Makalah Sejarah Teologi Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Teori islam (ilmu
kalam) adalah ilmu yang mempelajari tentang Tuhan. Ilmu kalam merupakan ilmu
yang membahas tentang sifat Allah dan semua yang berkaitan dengan Allah dari
yang mengenai dunia sampai masalah sesudah mati yang berdasarkan dengan
dokrin-dokrin islam. Ilmu kalam mengandung berbagai argumentasi tentang akidah
imani yang diperkuat dengan dalil-dalil-Nya. Ilmu yang berkaitan dengan akidah
imani ini sebenarnya didasari denganargumentasi-argumentasi rasional atau bisa
dibilang ilmu yang berkaitan dengan akidah islam ini bertolak atas bantuan
nalar.
Selain itu ilmu kalam juga
mengandung arti yang berisi tentang hal-hal yang diperdebatkan dalam
hubungannya dengan Tuhan, dan juga memperdebatkan masalah lain. Dalam hubungan
ini, Abu Zahrah dalam kitabnya Tarikh al-Madzahib al-islamiyah mengatakan
“bahwa adanya permasalahan yang diperdebatkan dalam ilmu kalam ini tidak
berkaitan dengan hal-hal yang bersifat inti dari ajaran agama”
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Teologi Islam ?
2. Bagaimana Sejarah Teologi Islam ?
3. Apa saja aliran yang ada di Teologi Islam ?
C. Tujuan
1.
Agar mengetahui dan dapat belajar tentang Teologi
islam
2.
Agar Mengetahui bagaimana sejarah studi islam
3.
Agar mengetahui apa saja aliran-aliran teologi Islam
beserta ajarannya
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Islam
Islam menurut harfiyah ialah damai,
aman, taat, dan bersih. Kata islam terwujud dari 3 huruf, yaitu S (sin), L
(lam), M (mim) yang artinya “selamat” dan menurut bahasa islam berasal dari kata
ASLAMA yang berasal dari kata SALAMA. islam berasal dari bahasa arab, yaitu
al-islam, yang artinya agama yang mempercayai satu tuhan, yakni Allah SWT.
Islam mempunyai maksut penyerahan, atau pelimpahan diri sepenuhnya kepada
tuhan. Pengikut ajaran agama islam disebut dengan muslim (muslimin untuk
laki-laki dan muslimat untuk perempuan) yang artinya seseorang yang taat kepada
tuhan. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada manusia
melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan mengimani dengan benar-benar bahwa
Muhammda ialah rasul dan rasul terakhir yang di utus ke bumi oleh allah.
B.
Pengertian Teologi islam
Secara estimologi teologi berasal dari
bahasa yunani yaitu Theologia yang terdiri dari kata “Theos” artinya tuhan dan
“logos” artinya ilmu. Jadi teologi berarti ilmu yang mempelajari tentang tuhan.
Teologi
juga dikenal sebagai ilmu kalam yaitu ilmu yang membicarakan tentang wujudnya
Tuhan (Allah).sifat-sifat yang harus ada pada-Nya, sifat yang tidak ada
pada-Nya,dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya
Selanjutnya ada pula yang
berpendapat,bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membicarakan bagaimana menetapkan
kepercayaan keagamaan(Agama Islam) dengan bukti yang meyakinkan.
Ibn Khaldun, sebagaimana dikutip A. hanafi
berpendapat, bahwa teologi islam ialah
ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman dengan
menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang
menyeleweng dari kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunah.
Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Teologi islam adalah salah
satu cabang ilmu studi islam yang lebih fokus pada pembahasan wujud Allah
dengan segala sifat dan perbuatanNya dengan berbagai pendekatan.
C.
Sejarah lahirnya
teologi islam
Sebenarnya
perselisihan dan perbedaan pemahaman telah muncul semenjak wafatnya Rasullulah
SAW. Inti masalah yang diperdebatkan yaitu siapakah yang berhak untuk
menggantikan Rasullulah SAW dan memegang gelar khalifah (pemimpin umat
muslimin). Kemudian permasalahan serupa muncul kembali setelah wafatnya Usman,
peristiwa ini menimbulkan sengketa pendapat dikalangan umat muslimin dan
berlarut-larut bahkan menimbulkan perpecahan dan perang sesama umat Islam,
bahkan menurut Abdullah bin Salam pembunuhan yang terjadi pada usman telah
membuka pintu bencana bagi diri mereka sendiri dan tidak akan tertutup lagi
hingga kiamat. Setelah terpilihnya Khalifah Ali bin Abi Thalib dan pada masa
kepemimpinannya ada pihak yang tidak mau mengakui dan menolak Ali bin Abi
Thalib disini mulai terbentuk aliran-aliran yang memegang teguh pendapat mereka
masing-masing.
D.
Macam-macam Aliran
Teologi Islam
Dalam
Teologi islam terdapat beberapa Aliran yang masing-masing Aliran paham teologi
yang berbeda antar satu dan yang lainnya, berikut penjelasannya secara singkat:
1)
Aliran Khawarij
Jika
ditinjau dari segi bahasa Khawarij berasal dari kata Kharaja yang berarti
“keluar”. Aliran ini lahir setelah peristiwa TAHKIM, yaitu upaya penyelesaian
peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah. Peperangan kedua pihak
itu terjadi disebabkan karena Mu’awiyah menolak mengakui kekhalifahan atau
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. karena Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu
kotanya ke al-kufah dan memecat Gubernur yang telah diangkat oleh Khalifah
Usman bin Affan termasuk salah seorang dari mereka yang bernama Mu’awiyah
merupakan Gubernur dari Damaskus. Akibatnya Mu’awiyah tersebut menghimpun
pasukannya untuk menghadapi kekuatan Ali sehingga pecah lah perperangan Siffin
pada tahun 37 H/658 M[1].
Adapun Pokok-pokok ajaran Khawarij diberbagai bidang yaitu:
a)
Bidang Teologi
a.
Setiap orang yang berbuat dosa besar adalah kafir
yang bearti telah keluar dari islam dan wajib dibunuh karena Khawarij
mengartikan iman adalah amal shalih dan apabila mukmin adalah orang yang
berbuat amal shalih yang melakukan dosa besar dipandang tidak beriman atau
telah khafir wajib di laknat (dibunuh).
b.
Ibidat termasuk rukun iman maka tarikush shalat
dinyatakan kafir.
c.
Jika anak orang kafir yang mati pada waktu kecilnya
juga masuk neraka.
b)
Bidang Ketatanegaraan
Bidang
ketatanegaraan kaum Khawarij lebih bersifat demokratis karena untuk menjadi
pemimpin umat (iman atau khalifah) tidak mesti dari ahli dan berbangsa Quraisy.
siapa pun berhak untuk menjadi pemimpin asal disepakati bersama. tetapi
memiliki syarat khusus, yakni harus orang yang taqwa, tidak berbuat dosa dan
kesalahan. Dan kaum Khawarij beranggapan bahwa kaumnya boleh tidak mematuhi
aturan-aturan kepala Negara bila ternyata ia seorang yang dhalim[2].
c)
Menurut Asy’ari yang dianggap khafir oleh Quraisy
ialah Ali, Usman yang ikut perang Jamal, pelaku yang menerima dan yang
membenarkan Tahkim maka wajib meninggalkan dari penguasa yang dhalim[3].
2)
Aliran Syiah
Secara estimologi Syi’ah berarti “para
pengikut, penyokong, pendukung atau pembela”
Contohnya: Syiah
Ali, yaitu kelompok yang “mengikuti, menyokong, mendukung, membela ali” Syiah
Ali juga Menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama dari pada sahabat dan
lebih berhak untuk menjadi pemimpin kaum muslimin, dan mereka sangat membenci 3
(tiga) Khalifah pertama yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan
bahkan sampai ketingkat pengkafiran, Selain itu kaum Syi’ah Ali percaya bahwa
para imam Syi’ah adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Al-Qur’an dan Sunnah
a)
Abdullah bin Saba’ (Pemrakarsa Syi’ah)
Dalam sejarahnya Syi’ah digagas oleh seorang yahudi
yang bernama Abdullah bin Saba’
Yang
berpura-pura masuk islam (secara nifak) di zaman Ustman bin Affan. Ditangannhya
dia menciptakan Syi’ah yang ekstream yang menjadi puncak bersemaraknya perpecahan
dalam kalangan masyarakat islam, bahkan Abdullah bin Saba’ pernah berkata
berkata langsung kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib: “Engkaulah Allah”[4]
Maka Ali memerintahkan untuk membunuh Abdullah bin Saba’ tetapi segera dicegah
oleh Ibn Abbas
Abdullah bin Saba’ dialah orang yang
pertama mengkafirkan Abu Bakar, Umar, dan Ustman dan tidak mengakui
keKhalifahan mereka membuat kesesatan pada kaum Syi’ah jadi Ajaran Syi’ah hanya Ideologi dan doktrin
sesat Abdullah bin Saba’ yang di sampaikan dan dipeliharan dalam bentuk riwayat
hadis yang dinasabkan kepada keluarga Nabi dengan penuh kebohongan tetapi
diterima oleh mereka orang-orang yang jahil.
b)
Doktrin Syi’ah
Dalam
Syi’ah ada yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu’uddin (masalah
penerapan agama). Syi’ah memiliki Lima pokok-pokok agama:
1)
Tauhid, Bahwa Allah swt adalah Maha Esa.
2)
Al-“Adl, Bahwa Allah swt adalah Maha Adil
3)
An-Nubuwwah, Bahwa kepercayaan Syi’ah pada
keberadaan para nabi sama seperti muslimin lainnya.
I’tikadnya
tentang kenabian adalah:
a.
Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000
b.
Nabi dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad saw.
c.
Nabi Muhammad saw suci dari segalah aib dan tidak
ada cacat sama sekali. Dari seluruh nabi yang ada beliau lah yang yang paling
utama.
d.
Ahlul Baitnya, ialahAli, Fatimah, Hasan, Husain dan
9 imam dari keturunan Husain, yaitu manusia-manusia suci.
e.
Al-Qur’an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad saw.
4)
Al-Imamah, bahwa bagi Syi’ah bearti pemimpin urusan
agama dan dunia, adalah orang yang dapat menggantikan peran Nabi Muhammad saw
sebagai pemelihara syariah isalm, untuk mewujudkan kebaikan dan ketenteraman
umat.
5)
Al-Ma’ad, bahwa Syi’ah percaya akan kehidupan
akhirat.
c) Sekte dalam Syi’ah
Syi’ah terpecah menjadi 22 sekte.
Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yaitu:
1)
Dua Belas Imam
Disebut
juga dengan Imamiah atau Itsna’Asyariah, dinamakan seperti itu karena mereka
percaya bahwa yang berhak memimpin ialah imam, dan mereka juga yakin ada dua
belas imam. Aliran ini ialah aliran terbesar di dalam Syiah.
a.
Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul
Mukminin.
b.
Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan
al-Mujtaba.
c.
Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain
asy-Syahid.
d.
Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal
Abidin.
e.
Muhammad bin Ali (678-743), dikenal dengan Muhammad
al-Baqir.
f.
Ja’far bin Muhammad (703-765), dikenal dengan Ja’far
ash-Shadiq.
g.
Musa bin Ja’far (745-799), dikenal denggan Musa
al-kadzim.
h.
Ali bin Musa (765-818), dikenal dengan Ali ar-Ridha.
i.
Muhammad bin Ali (810-835), dikenal dengan Muhammad
al-Jawad atau Muhammad at Taqi
j.
Ali bin Muhammad (827-868), dikenl dengan Ali
al-Hadi
k.
Hasan bin Ali (846-874), dikenal dengan Hasan
al-Asykari
l.
Muhammad bin Hasan (868-), dikenal dengan Muhammad
al-Madi
2)
Ismailiyah
Ismailiyah
disebut dengan Tujuh Imam, karena mereka percaya bahwa imam hanya ada tujuh
orang dari Ali bin Abi Thalib, dan imam ketujuh adalah Isma’il.
a.
Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul
Mukminin.
b.
Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan al-Mujtaba.
c.
Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain
asy-Syahid.
d.
Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal
Abidin.
e.
Muhammad bin Ali (678-743), dikenal dengan Muhammad
al-Baqir.
f.
Ja’far bin Muhammad (703-765), dikenal dengan Ja’far
ash-Shadiq.
g.
Ismail bin Ja’far (721-755), ialah anak pertama dari
Ja’far ash-shadiq dan merupakan kakak dari Musa al-kadzim.
3)
Zaidiyah
Disebut
juga 5 imam karna mereka merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin
Abi Thalib. Mereka tidak menganggap ke tiga khalifah tidak sah karna dianggap muderat.
a.
Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul
Mukminin.
b.
Hasan bin Ali (625- 669), dikenal dengan Hasan
al-Mujtaba.
c.
Husain bin Ali (626-680), dikenal dengan Husain
asy-Syahid.
d.
Ali bin Husain (658-713), dikenal dengan Ali Zainal
Abidin.
e.
Zaid bin Ali(658-740), di kenal dengan Zaidbin Ali
asy-Syahid, ialah anak Ali bin Husain dan saudara tiri dari Muhammad al-Baqir.
3)
Aliran Murji’ah
Mujri’ah
memiliki asal kata arja’a yang mempunyai beberapa pengertian, yakni:
a)
Menunda atau mengembalikan[5],
bermaksud kepada mukmin yang melakukan dosa besar dan meninggal dunia sebelum
bertaubat yang hukumnya ditunda dan dikembalikan urusannya kepada Allah kelak
diakhirat
b)
Memberikan harapan[6],
yakni untuk kaum mukmin yang melakukan dosa besar. Tidak dihukum kafir
melainkan tetap mukmin dan masih ada
harapan untuk memperoleh pengampunan dari Allah
c)
Menyerahkan[7]
dalam menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar persoalan diserahkan
pada putusan Tuhan kelak
Jadi
Sikap yang menunda keputusan bagi orang yang berdosa kepada Tuhan di akhirat
itulah yang menjadi pangkal kelompok tersebut dinamakan kaum Murjiah, yakni
kaum yang menunda keputusan.
Aliran
yang dipelopori oleh Hasan bin Bilal al-Muani, Abu salat as-Samauan dan Dhirah
bin Umar ini mengalami perpecahan dan perbedaaan pendapat secara umum kaum
Murji’ah terdiri dari 2 golongan yaitu golongan yang moderat dan golongan yang
ekstrem
1)
Aliran Murji’ah Moderat
Aliran ini
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidaklah kafir dan tidak kekal
didalamnya, tetapi ada hukuman yang diberikan didalam neraka dan mereka akan
keluar setelah dosa-dosa mereka habis terbakar, bahkan ada kemumngkinan bahwa
Tuhan akan mengampuni dosanya oleh karena itu dia tidak akan masuk neraka sama
sekali. Golongan ini berpendapat bahwa iman itu mempunyai arti pengetahuan dan
pengakuan tentang Tuhan, Rasul, dan segala apa yang datang dari Tuhan, mereka
juga beranggapan bahwa iman itu tidak mempunyai sifat bertambah dengan
perbuatan baik, dan berkurang dengan perbuatan dosa.
2)
Aliran Murji’ah Ekstream
Cabang Murji’ah
yang satu ini di tokohi oleh al-Jahmiah serta para pengikutnya Jahm Ibn Safwan
yang memiliki asumsi bahwa orang islam yang percaya pada Allah Swt kemudian
menyatakan kekufurannya secara lisan atau melalui kata-kata tidak membuat
mereka menjadi kafir, karena mereka mengartikan iman dan kufur letaknya hanya
ada dihati dan bukan bagian lain dari tubuhnya. Jadi orang yang demikian tetap
dianggap mukmin dan tidak dinyatakan
sebagai kafir, meski orang tersebut telah menyembah berhala,menjalankan ajaran
yahudi atau Kristen dengan menyembah salib, dan menyatakan percaya kepada
kitab-kitab lain kemudian meninggal dunia. Orang tersebut masih dianggap mukmin
yang sempurna Imannya[8].
Paham Murji’ah yang moderat tersebut selanjutnya
memiliki kesamaan pendapat dengan kaum Asy’ariyah. Bahwa iman ialah pengakuan
dalam hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-rasulnya serta
segala apa yang mereka bawa. Mengucapkannya melalui lisan dan mengerjakan
rukun-rukunnya melalui perbuatan. Orang yang meninggal dunia dan pernah
melakukan dosa besar tanpa sempat bertaubat maka nasibnya terletak pada
keputusan Tuhan yang dimana mungkin Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya dan ada
juga kemungkinan bahwa dia akan disiksaa sesuai dengan dosa-dosa yang dibuatnya
semasa hidup dan kemudian barulah dia dimasukan kedalam surga.
4)
Aliran Mu’tazillah
Adalah salah satu aliran yang memiliki
pengaruh besar terhadap sejarah pemikiran umat islam. Dan merupakan golongan
yang tertua dalam alam pikiran umat islam. Kaum mereka banyak dari ulama-ulama
yang sangat rasionalistis dan kritis, bukan saja terhadap hadits-hadits Nabi
dan cara-cara penafsiran al-Qur’an, tetapi juga terhadap pengaruh ajaran
filsafat Yunani.
Aliran
mu’tazillah lahir ketika Hasan al-basri ditanyai oleh seseorang ketika sedang
memberikan pelajaran di masjid Basrah orang tersebut bertanya mengenai pendapat
Hasan al-Basri te ntang orang yang berbuat dosa besar dan meninggal sebelum
bertaubat, ketika Hasan al-Basri masih berfikir tentang jawabannya Wahsil bin
atha yang merupakan murid dari Hasan sendiri tegak dan mengeluarkan pendapatnya
sendiri dengan mengatakan: “Saya
berpendapat, bahwa orang yang berdosa besar itu bukanlah mukmin dan
bukan juga kafir, tetapi mengambil posisi dari keduanya” kemudian Wahsil
meninggalkan tempat tersebut sambil mengulangi pendapatnya, maka atas
peeristiwa tersebut Hasan al-Basri mengatakan bahwa Wahsil menjauhkan diri dari
kita (I’tazala ‘anna). Dengan demikian Wahsil bin Atha’ dan teman-temannya
disebutt kaum Mu’tazilah.
Kemudian
kaum Muta’zilah merumuskan ajaran pokoknya yang dikenal dengan nama al-Ushul
al-Khamsah, atau lima jaran dasar, yaitu:
1.
al-tauhid (Pengesaan)
2.
al-‘adl (Keadilan)
3.
al-wa’d wa al-wa’id (Janji dan ancaman)
4.
al-manzilah bain al-manzilatain (Tempat diantara dua
tempat)
5.
dan amar ma’aruf nahi munkar (perintah kebaikan dan
melarang kejahatan)[9]
Kelima ajaran
diatas ini adalah dasar ajaran utama dan telah disepakati dan harus diakui oleh
setiap orang yang mengaku dirinya sebagai orang Mu’tazilah, Akan tetapi dalam
merincikannya atau dalam memperdalam lima ajaran ini terdapat beberapa
perbedaaan yang membuat ajaran ini pecah lagi menjadi 22 golongan dan 2
diantaranya dianggap keluar dari Islam .
Berdasarkan lima
pokok-pokok ajaran tersebut maka ada beberapa pandangan aliran Mu’tazilah yang
berhubungan dengan permasalahan dasar pemikiran alirannya antara lain:
1.
Pelaku dosa besar, kaum Muta’zilah berasumsi bahwa
mereka yang melakukan dosa besar tidak dapat digolongkan sebagai kaum kafir dan
kaum mukmin tapi mereka menduduki posisi diantara keduanya[10]
2.
Dalam aliran Mu’tazilah tidak ada yang namanya
seorang Imamah karena dalam pandangan
mereka seorang imam hanyalah penguasa politik bukan penguasa agama. Karena itu
untuk mengetahui syarat agam tidak perlu melalui seorang imam melainkan melalui
al-Qur’an, al-Sunnah langsung.
3.
Mereka berpendapat bahwa al-Quran itu tidak bersifat
Qadim atau kekal dan hanya ciptaan Tuhan dan mereka memandang orang yang
mengangap al-Qur’an itu Qadim adalah kafir
4.
Tentang sifat tuhan kaum Muta’zillah membaginya
menjadi 2 yaitu
a.
Sifat yang merupakan esensi Tuhan disebut sifat
zatiah
b.
Sifat yang merupakan perbuatan-perbuatan Tuhan
disebut sifat fi’liah
5.
Berpendapat bahwa Tuhan itu tidak dapat dilihat
dengan mata kepala di akherat
5)
Aliran Ahl al-Sunah Wal-Jama’ah (Asy’ariyah dan
Maturidiah)
A. Al-Asy’ari
Al-Asy’ari
mempunyai nama lengkap, yaitu Abu Al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin
Ismai’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari.
Al-Asy’ari lahir di Bashra pada tahun 260 H/875 M. Saat berusia lebih dari 40
tahun, dia berhijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324 H/935 M.
Menurut
Ibn Asakir, ayah dari Al-Asy’ari adalah seorang yang berpaham Ahlussunnah dan
Ahli Hadist. Dia wafat ketika A-Asy’ari masih kecil. Ia mempunyai wasiat
sebelum ia meninggal kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin yahya
As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari. Setelah kejadian itu Ibu nya Al-Asy’ari
menikah Abu Ali Al-jubba’i yang mana dia adalah seorang tokoh Mu”tazilah.
Kemudian Al-Asy’ari menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering menggantikan posisi
Al-jubba’I dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah[11]
dan dia juga banyak menulis buku yang membela alirannya. Tapi Al-Asy’ari
manganut aliran Mu’tazilah hanya batas umur 40 tahun. Ia meninggalkan faham itu
karena ia telah bermimpi sebanyak tiga kali bertemu dengan Rasullulah saw,
yaitu pada malam ke-10, ke-20 dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam mimpinya Rasullah
berkata dan memperingatinya untuk meninggalkan faham tersebut dan mulai mebela
faham yang sudah di riwatkan oleh beliau.
1)
Dokrin-dokrin Teologi Al-Asy’ari
Pemikiran-pemikiran
Al-Asy’ari:
a)
Tuhan dan Sifatnya
Al-Asy’ari
dihadapkan pada dua pandangan ekstrim, di satu pihak ia dihadapkan pada kelompok mujassimah
(antropomarfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai
sifat yang ada di al-Qur’an dan menurut arti harfiahnya Sunah dan sifat-sifat
itu harus dipahami. Di satu pihak yang lain, ia dihadapkan dengan kelompok
Mu’tazilah yang beranggapan bahwa sifat-sifat Allah adalah esensi-Nya. Secara
harfiah tangan, kaki, telingga Allah atau Arsy atau kursi tidak boleh di
artikan, melainkan harus dengan secara elogores.
Setalah
menghadapi dua pandangan tersebuat Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang
memiliki sifat-sifat itu, dan tidak bisa diartikan se cara harifah tetapi secara simbolis (berbeda dengan kelompok
sifatiah) kemudian, Al-Asy’ari juga berpendapat bahwa Allah mempunyai
sifat-sifat yang unik dan tidak bisa dibandingan dengan sifat-sifat manusia
yang tampaknya mirip.
b)
Kebebasan dalam berkehendak (free-will)
Dari dua pendapat yang ekstrim, yaitu
Jabariyah dan Mu’tazilah. Al-Asy’ari berpendapat bahwa khaliq dan kasb itu
berbeda. Yang mana Allah yang menciptakan (khaliq) perbuatan manusia,
sedangakan yang mengupayahkan (kasb) dalah mereka sendiri. Hanya Allah lah yang
mempu menciptakan segala sesuatu termasuk keinginan manusia[12].
c)
Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan Buruk
Meskipun
Al-Asy’ari dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, tetapi Al-Asy’ari
ebih mengutamakan wahyu sedangkan Mu’tazilah sebaliknya ia lebih mengutamakan
akal[13].
Al-Asy’ari
beranggapan bahwa baik buruknya harus didasari dengan wahyu, sedangkan
Mu’tazilah beranggapan bahwa baik buruknya harus didasari oleh akal.
d)
Qadimnya dan Al-Qur’an
Dalam
qadinya Al-Qur’an, Al-Asy’ari dihadapkan pada pandangan yang ekstrim. Untuk
mendamaikan kedua pandangan tersebut, Al-Asy’ari mengatakan bahwa Al-Qur’an
terdiri dari huruf dan bunyi, dan tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya
tidak qadim[14].
e)
Melihat Allah
Al-Asy’ari
meyakini di akhirat Allah bisa dilihat tetapi tidak bisa digambarkan. Saat
ru’yat terjadi itu bisa saja disebabkan oleh Allah yang menginginkannya terjadi
atau seperti dia memberikan manusia kemampuasn agar dapat melihatnya.
f)
Keadilan
Al-Asy’ari
tidak sependat dengan Mu’tazilah yang mengharuskan Allah bersifat Adil sehingga
dia harus menyiksa manusia yang berbuat doa dan yang berbuat baik agar
mendapatakn pahala. Al-Asy’ari beranggapkan bahwa Allah adalah penguasa mutlak
.
B. Al-Maturidi
Abu
Manshur Al-Maturidi dilahirkan di Muturid, sebuah kota di daerah Samarkand,
wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan.
Sekitaran pertengahan abad ke 3 Hijriah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M[15].
Al-Maturidi lebih mendalami
pendidikannya di bidang teologi dan fiqih. Ini disebabkan karena ia ingin lebih
memahami tentang faham-faham teologi yang sudah banyak berkembang di kalangan
islam, yang ia pikir tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada dan menurut
akal dan syara.
1.
Dokrin-dokrin Teologi Al-maturidi
a)
Akal dan Wahyu
Al-Maturidi
lebih mendasarkan pada Al-Qur’an dan Akal.
Menurutnya
dengan menggunakan akal dapat mengetahui tuhan dan kewajiban tuhan.
Dalam
masalah baik dan buruknya, Al-Maturidi berpendapatan bahwa baik dan buruknya
sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan larangan dan syari’ah
hanya mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu ia mengakui
bahwa akal tidak selalu bisa menetukan baik buruknya sesuatu dan disini lah
wahyu dibutuhkan sebagai pembimbing[16].
Kaitan
sesuatu dengan akal
1.
akal hanya bisa mengetahui kebaikannya
sendiri
2.
akal hanya bisa mengetahui keburukannya
sendiri
3.
akal tidak bisa menentukan kebaikan dan keburukannya sendiri, kecuali dengan
adanya arahan dari wahyu.
b)
Perbuatan Manusia
Al-Maturidi
beranggapan bahwa segalah sesuatu adalah ciptan Allah, termasuk perbuatan
manusia itu sendiri. Manusia harus mempunyai kemampuan perbuatan supaya
kewajiban-kewajibannya bisa dilakukan.
Dalam
melakukan keburukan perbuatan baik dan buruknya manusia, Allah yang
mengendalikannya, tetapi ia dapat memilih yang mana yang di bolehkan dan tidak dibolehkan.
c)
Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Setelah
dijelaskan di atas segalah perbuatan manusia dalam hal baik atau buruknya
sesuatu adaalah ciptaan Tuhan, tapi bukan berarti Tuhan bisa berbuat dan
melakukan dengan sewenang-wenang, karena dalam qudrat tuhan tidak
sewenang-wenang tetapi sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan.
d)
Sifat Tuhan
Ada
persamaan pendapat antara Al-Maturidi dan Al-Asy’ari, yakni tuhan mempunyai
pendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat yang sama. Tetapi dengan begitu
tetap saja pengertiaan Al-Maturidi berbeda dengan Al-Asy’ari. Menurut
Al-Asy’ari sifat tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, akan tetapi melekat
pada dzat itu sendiri, sedangkan menurut Al-Maturidi sifat Tuhan tidak bisa dikatakan dengan esensi-Nya dan
bukan pula dari esensi-Nya.
Perbedannya
terletak pada Al-Maturidi yang mengakui adanya sifat-sifat tuhan dan Al-Asy’ari
yang menoolak adanya sifat-sifat Tuhan.
e)
Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia bisa melihat Tuhan (QS. Al-Qiyamah:22-23)
Manusia
bisa melihat Tuhan didunia akhirat karena Tuhan mempunyai wujud meskipun ia
immaterial, tetapi saat melihat Tuhan di akhirat tidak akan sama seperti
bentuknya karena dunia dan akhirat berbeda.
f)
Kalam Tuhan
Menurut
Mu’tazilah kalam Tuhan adalah sifatnya dan bukan dari dzatnya.
Pendapat
Al-Asy’ari juga mempunyai kesamaan dengan Al-maturidi, karena Al-Asy’ari
menyatakan dengan sabda adalah makna abstrak tidak lain dari kalam nafsi
pendapat Al-Maturidi dan memang itu sudah jadi sifat tuhan yang kekal.
g)
Perbuatan Manusia
Segalah
perbuatan Tuhan yang bersifat mencita atau kewajiban-kewajiban yang diberikan
kepada manusia tidak pernah lepas dari hikamah dan keadilan yang
dikehendakinya.
Kewajiban-kewajiban:
1. Tuhan
tidak akan memberikan cobaan kepada manusia diluar kemampuannya karena itu
tidak termasuk dalam keadilan dan manusia juga diberi kebebasan oleh tuhan
dalam kehidupannya
2. hukuman
yang sudah ada terjadi karena itu adalah tuntunan keadilan.
h)
Pengutusan Rasul
Manusia
tidak bisa terus-menerus menggunakan akal agar mengetahui kewajiban Tuhan. Seperti
untuk mengetahu baik buruknya sesuatu, jadi akal harus mendapat ajaran wahyu
agar mendapat kewajiban-kewajiban tersebut.
Pandangan
ini tidak jauh berbeda dengan pandangan Mu’tazilah yang mana pengutusan Rasul
bertujuan agar manusia dapta berbuat baik dalam kehidupannya.
i)
Pelaku Dosa besar (Murtakib Al-kabir)
Menurut
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang-orang yang melakukan dosa besar tidak akan
kekal di dalam neraka, karena Tuhan akan membalas pelaku dosa itu sesuai dengan
perbuatannya dan baginya manusia yang kekal di neraka hanya lah oranng—orang
yang syrik (menduakan tuhan) selain itu semua pelaku dosa besar ataupun kecil
akan mendapatkan balasan sesuai dengan perbuatannya. Jadi, amal tidak akan
mengurangi ataupun menambah esensi imam, tetapi hanya menambah atau mengurangi
sifatnya saja.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teologi
Islam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Tuhan (Allah), sifat-sifat
yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang tidak boleh ada pada-Nya, dan
sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya, serta membicarakan tentang
Rasul-rasul-Nya, dan untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat
yang mesti ada padanya, sifat-sifat yang boleh ada padanya dan sifat-sifat yang
mungkin ada padanya. Ada pula yang berpendapat bahwa ilmu kalam adalah membicarakan tentang bagaimana
meyakini keagamaan (Agama Isalm) dengan bukti-bukti yang menyakinkan.
Namun, dalam perkembangan teknologi ilmu kalam tidak
lagi dibatasi oleh firman-firman Allah yang mempunyai pengertian yang
menimbulkan beda faham bagi para ahli.
Islam yang di dasari oleh pandangan yang utuh,
integrated, dan holistis mengenai berbagai aspeknya sehingga membentuk satu
kesatuan pandangan yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan saling
menjelaskan adalah islam yang komprehensif. Dan bisa di ibaratkan sebagai
sebuah bangunan yang kukuh yang berdiri dari fondasi, dinding, lantai, atap,
jendela, pintu, kamar, taman, dan lainnya yang di antaranya saling berkaitan.
Dalam Al-Qur’an islam komprehensif adalah ajaran
yang sesuai antara satu ayat dengan ayat lainnya saling menjelaskan. Ajaran
islam yang komprehensif ialah ajaran yang memperlihatkan tentang konradiksi
antara satu pihak aspek dengan pihak yang lainnya. Ajaran ini juga memiliki
visi dan misi serta tujuan yang sama dan
saling berkaitan antara yang satu dengan yan lainnya
B.
Saran
Penulis sangat menyadari bahwa
makalahnya sangat lah jauh dari kata sempurna, maka dari itu mereka sangat
berharap kalau pembaca dan pendengar bisa memberikan kritik dan sarannya.
DAFTAR
PUSTAKA
A.
Hanafi, Op. Cit, hlm. 65.
Abd
Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad al- Baqdadi
Abu
al-Hasan bin ismail al-Asyari, al-Ibadana al-Ushul ad Diyanah, Hyderabat,
Deccan, 1903
Abu
al-Hasan Ibn Isma’il, Al-Asy’ari, Kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Dinayah
Abu
Zahrah, Muhammad,. Tarikh al-madzab al-islamiyah al-juz al-Awwal fi al-siyasah
wa al-A’qaid. Beriut: Dar al-Fikr, 1987)
Ahmad Amin, Op.Cit,
Bashori, Mulyono Studi Ilmu Tauhid/Kalam(Malang: UIN Maliki Press),
Bashori,
Mulyono. 2010. Studi Ilmu Tauhid/Kalam. Malang: UIN-Maliki Press
Hanan
Nasution, Op. Cit, M. Tib Thakir abd. Mu’in, Op. cit,
Muhammad
bin Abdul Al-karim 1990.
Nata, Abuddin.
2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Qadir,
op, cit,
Rijal
al-Kusyi. Hlm. 106-108 yang merupakan kitab tertua dan menjadi pegangan umat
Syi’ah
Rozak,
Abdul, Rosihon Anwar. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
[1] Bashori, Mulyono Studi Ilmu
Tauhid/Kalam(Malang: UIN Maliki
Press), hlm. 101.
[2] Ibid, hlm, 17,18,19
[3] Ahmad Amin, Op.Cit, hlm. 330.
[4] Rijal al-Kusyi. Hlm. 106-108 yang merupakan kitab tertua dan
menjadi pegangan umat Syi’ah
[5] M. Tib Thakir abd. Mu’in, Op. cit, hlm. 180.
[6] Hanan Nasution, Op. Cit, hlm.23.
[7] Ibid, hlm. 23.
[8] Abu al-Hasan Ibn Isma’il, Al-Asy’ari, Kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Dinayah,
hlm. 198.
[9] A. Hanafi, Teologi Islam (Ilmu Kalam)(Jakarta: Bulan
Bintang,Cetakan II,1979), hlm. 47.
[10] A. Hanafi, Op. Cit, hlm. 65.
[11] Lihat Zuhr Islam, hlm. 65.
[12] Abu al-Hasan bin ismail al-Asyari, al-Ibadana al-Ushul ad Diyanah,
Hyderabat, Deccan, 1903, hlm. 9
[13] Qadir, op, cit, hlm. 70.
[14] Muhammad bin Abdul Al-karim 1990. Hlm. 115
[15] Abd Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad al- Baqdadi, hlm. 351
[16] Abu Zahrah, Op, cit hlm. 178-109.
No comments:
Post a Comment