1

loading...

Tuesday, December 18, 2018

Makalah Sejarah Teologi Islam


Makalah Sejarah Teologi Islam

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
            Teori islam (ilmu kalam) adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan. Ilmu kalam merupakan ilmu yang membahas tentang sifat Allah dan semua yang berkaitan dengan Allah dari yang mengenai dunia sampai masalah sesudah mati yang berdasarkan dengan dokrin-dokrin islam. Ilmu kalam mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dengan dalil-dalil-Nya. Ilmu yang berkaitan dengan akidah imani ini sebenarnya didasari denganargumentasi-argumentasi rasional atau bisa dibilang ilmu yang berkaitan dengan akidah islam ini bertolak atas bantuan nalar.
            Selain itu ilmu kalam juga mengandung arti yang berisi tentang hal-hal yang diperdebatkan dalam hubungannya dengan Tuhan, dan juga memperdebatkan masalah lain. Dalam hubungan ini, Abu Zahrah dalam kitabnya Tarikh al-Madzahib al-islamiyah mengatakan “bahwa adanya permasalahan yang diperdebatkan dalam ilmu kalam ini tidak berkaitan dengan hal-hal yang bersifat inti dari ajaran agama”

B. Rumusan Masalah

1.    Apa itu Teologi Islam ?
2.    Bagaimana Sejarah Teologi Islam ?
3.    Apa saja aliran yang ada di Teologi Islam ?

C. Tujuan
1.      Agar mengetahui dan dapat belajar tentang Teologi islam
2.      Agar Mengetahui bagaimana sejarah studi islam
3.      Agar mengetahui apa saja aliran-aliran teologi Islam beserta ajarannya

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Islam
          Islam menurut harfiyah ialah damai, aman, taat, dan bersih. Kata islam terwujud dari 3 huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang artinya “selamat” dan menurut bahasa islam berasal dari kata ASLAMA yang berasal dari kata SALAMA. islam berasal dari bahasa arab, yaitu al-islam, yang artinya agama yang mempercayai satu tuhan, yakni Allah SWT. Islam mempunyai maksut penyerahan, atau pelimpahan diri sepenuhnya kepada tuhan. Pengikut ajaran agama islam disebut dengan muslim (muslimin untuk laki-laki dan muslimat untuk perempuan) yang artinya seseorang yang taat kepada tuhan. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan mengimani dengan benar-benar bahwa Muhammda ialah rasul dan rasul terakhir yang di utus ke bumi oleh allah.

B.     Pengertian Teologi islam
Secara estimologi teologi berasal dari bahasa yunani yaitu Theologia yang terdiri dari kata “Theos” artinya tuhan dan “logos” artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu yang mempelajari tentang tuhan.
            Teologi juga dikenal sebagai ilmu kalam yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah).sifat-sifat yang harus ada pada-Nya, sifat yang tidak ada pada-Nya,dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya
Selanjutnya ada pula yang berpendapat,bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan kepercayaan keagamaan(Agama Islam) dengan bukti yang meyakinkan.
Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip A. hanafi berpendapat, bahwa teologi islam  ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunah.
            Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Teologi islam adalah salah satu cabang ilmu studi islam yang lebih fokus pada pembahasan wujud Allah dengan segala sifat dan perbuatanNya dengan berbagai pendekatan.

C.    Sejarah lahirnya teologi islam
Sebenarnya perselisihan dan perbedaan pemahaman telah muncul semenjak wafatnya Rasullulah SAW. Inti masalah yang diperdebatkan yaitu siapakah yang berhak untuk menggantikan Rasullulah SAW dan memegang gelar khalifah (pemimpin umat muslimin). Kemudian permasalahan serupa muncul kembali setelah wafatnya Usman, peristiwa ini menimbulkan sengketa pendapat dikalangan umat muslimin dan berlarut-larut bahkan menimbulkan perpecahan dan perang sesama umat Islam, bahkan menurut Abdullah bin Salam pembunuhan yang terjadi pada usman telah membuka pintu bencana bagi diri mereka sendiri dan tidak akan tertutup lagi hingga kiamat. Setelah terpilihnya Khalifah Ali bin Abi Thalib dan pada masa kepemimpinannya ada pihak yang tidak mau mengakui dan menolak Ali bin Abi Thalib disini mulai terbentuk aliran-aliran yang memegang teguh pendapat mereka masing-masing.

D.    Macam-macam Aliran Teologi Islam
Dalam Teologi islam terdapat beberapa Aliran yang masing-masing Aliran paham teologi yang berbeda antar satu dan yang lainnya, berikut penjelasannya secara singkat:

1)      Aliran Khawarij
Jika ditinjau dari segi bahasa Khawarij berasal dari kata Kharaja yang berarti “keluar”. Aliran ini lahir setelah peristiwa TAHKIM, yaitu upaya penyelesaian peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Peperangan kedua pihak itu terjadi disebabkan karena Mu’awiyah menolak mengakui kekhalifahan atau kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. karena Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kotanya ke al-kufah dan memecat Gubernur yang telah diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan termasuk salah seorang dari mereka yang bernama Mu’awiyah merupakan Gubernur dari Damaskus. Akibatnya Mu’awiyah tersebut menghimpun pasukannya untuk menghadapi kekuatan Ali sehingga pecah lah perperangan Siffin pada tahun 37 H/658 M[1]. Adapun Pokok-pokok ajaran Khawarij diberbagai bidang yaitu:
a)      Bidang Teologi
a.    Setiap orang yang berbuat dosa besar adalah kafir yang bearti telah keluar dari islam dan wajib dibunuh karena Khawarij mengartikan iman adalah amal shalih dan apabila mukmin adalah orang yang berbuat amal shalih yang melakukan dosa besar dipandang tidak beriman atau telah khafir wajib di laknat (dibunuh).
b.    Ibidat termasuk rukun iman maka tarikush shalat dinyatakan kafir.
c.    Jika anak orang kafir yang mati pada waktu kecilnya juga masuk neraka.
b)      Bidang Ketatanegaraan
Bidang ketatanegaraan kaum Khawarij lebih bersifat demokratis karena untuk menjadi pemimpin umat (iman atau khalifah) tidak mesti dari ahli dan berbangsa Quraisy. siapa pun berhak untuk menjadi pemimpin asal disepakati bersama. tetapi memiliki syarat khusus, yakni harus orang yang taqwa, tidak berbuat dosa dan kesalahan. Dan kaum Khawarij beranggapan bahwa kaumnya boleh tidak mematuhi aturan-aturan kepala Negara bila ternyata ia seorang yang dhalim[2].
c)      Menurut Asy’ari yang dianggap khafir oleh Quraisy ialah Ali, Usman yang ikut perang Jamal, pelaku yang menerima dan yang membenarkan Tahkim maka wajib meninggalkan dari penguasa yang dhalim[3].

2)      Aliran Syiah
Secara estimologi Syi’ah berarti “para pengikut, penyokong, pendukung atau pembela”
Contohnya: Syiah Ali, yaitu kelompok yang “mengikuti, menyokong, mendukung, membela ali” Syiah Ali juga Menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama dari pada sahabat dan lebih berhak untuk menjadi pemimpin kaum muslimin, dan mereka sangat membenci 3 (tiga) Khalifah pertama yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan bahkan sampai ketingkat pengkafiran, Selain itu kaum Syi’ah Ali percaya bahwa para imam Syi’ah adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Al-Qur’an dan Sunnah
a)         Abdullah bin Saba’ (Pemrakarsa Syi’ah)
Dalam sejarahnya Syi’ah digagas oleh seorang yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’
Yang berpura-pura masuk islam (secara nifak) di zaman Ustman bin Affan. Ditangannhya dia menciptakan Syi’ah yang ekstream yang menjadi puncak bersemaraknya perpecahan dalam kalangan masyarakat islam, bahkan Abdullah bin Saba’ pernah berkata berkata langsung kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib: “Engkaulah Allah”[4] Maka Ali memerintahkan untuk membunuh Abdullah bin Saba’ tetapi segera dicegah oleh Ibn Abbas
            Abdullah bin Saba’ dialah orang yang pertama mengkafirkan Abu Bakar, Umar, dan Ustman dan tidak mengakui keKhalifahan mereka membuat kesesatan pada kaum Syi’ah jadi  Ajaran Syi’ah hanya Ideologi dan doktrin sesat Abdullah bin Saba’ yang di sampaikan dan dipeliharan dalam bentuk riwayat hadis yang dinasabkan kepada keluarga Nabi dengan penuh kebohongan tetapi diterima oleh mereka orang-orang yang jahil.

b)   Doktrin Syi’ah
Dalam Syi’ah ada yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu’uddin (masalah penerapan agama). Syi’ah memiliki Lima pokok-pokok agama:
1)      Tauhid, Bahwa Allah swt adalah Maha Esa.
2)      Al-“Adl, Bahwa Allah swt adalah Maha Adil
3)      An-Nubuwwah, Bahwa kepercayaan Syi’ah pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lainnya.
I’tikadnya tentang kenabian adalah:
a.       Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000
b.      Nabi dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad saw.
c.       Nabi Muhammad saw suci dari segalah aib dan tidak ada cacat sama sekali. Dari seluruh nabi yang ada beliau lah yang yang paling utama.
d.      Ahlul Baitnya, ialahAli, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 imam dari keturunan Husain, yaitu manusia-manusia suci.
e.       Al-Qur’an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad saw.
4)      Al-Imamah, bahwa bagi Syi’ah bearti pemimpin urusan agama dan dunia, adalah orang yang dapat menggantikan peran Nabi Muhammad saw sebagai pemelihara syariah isalm, untuk mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat.
5)      Al-Ma’ad, bahwa Syi’ah percaya akan kehidupan akhirat.

c) Sekte dalam Syi’ah
            Syi’ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yaitu:
1)      Dua Belas Imam
Disebut juga dengan Imamiah atau Itsna’Asyariah, dinamakan seperti itu karena mereka percaya bahwa yang berhak memimpin ialah imam, dan mereka juga yakin ada dua belas imam. Aliran ini ialah aliran terbesar di dalam Syiah.
a.    Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
b.    Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
c.    Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain asy-Syahid.
d.   Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
e.    Muhammad bin Ali (678-743), dikenal dengan Muhammad al-Baqir.
f.     Ja’far bin Muhammad (703-765), dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq.
g.    Musa bin Ja’far (745-799), dikenal denggan Musa al-kadzim.
h.    Ali bin Musa (765-818), dikenal dengan Ali ar-Ridha.
i.      Muhammad bin Ali (810-835), dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
j.      Ali bin Muhammad (827-868), dikenl dengan Ali al-Hadi
k.    Hasan bin Ali (846-874), dikenal dengan Hasan al-Asykari
l.      Muhammad bin Hasan (868-), dikenal dengan Muhammad al-Madi
2)      Ismailiyah
Ismailiyah disebut dengan Tujuh Imam, karena mereka percaya bahwa imam hanya ada tujuh orang dari Ali bin Abi Thalib, dan imam ketujuh adalah Isma’il.
a.    Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
b.    Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
c.    Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain asy-Syahid.
d.   Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
e.    Muhammad bin Ali (678-743), dikenal dengan Muhammad al-Baqir.
f.     Ja’far bin Muhammad (703-765), dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq.
g.    Ismail bin Ja’far (721-755), ialah anak pertama dari Ja’far ash-shadiq dan merupakan kakak dari Musa al-kadzim.
3)      Zaidiyah
Disebut juga 5 imam karna mereka merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka tidak menganggap ke tiga khalifah  tidak sah karna dianggap muderat.
a.    Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
b.    Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
c.    Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain asy-Syahid.
d.   Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal Abidin.
e.    Zaid bin Ali(658-740), di kenal dengan Zaidbin Ali asy-Syahid, ialah anak Ali bin Husain dan saudara tiri dari Muhammad al-Baqir.

3)       Aliran Murji’ah
Mujri’ah memiliki asal kata arja’a yang mempunyai beberapa pengertian, yakni:
a)      Menunda atau mengembalikan[5], bermaksud kepada mukmin yang melakukan dosa besar dan meninggal dunia sebelum bertaubat yang hukumnya ditunda dan dikembalikan urusannya kepada Allah kelak diakhirat
b)      Memberikan harapan[6], yakni untuk kaum mukmin yang melakukan dosa besar. Tidak dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih  ada harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah
c)      Menyerahkan[7] dalam menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar persoalan diserahkan pada putusan Tuhan kelak
Jadi Sikap yang menunda keputusan bagi orang yang berdosa kepada Tuhan di akhirat itulah yang menjadi pangkal kelompok tersebut dinamakan kaum Murjiah, yakni kaum yang menunda keputusan.
Aliran yang dipelopori oleh Hasan bin Bilal al-Muani, Abu salat as-Samauan dan Dhirah bin Umar ini mengalami perpecahan dan perbedaaan pendapat secara umum kaum Murji’ah terdiri dari 2 golongan yaitu golongan yang moderat dan golongan yang ekstrem
1)      Aliran Murji’ah Moderat
Aliran ini berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidaklah kafir dan tidak kekal didalamnya, tetapi ada hukuman yang diberikan didalam neraka dan mereka akan keluar setelah dosa-dosa mereka habis terbakar, bahkan ada kemumngkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya oleh karena itu dia tidak akan masuk neraka sama sekali. Golongan ini berpendapat bahwa iman itu mempunyai arti pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan, Rasul, dan segala apa yang datang dari Tuhan, mereka juga beranggapan bahwa iman itu tidak mempunyai sifat bertambah dengan perbuatan baik, dan berkurang dengan perbuatan dosa.
2)      Aliran Murji’ah Ekstream
Cabang Murji’ah yang satu ini di tokohi oleh al-Jahmiah serta para pengikutnya Jahm Ibn Safwan yang memiliki asumsi bahwa orang islam yang percaya pada Allah Swt kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan atau melalui kata-kata tidak membuat mereka menjadi kafir, karena mereka mengartikan iman dan kufur letaknya hanya ada dihati dan bukan bagian lain dari tubuhnya. Jadi orang yang demikian tetap dianggap mukmin  dan tidak dinyatakan sebagai kafir, meski orang tersebut telah menyembah berhala,menjalankan ajaran yahudi atau Kristen dengan menyembah salib, dan menyatakan percaya kepada kitab-kitab lain kemudian meninggal dunia. Orang tersebut masih dianggap mukmin yang sempurna Imannya[8].

Paham Murji’ah yang moderat tersebut selanjutnya memiliki kesamaan pendapat dengan kaum Asy’ariyah. Bahwa iman ialah pengakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-rasulnya serta segala apa yang mereka bawa. Mengucapkannya melalui lisan dan mengerjakan rukun-rukunnya melalui perbuatan. Orang yang meninggal dunia dan pernah melakukan dosa besar tanpa sempat bertaubat maka nasibnya terletak pada keputusan Tuhan yang dimana mungkin Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya dan ada juga kemungkinan bahwa dia akan disiksaa sesuai dengan dosa-dosa yang dibuatnya semasa hidup dan kemudian barulah dia dimasukan kedalam surga.

4)      Aliran Mu’tazillah
             Adalah salah satu aliran yang memiliki pengaruh besar terhadap sejarah pemikiran umat islam. Dan merupakan golongan yang tertua dalam alam pikiran umat islam. Kaum mereka banyak dari ulama-ulama yang sangat rasionalistis dan kritis, bukan saja terhadap hadits-hadits Nabi dan cara-cara penafsiran al-Qur’an, tetapi juga terhadap pengaruh ajaran filsafat Yunani.
            Aliran mu’tazillah lahir ketika Hasan al-basri ditanyai oleh seseorang ketika sedang memberikan pelajaran di masjid Basrah orang tersebut bertanya mengenai pendapat Hasan al-Basri te ntang orang yang berbuat dosa besar dan meninggal sebelum bertaubat, ketika Hasan al-Basri masih berfikir tentang jawabannya Wahsil bin atha yang merupakan murid dari Hasan sendiri tegak dan mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: “Saya  berpendapat, bahwa orang yang berdosa besar itu bukanlah mukmin dan bukan juga kafir, tetapi mengambil posisi dari keduanya” kemudian Wahsil meninggalkan tempat tersebut sambil mengulangi pendapatnya, maka atas peeristiwa tersebut Hasan al-Basri mengatakan bahwa Wahsil menjauhkan diri dari kita (I’tazala ‘anna). Dengan demikian Wahsil bin Atha’ dan teman-temannya disebutt kaum Mu’tazilah.
            Kemudian kaum Muta’zilah merumuskan ajaran pokoknya yang dikenal dengan nama al-Ushul al-Khamsah, atau lima jaran dasar, yaitu:
1.      al-tauhid (Pengesaan)
2.      al-‘adl (Keadilan)
3.      al-wa’d wa al-wa’id (Janji dan ancaman)
4.      al-manzilah bain al-manzilatain (Tempat diantara dua tempat)
5.      dan amar ma’aruf nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang kejahatan)[9]
Kelima ajaran diatas ini adalah dasar ajaran utama dan telah disepakati dan harus diakui oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Mu’tazilah, Akan tetapi dalam merincikannya atau dalam memperdalam lima ajaran ini terdapat beberapa perbedaaan yang membuat ajaran ini pecah lagi menjadi 22 golongan dan 2 diantaranya dianggap keluar dari Islam .
Berdasarkan lima pokok-pokok ajaran tersebut maka ada beberapa pandangan aliran Mu’tazilah yang berhubungan dengan permasalahan dasar pemikiran alirannya antara lain:
1.      Pelaku dosa besar, kaum Muta’zilah berasumsi bahwa mereka yang melakukan dosa besar tidak dapat digolongkan sebagai kaum kafir dan kaum mukmin tapi mereka menduduki posisi diantara keduanya[10]
2.      Dalam aliran Mu’tazilah tidak ada yang namanya seorang Imamah karena  dalam pandangan mereka seorang imam hanyalah penguasa politik bukan penguasa agama. Karena itu untuk mengetahui syarat agam tidak perlu melalui seorang imam melainkan melalui al-Qur’an, al-Sunnah langsung.
3.      Mereka berpendapat bahwa al-Quran itu tidak bersifat Qadim atau kekal dan hanya ciptaan Tuhan dan mereka memandang orang yang mengangap al-Qur’an itu Qadim adalah kafir
4.      Tentang sifat tuhan kaum Muta’zillah membaginya menjadi 2 yaitu
a.       Sifat yang merupakan esensi Tuhan disebut sifat zatiah
b.      Sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan disebut sifat fi’liah
5.      Berpendapat bahwa Tuhan itu tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akherat

5)      Aliran Ahl al-Sunah Wal-Jama’ah (Asy’ariyah dan Maturidiah)
A. Al-Asy’ari
          Al-Asy’ari mempunyai nama lengkap, yaitu Abu Al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismai’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Al-Asy’ari lahir di Bashra pada tahun 260 H/875 M. Saat berusia lebih dari 40 tahun, dia berhijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324 H/935 M.
          Menurut Ibn Asakir, ayah dari Al-Asy’ari adalah seorang yang berpaham Ahlussunnah dan Ahli Hadist. Dia wafat ketika A-Asy’ari masih kecil. Ia mempunyai wasiat sebelum ia meninggal kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Setelah kejadian itu Ibu nya Al-Asy’ari menikah Abu Ali Al-jubba’i yang mana dia adalah seorang tokoh Mu”tazilah. Kemudian Al-Asy’ari menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering menggantikan posisi Al-jubba’I dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah[11] dan dia juga banyak menulis buku yang membela alirannya. Tapi Al-Asy’ari manganut aliran Mu’tazilah hanya batas umur 40 tahun. Ia meninggalkan faham itu karena ia telah bermimpi sebanyak tiga kali bertemu dengan Rasullulah saw, yaitu pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam mimpinya Rasullah berkata dan memperingatinya untuk meninggalkan faham tersebut dan mulai mebela faham yang sudah di riwatkan oleh beliau.
1)        Dokrin-dokrin Teologi Al-Asy’ari
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari:
a)      Tuhan dan Sifatnya
Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim, di satu pihak ia  dihadapkan pada kelompok mujassimah (antropomarfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat yang ada di al-Qur’an dan menurut arti harfiahnya Sunah dan sifat-sifat itu harus dipahami. Di satu pihak yang lain, ia dihadapkan dengan kelompok Mu’tazilah yang beranggapan bahwa sifat-sifat Allah adalah esensi-Nya. Secara harfiah tangan, kaki, telingga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh di artikan, melainkan harus dengan secara elogores.
Setalah menghadapi dua pandangan tersebuat Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu, dan tidak bisa diartikan se   cara harifah tetapi secara simbolis (berbeda dengan kelompok sifatiah) kemudian, Al-Asy’ari juga berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-sifat yang unik dan tidak bisa dibandingan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
b)      Kebebasan dalam berkehendak (free-will)
Dari dua pendapat yang ekstrim, yaitu Jabariyah dan Mu’tazilah. Al-Asy’ari berpendapat bahwa khaliq dan kasb itu berbeda. Yang mana Allah yang menciptakan (khaliq) perbuatan manusia, sedangakan yang mengupayahkan (kasb) dalah mereka sendiri. Hanya Allah lah yang mempu menciptakan segala sesuatu termasuk keinginan manusia[12].
c)      Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan Buruk
Meskipun Al-Asy’ari dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, tetapi Al-Asy’ari ebih mengutamakan wahyu sedangkan Mu’tazilah sebaliknya ia lebih mengutamakan akal[13].
Al-Asy’ari beranggapan bahwa baik buruknya harus didasari dengan wahyu, sedangkan Mu’tazilah beranggapan bahwa baik buruknya harus didasari oleh akal.
d)     Qadimnya dan Al-Qur’an
Dalam qadinya Al-Qur’an, Al-Asy’ari dihadapkan pada pandangan yang ekstrim. Untuk mendamaikan kedua pandangan tersebut, Al-Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an terdiri dari huruf dan bunyi, dan tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim[14].
e)      Melihat Allah
Al-Asy’ari meyakini di akhirat Allah bisa dilihat tetapi tidak bisa digambarkan. Saat ru’yat terjadi itu bisa saja disebabkan oleh Allah yang menginginkannya terjadi atau seperti dia memberikan manusia kemampuasn agar dapat melihatnya.
f)       Keadilan
Al-Asy’ari tidak sependat dengan Mu’tazilah yang mengharuskan Allah bersifat Adil sehingga dia harus menyiksa manusia yang berbuat doa dan yang berbuat baik agar mendapatakn pahala. Al-Asy’ari beranggapkan bahwa Allah adalah penguasa mutlak .
B. Al-Maturidi
          Abu Manshur Al-Maturidi dilahirkan di Muturid, sebuah kota di daerah Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Sekitaran pertengahan abad ke 3 Hijriah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M[15].
Al-Maturidi lebih mendalami pendidikannya di bidang teologi dan fiqih. Ini disebabkan karena ia ingin lebih memahami tentang faham-faham teologi yang sudah banyak berkembang di kalangan islam, yang ia pikir tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dan menurut akal dan syara.
1.        Dokrin-dokrin Teologi Al-maturidi
a)      Akal dan Wahyu
Al-Maturidi lebih mendasarkan pada Al-Qur’an dan Akal.
Menurutnya dengan menggunakan akal dapat mengetahui tuhan dan kewajiban tuhan.
Dalam masalah baik dan buruknya, Al-Maturidi berpendapatan bahwa baik dan buruknya sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan larangan dan syari’ah hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu ia mengakui bahwa akal tidak selalu bisa menetukan baik buruknya sesuatu dan disini lah wahyu dibutuhkan sebagai pembimbing[16].
Kaitan sesuatu dengan akal
1.  akal hanya bisa mengetahui kebaikannya sendiri
2.  akal hanya bisa mengetahui keburukannya sendiri
3. akal tidak bisa menentukan kebaikan dan keburukannya sendiri, kecuali dengan adanya arahan dari wahyu.
b)      Perbuatan Manusia
Al-Maturidi beranggapan bahwa segalah sesuatu adalah ciptan Allah, termasuk perbuatan manusia itu sendiri. Manusia harus mempunyai kemampuan perbuatan supaya kewajiban-kewajibannya bisa dilakukan.
Dalam melakukan keburukan perbuatan baik dan buruknya manusia, Allah yang mengendalikannya, tetapi ia dapat memilih yang mana yang di bolehkan dan tidak dibolehkan.
c)      Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Setelah dijelaskan di atas segalah perbuatan manusia dalam hal baik atau buruknya sesuatu adaalah ciptaan Tuhan, tapi bukan berarti Tuhan bisa berbuat dan melakukan dengan sewenang-wenang, karena dalam qudrat tuhan tidak sewenang-wenang tetapi sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan.
d)     Sifat Tuhan
Ada persamaan pendapat antara Al-Maturidi dan Al-Asy’ari, yakni tuhan mempunyai pendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat yang sama. Tetapi dengan begitu tetap saja pengertiaan Al-Maturidi berbeda dengan Al-Asy’ari. Menurut Al-Asy’ari sifat tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, akan tetapi melekat pada dzat itu sendiri, sedangkan menurut Al-Maturidi sifat Tuhan  tidak bisa dikatakan dengan esensi-Nya dan bukan pula dari esensi-Nya.
Perbedannya terletak pada Al-Maturidi yang mengakui adanya sifat-sifat tuhan dan Al-Asy’ari yang menoolak adanya sifat-sifat Tuhan.
e)      Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia bisa melihat Tuhan (QS. Al-Qiyamah:22-23)
Manusia bisa melihat Tuhan didunia akhirat karena Tuhan mempunyai wujud meskipun ia immaterial, tetapi saat melihat Tuhan di akhirat tidak akan sama seperti bentuknya karena dunia dan akhirat berbeda.
f)       Kalam Tuhan
Menurut Mu’tazilah kalam Tuhan adalah sifatnya dan bukan dari dzatnya.
Pendapat Al-Asy’ari juga mempunyai kesamaan dengan Al-maturidi, karena Al-Asy’ari menyatakan dengan sabda adalah makna abstrak tidak lain dari kalam nafsi pendapat Al-Maturidi dan memang itu sudah jadi sifat tuhan yang kekal.
g)      Perbuatan Manusia
Segalah perbuatan Tuhan yang bersifat mencita atau kewajiban-kewajiban yang diberikan kepada manusia tidak pernah lepas dari hikamah dan keadilan yang dikehendakinya.
Kewajiban-kewajiban:
1.    Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada manusia diluar kemampuannya karena itu tidak termasuk dalam keadilan dan manusia juga diberi kebebasan oleh tuhan dalam kehidupannya
2.    hukuman yang sudah ada terjadi karena itu adalah tuntunan keadilan.
h)      Pengutusan Rasul
Manusia tidak bisa terus-menerus menggunakan akal agar mengetahui kewajiban Tuhan. Seperti untuk mengetahu baik buruknya sesuatu, jadi akal harus mendapat ajaran wahyu agar mendapat kewajiban-kewajiban tersebut.
Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang mana pengutusan Rasul bertujuan agar manusia dapta berbuat baik dalam kehidupannya.
i)        Pelaku Dosa besar (Murtakib Al-kabir)
Menurut Al-Maturidi berpendapat bahwa orang-orang yang melakukan dosa besar tidak akan kekal di dalam neraka, karena Tuhan akan membalas pelaku dosa itu sesuai dengan perbuatannya dan baginya manusia yang kekal di neraka hanya lah oranng—orang yang syrik (menduakan tuhan) selain itu semua pelaku dosa besar ataupun kecil akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatannya. Jadi, amal tidak akan mengurangi ataupun menambah esensi imam, tetapi hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Teologi Islam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah), sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya, dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, serta membicarakan tentang Rasul-rasul-Nya, dan untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang boleh ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin ada padanya. Ada pula yang berpendapat bahwa ilmu kalam  adalah membicarakan tentang bagaimana meyakini keagamaan (Agama Isalm) dengan bukti-bukti yang menyakinkan.
Namun, dalam perkembangan teknologi ilmu kalam tidak lagi dibatasi oleh firman-firman Allah yang mempunyai pengertian yang menimbulkan beda faham bagi para ahli.
             Islam yang di dasari oleh pandangan yang utuh, integrated, dan holistis mengenai berbagai aspeknya sehingga membentuk satu kesatuan pandangan yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan saling menjelaskan adalah islam yang komprehensif. Dan bisa di ibaratkan sebagai sebuah bangunan yang kukuh yang berdiri dari fondasi, dinding, lantai, atap, jendela, pintu, kamar, taman, dan lainnya yang di antaranya saling berkaitan.
Dalam Al-Qur’an islam komprehensif adalah ajaran yang sesuai antara satu ayat dengan ayat lainnya saling menjelaskan. Ajaran islam yang komprehensif ialah ajaran yang memperlihatkan tentang konradiksi antara satu pihak aspek dengan pihak yang lainnya. Ajaran ini juga memiliki visi dan misi serta tujuan  yang sama dan saling berkaitan antara yang satu dengan yan lainnya

B. Saran
            Penulis sangat menyadari bahwa makalahnya sangat lah jauh dari kata sempurna, maka dari itu mereka sangat berharap kalau pembaca dan pendengar bisa memberikan kritik dan sarannya.




DAFTAR PUSTAKA

A. Hanafi, Op. Cit, hlm. 65.
Abd Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad al- Baqdadi
Abu al-Hasan bin ismail al-Asyari, al-Ibadana al-Ushul ad Diyanah, Hyderabat, Deccan, 1903
Abu al-Hasan Ibn Isma’il, Al-Asy’ari, Kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Dinayah
Abu Zahrah, Muhammad,. Tarikh al-madzab al-islamiyah al-juz al-Awwal fi al-siyasah wa al-A’qaid. Beriut: Dar al-Fikr, 1987)
Ahmad Amin, Op.Cit,
Bashori, Mulyono Studi Ilmu Tauhid/Kalam(Malang: UIN  Maliki Press),
Bashori, Mulyono. 2010. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. Malang: UIN-Maliki Press
Hanan Nasution, Op. Cit, M. Tib Thakir abd. Mu’in, Op. cit,
Muhammad bin Abdul Al-karim 1990.
Nata, Abuddin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Qadir, op, cit,
Rijal al-Kusyi. Hlm. 106-108 yang merupakan kitab tertua dan menjadi pegangan umat Syi’ah
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.





[1] Bashori, Mulyono Studi Ilmu Tauhid/Kalam(Malang: UIN  Maliki Press), hlm. 101.
[2] Ibid, hlm, 17,18,19
[3] Ahmad Amin, Op.Cit, hlm. 330.
[4] Rijal al-Kusyi. Hlm. 106-108 yang merupakan kitab tertua dan menjadi pegangan umat Syi’ah
[5] M. Tib Thakir abd. Mu’in, Op. cit, hlm. 180.
[6] Hanan Nasution, Op. Cit, hlm.23.
[7] Ibid, hlm. 23.
[8] Abu al-Hasan Ibn Isma’il, Al-Asy’ari, Kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Dinayah, hlm. 198.
[9] A. Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam)(Jakarta: Bulan Bintang,Cetakan II,1979), hlm. 47.
[10] A. Hanafi, Op. Cit, hlm. 65.
[11] Lihat  Zuhr Islam, hlm. 65.
[12] Abu al-Hasan bin ismail al-Asyari, al-Ibadana al-Ushul ad Diyanah, Hyderabat, Deccan, 1903, hlm. 9
[13] Qadir, op, cit, hlm. 70.
[14] Muhammad bin Abdul Al-karim 1990. Hlm. 115
[15] Abd Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad al- Baqdadi, hlm. 351
[16] Abu Zahrah, Op, cit hlm. 178-109.

No comments:

Post a Comment