MAKALAH RUANG LINGKUP PRODUKSI MENURUT ISLAM
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Faktor penggerak yang sangat
mendasar dari suatu aktivitas ekonomi adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Pemenuhan kebutuhan manusia merupakan tujuan sekaligus motivasi dari
terbentuknya kegiatan ekonomi masyarakat, baik dalam produksi, konsumsi dan
distribusi. Namun, tidak semua kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Kebutuhan
seseorang dikatakan terpenuhi, apabila ia dapat mengkonsumsi barang atau jasa
dari hasil proses produksi yang tersedia. Dalam memenuhinya, manusia memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh adanya
proses produksi, yang sangat terkait dengan faktor-faktor pendukungnya yang
masih terbatas jumlah, termasuk modal (capital).
Suatu modal dalam kegiatan
ekonomi merupakan salah satu faktor penting produksi yang tidak dapat
diabaikan, di samping faktor-faktor pendukung proses produksi lainnya. Produksi
berskala besar dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang dicapai saat ini,
adalah manfaat yang dapat dihasilkan dari penggunaan modal secara maksimal,
efisien dan produktif.
Dengan demikian dapat
diketahui dengan jelas, bahwa suatu modal memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam faktor-faktor produksi, meskipun bukan menjadi yang terpenting.
Dalam hal ini faktor manusia mempunyai tempat yang lebih tinggi di atas modal
sebagai faktor utama yang menjadi penyebab adanya kegiatan produksi ataupun
aktivitas ekonomi lainnya. Oleh karenanya, fungsi modal yang utama adalah
sebagai penunjang jalannya proses produksi untuk menghasilkan barang-barang
produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat (konsumen).
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian dan ruang lingkup produksi menurut Islam ?
2. Bagaimana tujuan produksi dalam Islam ?
3. Bagaimana motivasi berproduksi dalam Islam ?
4. Bagaimana nilai-nilai Islam dalam berproduksi ?
1. Apa pengertian dan ruang lingkup produksi menurut Islam ?
2. Bagaimana tujuan produksi dalam Islam ?
3. Bagaimana motivasi berproduksi dalam Islam ?
4. Bagaimana nilai-nilai Islam dalam berproduksi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian ruang lingkup produksi menurut Islam
2. Untuk mengetahui tujuan produksi dalam Islam
3. Untuk mengetahui motivasi produksi dalam Islam
4. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dalam berproduksi
1. Untuk mengetahui apa pengertian ruang lingkup produksi menurut Islam
2. Untuk mengetahui tujuan produksi dalam Islam
3. Untuk mengetahui motivasi produksi dalam Islam
4. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dalam berproduksi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
Produksi adalah menambah kegunaan
(nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan
manfaat baru atau lebih dari bentuk semula.Dalam pengertian lain, produksi menurut
(Sukirno) adalah kegiatan yang dilakukan manusia dalam menghasilkan suatu
produk, baik barang maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Fungsi
produksi adalah hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah output
yang dapat dihasilkan. Fungsi produksi menentukan berapa besar output, dengan
kandungan berkah tertentu, bisa diproduksi dengan input-input yang disuplai ke
dalam proses produksi dan dengan jumlah modal/kapital yang tertentu. [1]
Produksi yang Islami menurut Siddiqi
adalah penyediaan barang dan jasa dengan
memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah)
bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil
dan membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.[2]
Secara teknis,
produksi diartikan sebagai proses mentransformasi input menjadi output.
Beberapa ekonomi muslim memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian
produksi, yaitu :
1.
Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi
fisik materialnya, tetapi juga moralitas,
sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia
dan akhirat.
2.
Rahman menekankan pentingnya keadilan dan pemerataan produksi[3]
(distribusi produksi secara merata).
3.
Ul Haq menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan
barang dan jasa yang merupakan fardlu
kifayah, yaitu kebutuhan yang
bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.
4.
Siddiq mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan
memerhatikan nilai keadilan dan kebijakan / kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat dalam pandangannya, sepanjang produsen
telah bertindak adil dan membawa
kebijakan bagi masyarakat, maka ia telah bertindak islami.
Dalam definisi-definisi
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan manusia, yang sejalan dengan
moral islam, harus menjadi fokus dari kegiatan produksi. Produksi adalah
mencari, mengalokasikan, dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi
manusia. Oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan
menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan
hasilnya.
B.
Tujuan Produksi Menurut Islam
Sebagaimana telah dikemukakan,
kegiatan produksi merupakan respon terhadap kegiatan konsumsi, atau sebaliknya.
Produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau jasa, sementara konsumsi
adalah pemakaian atau pemanfaatan hasil dari produksi tersebut. Kegiatan
produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sepenuhnya
sejalan dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu
saja kegiatan ekonomi tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Tujuan seorang konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan jasa dalam persfektif ekonomi
Islam adalah mencari mashlahahmaksimum dan produsen juga harus demikian. Dengan kata lain, tujuan
kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah bagi
konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam
berbagai bentuk di antaranya:
1. Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatmoderat
2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
3. Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.
4. Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada
Allah SWT.
C.
Motivasi Berproduksi Dalam Islam
Kegiatan produksi dalam ilmu
ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility)
baik dimasa kini maupun di masa mendatang (M.Frank). Dengan pengertian yang luas
tersebut, kita memahami kegiatan produksi tidak terlepas dari keseharian
manusia.
Motif maksimalisasi kepuasan dan
maksimalisasi keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari
keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukan salah atau di
larang dalam Islam. Islam ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni
semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat. Perlu
diingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang
bangkit sejak jaman Renaisans, suatu jaman dimana terjadi perubahan ukuran
kebenaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan dogma gereja menjadi
bersandar kepda logika, bukti-bukti empiris, positivisme. Perubahan ukuran
kebenaran tersebut membuat ilmu pengetahuan maju pesat, akan tetapi ia menjadi
sangat sekuler.
Isu penting yang kemudian
berkembang menyertai motivasi produksi ini adalah masalah etika dan tanggung
jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang
teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya, motivasi
untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan
etika dan tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan untuk mencapai
keuntungan yang setinggi-tingginya.
Dalam pandangan ekonomi Islam,
motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan
kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan
kebutuhan material dan spritual untuk menciptakan mashlahah, maka
motivasi produsen tentu juga mencari mashlahah, dimana hal ini
juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan dalam
produksi dan kegiatan bisnis memang tidak dilarang, sepanjang dalam bingkai
tujuan dan hukum Islam.[4]
D.
Nilai-nilai
Islam dalam Berproduksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud
apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh
kegiatan produksi terkait pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami,
sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Metwally (1992) mengatakan, “perbedaan dari perusahaan-perusahaan non
Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi
dan strategi pasarnya”.
Nilai-nilai Islam yang relevan
dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yatiu: Khalifah, adil, dan Takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi
meliputi:
1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada
tujuan akhirat.
2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal
atau eksternal.
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran.
4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.
5. Memuliakan prestasi atau produktivitas.
6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.
7. Menghormati hak milik induvidu.
8. Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi.
9. Adil dalam bertransaksi.
10. Memiliki
wawasan sosial.
11. Menghindari
jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.
Penerapan nilai-nilai Islam di
atas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan
dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang
akan memberi kontribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara
ini perolehan kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi
juga di akhirat.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara teknis produksi adalah
proses mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam
pandangan ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam persfektif ekonomi
Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu
mengutamakan harkat manusia.
Tujuan kegiatan produksi adalah
menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum
bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat
moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan
barang dan jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan
ibadah kepada Allah.
Produsen dalam pandangan ekonomi
Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui
produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam
bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah bagi produsen
terdiri dari dua komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan.
Seluruh kegiatan produksi terikat
pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagimana juga dalam
kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah
berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Karim,
Adiwarman Aswar. 2001.Ekonomi Islam Suatu
Kajian Kontemporer.
Jakarta:
Gema Insani Press.
|
Nurohman,
Dede. 2011. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi
Islam. Yogyakart: Teras.
Hakim
Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi
Islam. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Rianto,
M. Nur. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah.
Bandung: CV Pustaka Setia.
Rozalinda. 2014. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya Pada
aktivitas Ekonomi.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[1]P3EI,Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2008) hal.230-231.
[2]H.M.Amin
Suma,Pengantar ekonomi syariah,(Bandung: Tim Desain Pustaka
Setia,2002)hal.210
[3]P3EI,Ekonomi Islam..., hal.230-231.
[4]P3EI,Ekonomi islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2008) hal.231-240.
[5]Lukman
hakim,Prinsip-prinsip ekonomi islam,(Surakarta:
Erlangga)hal.72
No comments:
Post a Comment