1

loading...

Tuesday, November 6, 2018

MAKALAH LEMBAGA DI INDONESIA

 LEMBAGA DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sebelum kita memahami Lembaga Keagamaan terlebih dahulu kita harus mengetahui Penjelasan adanya tentang agama. Agama merupakan suatu kepercayaan tertentu yang dianut sebagian besar masyarakat yang merupakan tuntunan hidup. Agama, yang menyangkut kepercayaan-kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan pada saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia.
Pengertian Lembaga Agama, Secara umum lembaga agama adalah  organisasi yang dibentuk oleh umat beragama dengan maksud untuk memajukan suatu kepentingan hidup beragama yang ada didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[1]
Dewasa ini, perkembangan lembaga di Indonesia sedikit demi sedikit mengalami kemajuan setelah pasang surut beberapa abad yang lalu. Kini pendidikan Islam berkembang kembali dengan ditandai munculnya beberapa lembaga pendidikan Islam.
Organisasi Pendidikan Islam di Indonesia diawali dengan lahirnya Organisasi Muhammadiyah yang memiliki visi dan misi serta tujuan dalam bidang pendidikan Islam. Begitu pun selanjutnya semakin berkembang organisasi-organisasi lain serta muncul lembaga-lembaga yang mendukung perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
Oleh karena itu, makalah ini disusun untuk menjelaskan perkembangan lembaga-lembaga di Indonesia.












1.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut:
·      Bagaimana perkembangan Lembaga di Indonesia ?
·      Apa saja Macam macam Lembaga di Indonesia masa belanda, jepang dan sekarang ?

2.      Tujuan Penulisan
·     Mahasiswa mampu mengetahui latar belakang lembaga keagaaman indonesia
·     Mahasiswa mampu mengetahui perkembangan lembaga keagamaan di indonesia
·     Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui peran lembaga Keagamaan di indonesia























BAB II
PEMBAHASAN

A.      Konsep Lembaga Keagamaan
1.    Pengertian Lembaga Keagamaan
Secara etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak.[2] Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan  dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan. Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab pendidikan itu sendiri.

B.       Masa Pendudukan Belanda
1.    Lembaga Keagamaan
Pada tahun 1931 berdasar atas usul dan saran Priesterraden Commisssie, maka ordonantie belanda tanggal 31 Januari 1931 yang tersebut dalam Staatblad 1931 No. 53 ditetapkan peraturan tentang 3 pokok ketentuan, pada bagian I tentang Peradilan Agama berisikan (Noeh dan Adnan, 1983 : 35):
1)   Bentuk Pengadilan Agama sebagai Priesterrad atau disebut pula Raad Agama, dirubah menjadi Penghoeloe Gerecht yang terdiri atas seorang penghulu sebagai hakim, didampingi dua orang penasehat dan seorang griffer (panitera).
2)   Kekuasaan Pengadilan Agama dibatasi hanya memeriksa perkara-perkara yang bersangkutan dengan nikah, talak dan ruju’. Hadlanah, wakaf dan lain-lain sebagainya dicabut dan diserahkan kepada Landraad.
3)   Diadakan beberapa tambahan tentang acara pada Pengadilan Agama.
4)   Diadakan Mahkamah Islam Tinggi sebagai badan peradilan banding atas keputusan Pengadilan Agama. Staatsblad tahun 1931 tersebut tidak dilaksanakan sampai tahun 1937, disebabkan Gubernemen tidak mempunyai anggaran belanja yang cukup dalam tahun-tahun malaise serta adanya reaksi dari kalangan Islam (Lev, 1980: 36-7).
Tanggal 19 Februari 1937 dengan keputusan gubernur jenderal yang termuat dalam
Staatsblad 1937 No. 116, dikeluarkan suatu peraturan yang merubah kekuasaan Pengadilan Agama. Peraturan itu menambah beberapa pasal dalam Staatsblad 1882 No. 152, antara lain yang terpenting adalah pasal 2 ayat (10) yang berbunyi (Noeh dan Adnan, 1983 : 37): 1) Pengadilan Agama hanya semata-mata hanya berwenang untuk memeriksa dan memutuskan perselisihan hukum antara suami istri yang beragam Islam, begitu pula perkara-perkara lain tentang nikah, talak dan ruju’ serta soal-soal perceraian dan menetapkan bahwa syarat-syarat taklik sudah berlaku dengan pengertian bahwa dalam perkara-perkara tersebut hal-hal mengenai tuntutan pembayaran uang atau penyerahan harta benda adalah menjadi wewenang hakim biasa kecuali dalam perkara mahar (mas kawin) dan pembayaran nafkah wajib bagi suami kepada istri yang sepenuhnya menjadi wewenang pengadilan Agama.
Selanjutnya mulai tanggal 1 Januari 1938 berdasarkan Staatsblad 1937 No. 610 diadakan sebuah Mahkamah Islam Tinggi atau disebut “Hof Voor Islamietische Zaken” Kekuasaan Mahkamah Islam Tinggi pada pokoknya adalah sebagai Hakim Tertinggi dalam dua bidang, yaitu :
a)    Memutuskan perselisihan tentang kekuasaan antara Pengadilan Agama yang dimintakan banding oleh orang yang bersangkutan
b)   Mahkamah Islam Tinggi berkewajiban untuk memberikan saran-saran pertimbangan masalah agama Islam apabila diminta oleh Gubernur Jenderal atau pembesar lain atas perintahnya.

2.    Lembaga Kehakiman
Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh empat badan Peradilan yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah rechtspraaken,
a)    Landgreceht dimana peradilan ini berlaku untuk semua golongan.
b)   Inlandsche Rechtspraak atau Peradilan Pribumi, yang pada prinsipnya berlaku untuk golongan Pribumi. Untuk daerah Jawa dan Madura Peradilan bawahan berupa Districtsgerecht dan Regentschaosgerecht. Peradilan atasan dari kedua jenis Peradilan itu adalah Peradilan Landraad. Untuk daerah Seberang Peradilan bawahan berupa: Negorijrechtbank, Districsgerecht/ Districtsraad, dan Magistraat-sgerecht. Sama dengan di daerah Jawa dan Madura Peradilan atasan dari kesemua peradilan itu adalah Peradilan landraad.
c)    Europeesche Rechtspraak (Peradilan Eropa), pada prinsipnya berlaku untuk golongan Eropa, susunan peradilan ini pada tingkat banding dikenal dengan Raad van Justitutie dan tingkat kasasi berupa Hoog Gerechtshof van Nederlandsche Indie.
d)   Peradilan Agama, peradilan ini mengadili perkara agama Islam. Peradilan jenis ini terdapat: di Jawa dan Madura berupa: Priesterraad dan Hof voor Islamictische Zaken; Di Banjarmasin dan Hoeloe Soengai berupa Qadi; sedangkan di daerah lain seperti Palembang, Jambi, Pontianak, Ternate, Ambon, Makasar dan lain-lain, disesuaikan dengan sebutan yang dikenal di daerahnya masing-masing, dan pada umumnya menggunakan sebutan Qadi.

3.    Lembaga Pendidikan
1.    MULO ( Meer Uit gebreid lager school ), sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun,yang pertama didirikan pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing. Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP. Sebenarnya sejak tahun 1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.
2.    AMS (Algemene Middelbare School) adalah sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukkan golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama didirikan tahun 1915. AMS in terdiri dari dua jurusan (afdeling- bagian), Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam), pada zaman Jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.
3.    HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah warga negara tinggi adalah sekolah menengah kelanjutan dari ELS yang disediakan untuk golongan Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka. Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa Barat
4.    Sekolah pertukangan (Amachts leergang) yaitu sekolah berbahasa daerah dan menerima sekolah lulusan bumi putra kelas III (lima tahun) atau sekolah lanjutan (vervolgschool). Sekolah ini didirikan bertujuan untuk mendidik tukang-tukang. didirikan pada tahun 1881. (Sanjaya, 2007: 207).
5.    Sekolah pertukangan (Ambachtsschool) adalah sekolah pertukangan berbahasa pengantar Belanda dan lamanya sekolah tiga tahun menerima lulusan HIS, HCS atau schakel. Bertujuan untuk mendidik dan mencetak mandor jurusanya antara lain montir mobil, mesin, listrik, kayu dan piñata batu.
6.    Sekolah teknik (Technish Onderwijs) adalah kelanjutan dari Ambachtsschool,berbahasa Belanda, lamanya sekolah 3 tahun. Sekolah tersebut bertujuan untuk mendidik tenaga-tenaga Indonesia untuk menjadi pengawas, semacam tenaga teknik menengah dibawah insinyur.
7.    Pendidikan Dagang (Handels Onderwijs). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan Eropa yang berkembang dengan pesat.

4.    Lembaga Kemiliteran
Sementara peradilan yang merupakan bagian dari Peradilan Militer terdiri dari Krijgsraad. Zeekrijgsraad, dan Hoog Militer Gerechtshof. Krijgsraad merupakan peradilan militer yang terdapat di Cimahi, Makasar dan Padang. Pengadilan Krijgsraad ini mempunyai kekuasaan dan berwenang mengadili perkara tentara Belanda (KNIL) yang berpangkat Kapten ke bawah, sedang Zeekrijgsraad merupakan pengadilan Militer yang pada prinsipnya sama dengan Krijgsraad, perbedaannya hanyalah bahwa Peradilan ini diselenggarakan di atas kapal perang. Sebagai Peradilan militer tertinggi adalah apa yang dikenal dengan sebutan Hoog Militair Gerehtshof yaitu peradilan yang berkedudukan di Batavia. Kewenangan dari Hoog Militair Gerehtshof adalah memeriksa perkara pada tingkat banding dari Krijgsraad dan Zeekrijgsraad, serta merupakan Peradilan pertama dan tertinggi dari kalangan tentara yang berpangkat perwira ke atas.

C.      Masa Penjajahan Jepang
1.    Lembaga Keagamaan
Peradilan Agama Masa Penjajahan Jepang Jepang menaklukkan Indonesia kurang dari dua bulan, dan Jawa jatuh dalam waktu satu minggu, tepatnya tanggal 8 Maret 1942. Dalam arti sebenarnya, pemerintah Belanda dengan semua bentuk kehebatan solidaritasnya, secara praktis dan efisien hancur dalam sekejap mata (Halim, 2000 : 67). Dimasa penjajahan Jepang tidak ada perubahan yang berarti menyangkut Peradilan Agama. Keadaan yang sudah ada dilanjutkan sampai Jepang kalah dalam Perang Dunia II (Daud Ali, 1993: 203). Dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1942, pemerintah Jepang menetapkan Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentara Dai-Nippon. Pengadilan itu pada dasarnya adalah lanjutan dari pengadilan-pengadilan yang sudah ada (Tresna, 1957 : 78-9).
Karena situasi yang tidak mendukung, Jepang tidak melaksanakan perubahan besar secara praktis. Akan tetapi nama yang digunakan untuk lembaga peradilan itu diganti dengan bahasa Jepang, seperti Pengadilan Distrik diganti dengan Gun Hooin, Pengadilan Kabupaten diganti dengan Keen Hooin, Raad van Justitie (Pengadilan Negeri) diganti dengan Tihoo Hooin dan Pengadilan Agama diganti dengan Sooryo Hooin (Halim, 2000 : 68). Tanggal 26 September 1943 lahir UU No. 34 Tahun 1942 yang isinya mencabut No. 14 Tahun 1942. Isinya antara lain mengatur kembali susunan pengadilan. Selain peradilan yang sudah ada dalam UU Nno. 14 Tahun 1942 juga di tambah dengan dua peradilan yaitu (Tresna, 1957: 79):
1. Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi) lanjutan dari Raad van Justitie
2. Saiko Hooin (Mahkamah Agung) lanjutan dari Hooggerechtshof Kootoo Hooin adalah
pengadilan biasa untuk perkara perdata dan pidana bagi golongan Eropa termasuk Tionghoa. Sedangkan Saikoo Hooin adalah Pengadilan Tertinggi yang mengadili perkara pidana bagi pejabat tinggi yang juga merupakan pengadilan banding baik untuk perkara perdata maupun pidana (Halim, 2000 : 68). Pada masa kedudukan Jepang, kedudukan peradilan agama sempat terancam ketika akhir januari 1945, pemerintah Jepang mengajukan pertanyaan kepada Dewan Pertimbangan Agung (Sanyo-Aanyo Kaigi Jimushitsu) tentang cara mengurus kas masjid dan susunan penghulu dalam hubungan negara Indonesia merdeka. Jawaban dari Dewan diberikan tanggal 14 april 1945 sebagia berikut : Dalam negara baru yang memisahkan urusan negara dengan urusan agama tidak perlu mengadakan Pengadilan Agama sebagai pengadilan istimewa, untuk mengadakan seseorang yang bersangkut paut dengan agamanya cukup segala perkara diserahkan kepada pengadilan biasa yang dapat minta pertimbangan seorang ahli agama (Halim, 2000 : 68).
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
1. Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Pondok pesantren sering mendapat kunjungan dan bantuan pemerintah Jepang;
3. Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
4. Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
5. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
6. Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Ada juga Lembaga yang akan menjadi cikal bakal departemen agama di indonesia, yakni pada zaman jepang di namai dengan Shumubu, setelah mendarat di indonesia jepang membentuk lembaga yang mengurusi urusan agama islam dan lembaga ini kemudian di sebut shumubu atau kantor urusan agama tingkat pusat yang didirikan oleh pemerintahan jepang di indonesia. lembaga inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya kementerian agama setelah kemerdekaan.
Dalam perjalananya sejarahnya, shumubu dibentuk jepang bertujuan sebagai alat propagandan dan ulama ditarik ke dalam struktur shumubu, meskipun dalam organisasi tersebut masih banyak campur tangan jepang namun umat islam lebih bebas untuk mengembang islam dengan syarat tidak merugikan Dai Nipoon Jepang.

2.    Lembaga Pendidikan
Pendidikan. Pada zaman Jepang, pendidikan mengalami peru-bahan. Sekolah Dasar (Gokumin Gakko) diperuntukkan untuk semua warga masyarakat tanpa membedakan status sosialnya. Pendidikan ini ditempuh selama enam tahun. Sekolah menengah dibedakan menjadi dua, yaitu:
Shoto Chu Gakko (SMP) dan Chu Gakko (SMA). Di samping itu, ada Sekolah Pertukangan (Kogyo Gakko), Sekolah Teknik Menengah (Kogyo Sermon Gakko), dan Sekolah Guru yang dibedakan menjadi tiga tingkatan. Sekolah Guru dua tahun (Syoto Sihan Gakko), Sekolah Guru empat tahun (Guto Sihan Gakko), dan Sekolah Guru dua tahun (Koto Sihan Gakko). Seperti pada zaman Belanda, Jepang tidak menyelenggarakan jenjang pendidikan universitas. Yang ada hanya Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika Dai Gakko) di Jakarta, Sekolah Tinggi Teknik (Kagyo Dai Gakko) di Bandung. Kedua Sekolah Tinggi itu meru-pakan kelanjutan pada zaman Belanda. Untuk menyiapkan kader pamong praja diselenggarakan Sekolah Tinggi Pamongpraja (Kenkoku Gakuin) di Jakarta.
Selain itu, Penggunaan Bahasa Indonesia. Menurut Prof. Dr. A. Teeuw (ahli Bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) bahwa pendu-dukan Jepang merupakan masa bersejarah bagi Bahasa Indonesia. Tahun 1942, pemerintah pendudukan Jepang melarang penggunaan Bahasa Belanda dan digantikan dengan Bahasa Indonesia. Bahkan, pada tahun 1943 semua tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.

3.    Lembaga Kemiliteran
Beberapa organisasi militer yang dibentuk pemerintah Jepang, diantaranya:
1)   Heiho (pembantu prajurit Jepang) adalah kesatuan militer yang dibentuk oleh pemerintah Jepang yang beranggotakan para pemuda Indonesia. Heiho menjadi bagian Angkatan Darat maupun Angkatan Laut Jepang. Anggota Heiho mendapat latihan kemiliteran agar mampu menggantikan prajurit Jepang di dalam peperangan. Para anggota Heiho mendapat latihan untuk menggunakan senjata (senjata anti pesawat, tank, artileri medan, mengemudi, dan sebagainya). Namun, tidak ada satupun anggota Heiho yang berpangkat perwira. Pangkat perwira hanya dipeuntukkan bagi orang-orang Jepang. Para anggota Heiho mendapat latihan kemiliteran. Untuk itu, pemerin-tah Jepang menugaskan seksi khusus dari bagian intelejen untuk melatih para anggota Heiho. Latihan dipimpin oleh Letnan Yana-gawa dengan tujuan agar para pemuda Indonesia dapat melak-sanakan tugas intelejen.
2)   Pembela Tanah Air (PETA) dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943. Menjelang berakhirnya latihan kemiliteran angkatan ke 2, keluarlah surat perintah untuk membentuk PETA. Namun, Letjen Kamakici Harada memutuskan agar pembentukkan PETA bukan inisiatif pemerintah Jepang, melainkan inisiatif bangsa Indonesia.
3)   Gerakan 3A (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Cahaya Asia, dan Jepang Pelindung Asia) merupakan organisasi sosial yang bertujuan untuk mewadahi bangsa Indonesia agar lebih mudah untuk mengaturnya, terutama untuk mencapai tujuan Jepang.
4)   Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Putera dibentuk untuk menggantikan Gerakan 3 A. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan semangat bangsa Indonesia dalam membantu pemerintah Jepang dalam perang melawan Sekutu. Putera didirikan pada tanggal 1 Maret 1943 dipimpin oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan Kyai Haji Mansyur.
5)   Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk pada tahun 1944, setelah kedudukan pasukan Jepang semakin terdesak. Tujuannya adalah untuk menggerakan seluruh rakyat Indonesia agar berbakti kepada Jepang. Sebagai tanda bahwa rakyat benar-benar berbakti, maka rakyat harus rela berkurban, baik harta benda maupun jiwa dan raga untuk kepentingan perang Jepang. Rakyat Indonesia harus menyerah-kan emas, intan, dan segala harta benda (terutama beras) untuk kepentingan perang.

D.      Masa sekarang
Pada masa sekarang sangat banyak sekali Lembaga Lembaga Keagamaan di indonesia diantaranya adalah seperti di bawah ini :
1.    Majlis Ta’lim
Dalam    Kamus    Bahasa      Indonesia pengertian majlis adalah   Lembaga  (Organisasi) sebagai wadah pengajian dan kata Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat non pemerintah yang terdiri atas para ulama’ Islam. Adapun arti  Ta’lim adalah  Pengajaran , jadi menurut arti dan pengertian di atas maka secara istilah Majlis Ta’lim adalah Lembaga Pendidikan Non Formal Islam yang memiliki kurikulum sendiri/aturan sendiri, yang diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah, manusia dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

2.    Kantor Urusan Agama
Kantor urusan agama adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas kantor kementerian agama indonesia do kabupaten dan kota di bidang urusan agama islam dalam wilayah kecamatan. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut maka KUA memiliki fungsi :
1.      Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi
2.      Menyelenggarakan surat menyurat kearsipan, pengetikan, dan rumah tangga KUA kecamatan
3.      Melaksanakan pencatatan nikah, rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial

3.    Badan Amil Zakat Nasional
Badan amil zakat nasional adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS merupakan Lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri agama. BAZNAS berkedudukan di ibu kota negara. Lembaga amil zakat menurut UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat pasal 1 ayat 8 disebutkan bahwa lembaga amil zakat adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pedaya gunaan zakat.

4.    Majelis Ulama Indonesia
Majelis ulama indonesia (MUI) adalah lembaga yang mewadahi para ulama, zu’ama dan cendekiawan islam di indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh indonesia. majelis ulama indonesia berdiri pada tanggal 26 juli 1975 dijakarta, untuk membantu pemerintah dalam melakukan halhal yang menyangkut dengan umat islam seperti mengeluarkan fatwa dalam kehalalan sebuah makanan, penentuan kebenaran sebuah aliran dalam agama islam dan hal hal yang berkaitan dengan hubungan seorang penganut agama islam dengan lingkungganya.

5.    Perguruan Tinggi Islam
Kelahiran Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tidak lain karena usaha gigi ummat Islam, yang mayoritas di Indonesia ini, dalam usaha mengembangkan system pendidikan Islam yang lengkap, yang dimulai dari system pendidikan pesantren yang sederhana sampai ketingkat perguruan tinggi. Secara formal pendirian lemabaga pendidikan tinggi Islam baru dapat direalisasikan oleh pemerintah pada tahun 1950 dengan peraturan pemerintah No. 37/1950 dengan menegrikan fakultas Agama UII menjadi Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) dipimpin oleh KH. Muhammad Adnan dengan tiga jurusan yaitu, tarbiyah, Qadha, dan Dakwah. Tidak lama berselang pemerintah juga mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta tepatnya tanggal 1 Juni 1957 sebagai lembaga yang mendidik dan menyiapkan pegawai negeri dengan kemampuan akademik dan seni akademik tingkat diploma sebagai guru Agama di SLTP.

6.    Madrasah
Madrasah adalah isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar. Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan pada umumnya. Madrasah sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh negara, baik pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya yang di dalamnya terdapat komunitas masyarakat Islam.
Menurut Abuddin Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah Akhlak, Sejarah Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah. Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan pemahaman terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas empat. Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang nantinya akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan sisanya berstatus madrasah negeri.




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Lembaga keagamaan adalah tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama dengan proses pembudayaan serta dapat mengikat individu yang berda dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam yang berlangsung melalui proses operasional menuju tujuannya, memerlukan sistem yang konsistem dan dapat mendukung nilai-nilai moral apiritual yang melandasinya. Nilai-nilai tersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi kebutuhan perkembangan fitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada.
Lembaga pendidikan Islam secara umumbertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayalan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlakmulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa danbernegara.
Tugas lembaga pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala potensi yang dimilikinya dan dapat dikembangkan dengan sebaik baiknya.Tugas lembaga pendidikan Islam yang terpenting adalah dapat mengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai hamba Allah sebagai kholifah fi Al-Ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu beribadahdengan baik dan dapat mengembangkan amanah untuk menjaga dan untukmengelolah dan melesarikan bumi dengan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh alam.
Beberapa jenis lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah. Selain yang di ungkapkan dari Abdul Mujib dan jusuf Mudzakkir juga akan dipaparkan tentang lembaga pendidikan Islam Majelis Ta’lim dan Perguruan Tinggi Islam (IAIN).








DAFTAR PUSTAKA
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2.Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin. 2010.  Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Ramayulis. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung: Rosda.
Pius Partanto, M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah populer (Surabaya: Arkola, 1994) hlm. 406
Muhimin, Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 231
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 231.
Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam  di Indonesia,  Bandung, 1996, hal 40
Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006 ), Cet. 1, hal. 134
Zuhairi, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 192
Hasbullah. 1996. KapitaselektaPendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, hlm: 102-103



[1]Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2.Jakarta: Kencana.

 [1]Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet ke.9, hlm. 277.

No comments:

Post a Comment