PENDIDIKAN
INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan
mental, emosi atau fisik. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak
memiliki kaki atau tangan yang tidak sempurna, buta warna, atau tuli termasuk
anak-anak berkebutuhkan khusus. Direktorat Pendidikan Luar Biasa Dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat istilah anak luar biasa yang kini disebut
sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa
selalu diartikan sebagai anak berkemampuan unggul atau yang berprestasi yang
luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu pada pengertian
yaitu anak yang menglami kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru dalam menafsirkan pengertian anak
yang luar biasa, faktor penyebab sehingga anak menjadi anak luar biasa dan
karakteristik dari masing-masing jenis anak yang mengalami keluarbiasaan. Dalam
dunia pendidikan luar biasa seorang anak diartikan sebagai anak luar biasa jika
anak tersebut membutuhkan perhatian khusus dan layanan pendidikan yang bersifat
khusus oleh guru pendidik atau pembimbing khusus yang berlatar belakang
disiplin ilmu pendidikan luar biasa atau disiplin ilmu lainnya yang relevan dan
memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar, mendidik, membimbing dan
melatih anak luar biasa.4, dalam Mangunsong, 2010).
Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan baru-baru ini
pemerintah menciptakan terobosan baru melalui sekolah inklusif. Konsep sekolah
inklusif ini yaitu anak-anak dari kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus
dapat mengikuti kelas biasa, namun disisi lain merekapun harus mengikuti
program khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. Oleh karena itu
dalam pembahasan kali ini kami akan menjelaskan secara lebih holistik mengenai
pengertian anak ABK, pengertian, tujuan dan manfaat pendidikan inklusi dan
perkembangan serta pendidikan ABK pada sekolah inklusif.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan ABK?
2.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif
bagi ABK?
3.
Bagaimana tujuan dan manfaat pendidikan inklusif?
4.
Bagaimana perkembangan ABK di Indonesia?
5.
Bagaimana pendidikan
anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif?
C. Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian ABK.
- Untuk mengetahui pengertian pendidikan Inklusif bagi ABK.
- Untuk mengetahui tujuan dan manfaat pendidikan Inklusif.
- Untuk mengetahui perkembangan ABK di Indonesia.
- Untuk mengetahui pendidikan ABK pada sekolah inklusif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (
ABK )
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan
mental, emosi atau fisik. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak
memiliki kaki atau tangan yang tidak sempurna, buta warna, atau tuli termasuk
anak-anak berkebutuhkan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian
berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa di
samakan dengan anak yang normal.
Pernyataan di atas memberikan makna bahwa anak yang membutuhkan
pendidikan khusus adalah anak yang secara permanen (individu dengan hambatan
sesori penglihatan, pendengaran, perkembangan intelektual, fisik dan motorik,
emosi dan perilaku, individu berbakat, tunaganda, individu berkesulitan belajar
individu dengan autisme dan individu dengan hambatan konsenterasi dan
perhatian) atau temporer (kondisi sosial-emosi, ekonomi dan politik) selama jenjang
sekolah mereka memerlukan penanganan pendidikan khusus dari pihak guru,
institusi, dan/atau sistem sebagai akibat kelainan mereka baik secara fisik,
mental, atau gabungannya, atau kondisi emosi, atau karena alasan situasi yang
kurang menguntungkan.
(Nasichin, 2002:5) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah mereka
yang tergolong luar biasa, baik dalam arti berkelainan, lamban belajar, maupun
yang berkesulitan belajar. Berkelainan diartikan sebagai anak yang mengalami
kelainan fisik dan atau mental dan atau kelainan perilaku. Kelainan fisik,
meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Kelainan mental meliputi anak
tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang. Sedangkan kelainan perilaku meliputi
anak tunalaras. Selanjutnya PP nomor 72/1991 menyebutkan bahwa jenis kelainan
peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan
perilaku. Kelainan fisik meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
Sedangkan kelainan mental meliputi tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang.
2.2. Pengertian Inklusif
Istilah inklusi yang dianggap istilah baru untuk mendiskripsikan
penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam
program-program sekolah (dan juga diartikan sebagai menyatukan anak-anak
berkelainan (penyandang hambatan/cacat) dengan cara-cara yang realistis dan
komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh.
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang
dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Pendidikan inklusif merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi
anak berkelainan atau cacat dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak
normal dan tempatnya di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku
di lembaga bersangkutan.
Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa inklusif merupakan suatu
istilah yang menyatakan komitmen terhadap pendidikan yang sedemikian tepatnya
bagi setiap anak, di mana akan mengikuti pendidikan baik di sekolah maupun di
kelas. Inklusf melibatkan berbagai dukungan layanan terhadap anak dan hanya
memerlukan bahwa anak akan mendapat manfaat dari kehidupan di kelas (lebih baik
mengalami untuk mengikuti siswa yang lain).
Pada hakikatnya pendidikan inklusif tidaklah hanya sebatas untuk memberi
kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, untuk menikmati pendidikan
yang sama, namun hak berpendidikan juga untuk anak-anak lain yang kurang
beruntung, misalnya anak dengan HIV/AIDS, anak-anak jalananan, anak yang tidak
mampu (fakir-miskin), anak-anak korban perkosaan, korban perang dan lainnya,
tanpa melihat agama, ras dan bahasanya
(Menurut Salamanca,1994) ”Pendidikan
inklusif merupakan perkembangan pelayanan
pendidikan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus,
dimana prinsip mendasar dari pendidikan inklusif, selama memungkinkan, semua anak atau peserta didik belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang mungkin ada pada
mereka.”
2.3. Tujuan Dan Manfaat Pendidikan Inklusif
1. Tujuan
Pendidikan Inklusif
a. Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai
sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus
belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan
tempat tinggalnya.
b. Penyelenggaraan pendidikan inklusif
menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana
dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan individu peserta didik.
2. Manfaat
pendidikan inklusif
a. Membangun kesadaran dan konsensus
pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang
diskriminatif.
b. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat
untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua
anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak
sekolah.
c. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan
kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
d. Melibatkan masyarakat dalam melakukan
perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.
3. Hal-hal
yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif :
a. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas
yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. Sekolah
harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan
pembelajaran yang bersifat individual
b. Guru harus menerapkan pembelajaran yang
interaktif.
c. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan
profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
d. Guru dituntut melibatkan orang tua secara
bermakna dalam proses pendidikan.
2.4. Perkembangan pendidikan ABK di Indonesia
Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus Secara historis, istilah yang
digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan
beberapa kali sesuai dengan paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan
istilah yang dimaksud mulai dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan ,
anak luar biasa, atau anak berkelainan sampai menjadi istilah anak berkebutuhan
khusus. Di Indonesia, penggunaan istilah-istilah tersebut baru diundangkan
secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang-undang Nomor 4 , kemudian disusul
dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1954 dengan istilah anak cacat atau anak
tuna, atau anak berkekurangan.
Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal dideklarasikan pada
tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah
reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang
cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua
sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang
cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan
kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang
penyandang cacat).
Disamping pendidikan atau sekolah reguler, pemerintah dan badan-badan
swasta menyelenggarakan pendidikan atau sekolah khusus yang biasa disebut
Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk melayani beberapa jenis kecacatan. Tidak seperti
sekolah reguler yang tersebar luas baik di daerah perkotaan maupun daerah
pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar berlokasi di perkotaan dan sebagian kecil
sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang cacat anak untuk menjangkau SLB
atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan biaya cukup tinggi yang tidak
terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan. Ini pula masalah yang dapat
diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi, di samping memecahkan
masalah golongan penyandang cacat yang merata karena diskriminasi sosial,
karena dari sejak dini tidak bersama, berorientasi dengan yang lain.
Akhir abad ke 20 muncul gerakan “Normalisasi ” bukan berarti membuat
anak luar biasa menjadi normal, tetapi penyediaan pola dan kondisi kehidupan
sehari-hari bagi anak luar biasa sedekat mungkin dengan pola dan kondisi kehidupan masyarakat pada umumnya Perhatian
dari pemerintah pun tampak dari layanan pendidikan khusus yang disediakan bagi
mereka, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Dirjen Manajemen Dikdasmen, 2006). Adapun istilah
yang digunakan di Indonesia adalah anak berkebutuhan khusus sebagai terjemahan
dari istilah “Children with Special needs “. Istilah ini muncul sebagai akibat
adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar biasa (Exceptional
Children). Pandangan baru ini meyakini bahwa semua anak luar biasa mempunyai
hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu semua anak luar
biasa baik yang berat maupun yang ringan (tanpa kecuali) harus dididik
bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan
perkataan lain anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di
sekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan seperti inilah yang
disebut dengan pendidikan inklusif.
2.5 Lingkup Pengembangan Kurikulum
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler
(kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap
perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik
(ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan
oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di
kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru
pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman
mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog),
yang dipimpin oleh Kepala Sekolah Inklusi dan sudah dikoordinir oleh Dinas
Pendidikan.
Pengembangan
kurikulum dilaksanakan dengan:
- Modifikasi alokasi waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar
siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum
reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal
(anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal
dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal
(anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk
anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.
- Modifikasi isi/materi
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal,
materi dalam kurikulim sekolah regular dapat diperluas dan atau ditambah materi
baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah regular, tetapi materi tersebut
di anggap penting untuk anak berbakat.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal
materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat
kesulitannya diturunkan sedikit.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal
(anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat
dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan
dihilangkan bagian tertentu.
- Modifikasi proses belajar mengajar
Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis,
sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang
memiliki inteligensi di atas normal; Menggunakan pendekatan student centerred,
yang menekankan perbedaan individual setiap anak dan lebih terbuka (divergent).
Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas
heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana kemari dari
satu kelompok ke kelompok lain.
Di
sesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa terbagi menjadi 3, yaitu :
- Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.
- Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.
- Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan. Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.
2.6 Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus pada
Sekolah Inklusif
Pendidikan menjadi faktor utama
yang mampu mengantarkan sebuah negara menuju gerbang kemajuan. Untuk
mewujudkannya, akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan harus terbuka
seluas-luasnya tanpa diskriminasi, termasuk bagi mereka, Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK).
Pendidikan inklusif merupakan usaha pemerintah dalam bidang pendidikan
agar semua warga negara dapat mendapatkan layanan pendidikan termasuk di
dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus usia dini
belum semuanya merasakan pendidikan anak usia dini yang telah ada di
masyarakat.
- Sistem Belajar pada Sekolah Inklusif
Sekolah inklusif merupakan sekolah reguler yang menyatuan anak-anak
dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar
bersama-sama. Sistem belajar pada sekolah inklusif tidak jauh berbeda dengan
sekolah leguler pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam satukelas yang
idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1-6 anak berkebutuhan khusus dengan dua
guru dan satu terapis atau shadow teacher yang bertanggungjawab di bawah
koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan
khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Porsi belajar pada anak berkebutuhan khusus lebih fleksibel daripada
yang ‘normal’. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak tersebut akan
‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke ruang individu untuk mendapatkan
perlakuan bimbingan (khusus).
Dengan demikian diperlukan keberagaman metode pembelajaran supaya materi
dapat tersampaikan secara merata kepada semua anak didik. Guru perlu memastikan
bahwa semua siswa, terlebih mereka yang berkebutuhan khusus, sudah memahami
penjelasan dengan baik. Ketika anak-anak berkebutuhan khusus belum bisa
menerima materi dengan baik, sekolah pun harus siap melaksanakan program
pembelajaran individual (PPI) atau IEP (individual educational program) untuk
mendampingi satu persatu anak berkebutuhan khusus secara lebih intensif. Bentuk
dari PPI atau IEP ini disesuaikan dengan kebutuhan yang perlu dikembangkan pada
anak.
b. Strategi Pembelajaran Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer
(sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer
meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling
bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di
daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban
HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention
Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain. Oleh karena itu, dijelaskan
beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, antara lain:
1. Strategi Pembelajaran bagi
Anak Tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat
dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang
meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan
belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien.
Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
strategi pembelajaran , antara lain:
a) Berdasarkan
pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan
induktf.
b) Berdasarkan
pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c) Berdasarkan
pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d) Berdasarkan
jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e) Beradsarkan
interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain
strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan
yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi
anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi
deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual,
kooperatif dan modifikasi perilaku.
3. Strategi pembelajaran bagi
anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah
umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar
biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara
lain;
a) Strategi pembelajaran yang
diindividualisasikan.
b) Strategi kooperatif.
c) Strategi modifikasi tingkah
laku.
4. Strategi pembelajaran bagi
anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui
pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
a) Pendidikan integrasi
(terpadu)
b) Pendidikan segresi (terpisah)
c) Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi
anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985)
mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a) Model biogenetic
b) Model behavioral/tingkah laku
c) Model psikodinamika
d) Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi
anak dengan kesulitan belajar
a) Anak berkesulitan belajar membaca yaitu
melalui program delivery dan remedial teaching
b) Anak
berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat
kesalahan.
c) Anak
berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis
sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi
anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan
kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
a) Pembelajaran
harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
b) Tidak
hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan
kecerdasan emosional
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang
signifikan baik aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat
proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan layanan
pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka. Pendidikan
Inklusif muncul sebagai suatu layanan pendidika program pemerintah dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dimana penyelenggaraannya dengan cara memadukan
anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus bersama anak normal lainnya,
menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak
pendidikan dan kedudukan yang sama tak
terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang
berorientasi inklusi ini merupakan alat untuk memerangi sikap diskriminasi,
menciptakan masyarakat yang ramah, mencapai pendidikan bagi semua, sehingga
akan memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan
efisiensi karena akan menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.
3.2.Saran
Penyelenggaraan sekolah inklusif harus terus dikembangkan demi
memberikan ruang gerak, ruang belajar tertutama bagi anak-anak yang
berkebutuhan khusus agar mereka tidak dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu
pemerintah harus memperhatikan betul, apa saja kebutuhan mereka, baik dari
sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka. Saya berharap
sekali pemerintah beserta para kaum
pemerhati pendidikan untuk terus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan
tanpa membedakan siswa yang normal maupun siswa berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman.
Anak “Berkebutuhan Khusus” (14 Pebruari 2016)
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anak_berkebutuhan_
khusus.html.
Dewi,
setiani. “ Layanan Bimbingan bagi Anak Bekebutuhan Khusus” (14 pebruari 2016)
http://google.com/index.pdf?tittel=Layanan Bimbingan bagi Anak Berkebutuhan.
www.google.co.id/amp/s/cynthiadevinapynki.wordpress.com/2016/06/01/makalah-pendidikan-inklusi/amp/
diambil 29 oktober pukul 18:12
Suyanto,Drs., selamet. 2005. “dasar-dasar pendidikan anak usia dini”.
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UNY
No comments:
Post a Comment