MAKALAH ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
RASIO LIKUIDITAS DAN RASIO SOLVABILITAS
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk menjalakan operasinya setiap perusahaan
memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar
perusahaan dapat berjlan sebagaimana mestinya. Dana selalu dibutuhkan untuk
menutupi seluruh atau sebagian dari biaya yang diperlukan, baik dana jangka pendek
maupun jangka panjang. Dan juga dibutuhkan untuk melakukan ekspansi atau
pelunasan usaha atau investasi baru. Artinya didalam perusahaan harus selalu
tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga tersedia pada saat dibutuhkan.
Dalam hal ini, tugas manajer keuangan lah yang bertugas memenuhi kebutuhan
tersebut.
Dalam praktinya untuk menutupi kekurangan akan
kebutuhan dana, perusahaan memilki beberapa pilihan sumber dana yang dapat
digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung dari tujuan, syarat-syarat, keuntungan,
dan kemampuan perusahaan tenunya. Sumber-sumber dana secara garis besar dapat
diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainnya).
Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber tersebut atau kombinasi
dari keduanya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu rasio
likuiditas dan rasio solvabilitas?
2.
Apa saja
manfaat dan tujuan dari rasio likuiditas dan rasio solvabilitas?
3.
Apa asaja
jenis-jenis dari rasio likuiditas dan
rasio solvabilitas?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
untuk
mengetahui pengertian dari rasio likuiditas dan rasio solvabilitas
2.
untuk
mengetahui manfaat dan tujuan rasio likuiditas dan rasio solvabilitas
3.
untuk
mengetahui jenis-jenis rasio likuiditas
dan rasio solvabilitas
BAB 11
PEMBAHASAN
A.
Rasio
Likuiditas
1.
Pengertian
rasio likuiditas
Kita
seringkali mendengar atau bahkan melihat ada perusahaan yang tidak mampu atau
tidak sanggup untuk membayar seluruh atau sebagian utang yang sudah jatuh tempo
pada saat di tagih atau terkadang perusahaan sering tidak memiliki dana untuk
membayar kewajibannya tepat waktu.
Freed Weston,
menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan
ditagih, maka mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang
telah jatuh tempo.[1]
2.
Jenis-jenis
rasio likuiditas yang dapat digunakan:
a.
Rasio lancar
Merupakan
rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka
pendek atau utang yang segera jatuh tempo saat ditagih secara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi
kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo.
Rumusnya
Current
ratio = Aktiva lanvar (kuren assets)
Utang lancar (curren
Liabilities)
|
Untuk
pembahasan rasio-rasio ini kita mengunakan PT yumiko maharani, Tbk.
Contohnya
Komponen
laporan keungan
|
2005
|
2006
|
Total aktiva
lancar (current asesset)
|
1640
|
1340
|
Total utang
lancar (current liabilities)
|
750
|
750
|
Untuk tahun
2005:
Current
Ratio(CR) = Rp 1640 = 2,2
Rp 750
|
Untuk tahun 2006:
Current
Ratio(CR)= Rp 1340 = 1,8
Rp 750
|
b.
Rasio cepat
Merupakan
rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi atau membayar kewajiban
atau utang lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan.
Artinya, nilai sediaan kita abaikan, dengan cara dikurangi dari nilai total
aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu
relative lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan membutuhkan dana cepat untuk membayar
kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lainnya.
Rumus untuk
mencari rasio cepat (quick ratio) dapat digunakan sebagai berikut.
Quick
Rasio(Acit Tesr Rasio)= current assets - Inventory
Current
liabilitis
|
Contohnnya
Komponen
laporan keuangan
|
2005
|
2006
|
Total aktiva
lancar (current Asset)
Total uang
lancar (curren leabilytis)
Sediaan ( inventory)
|
1640
750
250
|
1340
750
310
|
Contoh tahun
2005
Quick rasio=
Rp 1640 – Rp 250 = 2,2
Rp 750
|
Contoh tahun
2006
Quick rasio
= Rp 1340 – Rp 310 = 2,2
Rp 750
|
c.
Rasio kas
Merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk bayar
utang. Ketersediaan uang kas dapat ditujukan dari tersedianya dana kas atau
yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan yang ada di bank
(dapat di tarik menggunakan ATM).
Rumus rasio
kas
Cash ratio =
kas + bank
Current liabilities
|
Conntohnya
Komponen laporan keuangan
|
2005
|
2006
|
Total aktiva lancar
Total utang lancar
Kas
Giro (bank)
|
1640
750
250
350
|
1340
750
260
300
|
Untuk
tahun 2005
Cash ratio = Rp 250 + Rp 350 =
0,8 atau 80%
Rp 750
|
Untuk tahun 2006
Cash ratio = Rp 260 + Rp 350
= 0,746 atau 75%
Rp 750
|
d.
Rasio
perputaran kas
Menurut James
O. Gill, digunakan untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang
dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan
Rasio
perputaran kas = penjualan bersih
Modal kerja bersih
|
Contohnnya
Komponen
laporan keuangan
|
2005
|
2006
|
Penjualan
bersih
Tital aktiva
lancar
Total utang
lancar
|
5950
1640
750
|
5550
1340
750
|
Untuk tahun
2005
Rasio
perputaran kas = 5950 = 6, 68
1640 - 750
|
Untuk tahun
2006
Rasio
perputaran kas = 5550 = 9,4
1340 - 750
|
e.
Inventory To
Net Working Capital
Merupaka arasio yang digunkan untuk
mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan. Modal tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva lancar dengan
utang lancar.
Rumusnya
Inventory to
NWC =
inventory
Curret aseets – current liabilitas
|
Contohnya
Komponen
laporan keuangan
|
2005
|
2006
|
Total aktiva
lancar
Total utang
lancar
Sediaan
|
1640
750
250
|
1340
750
310
|
Untuk tahun 2005
Inventory to
NWC = 250 = 0,105
1640 – 750
|
Contoh tahun 2006
Inventory to
NWC = 310 = 0,148
1340 – 750
|
3.
Tujuan dan
manfaat rasio likuiditas
Perhitungan
rasio likuiditas memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang paling berkepentimgan adalah
pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan guna menilai kemampuan mereka
sendiri. Kemudian pihak luar perusahaan jiga memiliki kepentingan, seperti
pihak kreditor atau penyedia dana bagi perusahaan, misalnya perbankan. Ataw
juga pihak distributor atau suppliyer yang menyalurkan atau menjual barang yang
pembayaran secara angsuran kepada perusahaan.
Berikut ini adalah
tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas:
a.
Untuk mengukur
kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tmpo pada
saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya
dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan(tanngal dan bulan
tertentu).
b.
Untuk mengukur
kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar
secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur dibawah satu tahun
atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar.
c.
Untuk mengukur
kemampuan perusahaan membayar ewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa
memperhitungkan dan persediaan. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan
dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.
d.
Untuk mengukur
atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja
perusahaan.
e.
Untuk mengukur
sebagian besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
f.
Sebagai alat
perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
g.
Untuk melihat
posisi dan kondisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan
membandingkannya untuk beberapa periode.
h.
Untuk melihat
kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di
aktiva lancar dan utang lancar.
i.
Menjadi alat
pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio
likuiditas yang ada pada saat ini
Bagi pihak luar perusahaan, seperti pihak penyandang
dana(kreditor), investor, distributor, dan masyarakat luar, rasio likuiditas
bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban pada
pihak ketiga. Kemampuan membayar tersebut akan memberikan jaminan bagi pihak
kreditor untuk memberikan pinjaman selanjutnya. Kemudian, bagi pihak
distributor adanya kemampuan membayar mempermudah dalam memberikan keputusan
untuk menyetujui penjualan barang dagangan secara angsuran. Artinya, ada
jaminan bahwa pinjaman yang diberikan akan mampu dibayar secara tepat waktu.
Namun, rasio likuiditas bukanlah satu- satunya cara atau syarat untuk
menyetujui pinjaman atau penjualan barang secara kredit.
4.
Hasil
pengukuran
NO
|
Jenis Rasio
|
2005
|
2006
|
Standar
industri
|
1
2
3
4
5
|
Current
ratio
Quick ratio
Cash ratio
Cash to tum
over
Inventory to
net working capital
|
2,2 kali
2,5 kali
80%
7%
11%
|
1,8 kali
2,2 kali
75%
10%
15%
|
2 kali
1,5 kali
50%
10%
12%
|
Rasio
lancar ( current ratio ), dapt dilihat dari tabel terjadi penurunan sebanyak
2,2 kali. Hal ini dapat dikatakan memuaskan karena berada diatas rata-rata
industry, namun sebaliknya pada tahun 2006 menjadi kurang memuaskan karena
masih dibawah rata-rata industry.
Jika
standar rata-rata industri untuk curren ratio adalah 2 kali, current ratio
perusahaan tahun 2005 dikatakan baik. Namun, untuk tahun 2006 dikatakan kurang
baik karena tidak memenuhi syarat standar rata-rata industri. Oleh karena itu,
kondisi ditahun 2006 perlu dikhawatirkan mengingat rasio lancar yang dimiliki
perusahaan masih dibawah rata-rata industri dan perlu ditingkatkan lagi seperti
tahun sebelumny. Hal ini penting mengingat rasio yang menyamai rata-rata
industri yang dibutuhkan guna menumbuhkan tingkat kepercayaan berbagai pihak
perusahaan.
Hasil
rasio cepat dari tahun 2005 ke tahun 2006 juga mengalami perubahan atau
penurunan. Jika semula pada tahun 2005 rasio cepatnya 2,5 kali, pada tahun 2006
turun menjadi 2,2 kali.
Jika
standar rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, kondisi perusahaan
dapat dikatakan cukup memuaskan untuk kedua rahun tersebut, walaupun terjadi
penurunan.
Jika
rata-rata industri rasio kas 50%, perusahaan berada dalam memuaskan karena
masih diatas rata-rata industry. Hanya saja perlu diantisipasi apakah pengunaan
kas sudah dilakukan secara optimal karena rasio kas yang tinggi dicurigai
karena manajemen belum melakukan pengelolaan secara baik, artinya adanya kas
yang idle (menganggur) dan tentu saja ini dapar merugikan perusahaan.
Hasi
pengukuran rasio perputaran kas dari tahun 2005 ke tahun 2006 juga mengalami
kenaikan. Jika semula pada tahun 2005 rasionya sebesar 7%, pada tahun 2006
rasionya naik menjadi 10%.ini berarti perusahaan memiliki kemampuan yang lebih
besar untuk menutupi biaya-biaya perusahaan.
Jika rata-rata
industri rasio perputaran kas 10%, kondisi perusahaan tahun 2005 tidak
memuaskan karena masih dibawah rata-rata industri. Sementara itu,rasiomuntuk
2006 memuaskan karena sama dengan rata-rata industri.
Hasi
pengukuran inventory to net working
capital dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami kenaikan. Jika semula pada
tahun 2005 rasio kas sebanyak 1% pada tahun 2006 naik menjadi 15%.
Jika standar
rata-rata industry inventory to net working capital 12%, rasio
perusahaan ini untuk tahun 2005 dinilai kurang baik meski tidak terlalu jauh
dari rata-rata industri. Sementara itu rasio untuk tahun 2006 baik, karena
diatas rata-rata industri.
B.
Rasio
Solvabilitas
1.
Pengertin
Rasio Solvabilitas
Untuk
menjalakan operasinya setiap perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama
yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjlan sebagaimana mestinya.
Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau sebagian dari biaya yang
diperlukan, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang. Dan juga dibutuhkan
untuk melakukan ekspansi atau pelunasan usaha atau investasi baru. Artinya
didalam perusahaan harus selalu tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga
tersedia pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini, tugas manajer keuangan lah yang
bertugas memenuhi kebutuhan tersebut.
Rasio solvabilitas atau leverage ratio
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan
di biayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Penggunaan rasio sovabilitas bagi perusahaan
memberikan banyak manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio
tinggi. Menurut Fred Weston rasio solvabilitas memiliki beberapa
implikasi sebagai berikut:
a.
Kreditor
mengharapkan ekuitas (dana yang disediakan pemilik) sebagai marjin keamanan.
Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai modal, risiko bisnis
terbesar akan ditanggung kreditor.
b.
Dengan
pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat, berupa tetap
dipertahankan penguasaan atau pengendalian perusahaan.
c.
Bila
perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya
dibandingkan dengan bunag yang harus dibayanya, pengambilan kepada pemili
diperbesar.
Dalam praktiknya, apabila dari hasil
perhitungan, perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal
ini akan berdampak timbulnya risiko kerugian lebih besar, tetapi juga ada
kesempatan mendapat laba juga besar.
Sebaliknya apabila perusahaan memilki rasio sovabilitas lebih rendah tentunya
mempunyai risiko kerugian lebih kecil pula, terutama saat perekonomian menurun.
Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian (return)
pada saat perekonomian tinggi.
Oleh karena itu, manajer keuangan dituntut
untuk mengelola rasio solvabilitas dengan baik sehingga mampu menyeimbangkan
pengembalian yang tinggi dengan tingkat rasio yang dihadapi, perlu dicermati
pula bahwa besar kecilnya rasio ini sangat tergantung dari pinjaman yang
dimiliki perusahaan, disamping aktiva yang dimilikinya (ekuitas).
Pengukuran rasio solvabilitas atau rasio
leverage, dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
a.
Mengukur
rasio-rasio neraca dan sejauh mana pinjaman digunakan untuk permodalan.
b.
Melalui
rasio-rasio pendekatan laba rugi.
2.
Tujuan Dan
Manfaat Rasio Solvabilitas
Berikut adalah
beberapa tujuan perusahaan dengan menggunakan rasio solvabilitas yakni:
a.
Untuk
mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor)
b.
Untuk menilai
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti
angsuran pinjaman termasuk bunga)
c.
Untuk menilai
keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktifa tetap dengan modal
d.
Untuk menilai
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
e.
Untuk menilai
seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap peneglolaan aktiva
f.
Untuk menilai
atau mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan
jaminan utang jangka panjang
g.
Untuk menilai
beberapa dana pinjaman yang segera akan ditagih terdapat sekian kalinya modal
sendiri yang dimiliki.
Sementara itu, manfaat rasio sovabilitas atau leverage ratio
adalah:
a.
Untuk
menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak
lainnya
b.
Untuk
menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap
(seperti angsuran pinjaman termasuk bunga)
c.
Untuk
menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan
modal
d.
Untuk
menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
e.
Untuk
mengaanalisis seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan
aktiva
f.
Untuk
menganalisis atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan jaminan utang jangka panjang
g.
Untuk
menganalisis berapa dan pinjaman yang segera akan ditagih ada terdapat sekian
kalinya modal sendiri.
Intinya adalah dengan rasio sovabilitas,
perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan modal
sendiri dan modal pinjaman serta menegtahui rasio kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban, setelah diketahui, manajer keuangan dapat menggambil
kebijakan yang dianggap perlu guna menyeimbangkan penggunaan modal. Akhirnya,
dari rasio ini kinerja manjemen selama ini akan terlihat apakah sesuai dengan
tujuan perusahaan atau tidak.
3.
Jenis-Jenis
Rasio Solvabilitas
Dalam perakteknya, terdapat beberapa jenis
rasio solvabilitas yang sering digunakan. Adapun jenis-jenis rasio yang ada
dalam rasio solvabilitas antara lain:
a.
Debt to asset
ratio (debt ratio)
Debt ratio merupakan rasio utang yang
digunakan untuk mengukur perbandingan atara total utang dengan aktiva. Dengan
kata lain, seberpa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa
besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengolahan aktiva.
Dari hasil pengukuran apabila rasio tinggi
artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin banyak bagi
perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan
tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula
apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang.
Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan
rasio rata-rat industri yang sejenis.
Rumusnya
Debt to asset ratio = total debt
Total asset
|
Contohnya
Komponen laporan keungan
|
2005
|
2006
|
Total aktiva (total asset)
Total utang (total debt)
|
4200
2050
|
4000
1900
|
Untuk
tahun 2005
Debt to asset ratio = Rp2.050 = 0,488
Rp4.200
|
Rasio ini menunjukan bahwa 49% pendanaan
perusahaan dengan dibiaya dengan utang untuk tahun 2005. Artinya, bahwa setiap
Rp100,00 pendanaan perusahaan,
Rp49,00dibiayai dengan utang dan Rp41,00 disediakan oleh pemegang saham.
Untuk tahun 2006
Debt to asset ratio = Rp1900 =
0,475
Rp4000
|
Rasio ini menunjukan bahwa sekitar 48% pendanaan perusahaan di biaya
dengan utang untuk tahun 2005. Artinya setiap Rp100,00 pendapatan perusahaan ,
Rp48,00 dibiayai dengan utang dan Rp52,00 disediakan oleh pemegang saham.
Jika rata-rata industri 35%, debt to asset
ratio perusahaan masih dibawah rata-rata industri sehingga sangat sulit bagi
perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Kondisi tersebut juga menunjukan
perusahaan dibiayai hampir separuh utang.
b.
Debt To Equiti
Ratio
Debt to equiti merupakan rasio yang digunakan
untuk menilai utang dengan equitas . rasio ini dicari dengan cara membandingkan
seluruh utang, termasuk utang lancar dengan utang seluruh equitas. Rasio ini
berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan
Debt to equity ratio untuk setiap perusahaan
tentu berbeda-beda tergantung karakteristik bisnis dan keragaman arus kasnnya.
Perusahaan dengan arus kas stabil biasanya memiliki rasio lebih tinggi dari
rasio kas kurang stabil.
Rumusnya
Debt to equity ratio = total
utang (debt)
Equitas (equity)
|
c.
Long Term Debt
To Equity Ratio (LTDtER)
LTDtER
merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan jangka modal sendiri. Tujuannya adlah untuk mengukur bebrapa bagian
dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang
dengan cara membandingkan antara utang jangaka panjang dengan modal sendiri
yang disediakan oleh perusahaan.
Rumusnya
LTDtER
= long term debt
equity
|
d.
Times Interest
Earned
Menurut J.Fred
Weston times interest earned merupakan rasio untuk mencari jumlah kali
perolehan bunga. Rasio ini diartikan oleh James C. Van Horne juga sebagai
kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga sama seperti coverage ratio.
Untuk mengukur
rasio ini digunakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak
dibandingkan dengan biaya bungga yang dikeluarkan. Dengan demikian kemampuan
perusahaan untuk membayar bunga pinjaman tidak dipengaruhi oleh pajak.
Rumusnnya
Times
interest earned = EBIT
Biaya bunga (interes)
|
Atau
Times
interest earned = EBT + biaya bunga
Biaya bunga (interes)
|
e.
Fixed charge
coverage (FCC)
Fcc atau
lingkungan biaya tetap merupakan rasio yang menyerupai times interest earned
ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan
memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa.
Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan atau jangka
panjang.
Rumusnya
Fixed
charger coverage = EBT + biaya bunga + kwajiban sewa/lease
Biaya bunga + kewajiban sewa /lease
|
f.
Hasil
Pengukuran
Dari
pengukuran rasio diatas dapat kita lihat kondisi dan posisi perusahaan seperti
yang dilihat dlam tabel berikut:
NO
|
Jenis Rasio
|
2005
|
2006
|
Standar
industri
|
1
2
3
4
5
|
Debt to
asset ratio
Debt to
equity ratio
Long term
debt to equity ratio (LTDtER)
Times
interest earned
Fixed charge
coverage
|
49%
91%
58%
10 kali
8,5 kali
|
48%
90%
55%
7,6 kali
12 kali
|
35%
90%
10 kali
10 kali
10 kali
|
Debt to asset
ratio tahun 2005 sebanyak 49% artinya dari aktiva perusahaan didanai utang
(modal pinjaman) sebesar 49% dan ini juga berarti sebanyak 41% dibiayai dengan
modal dari pemegang saham. Kemudiaan tahun 2006 sebanyak 48% dari aktiva
perusahaan didanai utang (modal pinjaman) dan sebanyak 42% dibiayai dengan
modal dari pemegang saham. Jika dibandingkan dengan standar rata-rata industry
35%, kondisi perusahaan untuk tahun 2005 dan 2006 dinilai kurang baik. Artinya
perusahaan di biayai dengan utang melebihi rata-rata industry
Debt to equity
ratio menunjukan bahwa kreditor menyediakan Rp 91,00 pada tahun 2005 untuk
setiap Rp 100,00 yang disediakan pemegang saham. Perusahaan dibiayai oleh utang
sebanyak 91%. Demikian pula pada tahun 2006 tidak jauh berebeda dengan tahun
2005 yaitu sebesar 90,4 mendekati 90%.
Jika rasio
rata-rata industry untuk debt to equiti ratio sebesar 80% perusahaan masih
dianggap kurang baik karena masih berada diatas rata-rata industry. Demikian
pula untuk tahun 2006 dinilai kurang baik dan tidak jauh kurang berbeda dengan
tahun 2005.
Times interest
earned pada tahun 2005 adalah 10 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat
ditutup 10 kali laba sebelum bunga dan pajak. Kemudia, pada tahun 2006 times
interest earned adalah 7,6 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat
ditutup 7,6 kali laba sebelum pajak.
Apabila
rata-rata industry untuk usaha yang sejenis 10 kali, rasio untuk tahun 2005
baik akan tetapi, untuk tahun 2006 dinilai kurang baik Karena masih dibawah
rata-rata industry 10 kali. Hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk
memperoleh pinjaman di kemudiaan hari.
Seandainya
rata-rata industry untuk fixed carge coverage adalah10 kali, untuk tahun 2005
hanya 8,5 kali dan ini dinilai kurang baik karena masih dibawah rata-rata industry
dan tentu menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman baru.
Sementara itu, tahun 2006 dengan rasio 12 kali dianggap cukup baik karena
berada diatas rata-rata industry sehingga memudahkan perusahaan untuk
memperoleh perusahaan. [2]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Freed Weston,
menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan
ditagih, maka mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang
telah jatuh tempo. Tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio
likuiditas adalah Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau
utang yang segera jatuh tmpo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang
telah ditetapkan(tanngal dan bulan tertentu).
Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan di biayai
dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio
solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila
perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Tujuan rasio solvabilitas Untuk mengetahui
posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor), Untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap
(seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).
B.
Saran
Sekian
penulisan makalah tentang Rasio Likuiditas dan Rasio Solvabilitas kiranya
pembaca memahami materi yang ada dalam makalah kami dan bisa menerapkannya di
lingkungan kerja. Apabila dalam penulisan makalah terdapat kesalahan dan
kekurangan pemakalah meminta maaf yang sebesar-besannya.
DAFTAR PUSTAKA
Kasmir. Analisis
Laporan Keuangan, 2018, Depok. Rajawali
pers
Kasmir. Pengantar
Manajemen Keuangan, 2010, Jakarta. Prenada Media Grup
No comments:
Post a Comment