1

loading...

Thursday, December 6, 2018

MAKALAH KAJIAN TASAWUF DI INDONESIA "TAREKAT QADIRIYAH DI PULAU JAWA"


KAJIAN TASAWUF DI INDONESIATAREKAT QADIRIYAH DI PULAU JAWA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tarekat merupakan sebuah organisasi tasawuf dibawah pimpinan seorang Syeikh yang menerapkan ajarannya kepada para murid-muridnya. Tarekat juga dimaksudkan sebagai suatu jalan yang dilalui oleh calon sufi dalam mencapai ma’rifat. Tidak mudah bagi seorang sufi untuk mencapai titik puncak yang harus dicapai olehnya dalam menjalani kehidupan bertasawuf. Sehingga pilihan lain dari hal ini adalah menjalaninya dengan kehidupan bertarekat.
Dalam perkembangannya, Tarekat sebagai suatu organisasi keagamaan kaum sufi sudah banyak lahir dengan corak yang berbeda. Ini sudah berkembang pesat dan tersebar ke Asia Tenggara, Asia Tengah, Afrika Timur, Afrika Utara, India, Iran dan Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam realitasnya mengarah kepada tujuan yang sama, yaitu berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Karena Tarekat merupakan sebuah Organisasi yang lahir dari seorang Syeikh yang berniat ingin melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi maka masing-masing dari syikeh tersebut tentu punya cara tersendiri dalam pengembangannya tersebut. Terbukti dengan lahirnya tarekat tersebut semakin berbeda pulalah metode-metode yang digunakan. Maka dari itu, penulis di sini akan membahas makalah dengan tema Tarekat Qadiriyah di Nusantara, khususnya pulau Jawa.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah tarekat Qadiriyah?
2.      Bagaimana sejarah tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa?
3.      Bagaimana praktik dan ajaran dalam tarekat Qadiriyah?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah tarekat Qadiriyah.
2.      Untuk mengetahui sejarah tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa.
3.      Untuk mengetahui praktik dan ajaran dalam tarekat Qadiriyah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Tarekat Qadiriyah
Kata tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu baik kepada sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (muraqabah, dzikir, wiriddan sebagainya) yang dihubungkan dengan guru-guru sufi. Tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun menurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai-berantai. Tarekat adalah pengamalan syariat dengan sungguh-sungguh, menjauhi semua larangan Allah baik lahir maupun batin serta menjalankan perintahnya secara maksimal, menjauhi segala yang haram dan makruh, tidak berlebihan dalam yang mubah, serta menunaikkan hal-hal yang fardhu dan amalan-amalan sunnah secara maksimal.[1]
Sedangkan istilah “Qadiriyah”dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai pendiri pertama tarekat ini, yang mana nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdul Al-Qadir Al-Jailani. Adapun silsilahnya adalah Abu Muhammad Abdul al-Qadir Jailani ibn Abi Shaleh ibn Musa ibn Janka Dusat ibn Abi Abdillah ibn Yahya Al-Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn Musa ibn ‘Abd Allah al-Mahdi ibn Hasan Al-Musanna ibn Hasan Al-Sibthi ibn ‘Ali ibn Thalib dan Fathimah Al-Zahrah binti Rasulullah saw.[2]
Syaikh Abdul Qadir Al-Qadir Al-Jailani lahir di desa Naif Kota Gilan tahun 470 H/ 1077 M, yaitu wilayah yang terletak 150 km timur laut Baghdad. Ibunya bernama Fathimah binti Abdullah Al-Shama Al-Husayni dan ayahnya bernama Abu Shaleh. Beliau meninggal tahun 1166 M di Baghdad.[3] Makamnya sejak dulu hingga sekkarang tetap diziarahi khalayak ramai, dari segala penjuru dunia Islam. Di kalangan kaun sufi Syaikh Abd Al-Qadir diakui sebagai sosok yang menempati hierarki mistik tertinggi, menduduki tingkat kewalian tertinggi. Dalam kepercayaan rakyat, Syaikh Abd al-Qadir adalah wali terbesar, dan hampir setiap upacara keagamaan tradisional orang menghadiahkan pembacaan al-Fatihah kepadanya.[4]
B.     Sejarah Tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa
Tarekat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada abad 16, khususnya daerah Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syaikh Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syaikh Khatib Sambas yang bermukim di Mekkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qadiriyah ini. Tarekat ini mengalami perkembangan pesat pada abad 19.[5]
Adapun silsilah tarekat para pemimpin pesantren di Jawa adalah:
1.      Sayyidina Muhammad saw
2.      Sayyidina Ali ibn Abi Thalib
3.      Sayyidina Husein
4.      Imam Zainul Abidin
5.      Muhammad al-Baqir
6.      Ja’far Shodiq
7.      Musa al-Kadzim
8.      Abul Hasan Ali ibn Musa al-Ridho
9.      Ma’ruf al-Kharkhi
10.  Sari al-Saqathi
11.  Abul Qasim al-Junaid al-Bagdadi
12.  Abu Bakar Dulafi al-Syibli
13.  Abdul Wahid al-Tamimi
14.  Abul Faraj al-Thusi
15.  Abu Hasan Ali al-Hakkari
16.  Ibu Said Al-Mubarak Al-Mahzumi
17.  Syaikh Abdul Qadir Jilani
18.  Moh Hattak
19.  Syamsuddin
20.  Syarafuddin
21.  Zainuddin
22.  Nuruddin
23.  Waliyuddin
24.  Hisyamuddin
25.  Yahya
26.  Abu Bakar
27.  Abdurrahim
28.  Usman
29.  Kamaluddin
30.  Abdul Fattah
31.  Moh Murod
32.  Syamsuddin
33.  Ahmad Khotib Sambas ibn Abdul Gaffar
34.  Abdul Karim
35.  Ahmad Hasbullah ibn Muhammad Madura
36.  Moh Kholil
37.  Moh Romli Tamim
38.  Usman Ishaq
39.  M Mustain Romli[6]
C.    Praktik dan Ajaran Tarekat Qadiriyah
1.      Aspek Ajaran
Ajaran spiritual Syekh Abdul Qadir berakar pada konsep tentang dan pengalamannya akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstraksi logis, melainkan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual dan estetis seorang manusia. Ia selalu merasakan bahwa tuhan senantiasa hadir. Nasihat Rasulullah dalam hadits, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa ia melihatmu. Ini merupakan semboyan hidupnya yang diterjemahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Ajaran Syekh Abdul Qadir selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu beliau memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tinggi yaitu taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, dan jujur.[7]
2.      Aspek Praktik
Diantara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat Qadariyah adalah “dzikir”, melantunkan asma Allah berulang-ulang. Didalam praktik dzikir terdapat beberapa tingkatan dalam penekanannya.
a.       Dzikir dengan satu gerakan dilakukan dengan mengulang-ngulang asama Allah, melalui tarikan nafas yang kuat, diikuti dengan penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian dihentikan sampai nafas kembali normal.
b.      Dzikir dengan dua gerakan dilakukan dengan duduk dalam posisi shalat, kemudian melantunkan asma Allah di dada sebelah kanan, lalu dijantung dengan berulang-ulang, hal ini dianggap efektif untuk meningkatkan konsentrasi dan menghilangkan rasa gelisah dan pikiran yang kacau.
c.       Dzikir tiga gerakan dilakukan dengan duduk bersila dan mengulang pembacaan asma Allah dibagian dada sebelah kanan, kemudian disebelah kiri dan akhirnya dijantung. Kesemuanya dilakukan dengan intensitas yang lebih tinggi dan pengulangannya yang lebih sering.
d.       Dzikir empat dilakukan dengan duduk bersila, dengan mengucapkan asma Allah berulang-ulang di dada sebelah kanan, kemudian disebelah kiri, lalu ditarik kearah jantung, dan terakhir dibaca di depan dada. Cara terakhir ini dilakukan lebih kuat dan lebih lama.
Praktik dzikir ini dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau perlahan, sambil duduk membentuk sebuah lingkaran setelah shalat, pada waktu shubuh maupun malam hari. Jika seorang pengikut sanggup melantunkan asma Allah empat ribu kali setiap harinya, tanpa putus selama dua bulan, dapat diharapkan bahwa dirinya telah memiliki kualifikasi untuk meraup pengalaman spiritual tertentu.[8]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu baik kepada sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (muraqabah, dzikir, wiriddan sebagainya) yang dihubungkan dengan guru-guru sufi. Tarekat artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun menurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai-berantai. Tarekat adalah pengamalan syariat dengan sungguh-sungguh, menjauhi semua larangan Allah baik lahir maupun batin serta menjalankan perintahnya secara maksimal, menjauhi segala yang haram dan makruh, tidak berlebihan dalam yang mubah, serta menunaikkan hal-hal yang fardhu dan amalan-amalan sunnah secara maksimal. Sedangkan istilah “Qadiriyah”dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai pendiri pertama tarekat ini, yang mana nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdul Al-Qadir Al-Jailani.
Tarekat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada abad 16, khususnya daerah Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Dan mengalami perkembangan pesat pada abad 19. Adapun praktik dan ajarannya adalah aspek ajaran dan aspek praktis.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya susun dan paparkan. Penulis pun sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis berharap agar para pembaca memberikan kritik yang membangun agar ke depannya bisa menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA 
Mulyati, Sri. Tarekat-tarekat Muktabaroh Di Indonesia. Jakarta: Kencana. 2004.
Ris’an Rusli. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013.
Abu Bakar Aceh. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani.1996.
Ismail Nawawi. Tarekat-tarekat Muktabaroh Di Indonesia. Surabaya: Karya Agung. 2008.
Sufi Muda. Tarekat Qadiriyah. https://sufimuda.net2008/10/06

[1] Abu Bakar Aceh. Pengantar Ilmu Tarekat. (Solo: Ramadhani, 1996), hal. 67.
[2] Ismail Nawawi. Tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah.. (Surabaya: Karya Agung, 2008), hal. 28-29.
[3] Ris’an Rusli. Tasawuf dan Tarekat. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 211.
[4] Sri Mulyati. Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia.(Jakarta: Kencana, 2004), hal. 27.
[5] Sufi Muda. Tarekat Qadiriyah. https://sufimuda.net2008/10/06 diakses pada 12 Maret 2018.
[6] Sufi Muda. Tarekat Qadiriyah. https://sufimuda.net2008/10/06 diakses pada 12 Maret 2018.
[7] Sri Mulyati. Tarekat-tarekat Muktabarah  Di Indonesia.. (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 36-38.
[8] Sri Mulyati. Tarekat-tarekat Muktabarah  Di Indonesia.. (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 44.

No comments:

Post a Comment