1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MAKALAH ASAL MULA MANUSIA

MAKALAH ASAL MULA MANUSIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Manusia dilengkapi akal untuk berfikir yang membedakannya dengan binatang. Mengenai proses kejadian manusia, dalam Al-Qur’an (QS. Al-Hijr (15) : 28-29) diterangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah dengan bentuk yang sebaik-baiknya kemudian ditiupkan ruh kepadanya hingga menjadi hidup.
Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Di lain pihak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Khususnya agama Islam yang meyakini bahwa manusia pertama adalah Nabi Adam a.s. disusul Siti Hawa dan kemudian keturunan-keturunannya hingga menjadi banyak seperti sekarang ini. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama.
Hal ini dapat diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, Al-Quran tidak menjelaskan secara rinci. Akan tetapi hampir sebagian besar para ilmuwan berpendapat membantah bahwa manusia berawal dari sebuah evolusi dari seekor binatang sejenis kera, konsep-konsep tersebut hanya berkaitan dengan bidang studi biologi. Anggapan ini tentu sangat keliru sebab teori ini ternyata lebih dari sekadar konsep biologi. Dalam hal ini membuat kita beranggapan bahwa manusia kehilangan harkat dan martabat kita yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna dan paling mulia.
Walaupun manusia berasal dari materi alam dan dari kehidupan yang terdapat di dalamnya, tetapi manusia berbeda dengan makhluk lainnya dengan perbedaan yang sangat besar karena adanya karunia Allah yang diberikan kepadanya yaitu akal dan pemahaman. Itulah sebab dari adanya penundukkan semua yang ada di alam ini untuk manusia, sebagai rahmat dan karunia dari Allah SWT. {“Allah telah menundukkan bagi kalian apa-apa yang ada di langit dan di bumi semuanya.”}(Q. S. Al-Jatsiyah: 13). {“Allah telah menundukkan bagi kalian matahari dan bulan yang terus menerus beredar.Dia juga telah menundukkan bagi kalian malam dan siang.”}(Q. S. Ibrahim: 33). {“Allah telah menundukkan bahtera bagi kalian agar dapat berlayar di lautan atas kehendak-Nya.”}(Q. S. Ibrahim: 32), dan ayat lainnya yang menjelaskan apa yang telah Allah karuniakan kepada manusia berupa nikmat akal dan pemahaman serta derivat (turunan) dari apa-apa yang telah Allah tundukkan bagi manusia itu sehingga mereka dapat memanfaatkannya sesuai dengan keinginan mereka, dengan berbagai cara yang mampu mereka lakukan
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian manusia menurut pandangan Islam?
2.      Bagaimana pandangan Al Quran tentang asal usul manusia?
3.      Bagaimana asal usul manusia diciptakan?
4.      Bagaimana proses penciptaan manusia itu?
5.      Apa tujuan dan fungsi penciptaan manusia?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu manusia dalam pandangan islam
2.      Untuk mengetahui seperti apa pandangan Al-Qur’an mengenai asal – usul manusia
3.      Untuk mengetahui asal – usul manusia di ciptakan
4.      Untuk mengetahui proses penciptaan manusia
5.      Untuk mengetahui tujuan dan fungsi penciptaan manusia



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manusia Menurut Pandangan Islam
1.      Pengertian Manusia
Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah merupakan sekepal tanah di bumi. Manusia dalam pandangan kaum materialism, tidak lebih dari kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat pencernaan. Akal dan pikiran dianggapnya barang benda, yang dihasilkan oleh otak.[1] Pandangan ini menimbulkan kesan seolah-olah manusia ini makhluk yang rendah dan hina, sama dengan hewan yang hidupnya hanya untuk memenuhi keperluan dan kepuasan semata.
Dalam pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau mereka sebagai khalifah (makhluk alternatif) tetap hidup dengan ajaran Allah (QS. Al-An’am : 165). Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan (bisa dibedakan) dengan makhluk lainnya, dan Allah menciptakan manusia untuk berkhidmat kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat (51) : 56.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat (51) : 56).

2.      Pengertian Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diantara makhluk ciptaan-Nya. Oleh sebab itu manusia diharuskan mengenal siapa yang menciptakan dirinya sebelum mengenal lainnya.[2] Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
a.       Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.      Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
c.       Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
d.      Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat.
e.       Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
B.     Pandangan Al Quran Tentang Asal Usul Manusia
Beberapa ayat didalam Al Quran yang menjelaskan tentang penciptaan manusia mengandung makna spiritual mendalam. Juga menyiratkan adanya transformasi-transformasi yang tampaknya menunjukan perubahan-perubahan di dalam morfologi manusia. Yang terkemudian ini mnguraikan fenomena yang sepenuhnya bersifat material, yang terjadi didalam bebagi fase tapi selalu dalam susunan yang tepat. Campur tangan kehendak Tuhan, yang mengatasi segalanya, disebutkan beberapa kali dalam ayat-ayat ini. Hal tersebut tampak dimaksudkan untuk mengarahkan transformasi-transformasi yang terjadi selama suatu proses yang hanya bisa diuraikan sebagai suatu ‘evolusi’.
Disini, kata tersebut dipergunakan dengan maksud untuk  menunjukan satu rangkaian modifikasi-modifikasi yang tujuannya adalah untuk sampai kepada satu bentuk definitif (tetap). Tambahan pula, penekanan diberikan kepada gagasan bahwa ke-Mahakuasa-an Tuhan tampil pada kenyataan bahwa ia memusnahkan populasi manusia untuk memberi jalan bagi populasi baru lainnya.
Menurut Maurice Bucaille, para akar terdahulu tidak mampu melihat adanya gagasan bahwa bentuk manusia bisa jadi telah mengalami transformasi. Meskipun demikian, mereka berkehendak untuk mengakui bahwa perubahan-perubahan mungkin saja benar-benar telah terjadi dan mengakui kemaujudan tahapan-tahapan disepanjang perkembanganembrionik-suatu gejala yang biasa teramati pada seluruh kurun waktu dalam sejarah-. Meskipun demikian, hanya pada masa kita inilah, sains modern mengizinkan kita untuk sepenuhnya memahami arti ayat-ayat Al Quran yang menunjuk kepada tahapan-tahapan berurutan dari perkembangan embrionik didalam rahim.[3]
Kemudian tibalah “born Darwin” (pendukung teori Darwin )yang melalui manipulasi terang-terangan teori Darwin oleh para pengikut awalnya mengekstrapolasikan pengertian tentang evolusi yang mungkin diterapkan atas manusia, padahal berlakuan evolusi tersebut belum lagi dibuktikan didalam dunia hewan. Pada massa Darwin, teori tersebut didorong sampai ke tingkat ekstrem sedemikian sehingga para peneliti mengklaim sebagai bahwa manusia berasal dari kera, suatu gagasan yang bahkan pada masa sekarang, tidak seorang ahli paleontologi terhormat sekalipun mampu membuktikannya.[4]
1.      Penciptaan Manusia dari Tanah
Sebagai ditunjukan oleh kedua ayat berikut ini, manusia ditampilkan di dalam Al Quran sebagai wujud yang amat erat berkaitan dengan tanah:
Artinya: “Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah, dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi, sebagai suatu keluaran baru.” (QS. Nuh 71 :17-18)
Aspek spriritual asal manusia dari tanah ini ditekankan oleh kenyataan bahwa kita mesti kembali ke tanah setelah kematian dan juga oleh gagaasan bahwa Tuahan akan mengeluarkan kita lagi pada hari pengadilan.
2.      Komponen-komponen Bumi (Tanah) dan Pembentukan Manusia
Manusia di bentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gagasan ini muncul dengan sangat jelas dari berbagai ayat yang di dalamnya elemen-elemen pembentuk tersebut ditunjukkan dengan berbagai nama.
Penting untuk dicatat dalam hal ini bahwa Al Quran menunjukan kepada awal suatu penciptaan dari lempung. Citra ini menunjukkan bahwa manusia dimodelkan, selain itu kita juga bisa menemukan gagasan tentang pencetakan manusia.


C.    Asal Usul Manusia
1.      Manusia dalam Pandangan Antropologi
Pada awalnya di dunia ini hanya ada satu sel yang kemudian berkembang dan mengalami percabangan-percabangan. Percabangan ini mengakibatkan adanya variasi mahluk hidup di dunia ini. Menurut Charles Darwin dalam teori Evolusinya, manusia merupakan hasil evolusi dari kera yang mengalami perubahan secara bertahap dalam waktu yang sangat lama. Dalam perjalanan waktu yang sangat lama tersebut terjadi seleksi alam. Semua mahluk hidup yang ada saat ini merupakan organisme-organisme yang berhasil lolos dari seleksi alam dan berhasil mempertahankan dirinya. Dalam teorinya ia mengatakan : “Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan”. Kemudian ia memperluas teorinya ini hingga sampai kepada asal-usul manusia.
Dapat disimpulkan bahwa manusia dalam pandangan Antropologi terbentuk dari satu sel sederhana yang mengalami perubahan secara bertahap dengan waktu yang sangat lama (evolusi). Berdasarkan teori ini, manusia dan semua mahluk hidup di dunia ini berasal dari satu moyang yang sama. Nenek moyang manusia adalah kera. Teori Evolusi yang dikenalkan oleh Charles Darwin ini akhirnya meluas dan terus dipakai dalam antropologi.[5]
Teori ini mempunyai kelemahan karena ada beberapa jenis tumbuhan dan hewan yang tidak mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Misalnya sejenis biawak/komodo yang telah ada sejak berjuta-juta tahun yang lalu dan hingga kini tetap ada. Jadi dapat kita katakan bahwa teori yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
2.      Manusia dalam Pandangan Agama Islam
Dalam Agama Islam, segala sesuatunya telah diatur dengan baik dan digambarkan dalam kitab suci Al-Quran. Tidak luput olehNya, bagaimana proses pembentukkan manusia yang juga digambarkan sejelas-jelasnya. Dalam Al-Qur’an jika dipadukan dengan hasil penelitian ilmiah menemukan titik temu mengenai asal usul manusia ini.
Terwujudnya alam semesta ini berikut segala isinya diciptakan oleh Allah dalam waktu enam masa. Keenam masa itu adalah Azoikum, Ercheozoikum, Protovozoikum, Palaeozoikum, Mesozoikum, dan Cenozoikum. Dari penelitian para ahli, setiap periode menunjukkan perubahan dan perkembangan yang bertahap menurut susunan organisme yang sesuai dengan ukuran dan kadarnya masing-masing (tidak berevolusi).[6]
Manusia dikaruniakan oleh Allah akal untuk berfikir. Dengan akal, manusia mampu membedakan antara yang haq (benar) dengan yang bathil (salah). Dengan akal pula, manusia mampu merenungkan dan mengamalkan sesuatu yang benar tersebut. Dengan karunia akal, manusia diharapkan dapat memilah dan memilih nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Disamping memiliki akal, manusia selalu terlahir dengan 3 naluri yang pasti ada dalam dirinya, yaitu :
a.       Naluri untuk mensucikan sesuatu : naluri untuk beragama dan menyebah sesuatu yang lebih dari pada dirinya.
b.      Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri : manunia punya kecenderungan marah, sedih, senang dll.
c.       Naluri untuk melestarikan dirinya : naluri kasih sayang

D.    Proses Penciptaan Manusia
1.      Penciptaan Manusia Menurut Bibel
Menurut penjelasan di dalam Bibel, Bibel tidak memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai fenomena alam yang pada setiap masa sejarah manusia dapat menjadi subyek pengamatan dan dapat meningkatkan banyaknya penjelasan atas kemahakuasaan Tuhan, disertai dengan rincian-rincian spesifik tertentu. Sebagaimana akan kita lihat nanti, teks-teks semacam itu hanya ada di dalam Al-Qur’an.
Penjelasan-penjelasan Bibel mengenai asal-usul penciptaan manusia, dijelaskan di dalam Kitab Genesis dalam ayat-ayat yang membahas penciptaan secara keseluruhan. Salah satu ayat yang ada di dalam Kitab Genesis berbunyi : “Lalu Tuhan berkata, ‘Biarlah kita membuat manusia dalam citra kita, sesuai dengan kita; dan jadilah mereka menguasai ikan di laut, burung di udara, ternak, dan segala suatu di atas bumi serta setiap makhluk yang melata di atas bumi’.[7]
2.      Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an
Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial. Manusia pertama, Adam a.s. diciptakan dari al-tin (tanah), al-turob (tanah debu), min shal(tanah liat), min hamain masnun (tanah lumpur hitam yang busuk) yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh dari-Nya ke dalamA diri (manusia) tersebut (Q.S, Al An’aam (6):2, Al Hijr (15):26,28,29, Al Mu’minuun (23):12, Al Ruum (30):20, Ar Rahman (55):4). Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi yang dapat dipahami secara sains-empirik. Di dalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh (Q.S, Al Mu’minuun (23):12-14). Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menyatakan bahwa ruh dihembuskan Allah swt. ke dalam janin setelah ia mengalami perkembangan 40 hari nuthfah, 40 hari ‘alaqah dan 40 hari mudghah.
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1.      Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya (spermazoa).
2.      Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3.      Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4.      Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
5.      Setetes Mani
Sebelum proses pembuahan terjadi, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu dan menuju sel telur yang jumlahnya hanya satu setiap siklusnya. Sperma-sperma melakukan perjalanan yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur karena saluran reproduksi wanita yang berbelok2, kadar keasaman yang tidak sesuai dengan sperma, gerakan ‘menyapu’ dari dalam saluran reproduksi wanita, dan juga gaya gravitasi yang berlawanan. Sel telur hanya akan membolehkan masuk satu sperma saja.
Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?” (QS Al Qiyamah:36-37).
a.      Segumpal Darah Yang Melekat di Rahim
Setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.
“Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah”. (al ‘Alaq/96:2).
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, terbentuk sebuah sel tunggal yang dikenal sebagai “zigot” , zigot ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Tapi, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. Pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata “alaq” dalam Al Qur’an. Arti kata “alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah.
b.      Pembungkusan Tulang oleh Otot
Disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS Al Mu’minun:14)
Para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al-Qur’an adalah benar kata demi katanya.[8]
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
c.       Saripati Tanah dalam Campuran Air Mani
Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran: “Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (Al-Qur’an, 32:7-8).

E.     Tujuan dan Fungsi Penciptaan Manusia
Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia itu mengabdi kepada Allah artinya sebagai hamba Allah agar menuruti apa saja yang diperintahkan oleh Allah swt.
Sedangkan fungsi dari penciptaan manusia ini secara global kami menyebutkan tiga kalsifikasi, yaitu:
1.      Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
Khalifah disini maksudnya menjadi penguasa untuk mengatur dan mengendalikan segala isinya. Sebagai pedoman hidup manusia dalam melaksanakan tugas itu, Allah menurunkan agama-Nya. Agama menjelaskan dua jalan yaitu jalan yang bahagia dan jalan yang akan membahayakannya.
Perbedaan tingkat yang akan diadakan oleh Allah di dalam masyarakat manusia, bukanlah suatu kesempatan bagi si kuat untuk menganiaya si lemah atau si kaya tidak memperdulikan si miskin, melainkan suatu penyusunan masyarakat ke arah kebaikan hidup bersama melalui tolong menolong.[9]
2.      Manusia sebagai Warosatul Anbiya’
Kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini mengemban misi sebagai ‘Rahmatal lil ‘Alamiin’ yakni suatu misi yang membawa dan mengajak manusia dan seluruh alam untuk tunduk dan taat pada syari’at-syari’at dan hukum-hukum Allah swt. guna kesejahteraan perdamaian, dan keselamatan dunia akhirat. Misi tersebut berpijak pada trilogy hubungan manusia, yaitu:
a.       Hubungan manusia dengan Tuhan, karena manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya.
b.      Hubungan manusia dengan masyarakat, karena manusia sebagai anggota masyarakat.
c.       Hubungan manusia dengan alam sekitarnya, karena manusia selaku pengelola, pengatur, serta pemanfaatan kegunaan alam.
3.      Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)
Fungsi ini mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah swt. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian ritual kepada Allah swt. dengan penuh keikhlasan. Secara luas konsep ‘abd ini meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Semua yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya dapat dinilai sebagai ibadah jika semua yang dilakukan (perbuatan manusia) tersebut semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah swt.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4).
Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satu-satunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri. Ia mampu mempelajari, manganalisis, mengetahui dan menilai dirinya.
Terdapat dua pendapat mengenai asal usul manusia, yaitu bahwa asal usul manusia dari nabi Adam a.s yang merupakan pendapat para ahli agama sesuai dengan kitab-kitab suci sebagai dasar (termasuk agama Islam). Pendapat kedua berdasarkan penemuan fosil-fosil oleh para ilmuan yang berpendapat bahwa asal usul manusia sesuai dengan teori evolusi merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Teori kedua yang dianggap ilmiah itu ternyata tidak mutlak karena antara teori dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.
Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial, yakni proses penciptaan nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.
Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia. Selayaknya ilmu perakitan komputer, maka Allah telah merakit manusia dengan sistem hardware dan software, lengkap, berkualitas tinggi dan multifungsi. Kesemua perangkat ini bekerja secara sinergis dan dinamis agar manusia bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi.
Tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia menyembah dan mengabdi kepada Allah swt. Sedangkan fungsi penciptaan manusia ke dunia, diklasifikasikan ke dalam tiga (3) pokok, yaitu:
1.      Manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi
2.      Manusia sebagai Warosatul Anbiya’
3.      Manusia sebagai ‘Abd (Pengabdi Allah)

B.     Saran
Setelah mengetahui asal usul dan bagaimana proses manusia itu diciptakan, hendaknya setiap manusia bisa sadar akan tujuan hidupnya yaitu untuk mencari keridhaan Allah SWT, karena jiwa yang memperoleh keridhaan Allah adalah jiwa yang berbahagia, mendapat ketenangan, serta akan memperoleh imbalan surga. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhainya. Maka masuklah dalam jamaah hamba-hambaku. Dan masuklah ke dalam surgaku.” (QS Al Fajr : 27-30)
Selama hidup di dunia manusia wajib beribadah, menghambakan diri kepada Allah. Seluruh aktivitas hidupnya harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah SWT sebagai pencipta semua makhluk.
Semoga dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua sehingga kita menjadi manusia yang senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Dengan terselesaikannya makalah ini semoga bermanfaat bagi semuanya dan pembaca khususnya. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang harus dibenahi. Untuk itu masukan-masukan dari pihak-pihak yang merespon makalah ini sangat ditunggu.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986)
Hanykpoespyta, Manusia : Antara Pandangan Antropologi dan Agama Islam, (http://hanykpoespyta.wordpress.com/2017/06/15/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-agama-islam/)
Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media, 2011
Dr. Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Qur’an dan Sains, (Bandung: Penerbit Mizan, 1984, edisi ke-3)
Ahmad Ta’rifin, Ilmu Alamiah Dasar, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010)
Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I, Proses Kejadian Manusia dan Nilai-nilai Pendidikan di Dalamnya,(http://muhfathurrohman.wordpress.com/2017/06/15/proses-kejadian-manusia-dan-nilai-nilai-pendidikan-di-dalamnya/,)
Maurice Bucaille, Dari Mana Manusia Berasal?, (Bandung: PT. Mizan pustaka,2008)
Ahliana Afifati, Proses Penciptaan Manusia Menurut Islam dan Iptek, (http://alhayaat.wordpress.com/2017/06/15/proses-penciptaan-manusia-menurut-islam-dan-iptek/)
Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986)






[1] Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986), hal : 48
[2] Sudono Syueb, Buku Pintar Agama Islam, (Percetakan Bushido Indonesia: Delta Media, 2011), hal: 70
[3] Ahmad Ta’rifin, Ilmu Alamiah Dasar, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010), hlm. 96
[4] Maurice Bucaille, Dari Mana Manusia Berasal?, (Bandung: PT. Mizan pustaka,2008), hlm.311
[5] Hanykpoespyta, Manusia : Antara Pandangan Antropologi dan Agama Islam, (http://hanykpoespyta.wordpress.com/2017/06/15/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-agama-islam/)
[6] Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I, Proses Kejadian Manusia dan Nilai-nilai Pendidikan di Dalamnya, (http://muhfathurrohman.wordpress.com/2017/06/15/proses-kejadian-manusia-dan-nilai-nilai-pendidikan-di-dalamnya/,)
[7] Dr. Maurice Bucaille, Asal-Usul Manusia Menurut Bibel, Al-Qur’an dan Sains, (Bandung: Penerbit Mizan, 1984, edisi ke-3), hal: 169.
[8] Ahliana Afifati, Proses Penciptaan Manusia Menurut Islam dan Iptek, (http://alhayaat.wordpress.com/2017/06/15/proses-penciptaan-manusia-menurut-islam-dan-iptek/)
[9] Prof. DR. Zakiah Daradjat. dkk, Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta : 1986), hal : 48.

No comments:

Post a Comment