1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MAKALAH TENTANG ILMU DAKWAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Melihat konteks historis agama islam yang terurai panjang dan sesuatu yang menarik untuk dikaji dan dipelajari secara mendalam, maka akan ditemukan sebuah gambaran perjuangan gigih oleh baginda nabi besar Muhammad saw dalam menyebarkan agama yang pada saat ini oleh Michael hart mengartikan nabi Muhammad saw sebagai “100 tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah” yaitu tokoh pertama dalam bukunya. Hal ini dapat didasarkan dengan keberhasilan nabi Muhammad dalam menyebarkan agama islam.
Selain itu dengan keberadaan al – qur’an yang merupakan bentuk mukjizat berupa kitab suci yang diakui kebenaran serta keasliannya. Al – qur’an merupakan sumber pedoman umat islam dalam segala aspek kehidupan serta sendi –sendi kebutuhannya yang beragam serta selalu berubah dengan perputaran roda zaman.
Di dalam al – qur’an banyak ayat yang menyebutkan tentang kewajiban umat islam untuk mengajak kepada kebaikan yang sailing mengingatkan dalam kemunkaran dapat disumpulkan jika agama islam mengajarkan bahwa interaksi sesama merupakan sebuah keindahan apabila dihiasi dan saling mengingatkan dan mengajak ke dalam kebaikan. Sehingga pada dasarnya islam memberikan rasa solidaritas kepada sesama sebagai bentuk kebersamaan dan karakteristik dari agama islam dalam bentuk aktifitas.
Mengajak manusia menuju agama Allah merupakan salah satu ibadah yang agung, manfaatnya menyangkut orang lain. Bahkan dakwah menuju agama Allah merupakan perkataan yang paling baik. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِّمَّن دَعَآ إِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. [Fushshilat:33].
Dakwah mengajak kepada agama Allah merupakan tugas para nabi, maka cukuplah sebagai kemuliaan bahwa para da’i mengemban tugas para nabi. Allah Azza wa Jalla memerintahkan RasulNya untuk mengatakan, dakwah merupakan jalan Beliau, dengan firmanNya:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللهِ وَ مَآ أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (ilmu dan keyakinan). Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [Yusuf:108].
Karena dakwah merupakan ibadah, maka harus dilakukan dengan keikhlasan dan mengikuti Sunnah Nabi. Sebagaimana telah maklum, dua perkara ini merupakan syarat diterimanya ibadah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Ilmu ?
2.      Apa itu dakwah ?
3.      Seperti apakah ikhlas dalam berdakwah itu ?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu ilmu.
2.      Untuk mengetahui apa itu dakwah.
3.      Dan untuk mengetahui bagaimana kita ikhlas dalam berdakwah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ilmu
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian :
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
“Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (And English reader’s dictionary)
“Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster’s super New School and Office Dictionary)
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.[1]



B.     PENGERTIAN DAKWAH
Dakwah dalam bahasa Arab berasal dari kata (da'a yad'u, da'watan), berarti menyeru, memanggil, mengajak, menjamu.[2] Atau kata da'a, yad'u, duaan, da'wahu, berarti menyeru akan dia.[3]
Asal kata dakwah dalam berbagai bentuknya (fi; il dan isim)terulang dalam Al-Qur'an sebanyak 211 kali,3 dengan rincian, dalam masdar terulang 10 kali, fi'il Madhi 30 kali, Fi'iI Mudhari' 112, Isim Fa'il 7 kali dan sedangkan dengan kata dua sebanyak 20 kali, Dakwah dan yang seakar dengan kata Da’wah dalam bentuk Masdar 10 kali dan dalam AI-Qur'an, yaitu dalam surat al-Baqarah: 186, Al-a‟raf: 5, Yunus: 10, 89, al-Rad : 14, Ibrahim : 44, Al- Anbiya': 15, ar-Rum 25, al-Ghafir: 434.
Dalam bentuk fi’il Madhi diulang 30 kali , antara lain dalam surat 186, ali- Imran: 38, al-Anfal: 24, Yunus: 12, alRum: 25, al-Zumar 8,49, Fushilat: 33, ad-Dukhan: 22, alQamar: 10 5 dan lain-lain.
Sedangkan kata da’wah dalam bentuk fi’il mudhari’ diulang sebanyak 112 kali, antara lain dalam surat al-Baqarah :271, ali-Imran :104, an Nisa‟117 (dua kali ), al-An‟am :52, 108, Yunus 66, Hud :101, al-Rad :14, an-Nahl : 20, al-Isra‟:67, al-Kahfi : 28, al-Hajj: 62, al-Furqan :68, al-Qasash :41, alAnkabut :42 dan lain sebagainya.
Dalam bentuk fi‟il amar diulang sebanyak 32 kali, antara lain : surat al-Baqarah : 61, 68, 70, al-A‟raf :134, dan anNahl:125, al-Hajj :67, al-Qashash: 87 asy-Syura : 15, adZukhruf :496 dan lain-lain.
Dalam bentuk Isim Fa'il diulang 7 kali, yaitu dalam surat al- Baqarah: 186, Thaha :108, al-Ahzab : 46, al-Ahqaf. 31,32 dan al-Qamar: 6,77 .
Berdasarkan uaraian di atas ternyata kata dakwah dalam al-Quran dari berbagai bentuknya terdapat 211 kali, ini menggambarkan bahwa dakwah itu sangat penting dan harus dilakukan oleh umat Islam, baik secara individu ataupun secara kelompok, dengan terencana dan profesional sesuai dengan tujuan dakwah itu sendiri.
Berdasarkan penelusuran terhadap ayat-ayat di atas ternyata tidak semua kata Da'wah yang berarti ajakan dan seruan, bahkan ada yang berarti doa dan permohonan.
Ilmu dakwah ialah ilmu yang berisi tentang cara-cara dan tuntutan untuk menarik perhatian orang lain agar menganut, mengikuti atau menyetujui dan melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau persetujuan tertentu. Sementara hukumnya yaitu ada sebagian ulama’ yang menyatakan hukum berdakwah itu adalah fardhu a’in, maksud hukum disini merupakan undang-undang yang telah sebagaimana tercantum didalam al-qur’an dan sunnah rasul untuk setiap umat muslim.[4]

C.    MACAM – MACAM DAKWAH
Ada beberapa macam ilmu dakwah, diantaranya :
1.      Dakwah Fardiah, yaitu metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas. Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara tertib.Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran, anjuran, atau memberi contoh.Misalnya, pada saat mengunjungi orang sakit, pada waktu ada acara selamatan, dan lain-lain.
2.      Dakwah Ammah, yaitu metode dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato).Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam soal-doal dakwah. 
3.      Dakwah bil-lisan, yaitu penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan (ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini akan menjadi efektif bila disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis, konteks sajian terprogram, dan disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.
4.      Dakwah bil al-Hal, yaitu dakwah yang menggunakan perbuatan nyata. Hal ini dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad’u) mengikuti jejak dan perbuatan si Da’i (juru dakwah).Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah. 
5.      Dakwah bit-Tadwin, yaitu dakwah melalui tulisan, baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah. Metode ini bagus diterapkan pada zaman modern sekarang ini, karena metode ini sangat efektif dan efisien. Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwin ini Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada”.
6.      Dakwah bil Hikmah, yaitu menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.Menurut Sukriadi Sambas, kajian ontology keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakup hakikat dakwah, hakikat ilmu dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis dan terorganisir yang membahas interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai kenyataan dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas pedakwah dan khalifah umat Islam.[5]
Pada hakikatnya gerakan dakwah islam terporos pada amar ma’ruf nahi munkar , ma’ruf mempunyai arti segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan munkar yaitu perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah.
Pebuatan amar ma’ruf bisa dilakukan oleh siapapun, karena kalau hanya sekedar menyuruh kepada kebaikan itu mudah dan tidak ada resiko bagi si penyuruh.Lain halnya dengan nahi munkar, jelas mengandung konsekuensi logis dan beresiko bagi yang melakukannya, karena mencegah kemunkaran harus sesuai dengan tindakan konkrit, nyata dan dilakukan atas dasar kesadaran yang tinggi dalam rangka menegakkan kebenaran.[6]

D.    IKHLAS DALAM DAKWAH
Hendaklah ada diantara kamu suatu golongan yang menyeru pada kebaikan ajaran islam dan menyeru pada yang ma’ruf dan yang melarang pada yang munkar. Merekalah yakni orang-orang yang menyeru dan melarang tadi (orang-orang yang beruntung) atau berbahagia. “min” disini untuk menunjukkan “sebagian” karna apa yang diperintahkan itu merupakan fardlu kifayah yang tidak mesti bagi seluruh umat dan tidak pula layak bagi setiap orang, misalnya orang bodoh.[7]
Wajib bagi orang yang melaksanakan dakwah memenuhi syarat-syarat agar ia dapat melaksanakan kewajibannya dengan sebaik-baiknya, dan bisa menjadi contoh saleh yang menjadi panutan dalam ilmu dan amalnya:
1.        Mengetahui al-Qur’an as-Sunah, sejarah perjalanan Nabi dan khulafaur rasidin.
2.        Mengetahui kondisi bangsa yang didakwahi baik menyangkut karakter, perilaku atau budaya mereka.
3.        Mengetahui bahasa masyarakat yang hendak didakwahi. Dalam hal ini Nabi pernah memerintah para sahabat mempelajari bahasa Ibrani untuk menghadapi bangsa Yahudi.
4.        Mengetahui agama-agama dan madzha-madzhab yang berkembang, sehingga dapat mengerti mana praktek kehidupan yang batal atau menyimpang dari ajaran agama.[8]
Seorang da’i harus memurnikan niatnya untuk mengajak kepada agama Allah, semata-mata mencari ridhaNya, bukan mengajak kepada dirinya sendiri, kelompoknya, atau pendapat dan fikirannya. Juga tidak dengan niat untuk mengumpulkan harta, meraih jabatan, mencari suara, atau tujuan dunia lainnya.
Oleh karena itulah, Allah memerintahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengatakan, bahwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meminta upah dalam menyampaikan Al Qur`an kepada mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُل لآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
“Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur`an)”. Al Qur`an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat.” [Al An’am : 90].
Karena, jika Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta upah, maka hal itu akan menyebabkan umat menjadi keberatan dan menjauh. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di t berkata di dalam tafsirnya: “Yaitu: Aku tidak meminta pajak atau harta dari kamu sebagai upah tablighku dan dakwahku kepada kamu; karena itu akan menjadi sebab-sebab penolakan kamu. Tidaklah upahku, kecuali atas tanggungan Allah”. [Taisir Karimir Rahman, surat Al An’am : 90].
Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَمْ تَسْئَلُهُمْ أَجْرًا فَهُم مِّن مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُونَ
“Ataukah engkau meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang”. [Ath Thur : 40].
Dakwah dengan tanpa meminta upah, itu merupakan bukti kebenaran dakwah tersebut. Allah Azza wa Jalla mengisahkan tiga rasulNya yang diutus bersama-sama, kemudian semuanya diingkari oleh kaum mereka. Selanjutnya:
وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota dengan bersegera, ia berkata: “Hai kaumku ikutilah utusan-utusan itu, ikutilah orang yang tidak meminta upah (balasan) kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. [Yasin : 20-21].
Nabi-nabi zaman dahulu juga tidak meminta upah kepada kaum mereka. Allah Azza wa Jalla memberitakan bahwa Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Shalih, Nabi Luth, Nabi Syu’aib -‘alaihimus salam- berkata kepada kaumnya masing-masing:
وَمَآ أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ.
“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam”. [Asy Syu’ara’ ayat 109, 127, 145, 164, 180].
Maka fenomena pada zaman ini, yang sebagian “mubaligh” membuat tarif untuk tablighnya, merupakan perkara yang menyelisihi syari’at. Sebagian ada yang memasang tarif untuk berceramah di kota yang dekat dengan Rp. 500.000,00 setiap jamnya. Jika bersama group musiknya (rebana!) tarifnya meningkat menjadi 1.500.000,00. Semakin jauh tempat yang dituju untuk berceramah, semakin tinggi pula tarifnya!
Seandainya yang disampaikan oleh para mubaligh itu merupakan kebenaran, maka memasang tarif dalam dakwah itu merupakan kesalahan, apalagi jika yang disampaikan di dalam ceramah-ceramah itu ternyata dongeng-dongeng, lelucon-lelucon dan nyanyian-nyanyian yang dibumbui dengan nasihat-nasihat agama, maka itu merupakan kemungkaran, walaupun dinamakan dengan nama yang indah. Karena hal itu bertentangan dengan jalan para nabi dalam berdakwah.
Namun, jika seseorang berdakwah dengan benar dan ikhlas, kemudian dia diberi harta, sedangkan dia tidak mengharapkannya dan tidak memintanya, tujuannya hanyalah berdakwah, baik dia mendapatkan harta itu atau tidak, maka –insya Allah- menerimanya tidak mengapa.
Dengan demikian maka sepantasnya seorang da’i juga memiliki pekerjaan dan usaha untuk mencukupi kebutuhannya, sehingga dia tidak menggantungkan kepada umat. Karena sesungguhnya makanan terbaik yang dimakan oleh seseorang ialah hasil keringatnya sendiri.
Selain ikhlas, di dalam berdakwah wajib mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga seseorang berdakwah berdasarkan ilmu, hikmah dan kesabaran. Tidak berdakwah dengan bid’ah dan kemaksiatan. Karena memang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan panutan terbaik bagi umat Islam dalam segala perkara, termasuk di dalam berdakwah menuju agama Allah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kamu (umat Islam, yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (pahala) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. [Al Ahzab:21].[9]
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya.[10] Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.[11]









DAFTAR PUSTAKA

Mahmud Yunus, Kamus arab Indonesia, (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Qur‟an, Jakarta :PT Hidakarya Agung : 1989)
Luis Ma‟luf, almunjid fi al-lughat, (Dar al Masyriq, Beirut, 1997), h.216
Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain jilid 1,(Bandung:sinar baru algesindo,2003)
Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000)
Aziz, Jum’ah Amin Abdul, Fiqih Dakwah. ( Solo: Era Intermedia. 2000).
Moedjiono, Imam. 2007. metode dakwah praktis. Yogyakarta: As-Salaam press.
Ali Aziz, Muhammad. 2009. Ilmu dakwah. Jakarta: kencana






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ilmu mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”.
Ilmu dakwah ialah ilmu yang berisi tentang cara-cara dan tuntutan untuk menarik perhatian orang lain agar menganut, mengikuti atau menyetujui dan melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau persetujuan tertentu. Sementara hukumnya yaitu ada sebagian ulama’ yang menyatakan hukum berdakwah itu adalah fardhu a’in, maksud hukum disini merupakan undang-undang yang telah sebagaimana tercantum didalam al-qur’an dan sunnah rasul untuk setiap umat muslim.
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya. Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.
B.     Saran
Demikian makalah kami buat terima kasih kepada para pembaca yang telah menelaah isi makalah ini yang tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Karena kekurangannya pengetahuan dan bahan rujukan yang ada hubunganya dengan judul makalah ini.
Kami mengharap saran dan kritikan yang membangun dari pembaca untuk sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pribadi dan umumnya bagi para pembaca yang di rahmati Allah SWT.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al-Quran dalam bahasa Arab dan telah memberikan kemudahan dalam mempelajarinya.
Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah Rasul Allah yang diutus dengan membawa ajaran dan pedoman hidup yang baik untuk manusia di dunia dan akhirat.
Sebagai umat islam, kita dituntut untuk bisa mengkaji dan mempelajari Al-Quran dan Sunnah, sebagai dua sumber utama ajaran islam yang harus kita pegang teguh. Tentunya kita tidak mungkin memahami kedua sumber tersebut kecuali setelah mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab, khususnya ilmu Nahwu dan Sharaf, karena keduanya merupakan kunci dalam mempelajari Al-Quran dan Sunnah.
Dalam makalah ini, penulis mencoba memberikan penjelasan tentang salah satu objek kajian ilmu Nahwu yaitu tentang Ilmu Dakwah.
Semoga dengan dibuatnya makalah ini menjadi bekal yang bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi penulis, untuk memperoleh berbagai kemudahan dalam mempelajari Ilm Dakwah. Amin.
Walaupun demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan serta keterbatasan dalam pembahasan makalah ini. Untuk itu saran serta koreksi sangat penulis harapkan untuk memperoleh sebuah kesempurnaan di masa depan kelak. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.

Bengkulu,       Juni 2017
penulis




ii
 
 

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................  i
KATA PENGANTAR ................................................................................  ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................  iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
A.    Latar Belakang .................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah ...........................................................................  2
C.    Tujuan ...............................................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
A.    Pengertian Ilmu ................................................................................  3
B.     Pengertian Dakwah .........................................................................  4
C.    Macam – macam Dakwah ...............................................................  5
D.    Ikhlas Dalam Dakwah .....................................................................  7
BAB III PENUTUP ......................................................................................
A.    Kesimpulan ......................................................................................  13
B.     Saran ................................................................................................  13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................  14





[1] https://uharsputra.wordpress.com/13/17/06/filsafat/islam-dan-ilmu.
[2] Mahmud Yunus, Kamus arab Indonesia, (Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Qur‟an, Jakarta :PT Hidakarya Agung : 1989), h.127
[3] Luis Ma‟luf, almunjid fi al-lughat, (Dar al Masyriq, Beirut, 1997), h.216
[4]   Aziz, Jum’ah Amin Abdul, Fiqih Dakwah. ( Solo: Era Intermedia. 2000).
[5] Ali Aziz, Muhammad. 2009. Ilmu dakwah. Jakarta: kencana
[6] Moedjiono, Imam. 2007. metode dakwah praktis. Yogyakarta: As-Salaam press.
[7] Jalaludin Muhamad Ibnu Ahmad al Mahally& Jalaludin Asy-Suyuthi, Tafsir Jalalain jilid 1,(Bandung:sinar baru algesindo,2003), 249
[8] Teungku Muhammad Hasbi ash - Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Masjid An - Nuur, (Semarang : PT.Pustaka Rizki Putra,2000), 658.
[9] https://almanhaj.or.id/2713/13/17-tugas-dakwah.html
[10]  Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah…, h. 14
[11] M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah…, h. 44.

No comments:

Post a Comment