MAKALAH ISLAM SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasa ingin tahu yang bersifat ilmiah dan penyelidikan-penyelidikan
ilmiah yang sistematis merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam peradaban Islam.
Hal ini tidak mengherankan karena Islam adalah sebuah agama yang rasional
tetapi bukan sebuah agama yang rasionalistis (berpijak pada rasio semata).
Agama Islam mengembangkan sebuah kesadaran yang tinggi mengenai kedudukan akal
sebagai inti dalam tradisi-tradisi agama dan dalam mempertahankan sikap kritis
terhadap ilmu pengetahuan. Islam tak hanya menghargai dan menyuruh belajar tapi
juga memberikan metode pengamatan yang rasional. Dengan begitu, Islam tidak
hanya menghasilkan “ilmuwan-ilmuwan” besar, tetapi juga sebuah tradisi sains
yang menyeluruh -sebuah tradisi yang mengintegrasikan obyektifitas ilmiah di dalam
Filsafat Islam.[1]
Aristoteles memulai metafisikanya dengan pernyataan “setiap manusia
dari kodratnya ingin tahu”. Pernyataan ini tampak berbenturan dengan generasi
sebelumnya, Sokrates, yang menganggap “ia tahu bahwa ia tidak tahu”, sehingga
Delphi menginterpretasikan tidak ada manusia yang lebih bijaksana dari pada
Sokrates dengan pernyataan: “tidak ada manusia yang mempunyai pengetahuan,
tetapi sementara orang lain mengira bahwa mereka mempunyai pengetahuan,
Sokrates sendiri yang mengetahui bahwa ia tidak tahu”.
Pandangan Aristoteles tentang keingintahuan manusia dan pandangan
Sokrates yang menganggap bahwa ketidaktahuan merupakan kenyataan kodrati
manusia, sesungguhnya bukan merupakan pandangan yang secara essensial harus
dipertentangkan satu sama lain. Akan tetapi pada prinsipnya dapat ditemukan
relasi dari keduanya. Langkah pertama menuju pengetahuan yang dibayangkan
Aristoteles sejatinya merupakan kesadaran Socratik bahwa manusia tahu bahwa ia
tidak tahu, sehingga ada keinginan untuk tahu dan keinginan tersebut dapat diwujudkan.
Titik temu yang dapat ditarik dari keduanya adalah eksistensi pengetahuan
sebagai bagian penting yang pasti ada pada diri manusia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Arti dan perbedaan antara Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat?
2.
Apa Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah?
3.
Apa Klasifikasi Pengetahuan Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan Humaniora?
4.
Bagaimana Pendekatan Pokok Studi Ilmiah : Interdisiplin dan Multidisiplin?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk Mengetahui Arti dan perbedaan antara Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat.
2.
Untuk Mengetahui Metode Ilmiah dan Struktur Pengetahuan Ilmiah.
3.
Untuk Mengetahui Klasifikasi Pengetahuan Ilmu Alam, Ilmu Sosial dan
Humaniora.
4.
Untuk Mengetahui Pendekatan Pokok Studi Ilmiah : Interdisiplin dan
Multidisiplin.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti dan
Perbedaan antara Pengetahuan, Ilmu, dan Filasafat.
1.
Pengetahuan
Istilah pengetahuan, ilmu (sains), dan filsafat pada pembahasan
sebelumnya banyak disinggung sebagai bagian dari ruang lingkup pengetahuan itu
sendiri. Namun demikian, meskipun ketiganya memiliki persamaan sebagai
pengetahuan tetap ditemukan perbedaan-perbedaan mendasar, baik dari segi
pengertian, fungsi maupun cara-cara untuk memperolehnya. Untuk melihat
perbedaan-perbedaan tersebut lebih jauh, sangat penting terlebih dahulu
dipaparkan pengertian dari ketiganya.
Dalam Encyclopedia of Philosophy – sebagaimana dikutip Selamat
Ibrahim S. DEA, pengetahuan didefenisikan sebagai kepercayaan yang benar
(knowledge is justified true belief). Berdasarkan pengertian ini ia
menyimpulkan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang harus benar, sebab jika
tidak benar maka sesuatu itu bukan merupakan pengetahuan melainkan kekeliruan
atau kontradiksi. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah setiap
pengetahuan harus memiliki kesimpulan yang benar?.
Pada dasarnya pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui
manusia, baik pengetahuan tersebut merupakan kesimpulan yang benar maupun
pengetahuan dengan kesimpulan yang salah (keliru). Pada bagian terdahulu
misalnya, telah dipaparkan perkembangan pengetahuan manusia dari taraf yang
paling rendah – bahkan keliru dalam pandangan pengetahuan masyarakat modern –
hingga pengetahuan ilmiah yang sangat mendukung kelangsungan hidup umat
manusia. Oleh karenanya pengetahuan bisa saja salah, akan tetapi pengetahuan
yang hakiki sejatinya merupakan pengetahuan yang benar.
Dalam kajian filsafat, umumnya
ada empat kelompok manusia terkait dengan pengetahuan, yaitu: pertama, manusia
tahu bahwa ia tahu; kedua, manusia tahu bahwa ia tidak tahu; ketiga, manusia
tidak tahu bahwa ia tahu; dan keempat, manusia tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Dengan
demikian, pengetahuan yang diperoleh manusia benar-benar ada ketika ia
mengetahui objek yang ingin diketahui. Pengetahuan biasa umumnya
tidak mempersoalkan hal ini, apakah manusia tahu bahwa ia tahu, atau justru
tidak tahu bahwa ia tidak tahu.
Menurut epistemologi
Islam, pengetahuan adalah sebagai sebuah pohon, sedang berbagai sains itu
adalah cabang-cabangnya yang tumbuh dan mengeluarkan dedaunan beserta
buah-buahan sesuai dengan sifat pohon itu sendiri. Tapi, karena
cabang-cabang sebuah pohon tidak tumbuh terus menerus, maka sebuah disiplin
tidak perlu dituntut melampaui batas-batasnya. Menuntut sebuah cabang ilmu
pengetahuan tertentu dengan melampaui batas-batasnya akan menjadi sebuah
aktivitas yang sia-sia. Bukankah jika sebuah cabang tumbuh terus-menerus,
akhirnya ia akan menghancurkan keharmonisan seluruh pohon?
Salah satu di antara artikulasi-artikulasi terbaik mengenai
epistemologi ini kita temui dalam Book of knowledge karya Imam Abu
Hamid Muhammad Al Ghazali (1058-1111). Al Ghazali adalah seorang guru besar di
Akademi Nizamiyyah Baghdad[2].
pengetahuan terdiri dari tiga buah kriteria:
a.
Sumber
-
Pengetahuan yang diwahyukan: Pengetahuan ini kita peroleh dari para Nabi
dan Rasul, tidak kita peroleh dengan menggunakan akal seperti ilmu hitung, juga
tidak dengan percobaan-percobaan seperti obat-obatan atau dengan
pendengaran seperti bahasa-bahasa”.
-
Pengetahuan yang tidak diwahyukan: sumber pokok dari “ilmu-ilmu” ini adalah
akal, pengamatan, percobaan, dan akulturasi (penyesuaian).
b.
Kewajiban-Kewajiban
-
Pengetahuan yang diwajibkan kepada setiap orang (fardh al ‘ain): yaitu
pengetahuan yang penting sekali untuk keselamatan seseorang, misalnya etika
sosial, kesusilaan, dan sebagainya.
-
Pengetahuan yang diwajibkan kepada masyarakat (fardh al kifayah): yaitu
pengetahuan yang penting sekali untuk keselamatan seluruh masyarakat. Misalnya
pertanian, obat-obatan, arsitektur dan teknik mesin.
c.
Fungsi Sosial
-
Ilmu-Ilmu yang patut dihargai:
yaitu ilmu-ilmu (sains) yang berguna dan tak boleh diabaikan “karena segala
aktifitas hidup ini tergantung kepadanya…”
-
Ilmu-ilmu yang patut dikutuk:
termasuk astrologi, magik, studi ilmiah mengenai cara-cara penyiksaan, dan
sebagainya.
Di dalam kerangka di
atas, sains dan kemanusiaan tidak berdiri sebagai “dua buah kultur” yang saling
terpisah tetapi sebagai dua pilar yang memperoleh rasa solidaritasnya yang
vital dari keseluruhan kultur manusia. Jadi, di dalam kerangka ini,
pengetahuan itu sekaligus bersifat dinamis dan statis. Terdapat perkembangan
setahap-demi setahap dalam bentuk-bentuk ilmu pengetahuan (sains) tertentu,
sementara terdapat pula kesadaran akan keabadian pengetahuan prinsipil yang
diperoleh dari wahyu itu. Kerangka pengetahuan Islam tak pernah menutup mata
terhadap pengetahuan yang diwahyukan itu, pengetahuan yang merupakan “matriks”
kerangka bagi semua sains.
2.
Ilmu (Sains)
Pengetahuan sebagai pengetahuan yang benar dibicarakan dalam ranah
pengetahuan ilmiah (ilmu/sains). Ilmu (sains) adalah pengetahuan yang bertujuan
untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yan diperoleh melalui
pendekatan, metode dan sistem tertentu.[3] Jika
proses cerapan rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak mempersoalkan
seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu – dengan cara khusus dan sistematis –
dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara lebih
luas dan mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis)
pengetahuan itu sendiri, melainkan juga mempersoalkan tentang bagaimana
(epistemologis) pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan
yang benar-benar memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Oleh
karenanya, perkembangan ilmu pengetahuan itu pada dasarnya bersifat dinamis.
Ilmu pengetahuan pada prinsipnya merupakan sebuah tesisyang
diuji dengan antitesis sehingga menghasilkan pengetahuan yang baru
(sintesis). Hail pengetahuan baru tersebut (sintesis) akan menjadi
sebuah tesis yang baru pula sehingga akan diuji kembali
dengan antitesis yang baru dan akan melahirkan pengetahuan yang baru
(sintesis).[4] Demikian
seterusnya, ilmu pengetahuan akan terus berjalan secara dinamis bagaikan “anak
tangga” mengikuti pola 1, 2, 3,…dst.
3.
Filsafat
Selain pengetahuan biasa
dan pengetahuan ilmiah (sains) yang telah dipaparkan di atas, filsafat juga
merupakan bagian penting yang turut dibicarakan dalam ranah pengetahuan, sebab
filsafat merupakan bagian dari pengetahuan itu sendiri.
Secara etimologis, filsafat diambil
dari bahasa Arab, falsafah-berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia, kata majemuk yang berasal dari
kata Philos yang artinya cinta atau suka, dan
kata Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian secara
etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan.
Secara terminologis, filsafat
mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian.
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi tersebut :
-
Plato (477 SM-347 SM). Ia seorang
filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles, ia sendiri berguru kepada
Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang
ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli.
-
Al-Farabi (wafat 950M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat
yang sebenarnya.[5]
Jadi, filsafat ialah daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral serta
sistematik mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia.
Perbedaan akan lebih mudah dilihat
dengan membuat tabulasi tentang fungsi dan cara memperoleh pengetahuan
berdasarkan tiga jenis pengetahuan tersebut (pengetahuan, sains, dan filsafat)
sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:
Jenis
Pengetahuan
|
Fungsi
|
Cara
Memperolehnya
|
Pengetahuan
Biasa
|
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa mempersoalkan seluk beluk
pengetahuan secara mendalam
|
Melalui
pencernaan indra dan pengalaman secara umum
|
Ilmu (Sains)
|
Untuk
menguji kebenaran dari pengetahuan manusia secara umum yang berkisar pada
pengalaman sehari-hari guna memenuhi kebutuhan hidup manusia
|
Melalui
penalaran dengan metode dan cara-cara tertentu secara objektif dan sistematis
|
Filsafat
|
Untuk mencari jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan akhir guna menemukan kebenaran yang hakiki
|
Melalui
penalaran yang luas dan mendasar dengan pola berpikir sistematis
|
Penjelasan di atas menunjukkan
perbedaan signifikan pada fungsi dan cara memperoleh pengetahuan dari ketiga
jenis pengetahuan yang sedang dibahas. Meskipun pengetahuan secara umum
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia – karena pengetahuan tidak lain
merupakan jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul berhubungan denagan
persoalan-persoalan hidup, fungsi spesifik dari ketiga jenis pengetahuan di
atas tetap mengandung beberapa perbedadan disamping perbedaan cara
memperolehnya. Perbedaan yang lain, khususnya yang dapat ditemukan di antara
ilmu dan filsafat, adalah bahwa filsafat berupaya mencari hakikat dari segala
sesuatu, bukan hanya sekedar relasi kausal atau penjelasan deskriptif saja,
sementara ilmu pengetahuan merupakan fragmentaris yang menjadikan suatu bagian
tertentu sebagai bidang kajiannya.
B. Metode Ilmiah dan Stuktur Pengetahuan Ilmiah
a.
Metode Ilmiah
Metode merupakan suatu prosedur
tatacara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Ilmu
yang mempelajari tentang metode ilmiah disebut dengan metodelogi. Metodelogi
merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat
dalam metode ilmiah.[6]
Metode ilmiah ini juga meninjau dan menganalisi suatu permasalahan atau
objek studi dengan menggunakan metode ilmiah pada umumnya, di antara ciri pokok
dari metode ilmiah adalah terjaminnya objektivitas dan keterbukaan dalam studi.
Objektivitas suatu studi akan
terjamin jika kebenarannya bisa di buktikan dan di dukung olerh data empiris,
konkret, dan rasional. Sedangkan keterbukaan suatu studi terjadi bila
kebenarannya bisa di lacak oleh siapa saja, dan tidak di dasarkan pada
keyakinan-keyakinan tertentu yang a priori. Di samping itu, metode ilmiah
selalu siap dan terbuka menerima kritik terhadap kesimpulan studinya.
Berbicara masalah metode penelitian
pada intinya adalah membicarakan tentang cara-cara dalam mendapatkan
ataupun menemukan ilmu yang rasional dan benar. Temuan kita tentang suatu hal
dapat di katakana ilmu apabila di dalam pencariannya itu mendasarkan pada
metode ilmiah. jadi, metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang di sebut ilmu. Tidak semua pengetahuan dapat di sebut ilmu
sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu. yang harus di penuhi agar suatu pengetahuan dapat
disebut tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode ilmiah
digunakan untuk memahami islam yang tampak dalam kenyaqtaan historis, empiris
dan sosiologis.[7]
Metode ilmiah dalam meneliti
mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam bekerja, seperti dalam tabel berikut:
Metode Ilmiah
|
|
Kriteria
|
Langkah-langkah
|
a.
Berdasarkan fakta
b.
Bekas dari prasngka
c.
Menggunakan prinsip-prinsip analisis
d.
Menggunakan hipotesa
e.
Menggunakan ukuran yang objektif
f.
Menggunakan teknik kuantifikasi
|
a)
Memilih dan mendefinisikan masalah
b)
Survey terhadap data yang tersedia
c)
Mempormulasikan hipotesa
d)
Membangun kerangka analisa
e)
Mengumpulkan data primer
f)
Mengolah, menganalisa serta membuat
interpretasi
g)
Membuat generalisasi dan kesimpulan.
h)
Membuat laporan
|
Diadaptasi dari
Nazir 1988;42
Struktur artinya adalah susunan,
dengan menggabungkan struktur bersama pengetahuan. Artinya menjadi susunan
pengetahuan dan ditambah lagi dengan kata ilmiah yang berarti harfiahnya adalah
susunan pengetahuan yang tertata dengan baik dan sistematis.
System pengetahuan ilmiah mencakup
lima kelompok unsur, sebagai berikut:
1.
Jenis-jenis sasaran
2.
Bentuk-bentuk pertanyaan
3.
Ragam-ragam proposisi
Secara ringkas, struktur
pengetahuan ilmiah itu ditunjukkan secara sistematis sebagai berikut:
Tabel 1.1.
Pengetahuan Ilmiah
Objek sebenarnya
|
Bentuk pertanyaan
|
Ragam proposisi
|
Ciri pokok
|
1. Objek
material
a. Ide abstrak
b.
Benda fisik
c.
Jasad hidup
d.
Gejala rohani
e.
Pristiwa sosial
f.
Proses tanda
2.
Objek formal
-
Pusat perhatian
|
1.
Ilmu
Pengetahuan Alam
Ilmu pengetahuan alam
adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena alam. Hubungan agama Islam dengan
ilmu pengetahuan dalam bidang alam, Islam bersikap terbuka dan selektif. Dari
satu segi Islam terbuka untuk menerima berbagai masukan dari luar, tetapi
berssamaan dengan itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja menerima
seluruh jenis ilmu alam yang tidak sejalan dengan Islam. Dalam bidang ilmu dan
teknologi, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk bersikap terbuka.
Sekalipun Islam bukan timur dan bukan barat, ini tidak berarti Islam harus
menutup diri dari keduanya. Bagaimanapun, Islam adalah sebuah paradigma
terbuka. Ia merupakan mata rantai peradaban dunia ilmu dan teknologi.
Hubungan agama Islam dengan ilmu pengetahuan dalam bidang alam, dapat pula
dilihat dari lima ayat Surah Al-’Alaq yang diturunkan Allah SWT, kepada Nabi
Muhammad SAW di gua Hira, yang artinya: ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,
Dialah yang mengajarkan manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya. (QS. Al-’Alaq (96 : 1 – 5 )
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang
mengandung isyarat ilmiah dan ilmu pengetahuan antara lain
a.
Tentang Penciptaan (QS. Al-Qiyamah:
36 – 39, QS. An-Najm: 45 – 46, QS. Al-Waqi’ah: 58 – 59, QS. Ali Imran : 190)
b.
Tentang Asal Mula Alam Semesta (QS.
Al-Anbiya’:30, QS. Az-Dzariyaat: 53)
c.
Tentang Gerakan Awan (QS. An-Nuur:
43, QS. Luqman : 29)
d.
Tentang Ilmu Geologi (QS. An-Naml:
88, QS. An Naazi'aat : 30 – 31)
2.
Ilmu-ilmu
Sosial
Ilmu-ilmu Sosial, yaitu ke
ilmu-ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sifat
Ilmu-ilmu Sosial itu spesifik karena disertai kajian mendalam. Ilmu-ilmu Sosial
merupakan terjemahan dari Social Sciences. Di antara ilmu-ilmu sosial itu ada:
(1). Geografi, yang mempelajari kehidupan bersama manusia dalam hubungan atau
interaksinya dengan lingkungan alam dan sosial; (2). Ekonomi, yang mempelajari
bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup mereka; (3). Sejarah,
yang mempelajari tingkah-laku (aktivitas) manusia pada masa lalu; (4)
Antropologi, yang mempelajari kehidupan masyarakat tradisional; (5) Sosiologi,
yang mempelajari interaksi antarwarga masyarakat; (6) Hukum, yang mempelajari
bagaimana kehidupan masyarakat diatur dengan undang-undang; (7) Politik, yang
mempelajari bagaimana penyelenggaraan negara dilaksanakan supaya tujuan
bernegara dapat dicapai.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang
mengandung isyarat terkait dengan ilmu sosial diantaranya: Tentang Sosial Politik (QS. Ali Imran : 26), Tentang Sosial Ekonomi (QS. At Tatfik : 1 – 3), Tentang Sosial Hukum (QS. Al An'aam : 57), Tentang Pendidikan (QS. Al Alaq : 1 – 5)
3.
Ilmu Humaniora
Ilmu-ilmu Humaniora adalah
ilmu-ilmu pengetahuan yang dianggap bertujuan membuat manusia lebih manusiawi,
dalam arti membuat manusia lebih berbudaya. Contoh: Teologi, filsafat, hukum,
sejarah, fiologi, bahasa, kesusastraan, dan kesenian.
Humaniora atau Humaniteis adalah
bidang-bidang studi yang berusaha menafsirkan makna kehidupan manusia dan
berusaha menambah martabat kepada penghidupan dan eksistensi manusia menurut
Elwood mendefinisikan “Humaniora” sebagai seperangkat dari perilaku moral
manusia terhadap sesamanya, beliau juga mengisyaratkan pengakuan bahwa manusia
adalah makhluk yang mempunyai kedudukan amung (unique) dalam ekosistem, namun
sekaligus juga amat tergantung pada ekosistem itu dan ia sendiri bahkan
merupakan bagian bidang-bidang yang termasuk humaniora meliputi agama,
filsafat, sejarah, bahasa, sastra, dan lain-lain. Manfaat pendidikan humaniora
adalah memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai segi manusiawi.
Ada hubungan sangat erat antara antropologi dan humaniora yang
kesemuanya memberikan sumbangan kepada keduanya sebagai kajian umum mengenai
manusia. Bagi para humanis, bahan antropologis juga sangat penting. Dalam
deskripsi biasa mengenai kebudayaan primitif, ahli etnografi tradisional
biasanya merekam sebagai macam mite dan folktale, menguraikan artifak, musik
dan bentuk-bentuk karya seni, barangkali juga menjadi subjek analisa bagi para
humanis dengan menggunakan alat-alat konseptual mereka sendiri.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang mengandung isyarat terkait dengan
Ilmu Kemanusiaan, diantaranya : Psikologi (Al
Mudatsir : 38), Bahasa (Ar
Ruum : 22). Sastra (Asy
Syu’raa : 224 – 227).
D.
Pendekatan
Interdisiplin dan Multidisiplin dalam Studi Islam.
Islam selain sebagai
ajaran agama yang khas, juga tampil sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu ilmu
keislamam, diantara disiplin ilmu keislaman sebagai sebuah disiplin ilmu, yaitu
Al-quran/tafsir, hadis/ilmu hadis, sejarah kebidayaan Islam dan pendidikan
Islam.
Harun Nasution mengatakan bahwa Islam berlainan dengan apa yang
umum diketahui. Islam bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai
berbagai aspek. Islam mempunyai aspek teknologi, aspek ibadah, aspek moral,
aspek mitisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek budaya dan aspek ritual
lainnya. Inilah yang selanjutnya membawa kepada timbulnya berbagai jurusan dan
fakultas di Institut Agama Islam Negri, STAIN, UIN dan sekolah tinggi yang
bernafaskan Islam di tanah air.
Ajaran Islam secara dominan ditandai oleh pendekatan normatif,
historis dan filosofis. Ajaran Islam memiliki ciri-ciri yang secara keseluruhan
sangat ideal. Islam agama yang mengajarkan perdamaian, toleransi, terbuka,
kebersamaan, kerja keras yang bermutu, adil seimbang antara urusan dunia dan
skhirat. Islam harus berharta, memiliki kepekaan terhadap masalah sosial
kemasyarakatan. Islam wajib mengutamakan pencegahan dalam bidang kesehatan
dengan cara memperhatikan segi kebersihan badan, pakaian, makanan, tempat
tinggal dan lingkungan, Islam juga tampil sebagai disiplin ilmu keIslaman
dengan berbagai cabangnya.
Untuk sampai kepada keadaan yang mampu bersentuhan dengan berbagai
persoalan aktual berkaitan dengan dimensi kehidupan, manusia memerlukan
pendekatan baru yang lebih relevan. Agama tidak cukup dipahami dari suatu
pendekatan saja, melainkan harus dipahami dan dianalisis dengan menggunakan
berbagai pendekatan yang komperhensif, aktual dan integral. Seseorang yang
ingin memahami agama dalam hubungannya dengan berbagai masalah tersebut perlu
melengkapi diri dengan ilmu-ilmu bantu seperti filsafat, sejarah, antropologi,
sosiologi dan ilmu alam lainnya.
Ilmu-ilmu keIslaman yang selama
ini terkesan tertutup, sebenarnya tetap konsis dapat diaktualisasikan dan
dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman. Mengembangkan ilmu-ilmu keislaman,
harus melengkapi diri dengan ilmu bantu dan menguasai teori-teori penelitian
lengkap dengan metodenya, baik secara teoritis maupun praktis. Pemahaman agama
yang komperhensif, aktual dan integral telah memberikan petunjuk praktis
tentang bagaimana ilmu agama itu dipelajari dan diajarkan. Dengan cara ini umat
Islam dapat memahami agama yang utuh dan integral. Juga dapat mengembangkan dan
merespon berbagai persoalan aktual dalam kehidupan modern.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah pengetahuan, ilmu (sains), dan filsafat pada pembahasan
sebelumnya banyak disinggung sebagai bagian dari ruang lingkup pengetahuan itu
sendiri. Namun demikian, meskipun ketiganya memiliki persamaan sebagai
pengetahuan tetap ditemukan perbedaan-perbedaan mendasar, baik dari segi
pengertian, fungsi maupun cara-cara untuk memperolehnya. Untuk melihat
perbedaan-perbedaan tersebut lebih jauh, sangat penting terlebih dahulu
dipaparkan pengertian dari ketiganya.
Pengetahuan sebagai pengetahuan yang benar dibicarakan dalam ranah
pengetahuan ilmiah (ilmu/sains). Ilmu (sains) adalah pengetahuan yang bertujuan
untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu yan diperoleh melalui
pendekatan, metode dan sistem tertentu. Jika proses cerapan rasa tahu
manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak mempersoalkan seluk beluk
pengetahuan tersebut, ilmu – dengan cara khusus dan sistematis – dalam hal ini
mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara lebih luas dan
mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis) pengetahuan
itu sendiri, melainkan juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis)
pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar
memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Oleh karenanya,
perkembangan ilmu pengetahuan itu pada dasarnya bersifat dinamis.
Selain pengetahuan biasa
dan pengetahuan ilmiah (sains) yang telah dipaparkan di Atas, filsafat juga
merupakan bagian penting yang turut dibicarakan dalam ranah pengetahuan, sebab
filsafat merupakan bagian dari pengetahuan itu sendiri.
B. Kritik dan Saran
Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini, karena itu saran dan kritik
yang bersifat membangun dari rekan dan dosen pembimbing sangat penulis harapkan
guna perbaikan makalah ini kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Asmoro. 2001. Filsafat Umum. Jakarta: PT.Raja Grafindo.
Hanafi, Soetriono. 2007. Epistemologi dan Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Irwandar. 2003. Dekonstruksi Pemikiran Islam, Idealitas Nilai dan Realitas
Empiris. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Muhammad. 2006. Metodelogi Penelitian, Jakarta:
Rajawali Pers.
Suyitno, Amin. 2002. Ilimu Alamiah Dasar. ( Handout). Semarang: t.p.
Darmaini. 2016. Metodologi Studi Islam. Diakses melalui
http://darmaini.blogspot.co.id/2016/04/makalah-metodologi-studi-islam.html.
Pada tanggal 27 November 2017 Pukul 17.00 WIB
Hadi Fauzan. 2012. Studi Islam Dalam Konteks Pengetahuan Ilmiah.
Diakses melalui: http://hadifauzan.blogspot.co.id/2012/03/makalah.html pada
tanggal 27 November Pukul: 16.00WIB.
M. Iqbal Aulia. 2012. Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmiah. Diakses
melalui http://au7ia.blogspot.co.id/2012/12/makalah-metode-studi-islam.html
pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.44 WIB.
[1] M. Iqbal Aulia. 2012. Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmiah. Diakses
melalui http://au7ia.blogspot.co.id/2012/12/makalah-metode-studi-islam.html
pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.44 WIB.
[3] Soetriono dan SRDm Hanafie. Epistemologi
dan Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Andi,
2007. hlm:19
[4] Irwandar . Dekonstruksi Pemikiran
Islam, Idealitas Nilai dan Realitas Empiris. Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2003. hlm:48
[7] Darmaini. 2016. Metodologi Studi Islam. Diakses melalui
http://darmaini.blogspot.co.id/2016/04/makalah-metodologi-studi-islam.html.
Pada tanggal 27 November 2017 Pukul 17.00 WIB
[8] Darmaini. 2016. Metodologi Studi Islam. Diakses melalui
http://darmaini.blogspot.co.id/2016/04/makalah-metodologi-studi-islam.html.
Pada tanggal 27 November 2017 Pukul 17.00 WIB
[9] Hadi Fauzan. 2012. Studi
Islam Dalam Konteks Pengetahuan Ilmiah. Diakses melalui:
http://hadifauzan.blogspot.co.id/2012/03/makalah.html pada tanggal 27 November
Pukul: 16.00WIB.
[10] Hadi Fauzan. 2012. Studi Islam Dalam Konteks Pengetahuan Ilmiah.
Diakses melalui: http://hadifauzan.blogspot.co.id/2012/03/makalah.html pada
tanggal 27 November Pukul: 16.00WIB.
No comments:
Post a Comment