KAJIAN TASAWUF DI INDONESIATAREKAT QADIRIYAH DI PULAU JAWA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tarekat merupakan sebuah organisasi tasawuf
dibawah pimpinan seorang Syeikh yang menerapkan ajarannya kepada para
murid-muridnya. Tarekat juga dimaksudkan sebagai suatu jalan yang dilalui oleh
calon sufi dalam mencapai ma’rifat. Tidak mudah bagi seorang sufi untuk
mencapai titik puncak yang harus dicapai olehnya dalam menjalani kehidupan
bertasawuf. Sehingga pilihan lain dari hal ini adalah menjalaninya dengan
kehidupan bertarekat.
Dalam perkembangannya, Tarekat sebagai suatu
organisasi keagamaan kaum sufi sudah banyak lahir dengan corak yang berbeda.
Ini sudah berkembang pesat dan tersebar ke Asia Tenggara, Asia Tengah, Afrika
Timur, Afrika Utara, India, Iran dan Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam
realitasnya mengarah kepada tujuan yang sama, yaitu berada sedekat mungkin
dengan Tuhan. Karena Tarekat merupakan sebuah Organisasi yang lahir dari
seorang Syeikh yang berniat ingin melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi maka
masing-masing dari syikeh tersebut tentu punya cara tersendiri dalam
pengembangannya tersebut. Terbukti dengan lahirnya tarekat tersebut semakin
berbeda pulalah metode-metode yang digunakan. Maka dari itu, penulis di sini
akan membahas makalah dengan tema Tarekat Qadiriyah di Nusantara, khususnya
pulau Jawa.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah
tarekat Qadiriyah?
2.
Bagaimana
sejarah tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa?
3.
Bagaimana praktik
dan ajaran dalam tarekat Qadiriyah?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui sejarah tarekat Qadiriyah.
2.
Untuk
mengetahui sejarah tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa.
3.
Untuk
mengetahui praktik dan ajaran dalam tarekat Qadiriyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Tarekat Qadiriyah
Kata tarekat secara harfiah berarti “jalan”
mengacu baik kepada sistem latihan meditasi maupun amalan-amalan (muraqabah,
dzikir, wiriddan sebagainya) yang dihubungkan dengan guru-guru sufi. Tarekat
artinya jalan, petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran
yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan
tabi’in, turun menurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan
rantai-berantai. Tarekat adalah pengamalan syariat dengan sungguh-sungguh,
menjauhi semua larangan Allah baik lahir maupun batin serta menjalankan
perintahnya secara maksimal, menjauhi segala yang haram dan makruh, tidak
berlebihan dalam yang mubah, serta menunaikkan hal-hal yang fardhu dan
amalan-amalan sunnah secara maksimal.[1]
Sedangkan istilah “Qadiriyah”dinisbatkan
kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai pendiri pertama tarekat ini, yang
mana nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdul Al-Qadir Al-Jailani. Adapun
silsilahnya adalah Abu Muhammad Abdul al-Qadir Jailani ibn Abi Shaleh ibn Musa
ibn Janka Dusat ibn Abi Abdillah ibn Yahya Al-Zahid ibn Muhammad ibn Dawud ibn
Musa ibn ‘Abd Allah al-Mahdi ibn Hasan Al-Musanna ibn Hasan Al-Sibthi ibn ‘Ali
ibn Thalib dan Fathimah Al-Zahrah binti Rasulullah saw.[2]
Syaikh Abdul Qadir Al-Qadir Al-Jailani lahir
di desa Naif Kota Gilan tahun 470 H/ 1077 M, yaitu wilayah yang terletak 150 km
timur laut Baghdad. Ibunya bernama Fathimah binti Abdullah Al-Shama Al-Husayni
dan ayahnya bernama Abu Shaleh. Beliau meninggal tahun 1166 M di Baghdad.[3] Makamnya
sejak dulu hingga sekkarang tetap diziarahi khalayak ramai, dari segala penjuru
dunia Islam. Di kalangan kaun sufi Syaikh Abd Al-Qadir diakui sebagai sosok
yang menempati hierarki mistik tertinggi, menduduki tingkat kewalian tertinggi.
Dalam kepercayaan rakyat, Syaikh Abd al-Qadir adalah wali terbesar, dan hampir
setiap upacara keagamaan tradisional orang menghadiahkan pembacaan al-Fatihah
kepadanya.[4]
B. Sejarah Tarekat Qadiriyah di Pulau Jawa
Tarekat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada
abad 16, khususnya daerah Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa
Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang
Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syaikh Abdul Karim dari
Banten adalah murid kesayangan Syaikh Khatib Sambas yang bermukim di Mekkah,
merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qadiriyah ini. Tarekat
ini mengalami perkembangan pesat pada abad 19.[5]
Adapun
silsilah tarekat para pemimpin pesantren di Jawa adalah:
1.
Sayyidina
Muhammad saw
2.
Sayyidina Ali
ibn Abi Thalib
3.
Sayyidina
Husein
4.
Imam Zainul
Abidin
5.
Muhammad
al-Baqir
6.
Ja’far Shodiq
7.
Musa al-Kadzim
8.
Abul Hasan Ali
ibn Musa al-Ridho
9.
Ma’ruf
al-Kharkhi
10.
Sari
al-Saqathi
11.
Abul Qasim
al-Junaid al-Bagdadi
12.
Abu Bakar
Dulafi al-Syibli
13.
Abdul Wahid
al-Tamimi
14.
Abul Faraj
al-Thusi
15.
Abu Hasan Ali
al-Hakkari
16.
Ibu Said
Al-Mubarak Al-Mahzumi
17.
Syaikh Abdul
Qadir Jilani
18.
Moh Hattak
19.
Syamsuddin
20.
Syarafuddin
21.
Zainuddin
22.
Nuruddin
23.
Waliyuddin
24.
Hisyamuddin
25.
Yahya
26.
Abu Bakar
27.
Abdurrahim
28.
Usman
29.
Kamaluddin
30.
Abdul Fattah
31.
Moh Murod
32.
Syamsuddin
33.
Ahmad Khotib
Sambas ibn Abdul Gaffar
34.
Abdul Karim
35.
Ahmad
Hasbullah ibn Muhammad Madura
36.
Moh Kholil
37.
Moh Romli
Tamim
38.
Usman Ishaq
39.
M Mustain
Romli[6]
C. Praktik dan Ajaran Tarekat Qadiriyah
1. Aspek Ajaran
Ajaran spiritual Syekh Abdul Qadir berakar pada konsep tentang dan pengalamannya
akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun
abstraksi logis, melainkan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh
pengalaman etis, intelektual dan estetis seorang manusia. Ia selalu merasakan
bahwa tuhan senantiasa hadir. Nasihat Rasulullah dalam hadits, “Sembahlah
Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya,
ketahuilah bahwa ia melihatmu. Ini merupakan semboyan hidupnya
yang diterjemahkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Ajaran Syekh Abdul
Qadir selalu menekankan pada pensucian diri dari nafsu dunia. Karena itu beliau
memberikan beberapa petunjuk untuk mencapai kesucian diri yang tinggi yaitu
taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, dan jujur.[7]
2. Aspek Praktik
Diantara praktik spiritual yang diadopsi oleh tarekat Qadariyah adalah
“dzikir”, melantunkan asma Allah berulang-ulang. Didalam praktik dzikir
terdapat beberapa tingkatan dalam penekanannya.
a. Dzikir dengan satu
gerakan dilakukan dengan mengulang-ngulang asama Allah, melalui tarikan nafas
yang kuat, diikuti dengan penekanan dari jantung dan tenggorokan, kemudian
dihentikan sampai nafas kembali normal.
b. Dzikir dengan dua gerakan
dilakukan dengan duduk dalam posisi shalat, kemudian melantunkan asma Allah di
dada sebelah kanan, lalu dijantung dengan berulang-ulang, hal ini dianggap
efektif untuk meningkatkan konsentrasi dan menghilangkan rasa gelisah dan
pikiran yang kacau.
c. Dzikir tiga gerakan
dilakukan dengan duduk bersila dan mengulang pembacaan asma Allah dibagian dada
sebelah kanan, kemudian disebelah kiri dan akhirnya dijantung. Kesemuanya
dilakukan dengan intensitas yang lebih tinggi dan pengulangannya yang lebih
sering.
d. Dzikir empat dilakukan dengan duduk bersila, dengan mengucapkan asma Allah
berulang-ulang di dada sebelah kanan, kemudian disebelah kiri, lalu ditarik
kearah jantung, dan terakhir dibaca di depan dada. Cara terakhir ini dilakukan
lebih kuat dan lebih lama.
Praktik
dzikir ini dapat dilakukan bersama-sama, dibaca dengan suara keras atau
perlahan, sambil duduk membentuk sebuah lingkaran setelah shalat, pada waktu
shubuh maupun malam hari. Jika seorang pengikut sanggup melantunkan asma Allah
empat ribu kali setiap harinya, tanpa putus selama dua bulan, dapat diharapkan
bahwa dirinya telah memiliki kualifikasi untuk meraup pengalaman spiritual
tertentu.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata tarekat secara harfiah berarti “jalan” mengacu baik kepada sistem
latihan meditasi maupun amalan-amalan (muraqabah, dzikir, wiriddan sebagainya)
yang dihubungkan dengan guru-guru sufi. Tarekat artinya jalan, petunjuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan
oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun menurun sampai kepada
guru-guru, sambung menyambung dan rantai-berantai. Tarekat adalah pengamalan
syariat dengan sungguh-sungguh, menjauhi semua larangan Allah baik lahir maupun
batin serta menjalankan perintahnya secara maksimal, menjauhi segala yang haram
dan makruh, tidak berlebihan dalam yang mubah, serta menunaikkan hal-hal yang
fardhu dan amalan-amalan sunnah secara maksimal. Sedangkan istilah
“Qadiriyah”dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani sebagai pendiri
pertama tarekat ini, yang mana nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdul
Al-Qadir Al-Jailani.
Tarekat Qadiriyah menyebar ke Indonesia pada abad 16, khususnya daerah
Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya
Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren
Tebuireng Jombang Jawa Timur. Dan mengalami perkembangan pesat pada abad 19.
Adapun praktik dan ajarannya adalah aspek ajaran dan aspek praktis.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya susun dan paparkan. Penulis pun sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
dan sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis berharap agar para
pembaca memberikan kritik yang membangun agar ke depannya bisa menjadi lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyati, Sri. Tarekat-tarekat Muktabaroh Di Indonesia. Jakarta:
Kencana. 2004.
Ris’an Rusli. Tasawuf dan Tarekat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2013.
Abu Bakar Aceh. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani.1996.
Ismail Nawawi. Tarekat-tarekat Muktabaroh Di Indonesia. Surabaya:
Karya Agung. 2008.
Sufi Muda. Tarekat Qadiriyah. https://sufimuda.net2008/10/06
No comments:
Post a Comment