1

loading...

Tuesday, November 6, 2018

MAKALAH ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)


PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang tidak sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak-anak berkebutuhkan khusus. Direktorat Pendidikan Luar Biasa Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat istilah anak luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diartikan sebagai anak berkemampuan unggul atau yang berprestasi yang luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu pada pengertian yaitu anak yang menglami kelainan atau ketunaan.
Selain masyarakat yang masih keliru dalam menafsirkan pengertian anak yang luar biasa, faktor penyebab sehingga anak menjadi anak luar biasa dan karakteristik dari masing-masing jenis anak yang mengalami keluarbiasaan. Dalam dunia pendidikan luar biasa seorang anak diartikan sebagai anak luar biasa jika anak tersebut membutuhkan perhatian khusus dan layanan pendidikan yang bersifat khusus oleh guru pendidik atau pembimbing khusus yang berlatar belakang disiplin ilmu pendidikan luar biasa atau disiplin ilmu lainnya yang relevan dan memiliki sertifikasi kewenangan dalam mengajar, mendidik, membimbing dan melatih anak luar biasa.4, dalam Mangunsong, 2010).
Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan baru-baru ini pemerintah menciptakan terobosan baru melalui sekolah inklusif. Konsep sekolah inklusif ini yaitu anak-anak dari kalangan berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat mengikuti kelas biasa, namun disisi lain merekapun harus mengikuti program khusus sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas mereka. Oleh karena itu dalam pembahasan kali ini kami akan menjelaskan secara lebih holistik mengenai pengertian anak ABK, pengertian, tujuan dan manfaat pendidikan inklusi dan perkembangan serta pendidikan ABK pada sekolah inklusif.
B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ABK?
2.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif bagi ABK?
3.      Bagaimana tujuan dan manfaat pendidikan inklusif?
4.      Bagaimana perkembangan ABK di Indonesia?
5.       Bagaimana pendidikan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusif?


C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk mengetahui pengertian ABK.
  2. Untuk mengetahui pengertian pendidikan Inklusif bagi ABK.
  3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat pendidikan Inklusif.
  4. Untuk mengetahui perkembangan ABK di Indonesia.
  5. Untuk mengetahui pendidikan ABK pada sekolah inklusif.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK )
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan mental, emosi atau fisik. Anak-anak yang cacat fisik sejak lahir, seperti tidak memiliki kaki atau tangan yang tidak sempurna, buta warna, atau tuli termasuk anak-anak berkebutuhkan khusus. Pengertian anak berkebutuhan khusus kemudian berkembang menjadi anak yang memiliki kebutuhan individual yang tidak bisa di samakan dengan anak yang normal.
Pernyataan di atas memberikan makna bahwa anak yang membutuhkan pendidikan khusus adalah anak yang secara permanen (individu dengan hambatan sesori penglihatan, pendengaran, perkembangan intelektual, fisik dan motorik, emosi dan perilaku, individu berbakat, tunaganda, individu berkesulitan belajar individu dengan autisme dan individu dengan hambatan konsenterasi dan perhatian) atau temporer (kondisi sosial-emosi, ekonomi dan politik) selama jenjang sekolah mereka memerlukan penanganan pendidikan khusus dari pihak guru, institusi, dan/atau sistem sebagai akibat kelainan mereka baik secara fisik, mental, atau gabungannya, atau kondisi emosi, atau karena alasan situasi yang kurang menguntungkan.
(Nasichin, 2002:5) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang tergolong luar biasa, baik dalam arti berkelainan, lamban belajar, maupun yang berkesulitan belajar. Berkelainan diartikan sebagai anak yang mengalami kelainan fisik dan atau mental dan atau kelainan perilaku. Kelainan fisik, meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Kelainan mental meliputi anak tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang. Sedangkan kelainan perilaku meliputi anak tunalaras. Selanjutnya PP nomor 72/1991 menyebutkan bahwa jenis kelainan peserta didik terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental dan/atau kelainan perilaku. Kelainan fisik meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Sedangkan kelainan mental meliputi tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang.
2.2. Pengertian Inklusif
Istilah inklusi yang dianggap istilah baru untuk mendiskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program-program sekolah (dan juga diartikan sebagai menyatukan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) dengan cara-cara yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh.
Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Pendidikan inklusif merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan atau cacat dimana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan tempatnya di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkutan.
Dari pernyataan di atas dapat diartikan bahwa inklusif merupakan suatu istilah yang menyatakan komitmen terhadap pendidikan yang sedemikian tepatnya bagi setiap anak, di mana akan mengikuti pendidikan baik di sekolah maupun di kelas. Inklusf melibatkan berbagai dukungan layanan terhadap anak dan hanya memerlukan bahwa anak akan mendapat manfaat dari kehidupan di kelas (lebih baik mengalami untuk mengikuti siswa yang lain).
Pada hakikatnya pendidikan inklusif tidaklah hanya sebatas untuk memberi kesempatan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, untuk menikmati pendidikan yang sama, namun hak berpendidikan juga untuk anak-anak lain yang kurang beruntung, misalnya anak dengan HIV/AIDS, anak-anak jalananan, anak yang tidak mampu (fakir-miskin), anak-anak korban perkosaan, korban perang dan lainnya, tanpa melihat agama, ras dan bahasanya
 (Menurut Salamanca,1994) ”Pendidikan inklusif merupakan perkembangan pelayanan  pendidikan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana prinsip mendasar dari pendidikan inklusif, selama  memungkinkan, semua anak atau peserta didik  belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang  mungkin ada pada mereka.”


2.3. Tujuan Dan Manfaat Pendidikan Inklusif
1. Tujuan Pendidikan Inklusif
a. Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
b. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.

2. Manfaat pendidikan inklusif
a. Membangun kesadaran dan konsensus pentingnya pendidikan inklusif sekaligus menghilangkan sikap dan nilai yang diskriminatif.
b. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan lokal, mengumpulkan informasi semua anak pada setiap distrik dan mengidentifikasi alasan mengapa mereka tidak sekolah.
c. Mengidentifikasi hambatan berkaitan dengan kelainan fisik, sosial dan masalah lainnya terhadap akses dan pembelajaran.
d. Melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan dan monitoring mutu pendidikan bagi semua anak.

3. Hal-hal yang harus diperhatikan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif :
a. Sekolah harus menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan. Sekolah harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
b. Guru harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
c. Guru dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
d. Guru dituntut melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses pendidikan.
2.4. Perkembangan pendidikan ABK di Indonesia
Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus Secara historis, istilah yang digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus (ABK) mengalami perubahan beberapa kali sesuai dengan paradigma yang diyakini pada saat itu. Perubahan istilah yang dimaksud mulai dari anak cacat, anak tuna, anak berkekurangan , anak luar biasa, atau anak berkelainan sampai menjadi istilah anak berkebutuhan khusus. Di Indonesia, penggunaan istilah-istilah tersebut baru diundangkan secara khusus pada tahun 1950 melalui Undang-undang Nomor 4 , kemudian disusul dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1954 dengan istilah anak cacat atau anak tuna, atau anak berkekurangan.
Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak termasuk penyandang cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1). Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat).
Disamping pendidikan atau sekolah reguler, pemerintah dan badan-badan swasta menyelenggarakan pendidikan atau sekolah khusus yang biasa disebut Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk melayani beberapa jenis kecacatan. Tidak seperti sekolah reguler yang tersebar luas baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan. SLB dan SDLB sebagian besar berlokasi di perkotaan dan sebagian kecil sekali yang berlokasi di pedesaan. Penyandang cacat anak untuk menjangkau SLB atau SDLB relatif sangat jauh hingga memakan biaya cukup tinggi yang tidak terjangkau penyandang cacat anak dari pedesaan. Ini pula masalah yang dapat diselesaikan oleh pendidikan atau sekolah inklusi, di samping memecahkan masalah golongan penyandang cacat yang merata karena diskriminasi sosial, karena dari sejak dini tidak bersama, berorientasi dengan yang lain.
Akhir abad ke 20 muncul gerakan “Normalisasi ” bukan berarti membuat anak luar biasa menjadi normal, tetapi penyediaan pola dan kondisi kehidupan sehari-hari bagi anak luar biasa sedekat mungkin dengan pola dan kondisi  kehidupan masyarakat pada umumnya Perhatian dari pemerintah pun tampak dari layanan pendidikan khusus yang disediakan bagi mereka, sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Dirjen Manajemen Dikdasmen, 2006). Adapun istilah yang digunakan di Indonesia adalah anak berkebutuhan khusus sebagai terjemahan dari istilah “Children with Special needs “. Istilah ini muncul sebagai akibat adanya perubahan cara pandang masyarakat terhadap anak luar biasa (Exceptional Children). Pandangan baru ini meyakini bahwa semua anak luar biasa mempunyai hak yang sama dengan manusia pada umumnya. Oleh karena itu semua anak luar biasa baik yang berat maupun yang ringan (tanpa kecuali) harus dididik bersama-sama dengan anak-anak pada umumnya di tempat yang sama. Dengan perkataan lain anak-anak luar biasa tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan seperti inilah yang disebut dengan pendidikan inklusif.
2.5 Lingkup Pengembangan Kurikulum
Kurikulum pendidikan inklusi menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya.
Modifikasi/pengembangan kurikulum pendidikan inklusi dapat dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusi bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus (guru Pendidikan Luar Biasa) yang sudah berpengalaman mengajar di Sekolah Luar Biasa, dan ahli Pendidikan Luar Biasa (Orthopaedagog), yang dipimpin oleh Kepala Sekolah  Inklusi dan sudah dikoordinir oleh Dinas Pendidikan.
Pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan:
  1. Modifikasi alokasi waktu
Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar siswa. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum reguler (Kurikulum Sekolah Dasar) diperkirakan alokasi waktunya selama 6 jam.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal (anak berbakat) dapat dimodifikasi menjadi 4 jam.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal dapat dimodifikasi menjadi sekitar 8 jam;
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar) dapat dimodifikasi menjadi 10 jam, atau lebih; dan untuk anak tunagrahita menjadi 18 jam, atau lebih; dan seterusnya.
  1. Modifikasi isi/materi
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal, materi dalam kurikulim sekolah regular dapat diperluas dan atau ditambah materi baru yang tidak ada di dalam kurikulum sekolah regular, tetapi materi tersebut di anggap penting untuk anak berbakat.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi relatif normal materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat tetap dipertahankan, atau tingkat kesulitannya diturunkan sedikit.
Untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di bawah normal (anak lamban belajar/tunagrahita) materi dalam kurikulum sekolah reguler dapat dikurangi atau diturunkan tingkat kesulitannya seperlunya, atau bahkan dihilangkan bagian tertentu.

  1. Modifikasi proses belajar mengajar
Mengembangkan proses berfikir tingkat tinggi, yang meliputi analisis, sintesis, evaluasi, dan problem solving, untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki inteligensi di atas normal; Menggunakan pendekatan student centerred, yang menekankan perbedaan individual setiap anak dan lebih terbuka (divergent). Memberikan kesempatan mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak kesana kemari dari satu kelompok ke kelompok lain.
Di sesuaikan dengan berbagai tipe belajar siswa terbagi menjadi 3, yaitu :
  1. Tipe visual, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera penglihatan.
  2. Tipe auditoris, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera pendengaran.
  3. Tipe kinestetis, yaitu lebih mudah menyerap informasi melalui indera perabaan/gerakan. Guru hendaknya tidak monoton dalam mengajar sehingga hanya akan menguntungkan anak yang memiliki tipe belajar tertentu saja.

2.6 Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus pada Sekolah Inklusif
            Pendidikan menjadi faktor utama yang mampu mengantarkan sebuah negara menuju gerbang kemajuan. Untuk mewujudkannya, akses masyarakat untuk mendapatkan pendidikan harus terbuka seluas-luasnya tanpa diskriminasi, termasuk bagi mereka, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Pendidikan inklusif merupakan usaha pemerintah dalam bidang pendidikan agar semua warga negara dapat mendapatkan layanan pendidikan termasuk di dalamnya adalah anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus usia dini belum semuanya merasakan pendidikan anak usia dini yang telah ada di masyarakat.
  1. Sistem Belajar pada Sekolah Inklusif
Sekolah inklusif merupakan sekolah reguler yang menyatuan anak-anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama-sama. Sistem belajar pada sekolah inklusif tidak jauh berbeda dengan sekolah leguler pada umumnya. Mereka (para siswa) berada dalam satukelas yang idealnya dalam satu kelas terdiri dari 1-6 anak berkebutuhan khusus dengan dua guru dan satu terapis atau shadow teacher yang bertanggungjawab di bawah koordinasi guru untuk memberi perlakuan khusus kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Porsi belajar pada anak berkebutuhan khusus lebih fleksibel daripada yang ‘normal’. Pada waktu-waktu tertentu, bila perlu anak-anak tersebut akan ‘ditarik’ dari kelas reguler dan dibawa ke ruang individu untuk mendapatkan perlakuan bimbingan (khusus).
Dengan demikian diperlukan keberagaman metode pembelajaran supaya materi dapat tersampaikan secara merata kepada semua anak didik. Guru perlu memastikan bahwa semua siswa, terlebih mereka yang berkebutuhan khusus, sudah memahami penjelasan dengan baik. Ketika anak-anak berkebutuhan khusus belum bisa menerima materi dengan baik, sekolah pun harus siap melaksanakan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP (individual educational program) untuk mendampingi satu persatu anak berkebutuhan khusus secara lebih intensif. Bentuk dari PPI atau IEP ini disesuaikan dengan kebutuhan yang perlu dikembangkan pada anak.
b. Strategi Pembelajaran Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain. Oleh karena itu, dijelaskan beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, antara lain:
1.    Strategi Pembelajaran bagi Anak Tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
a)    Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
b)    Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
c)    Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
d)    Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
e)    Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2.    Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.
3.    Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
a)    Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan.
b)   Strategi kooperatif.
c)    Strategi modifikasi tingkah laku.
4.    Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
a)    Pendidikan integrasi (terpadu)
b)   Pendidikan segresi (terpisah)
c)    Penataan lingkungan belajar
5.    Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
a)    Model biogenetic
b)   Model behavioral/tingkah laku
c)    Model psikodinamika
d)   Model ekologis
6.    Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
a) Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
b)    Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
c)    Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7.    Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
a)    Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
b)    Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional
















BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami gangguan yang signifikan baik aspek psikis, sosial, emosional, dan indrawi yang menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut, sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaaan mereka. Pendidikan Inklusif muncul sebagai suatu layanan pendidika program pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dimana penyelenggaraannya dengan cara memadukan anak-anak yang berkelainan atau berkebutuhan khusus bersama anak normal lainnya, menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan inklusif yaitu agar semua anak mendapatkan hak pendidikan dan  kedudukan yang sama tak terkecuali bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Sekolah reguler yang berorientasi inklusi ini merupakan alat untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, mencapai pendidikan bagi semua, sehingga akan memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi karena akan menurunkan biaya bagi seluruh sistem pendidikan.

3.2.Saran
Penyelenggaraan sekolah inklusif harus terus dikembangkan demi memberikan ruang gerak, ruang belajar tertutama bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus agar mereka tidak dipandang sebelah mata lagi. Untuk itu pemerintah harus memperhatikan betul, apa saja kebutuhan mereka, baik dari sarana dan prasana maupun guru pembimbing untuk mereka. Saya berharap sekali  pemerintah beserta para kaum pemerhati pendidikan untuk terus memberikan yang terbaik bagi dunia pendidikan tanpa membedakan siswa yang normal maupun siswa berkebutuhan khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Budiman. Anak “Berkebutuhan Khusus” (14 Pebruari 2016)
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Anak_berkebutuhan_
khusus.html.
Dewi, setiani. “ Layanan Bimbingan bagi Anak Bekebutuhan Khusus” (14 pebruari 2016) http://google.com/index.pdf?tittel=Layanan Bimbingan bagi Anak Berkebutuhan.
Suyanto,Drs., selamet. 2005. “dasar-dasar pendidikan anak usia dini”. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UNY

No comments:

Post a Comment