1

loading...

Sunday, April 7, 2019

MAKALAH ANALISIS LAPORAN KEUANGAN RASIO LIKUIDITAS DAN RASIO SOLVABILITAS


MAKALAH ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
RASIO LIKUIDITAS DAN RASIO SOLVABILITAS
 


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Untuk menjalakan operasinya setiap perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjlan sebagaimana mestinya. Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau sebagian dari biaya yang diperlukan, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang. Dan juga dibutuhkan untuk melakukan ekspansi atau pelunasan usaha atau investasi baru. Artinya didalam perusahaan harus selalu tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga tersedia pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini, tugas manajer keuangan lah yang bertugas memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam praktinya untuk menutupi kekurangan akan kebutuhan dana, perusahaan memilki beberapa pilihan sumber dana yang dapat digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung dari tujuan, syarat-syarat, keuntungan, dan kemampuan perusahaan tenunya. Sumber-sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainnya). Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber tersebut atau kombinasi dari keduanya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu rasio likuiditas dan rasio solvabilitas?
2.      Apa saja manfaat dan tujuan dari rasio likuiditas dan rasio solvabilitas?
3.      Apa asaja jenis-jenis dari  rasio likuiditas dan rasio solvabilitas?
C.    Tujuan Penulisan
1.      untuk mengetahui pengertian dari rasio likuiditas dan rasio solvabilitas
2.      untuk mengetahui manfaat dan tujuan rasio likuiditas dan rasio solvabilitas
3.      untuk mengetahui  jenis-jenis rasio likuiditas dan rasio solvabilitas

BAB 11
PEMBAHASAN
A.    Rasio Likuiditas
1.      Pengertian rasio likuiditas
Kita seringkali mendengar atau bahkan melihat ada perusahaan yang tidak mampu atau tidak sanggup untuk membayar seluruh atau sebagian utang yang sudah jatuh tempo pada saat di tagih atau terkadang perusahaan sering tidak memiliki dana untuk membayar kewajibannya tepat waktu.
Freed Weston, menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang telah jatuh tempo.[1]
2.      Jenis-jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan:
a.       Rasio lancar
Merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo.
Rumusnya
Current ratio = Aktiva lanvar (kuren assets)
Utang lancar (curren Liabilities)
Untuk pembahasan rasio-rasio ini kita mengunakan PT yumiko maharani, Tbk.


Contohnya
Komponen laporan keungan
2005
2006
Total aktiva lancar (current asesset)
1640
1340
Total utang lancar (current liabilities)
750
750
Untuk tahun 2005:
Current Ratio(CR) = Rp 1640   = 2,2
Rp 750
 Untuk tahun 2006:
Current Ratio(CR)= Rp 1340  = 1,8
Rp 750

b.      Rasio cepat
Merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai sediaan. Artinya, nilai sediaan kita abaikan, dengan cara dikurangi dari nilai total aktiva lancar. Hal ini dilakukan karena sediaan dianggap memerlukan waktu relative lebih lama untuk diuangkan, apabila perusahaan  membutuhkan dana cepat untuk membayar kewajibannya dibandingkan dengan aktiva lainnya.
Rumus untuk mencari rasio cepat (quick ratio) dapat digunakan sebagai berikut.
Quick Rasio(Acit Tesr Rasio)= current assets - Inventory
Current liabilitis
Contohnnya
Komponen laporan keuangan
2005
2006
Total aktiva lancar (current Asset)
Total uang lancar (curren leabilytis)
Sediaan ( inventory)
1640
750
250
1340
750
310


Contoh tahun 2005
Quick rasio= Rp 1640 – Rp 250 = 2,2
Rp 750
Contoh tahun 2006
Quick rasio = Rp 1340 – Rp 310 = 2,2
Rp 750

c.       Rasio kas
Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk bayar utang. Ketersediaan uang kas dapat ditujukan dari tersedianya dana kas atau yang setara dengan kas seperti rekening giro atau tabungan yang ada di bank (dapat di tarik menggunakan ATM).
Rumus rasio kas
Cash ratio = kas + bank
                  Current liabilities
                         Conntohnya
                       
 Komponen laporan keuangan
2005
2006
Total aktiva lancar
Total utang lancar
Kas
Giro (bank)
1640
750
250
350
1340
750
260
300
                        Untuk tahun 2005
Cash ratio = Rp 250 + Rp 350 = 0,8 atau 80%
Rp 750
                       
Untuk tahun 2006
Cash ratio = Rp 260 + Rp 350 = 0,746 atau 75%
Rp 750

d.      Rasio perputaran kas
Menurut James O. Gill, digunakan untuk mengukur tingkat kecukupan modal kerja perusahaan yang dibutuhkan untuk membayar tagihan dan membiayai penjualan
Rasio perputaran kas = penjualan bersih
             Modal kerja bersih
 Contohnnya
Komponen laporan keuangan
2005
2006
Penjualan bersih
Tital aktiva lancar
Total utang lancar
5950
1640
750
5550
1340
750
Untuk tahun 2005
Rasio perputaran kas = 5950 = 6, 68
   1640 - 750
Untuk tahun 2006
Rasio perputaran kas =  5550 = 9,4
   1340 - 750

e.       Inventory To Net Working Capital
Merupaka arasio yang digunkan untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. Modal tersebut terdiri dari pengurangan antara aktiva lancar dengan utang lancar.
Rumusnya
Inventory to NWC =        inventory
Curret aseets – current liabilitas
Contohnya
Komponen laporan keuangan
2005
2006
Total aktiva lancar
Total utang lancar
Sediaan
1640
750
250
1340
750
310
Untuk tahun 2005
Inventory to NWC =        250  = 0,105
 1640 – 750
Contoh tahun 2006
Inventory to NWC =     310   = 0,148
 1340 – 750

3.      Tujuan dan manfaat rasio likuiditas
Perhitungan rasio likuiditas memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Pihak yang paling berkepentimgan adalah pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan guna menilai kemampuan mereka sendiri. Kemudian pihak luar perusahaan jiga memiliki kepentingan, seperti pihak kreditor atau penyedia dana bagi perusahaan, misalnya perbankan. Ataw juga pihak distributor atau suppliyer yang menyalurkan atau menjual barang yang pembayaran secara angsuran kepada perusahaan.
Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas:
a.       Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tmpo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan(tanngal dan bulan tertentu).
b.      Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun, dibandingkan dengan total aktiva lancar.
c.       Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar ewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan dan persediaan. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah.
d.      Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
e.       Untuk mengukur sebagian besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
f.       Sebagai alat perencanaan kedepan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang.
g.      Untuk melihat posisi dan kondisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
h.      Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
i.        Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini
Bagi pihak  luar perusahaan, seperti pihak penyandang dana(kreditor), investor, distributor, dan masyarakat luar, rasio likuiditas bermanfaat untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban pada pihak ketiga. Kemampuan membayar tersebut akan memberikan jaminan bagi pihak kreditor untuk memberikan pinjaman selanjutnya. Kemudian, bagi pihak distributor adanya kemampuan membayar mempermudah dalam memberikan keputusan untuk menyetujui penjualan barang dagangan secara angsuran. Artinya, ada jaminan bahwa pinjaman yang diberikan akan mampu dibayar secara tepat waktu. Namun, rasio likuiditas bukanlah satu- satunya cara atau syarat untuk menyetujui pinjaman atau penjualan barang secara kredit.
4.      Hasil pengukuran
NO
Jenis Rasio
2005
2006
Standar industri
1
2
3
4
5
Current ratio
Quick ratio
Cash ratio
Cash to tum over
Inventory to net working capital
2,2 kali
2,5 kali
80%
7%
11%
1,8 kali
2,2 kali
75%
10%
15%
2 kali
1,5 kali
50%
10%
12%
      Rasio lancar ( current ratio ), dapt dilihat dari tabel terjadi penurunan sebanyak 2,2 kali. Hal ini dapat dikatakan memuaskan karena berada diatas rata-rata industry, namun sebaliknya pada tahun 2006 menjadi kurang memuaskan karena masih dibawah rata-rata industry.
      Jika standar rata-rata industri untuk curren ratio adalah 2 kali, current ratio perusahaan tahun 2005 dikatakan baik. Namun, untuk tahun 2006 dikatakan kurang baik karena tidak memenuhi syarat standar rata-rata industri. Oleh karena itu, kondisi ditahun 2006 perlu dikhawatirkan mengingat rasio lancar yang dimiliki perusahaan masih dibawah rata-rata industri dan perlu ditingkatkan lagi seperti tahun sebelumny. Hal ini penting mengingat rasio yang menyamai rata-rata industri yang dibutuhkan guna menumbuhkan tingkat kepercayaan berbagai pihak perusahaan.
      Hasil rasio cepat dari tahun 2005 ke tahun 2006 juga mengalami perubahan atau penurunan. Jika semula pada tahun 2005 rasio cepatnya 2,5 kali, pada tahun 2006 turun menjadi 2,2 kali.
      Jika standar rata-rata industri untuk quick ratio adalah 1,5 kali, kondisi perusahaan dapat dikatakan cukup memuaskan untuk kedua rahun tersebut, walaupun terjadi penurunan.
      Jika rata-rata industri rasio kas 50%, perusahaan berada dalam memuaskan karena masih diatas rata-rata industry. Hanya saja perlu diantisipasi apakah pengunaan kas sudah dilakukan secara optimal karena rasio kas yang tinggi dicurigai karena manajemen belum melakukan pengelolaan secara baik, artinya adanya kas yang idle (menganggur) dan tentu saja ini dapar merugikan perusahaan.
Hasi pengukuran rasio perputaran kas dari tahun 2005 ke tahun 2006 juga mengalami kenaikan. Jika semula pada tahun 2005 rasionya sebesar 7%, pada tahun 2006 rasionya naik menjadi 10%.ini berarti perusahaan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menutupi biaya-biaya perusahaan.
Jika rata-rata industri rasio perputaran kas 10%, kondisi perusahaan tahun 2005 tidak memuaskan karena masih dibawah rata-rata industri. Sementara itu,rasiomuntuk 2006 memuaskan karena sama dengan rata-rata industri.
Hasi pengukuran  inventory to net working capital dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami kenaikan. Jika semula pada tahun 2005 rasio kas sebanyak 1% pada tahun 2006 naik menjadi 15%.
Jika standar rata-rata industry inventory to net working capital 12%, rasio perusahaan ini untuk tahun 2005 dinilai kurang baik meski tidak terlalu jauh dari rata-rata industri. Sementara itu rasio untuk tahun 2006 baik, karena diatas rata-rata industri.



B.     Rasio Solvabilitas
1.      Pengertin Rasio Solvabilitas
Untuk menjalakan operasinya setiap perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjlan sebagaimana mestinya. Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau sebagian dari biaya yang diperlukan, baik dana jangka pendek maupun jangka panjang. Dan juga dibutuhkan untuk melakukan ekspansi atau pelunasan usaha atau investasi baru. Artinya didalam perusahaan harus selalu tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga tersedia pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini, tugas manajer keuangan lah yang bertugas memenuhi kebutuhan tersebut.
Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan di biayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Penggunaan rasio sovabilitas bagi perusahaan memberikan banyak manfaat yang dapat dipetik, baik rasio rendah maupun rasio tinggi. Menurut Fred Weston rasio solvabilitas memiliki beberapa implikasi sebagai berikut:
a.       Kreditor mengharapkan ekuitas (dana yang disediakan pemilik) sebagai marjin keamanan. Artinya jika pemilik memiliki dana yang kecil sebagai modal, risiko bisnis terbesar akan ditanggung kreditor.
b.      Dengan pengadaan dana melalui utang, pemilik memperoleh manfaat, berupa tetap dipertahankan penguasaan atau pengendalian perusahaan.
c.       Bila perusahaan mendapat penghasilan lebih dari dana yang dipinjamkannya dibandingkan dengan bunag yang harus dibayanya, pengambilan kepada pemili diperbesar.
Dalam praktiknya, apabila dari hasil perhitungan, perusahaan ternyata memiliki rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba  juga besar. Sebaliknya apabila perusahaan memilki rasio sovabilitas lebih rendah tentunya mempunyai risiko kerugian lebih kecil pula, terutama saat perekonomian menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Oleh karena itu, manajer keuangan dituntut untuk mengelola rasio solvabilitas dengan baik sehingga mampu menyeimbangkan pengembalian yang tinggi dengan tingkat rasio yang dihadapi, perlu dicermati pula bahwa besar kecilnya rasio ini sangat tergantung dari pinjaman yang dimiliki perusahaan, disamping aktiva yang dimilikinya (ekuitas).
Pengukuran rasio solvabilitas atau rasio leverage, dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
a.    Mengukur rasio-rasio neraca dan sejauh mana pinjaman digunakan untuk permodalan.
b.    Melalui rasio-rasio pendekatan laba  rugi.
2.      Tujuan Dan Manfaat Rasio Solvabilitas
Berikut adalah beberapa tujuan perusahaan dengan menggunakan rasio solvabilitas yakni:
a.       Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor)
b.      Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga)
c.       Untuk menilai keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktifa tetap dengan modal
d.      Untuk menilai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
e.       Untuk menilai seberapa besar pengaruh utang perusahaan terhadap peneglolaan aktiva
f.       Untuk menilai atau mengukur beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang
g.      Untuk menilai beberapa dana pinjaman yang segera akan ditagih terdapat sekian kalinya modal sendiri yang dimiliki.
Sementara itu, manfaat rasio sovabilitas atau leverage ratio adalah:
a.       Untuk menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya
b.      Untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga)
c.       Untuk menganalisis keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan modal
d.      Untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang
e.       Untuk mengaanalisis seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva
f.       Untuk menganalisis atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang
g.      Untuk menganalisis berapa dan pinjaman yang segera akan ditagih ada terdapat sekian kalinya modal sendiri.
Intinya adalah dengan rasio sovabilitas, perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta menegtahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban, setelah diketahui, manajer keuangan dapat menggambil kebijakan yang dianggap perlu guna menyeimbangkan penggunaan modal. Akhirnya, dari rasio ini kinerja manjemen selama ini akan terlihat apakah sesuai dengan tujuan perusahaan atau tidak.
3.      Jenis-Jenis Rasio Solvabilitas
Dalam perakteknya, terdapat beberapa jenis rasio solvabilitas yang sering digunakan. Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio solvabilitas antara lain:
a.       Debt to asset ratio (debt ratio)
Debt ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan atara total utang dengan aktiva. Dengan kata lain, seberpa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengolahan aktiva.
Dari hasil pengukuran apabila rasio tinggi artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin banyak bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang. Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan rasio rata-rat industri yang sejenis.


Rumusnya
Debt to asset ratio =   total debt
Total asset
Contohnya
Komponen laporan keungan
2005
2006
Total aktiva (total asset)
Total utang (total debt)
4200
2050
4000
1900
 Untuk tahun 2005
Debt to asset ratio =  Rp2.050 = 0,488
Rp4.200
Rasio ini menunjukan bahwa 49% pendanaan perusahaan dengan dibiaya dengan utang untuk tahun 2005. Artinya, bahwa setiap Rp100,00 pendanaan  perusahaan, Rp49,00dibiayai dengan utang dan Rp41,00 disediakan oleh pemegang saham.
Untuk tahun 2006
Debt to asset ratio = Rp1900 = 0,475
Rp4000

Rasio ini menunjukan bahwa  sekitar 48% pendanaan perusahaan di biaya dengan utang untuk tahun 2005. Artinya setiap Rp100,00 pendapatan perusahaan , Rp48,00 dibiayai dengan utang dan Rp52,00 disediakan oleh pemegang saham.
Jika rata-rata industri 35%, debt to asset ratio perusahaan masih dibawah rata-rata industri sehingga sangat sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Kondisi tersebut juga menunjukan perusahaan dibiayai hampir separuh utang.
b.      Debt To Equiti Ratio  
Debt to equiti merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan equitas . rasio ini dicari dengan cara membandingkan seluruh utang, termasuk utang lancar dengan utang seluruh equitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam  (kreditor) dengan pemilik perusahaan
Debt to equity ratio untuk setiap perusahaan tentu berbeda-beda tergantung karakteristik bisnis dan keragaman arus kasnnya. Perusahaan dengan arus kas stabil biasanya memiliki rasio lebih tinggi dari rasio kas kurang stabil.
Rumusnya
Debt to equity ratio = total utang (debt)
Equitas (equity)

c.       Long Term Debt To Equity Ratio (LTDtER)
LTDtER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan jangka modal sendiri.  Tujuannya adlah untuk mengukur bebrapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangaka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
Rumusnya
LTDtER =  long term debt
            equity

d.      Times Interest Earned
Menurut J.Fred Weston times interest earned merupakan rasio untuk mencari jumlah kali perolehan bunga. Rasio ini diartikan oleh James C. Van Horne juga sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga sama seperti coverage ratio.
Untuk mengukur rasio ini digunakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak dibandingkan dengan biaya bungga yang dikeluarkan. Dengan demikian kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman tidak dipengaruhi oleh pajak.
Rumusnnya
Times interest earned =        EBIT
                    Biaya bunga (interes)
 Atau
Times interest earned =  EBT + biaya bunga
Biaya bunga (interes)

e.       Fixed charge coverage (FCC)
Fcc atau lingkungan biaya tetap merupakan rasio yang menyerupai times interest earned ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa. Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan atau jangka panjang.
Rumusnya
Fixed charger coverage = EBT + biaya bunga + kwajiban sewa/lease
         Biaya bunga + kewajiban sewa /lease

f.     Hasil Pengukuran
Dari pengukuran rasio diatas dapat kita lihat kondisi dan posisi perusahaan seperti yang dilihat dlam tabel berikut:



NO
Jenis Rasio
2005
2006
Standar industri
1
2
3

4
5
Debt to asset ratio
Debt to equity ratio
Long term debt to equity ratio (LTDtER)
Times interest earned
Fixed charge coverage
49%
91%
58%

10 kali
8,5 kali
48%
90%
55%

7,6 kali
12 kali
35%
90%
10 kali

10 kali
10 kali

Debt to asset ratio tahun 2005 sebanyak 49% artinya dari aktiva perusahaan didanai utang (modal pinjaman) sebesar 49% dan ini juga berarti sebanyak 41% dibiayai dengan modal dari pemegang saham. Kemudiaan tahun 2006 sebanyak 48% dari aktiva perusahaan didanai utang (modal pinjaman) dan sebanyak 42% dibiayai dengan modal dari pemegang saham. Jika dibandingkan dengan standar rata-rata industry 35%, kondisi perusahaan untuk tahun 2005 dan 2006 dinilai kurang baik. Artinya perusahaan di biayai dengan utang melebihi rata-rata industry
Debt to equity ratio menunjukan bahwa kreditor menyediakan Rp 91,00 pada tahun 2005 untuk setiap Rp 100,00 yang disediakan pemegang saham. Perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 91%. Demikian pula pada tahun 2006 tidak jauh berebeda dengan tahun 2005 yaitu sebesar 90,4 mendekati 90%.
Jika rasio rata-rata industry untuk debt to equiti ratio sebesar 80% perusahaan masih dianggap kurang baik karena masih berada diatas rata-rata industry. Demikian pula untuk tahun 2006 dinilai kurang baik dan tidak jauh kurang berbeda dengan tahun 2005.
Times interest earned pada tahun 2005 adalah 10 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat ditutup 10 kali laba sebelum bunga dan pajak. Kemudia, pada tahun 2006 times interest earned adalah 7,6 kali atau dengan kata lain, biaya bunga dapat ditutup 7,6 kali laba sebelum pajak.
Apabila rata-rata industry untuk usaha yang sejenis 10 kali, rasio untuk tahun 2005 baik akan tetapi, untuk tahun 2006 dinilai kurang baik Karena masih dibawah rata-rata industry 10 kali. Hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk memperoleh pinjaman di kemudiaan hari.
Seandainya rata-rata industry untuk fixed carge coverage adalah10 kali, untuk tahun 2005 hanya 8,5 kali dan ini dinilai kurang baik karena masih dibawah rata-rata industry dan tentu menyulitkan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman baru. Sementara itu, tahun 2006 dengan rasio 12 kali dianggap cukup baik karena berada diatas rata-rata industry sehingga memudahkan perusahaan untuk memperoleh perusahaan. [2]














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Freed Weston, menyebutkan bahwa rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang telah jatuh tempo. Tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas adalah Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tmpo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan(tanngal dan bulan tertentu).
Rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan di biayai dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Tujuan rasio solvabilitas Untuk mengetahui posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya (kreditor), Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang bersifat tetap (seperti angsuran pinjaman termasuk bunga).
B.     Saran
Sekian penulisan makalah tentang Rasio Likuiditas dan Rasio Solvabilitas kiranya pembaca memahami materi yang ada dalam makalah kami dan bisa menerapkannya di lingkungan kerja. Apabila dalam penulisan makalah terdapat kesalahan dan kekurangan pemakalah meminta maaf yang sebesar-besannya.

DAFTAR PUSTAKA
Kasmir. Analisis Laporan Keuangan,  2018, Depok. Rajawali pers
Kasmir. Pengantar Manajemen Keuangan, 2010, Jakarta. Prenada Media Grup


[1] Kasmir. Pengantar manajemen keuangan, hal. 110
[2] Kasmir. Analisis Laporan Keuangan. Hal 131-163

No comments:

Post a Comment