1

loading...

Friday, November 2, 2018

MAKALAH RUANG LINGKUP PRODUKSI MENURUT ISLAM

MAKALAH RUANG LINGKUP PRODUKSI MENURUT ISLAM 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Faktor penggerak yang sangat mendasar dari suatu aktivitas ekonomi adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan manusia merupakan tujuan sekaligus motivasi dari terbentuknya kegiatan ekonomi masyarakat, baik dalam produksi, konsumsi dan distribusi. Namun, tidak semua kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Kebutuhan seseorang dikatakan terpenuhi, apabila ia dapat mengkonsumsi barang atau jasa dari hasil proses produksi yang tersedia. Dalam memenuhinya, manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh adanya proses produksi, yang sangat terkait dengan faktor-faktor pendukungnya yang masih terbatas jumlah, termasuk modal (capital).
Suatu modal dalam kegiatan ekonomi merupakan salah satu faktor penting produksi yang tidak dapat diabaikan, di samping faktor-faktor pendukung proses produksi lainnya. Produksi berskala besar dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang dicapai saat ini, adalah manfaat yang dapat dihasilkan dari penggunaan modal secara maksimal, efisien dan produktif.
Dengan demikian dapat diketahui dengan jelas, bahwa suatu modal memiliki kedudukan yang sangat penting dalam faktor-faktor produksi, meskipun bukan menjadi yang terpenting. Dalam hal ini faktor manusia mempunyai tempat yang lebih tinggi di atas modal sebagai faktor utama yang menjadi penyebab adanya kegiatan produksi ataupun aktivitas ekonomi lainnya. Oleh karenanya, fungsi modal yang utama adalah sebagai penunjang jalannya proses produksi untuk menghasilkan barang-barang produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat (konsumen).

B.  Rumusan Masalah
      
1. Apa pengertian dan ruang lingkup produksi menurut Islam ?
       2. Bagaimana tujuan produksi dalam Islam ?
       3. Bagaimana motivasi berproduksi dalam Islam ?
       4. Bagaimana nilai-nilai Islam dalam berproduksi ?
C.  Tujuan                                   
      
1. Untuk mengetahui apa pengertian ruang lingkup produksi menurut Islam
       2. Untuk mengetahui tujuan produksi dalam Islam
       3. Untuk mengetahui motivasi produksi dalam Islam

      
4. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dalam berproduksi
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Ruang Lingkup Produksi Menurut Islam
Produksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula.Dalam pengertian lain, produksi menurut (Sukirno) adalah kegiatan yang dilakukan manusia dalam menghasilkan suatu produk, baik barang maupun jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Fungsi produksi adalah hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah output yang dapat dihasilkan. Fungsi produksi menentukan berapa besar output, dengan kandungan berkah tertentu, bisa diproduksi dengan input-input yang disuplai ke dalam proses produksi dan dengan jumlah modal/kapital yang tertentu. [1]
Produksi yang Islami menurut Siddiqi  adalah penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.[2]
Secara teknis, produksi diartikan sebagai proses mentransformasi input menjadi output. Beberapa ekonomi muslim memberikan definisi yang berbeda mengenai pengertian produksi, yaitu :
1.                  Kahf mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha   manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga   moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan       dalam agama islam, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
2.                  Rahman menekankan pentingnya keadilan dan pemerataan produksi[3] (distribusi produksi secara merata).
3.                  Ul Haq menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan          yang bagi banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.
4.                  Siddiq mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memerhatikan nilai keadilan dan kebijakan / kemanfaatan (maslahah) bagi masyarakat dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil       dan membawa kebijakan bagi masyarakat, maka ia telah bertindak islami.
Dalam definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan manusia, yang sejalan dengan moral islam, harus menjadi fokus dari kegiatan produksi. Produksi adalah mencari, mengalokasikan, dan mengolah sumber daya menjadi output dalam rangka meningkatkan maslahah bagi manusia. Oleh karena itu, produksi juga mencakup aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada proses dan hasilnya.

B.     Tujuan  Produksi Menurut Islam
Sebagaimana telah dikemukakan, kegiatan produksi merupakan respon terhadap kegiatan konsumsi, atau sebaliknya. Produksi adalah kegiatan menciptakan suatu barang atau jasa, sementara konsumsi adalah pemakaian atau pemanfaatan hasil dari produksi tersebut. Kegiatan produksi dan konsumsi merupakan sebuah mata rantai yang saling berkait satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, kegiatan produksi harus sepenuhnya sejalan dengan kegiatan konsumsi. Apabila keduanya tidak sejalan, maka tentu saja kegiatan ekonomi tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Tujuan seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa dalam persfektif ekonomi Islam adalah mencari mashlahahmaksimum dan produsen  juga harus demikian. Dengan kata lain, tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah bagi konsumen. Secara lebih spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk di antaranya:
1.      Pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkatmoderat
2.      Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.
3.      Menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan.
4.      Pemenuhan sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah SWT.
C.    Motivasi Berproduksi Dalam Islam
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang menciptakan  manfaat (utility) baik dimasa kini maupun di masa mendatang (M.Frank). Dengan pengertian yang luas tersebut, kita memahami kegiatan produksi  tidak terlepas dari keseharian manusia.
Motif maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntungan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukan salah atau di larang dalam Islam. Islam ingin mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi kepuasan dan keuntungan di akhirat. Perlu diingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya yang bangkit sejak jaman Renaisans, suatu jaman dimana terjadi perubahan ukuran kebenaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan dogma gereja menjadi bersandar kepda logika, bukti-bukti empiris, positivisme. Perubahan ukuran kebenaran tersebut membuat ilmu pengetahuan maju pesat, akan tetapi ia menjadi sangat sekuler.
Isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produksi ini adalah masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya, motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan untuk mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya.
Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan material dan spritual untuk menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan dalam produksi dan kegiatan bisnis memang tidak dilarang, sepanjang dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.[4]

D.     Nilai-nilai Islam dalam Berproduksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terkait pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Metwally (1992) mengatakan, “perbedaan dari perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”.
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yatiu: Khalifah, adil, dan Takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:
1.      Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.
2.      Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal.
3.      Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran.
4.      Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.
5.      Memuliakan prestasi atau produktivitas.
6.      Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.
7.      Menghormati hak  milik induvidu.
8.      Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau transaksi.
9.      Adil dalam bertransaksi.
10.  Memiliki wawasan sosial.
11.  Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam.
Penerapan nilai-nilai Islam di atas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah yang diperoleh oleh produsen merupakan satu  mashlahah yang akan memberi kontribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara ini perolehan kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.[5]
BAB III
PENUTUP 
A.     Kesimpulan
Secara teknis produksi adalah proses mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam pandangan ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam persfektif ekonomi Islam pada akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu mengutamakan harkat manusia.
Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum bagi konsumen yang di wujudkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat, menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang dan jasa di masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
Produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam. Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan.
Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi. Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman Aswar. 2001.Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer.


Jakarta: Gema Insani Press.
Nurohman, Dede. 2011. Memahami Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Yogyakart: Teras.
Hakim Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Rianto, M. Nur. 2015. Pengantar Ekonomi Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rozalinda. 2014. Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya Pada aktivitas Ekonomi.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.



[1]P3EI,Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008) hal.230-231.
[2]H.M.Amin Suma,Pengantar ekonomi syariah,(Bandung: Tim Desain Pustaka Setia,2002)hal.210

[3]P3EI,Ekonomi Islam..., hal.230-231.
[4]P3EI,Ekonomi islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008) hal.231-240.
[5]Lukman hakim,Prinsip-prinsip ekonomi islam,(Surakarta: Erlangga)hal.72

No comments:

Post a Comment