Makalah Aliran-Aliran Tentang Konsepsi Ketuhanan
A.
Mukaddimah
Aliran
mengenai konsep ketuhanan berbeda dengan perkembangan konsep kepercayaan kepada
Tuhan. Perkembangan konsep ketuhanan menekankan aspek sejarah, dan perubahan
yang terjadi dari satu fase ke fase berikutnya. Sedangkan dalam aliran konsep
ketuhanan dilihat dari segi hubungan Tuhan dengan dunia dan makhlukNya.
Aliran-aliran konsep ketuhanan disebut world
view tentang realitas yang tertinggi. Seseorang berkemungkinan menarik
garis yang sama dengan orang lain, tetapi wujud interpretasi akan berbeda
sesuai dengan persepsi atau tujuan masing-masing.
Seorang teisme akan berkata bahwa
Tuhan adalah wujud tertinggi, mahasempurna, tidak terbatas, berada di luar alam
dan di dalam alam. Jadi, Tuhan mencipta sekaligus memelihara. Berbeda dengan
deisme, dia tidak mengakui campur tangan Tuhan di dunia setelah menciptakan
alam. Jarak antara Tuhan dan alam sangat jauh dan tidak mungkin berinteraksi
dengan alam.
B.
Pembahasan
1.
Teisme
Tokoh
Kristen pertama yang mengemukakan gagasan teisme adalah St. Agustinus. Menurutnya,
Tuhan ada dengan sendirinya, tidak diciptakan, tidak berubah, abadi, bersifat
personal dan maha sempurna.Tuhan adalah kekuatan personal yang terdiri atas
Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Tuhan menciptakan alam jauh dari alam di luar
dimensi waktu, tetapi dia mengendalikan setiap kejadian dalam alam. Mukjizat
pun benar-benar ada karena Tuhan selalu mengatur ciptaannya.[1]
Salah satu jenis teisme adalah monoteisme dan politeisme. Sebutan teisme
dicetuskan oleh Ralph Cudworth pada tahun 1587 sebagai lawan karta ateisme. [2]
Menurut
teisme, Tuhan berada di alam (immanent) dan jauh dari alam (transcendent).
Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. Oleh karena itu
teisme meyakini kebenaran mukjizat walaupun menyalahi hukum alam. Agama
penganut teisme adalah Yahudi, Kristen, dan Islam.[3]
Tipe-tipe
teisme diantaranya, teisme rasional yang dipelopori Rene Descartes dan Leibniz;
teisme eksistensial, Soren Kierkegaard; teisme fenomenologi, Peter Koestenbaum;
teisme empiris, Thomas Reid, dsb. Kesemuanya memiliki cara pandang tersendiri tentang
Tuhan, cara mendekati Tuhan, dan hubungannya dengan alam. Contohnya yang
terjadi pada Yahudi dan Islam di satu pihak yang mengEsakan Tuhan, dan Kristen
ortodok di pihak lain yang meyakini bahwa Tuhan adalah tiga pribadi.
Adapun dalil mengenai
keEsaan Tuhan,
قُلۡ
هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ١
Artinya:
“Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa” (Q.S.
Al-Ikhlas:1)
Transendensi Tuhan dicantumkan dalam
surat Al-A’raf ayat 54.
إِنَّ
رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ ....
Artinya:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas
´Arsy....”
Imanensi Tuhan dijelaskan dalam
surat Qaf ayat 16,
وَلَقَدۡ
خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ
أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ ١٦
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya”
Adapun ayat
yang menunjukkan bahwa Tuhan transenden dan immanen adalah surat Yunus ayat 3,
إِنَّ
رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۖ
Artinya:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan
langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy untuk
mengatur segala urusan.“
Awal ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan
bersemayam di ‘Arsy yang mengesankan Tuhan jauh dari alam. Pada akhir ayat Dia
mengatur segala urusan Yang mengesankan bahwa Tuhan selalu memerhatikan alam
(immanen). Jadi ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan transenden sekaligus immanen.[4]
Konsep teisme dalam Islam dijelaskan oleh
Al-Ghazali. Menurutnya, Allah adalah Zat Yang Maha Esa dan pencipta alam
sekaligus berperan aktif dalam mengendalikan alam.Allah menciptakan alam dari
tidak ada (cretio exnihilo). Mukjizat adalah suatu peristiwa yang wajar
karena Ia mahakuasa dan berkehendak mutlak, mampu mengubah segala ciptaan-Nya
sesuai kehendak mutlak-Nya.[5]
Al-Ghazali yang haus akan kebenaran pada akhir
hidupnya menitiktekankan pada immanensi Tuhan. Ia berpendapat bahwa kedekatan
Tuhan itu sekaligus membuka tabir pengetahuan. Pertama, dia meyakini bahwa kebenaran
dapat diperoleh melalui indra. Tetapi indra bohong. Sebab ketika mata melihat
bulan hanya sebesar bola, padahal bulan hampir sama dengan bumi. Kedua, dia
meyakini akal lah yang mendatangkan kebenaran, karena bisa menetapkan bahwa
bulan jauh lebih besar dari bola. Tetapi itupun tak bisa dijadikan acuan. Karena
ketika seseorang bermimpi, ia benar-benar merasa mengalami kejadian dalam mimpi
tersebut. Tapi ternyata mimpi hanya ilusi belaka.
Oleh karena itu ia mencari pengetahuan yang
tak dapat diragukan lagi, bersumber dari yang Mahabenar, yaitu Tuhan, sehingga
terjadilah al-kasyaf (terbukanya
tabir) tidak ada lagi hijab antar hamba pencari pengetahuan dengan yang
memiliki pengetahuan. Inilah pengetahuan yang hakiki.
Menurut Agustinus, manusia terdiri dari jasad
yang fana dan jiwa yang tidak mati. Ketika dibangkitkan setelah kematian, jiwa
manusia akan mencapai kesempurnaan. Karena hakikat yang sebenarnya dari manusia
adalah jiwa, dan jiwa yang bersih akan kembali ke pencipta-Nya.
Filsuf Yahudi yang berpaham teisme adalah Ibnu
Maimun. Menurutnya, Tuhan adalah transenden. Tetapi ia berargumen bahwa Tuhan
memerhatikan nasib makhluk-Nya dan mendengar doa kita. Bukti Tuhan memerhatikan
nasib makhluk-Nya adalahdengan memberi nikmat sampai bertingkat-tingkat.
Aemakin penting sesuatu itu untuk kebutuhan hidup, semakin mudah diperoleh.
Sebaliknya, semakin tidak dibutuhkan, hal itu semakin jarang dan mahal.
Dari ketiga filsuf yang berlainan agama,
tampak benang merah yang menghubungkan pemikiran mereka, yaitu Tuhan secara zat
adalah transenden dan jauh dari pengetahuan manusia. Ditinjau dari segi perbuatan-Nya , Tuhan
berada dalam alam, bahkan memerhatikan nasib makhluk-Nya. Namun pandangan
semacam ini memiliki kontribusi positif dan tak luput dari kritikan.
1.1.
Kontribusi positif
·
Dengan perlunya ada suatu realitas tertinggi
yang perlu dianut.Moral ateisme tidak dapat diidentifikasi secara jelas dan
diusut asalnya. Adapun moral teisme dapat diidentifikasi dan diusut asalnya,
yakni Tuhan yang merupakan puncak kesempurnaan moral yang berhak disembah.
Maka tak heran ada penganut teisme yang
rela mengorbankan dirinya untuk Tuhan teistik, seperti mati syahid.
·
Teisme menawarkan landasan yang kukuh, standar
moral yang universal. Karena nilai yang obsolut mengunggulimoral dan tingkah
laku yang dibuat oleh manusia yang bersifat relatif dan berubah.
·
Teisme meletakkan dasar yang kukuh dalam
menghargai manusia, yaitu sebagai ciptaan Tuhan dan wakilnya di bumi. Jadi
dasar ketinggian martabat manusia karena Tuhan menciptakannya lebih tinggi dari
makhluk lain
·
Teisme menawarkan kehidupan abadi setelah mati
dengan mempertegas keberadaan manusia di dunia, dari mana, sedang ke mana dan
hendak kemana disaat nihilisme menyimpulkan bahwa hidup adalah sesuatu yang
tidak bernilai.
1.2.
Kritikan Terhadap Teisme
Menurut Sigmund
Freud, agama manusia hanya refleksi dari keinginan-keinginan yang
dipersonifikasikan dengan bentuk yang abstrak. Menurut pendukung materialisme,
terutama Karl Marx, agama adalah bagian dari kelas buruh yang menderita. Mereka
tidak mampu melawan struktur kelas yang begitu kuat sehingga mencari kekuatan
supernatural untuk menolongnya. Dari sinilah muncul Tuhan-Tuhan sesuai
kebutuhannya. Menurutnya, dengan sosialisme, tidak ada seorangpun lapar dan
tertindas.
Kritik Karl
Marx terhadap agama hanya berdasar pada agama yang ada di Eropa kala itu.
Sehingga baginya keyakinan pada Tuhan menyebabkan kelas-kelas dalam masyarakat
semakin tajam, dan ilmu empiris yang ia jadikan sebagai tolak ukur sebuah
keyakinan pun salah. Fenomena agama memang dapat diukur secara empiris, tetapi
tidak untuk hal kepercayaan. Kepercayaan ukurannya kafir dan iman, sedangkan
ilmu empiris ukurannya logisdan tak logis.
2.
Deisme
Kata “deisme”
berasal dari bahasa Latin eus yang berarti Tuhan. Menurut paham deisme,
Tuhan berada diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan,
ia tidak memerhatikan dan memelihara alam. Alam berjalan sesuai dengan
peraturan-peraturan tetap dan sangat sempurna yang telah ditetapkan ketika
proses penciptaan. Tidak ada intervensi pada alam melalui kekuatan
supernatural. Manusia dengan akalnya mampu mengurus kehidupan dunia. Deisme
dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1.
Tuhan tidak terlibat dengan pengaturan alam.
Menciptakan, memprogramkan perjalanannya tetapi tidak menghiraukan apa yang
telah dan akan terjadi.
2.
Tuhan terlibat dengan kejadian di alam, tetapi
bukan mengenai perbuatan moral manusia. Manusia memiliki kebebasan.
3.
Tuhan mengatur alam sekaligus memperhatikan
perbuatan moral manusia. Tetapi manusia tidak akan hidup setelah mati.
4.
Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia
mematuhi hukum moral yang berasal dari alam. Serta ada kehidupan setelah mati.
Pandangan ini berkembang dan hanya dianut di Amerika dan Inggris.
1.1.
Aspek Positif Deisme
Aspek positif dari deisme adalah peranan akal
yang ditonjolkan untuk memahami masalah-masalah agama secara lebih kritis. Contohnya
tentang fungsi akal dalam membedakan mukjizat yang palsu dan sebenarnya.Selain
itu, deisme membantu mengevaluasi kepercayaan agar terhindar dari ketaklidan
dan kejumudan.
Kemunculan deisme dipelopori Newton pada abad
ke-17.Menurutnya, Tuhan hanya pencipta alam, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk
memperbaikinya karena alam sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menjaga
keseimbangan. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sebagian ilmuawan semakin
meyakini kebenaran dan keuiversalan hukum-hukum fisika yang tetap. Dibutuhkannya
peran Tuhan bagi alam semakin kecil. Sehingga semakin lama timbullah paham
bahwa Tuhan hanya menciptakan alam dan kemudian membiarkannya berjalan menurut
hukum yang telah ditentukan.
Salah satu
tokoh deisme adalah Thomas Paine. Ia menolak wahyu Ilahi dan mengagungkan
kemampuan akal. Ia mengakui kesempurnaan Tuhan, tetapi hanya akal yang bisa
mengungkapkan Tuhan. Ia menolak pengetahuan tentang Tuhan yang berasal dari wahyu kepada orang
tertentu. Baginya, wahyu Tuhan yang sebenarnya adalah manusia yang sudah dilengkapi
dengan akal. Karena wahyu mustahil diturunkan karena keterbatasan bahasa
manusia untuk menangkap kandungannya. Agama hanya penemuan manusia, dirancang
untuk memperbudak manusia, memonopoli kekuasaan, dan mencari keuntungan.
Baginya, agama wahyu kristen lah yang melakukan praktik tersebut.
1.2.
Kritikan dan Kelemahan Deisme
1. Deisme menolak mukjizat, padahal deisme mengakui bahwa
Tuhan menciptakan alam dari tiada. Jika Tuhan mampu menciptakan air dari tiada,
mengapa mereka menolak kemampuan Tuhan menjalankan manusia diatas air?
2. Sebagian besar penganut deisme meyakini keuniversalan dan
kemutlakan hukum alam. Tapi ilmuan modern menolak 100% untuk kemutlakan hukum
alam, karena alam sangat luas dan belum semua data terkumpul untuk bisa
memastikan suatu hukum.Tidak ada alasan untuk menolak mukjizat yang menyalahi
hukum alam yang belum tetap.
3. Tuhan menciptakan alam untuk kebaikan makhluk-Nya. Tak
mungkin ia membiarkan makhluknya terbengkalai. Maka dari itu Ia selalu bersama
dengan makhluknya agar berjalan sesuai petunjuk-Nya.
4. Tidak mudah menolak wahyu karena memerlukan penelitian
dan pengkajian yang lebih mendalam.
[1] Jumhurul Umami, Aliran-Aliran
dalam Ketuhanan, ditulis tanggal 2 Juli 2009 dapat diakses melalui google.
[2] Wikipedia: Ensiklopedi
bebas; lihat pula Hlasey, William (1969). Louis Shores. Ed (dalam bahasa
inggris). Collier’s Encyclopedia. 22 (edisi ke-20). Crowell-Coliier
Educational Corporation. Hlm. 26-267.
[3] Amsal bakhtiar, Filsafat Agama, Jakarta:
Rajawali Pers, 2009, hlm. 2.
No comments:
Post a Comment