015. Hal.1
[20] RPJM Desa (rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), Desa Riak siabun 1, Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu 2014-2017, hal. 9
[21] RPJM Desa (rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), hal. 12
[22] RPJM Desa (rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa), hal. 11
[23] Wawancara, Maming, di desa Riak Siabun I, Pada tanggal 06 Juni 2017
[24] Christian Pelras, Manusia Bugis, (Jakarta, Nalar, 2006), hal. 181.
[25] Wawancara, Fakkastira, di desa Riak Siabun I, Pada Tanggal 06 Juni 2017
[26] Wawancara, Maming, di desa Riak Siabun I, Pada tanggal 06 Juni 2017
[27] Wawancara, Maming, di desa Riak Siabun I, Pada tanggal 06 Juni 2017
[28] Wawancara, Emi, di desa Riak Siabun I, Pada tanggal 06 Juni 2017
[29] Makna simbol dari piring putih, beras putih, serta Dui’ Panaik yang diletakkan di atasnya, sampai sekarang penulis tidak menemukan tafsiran mengenai makna simbol tersebut, sehingga jika ada yang mengetahuinya dikemudian hari maka dapat melengkapi makna simbol yang ada.
[30] Observasi pada tanggal 25 Mei 2017, hari Kamis Pukul 19.20 WIB.
[31] Observasi pada tanggal 25 Mei, hari kamis pukul 13.22 WIB
[32] Mardan Waib dkk, Pengaruh Kontak Budaya Masyarakat Bengkulu Terhadap Pemahaman Sistem Nilai Budaya Nasional, hal. 24

No comments:

Post a Comment