MAKALAH ALIRAN TEISME
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Beragama merupakan kecenderungan manusia sebagai makhluk yang diciptakan
Allah dalam bentuk yang paling sempurna dengan dibekali akal sebagai alat untuk
mencapai hakikat. Manusia selalu berusaha untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaannya sendiri termasuk tentang siapakah pencipta dunia dan
seisinya. Pada awalnya pertanyaan-pertanyaan itu mereka jawab dengan
pemikiran-pemikiran primitif dan sederhana namun lambat laun dengan semakin
berkembangnya ilmu pengetahuan maka mereka mulai menjawabnya dengan jawaban
yang ilmiah berdasarkan penelitian yang dilakukan.
Dalam teologi Islam dijelaskan bahwa Allah sebagai pencipta alam semesta
telah mengutus Nabi-nabi dan Rasul-rasulnya ketengah-tengah kaum atau kelompok
manusia untuk menuntun mereka ke jalan yang diridho’iNya. Sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam kitab-kitab samawi bahwa akan ada Nabi terakhir yang
bernama Muhammad yang akan menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya.
Orang-orang yang hidup pada zaman setelah Muhammad banyak yang merasa
skeptis pada ajarannya. Mereka khawatir telah dibohongi oleh Muhammad sehingga
berusaha untuk membuat konsep ketuhanan sebagaimana nalar akal mereka untuk
memuaskan dan menjawab segala kebingungan mereka tentang hubungan Tuhan dengan
manusia dan alam. Dari usaha-usaha yang mereka lakukan tentang perumusan konsep
ketuhanan yang menghasilkan beraneka macam konsep dapat diklasifikasikan
menjadi 4 kelompok.
Sejarah mencatat beberapa pandangan manusia tentang Tuhan yaitu Teisme,
Deisme, Panteisme dan Panenteisme. Semuanya memiliki cara pandang masing-masing
tentang konsep ketuhanan. Semua aliran ini sepakat tentang Tuhan sebagai
pencipta namun mereka berbeda pendapat tentang cara berada, aktivitas dan
hubungan Tuhan dengan manusia.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan aliran Teisme?
2. Apa
yang dimaksud dengan aliran Deisme?
3. Bagaimana
deskripsi tentang aliran Panteisme?
4. Bagaimana
deskripsi tentang aliran Panenteisme?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEISME
Tokoh
Kristen pertama yang mengemukakan gagasan teisme adalah St. Agustinus.
Menurutnya, Tuhan ada dengan sendirinya, tidak diciptakan, tidak berubah,
abadi, bersifat personal dan maha sempurna.Tuhan adalah kekuatan personal yang
terdiri atas Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Tuhan menciptakan alam jauh dari alam
di luar dimensi waktu, tetapi dia mengendalikan setiap kejadian dalam alam.
Mukjizat pun benar-benar ada karena Tuhan selalu mengatur ciptaannya.[1]
Salah satu jenis teisme adalah monoteisme dan politeisme. Sebutan teisme
dicetuskan oleh Ralph Cudworth pada tahun 1587 sebagai lawan karta ateisme. [2]
Menurut
teisme, Tuhan berada di alam (immanent) dan jauh dari alam (transcendent).
Tuhan setelah menciptakan alam, tetap aktif dan memelihara alam. Oleh karena
itu teisme meyakini kebenaran mukjizat walaupun menyalahi hukum alam. Agama
penganut teisme adalah Yahudi, Kristen, dan Islam.[3]
Tipe-tipe
teisme diantaranya, teisme rasional yang dipelopori Rene Descartes dan Leibniz;
teisme eksistensial, Soren Kierkegaard; teisme fenomenologi, Peter Koestenbaum;
teisme empiris, Thomas Reid, dsb. Kesemuanya memiliki cara pandang tersendiri
tentang Tuhan, cara mendekati Tuhan, dan hubungannya dengan alam. Contohnya
yang terjadi pada Yahudi dan Islam di satu pihak yang mengEsakan Tuhan, dan
Kristen ortodok di pihak lain yang meyakini bahwa Tuhan adalah tiga pribadi.
Adapun dalil
mengenai keEsaan Tuhan,
قُلۡ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ١
Artinya:
“Katakanlah:
"Dialah Allah, Yang Maha Esa” (Q.S. Al-Ikhlas:1)
Transendensi Tuhan dicantumkan
dalam surat Al-A’raf ayat 54.
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ
فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ ....
Artinya:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
lalu Dia bersemayam di atas ´Arsy....”
Imanensi Tuhan dijelaskan dalam
surat Qaf ayat 16,
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ
نَفۡسُهُۥۖ وَنَحۡنُ أَقۡرَبُ إِلَيۡهِ مِنۡ حَبۡلِ ٱلۡوَرِيدِ ١٦
Artinya:
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan
oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”
Adapun ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan transenden dan immanen
adalah surat Yunus ayat 3,
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ
فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۖ
Artinya:
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy untuk mengatur segala urusan.“
Awal
ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan bersemayam di ‘Arsy yang mengesankan Tuhan
jauh dari alam. Pada akhir ayat Dia mengatur segala urusan Yang mengesankan
bahwa Tuhan selalu memerhatikan alam (immanen). Jadi ayat ini menjelaskan bahwa
Tuhan transenden sekaligus immanen.[4]
Konsep
teisme dalam Islam dijelaskan oleh Al-Ghazali. Menurutnya, Allah adalah Zat
Yang Maha Esa dan pencipta alam sekaligus berperan aktif dalam mengendalikan
alam.Allah menciptakan alam dari tidak ada (cretio exnihilo). Mukjizat
adalah suatu peristiwa yang wajar karena Ia mahakuasa dan berkehendak mutlak,
mampu mengubah segala ciptaan-Nya sesuai kehendak mutlak-Nya.[5]
Al-Ghazali
yang haus akan kebenaran pada akhir hidupnya menitiktekankan pada immanensi
Tuhan. Ia berpendapat bahwa kedekatan Tuhan itu sekaligus membuka tabir
pengetahuan. Pertama, dia
meyakini bahwa kebenaran dapat diperoleh melalui indra. Tetapi indra bohong.
Sebab ketika mata melihat bulan hanya sebesar bola, padahal bulan hampir sama
dengan bumi. Kedua, dia meyakini akal lah yang mendatangkan kebenaran,
karena bisa menetapkan bahwa bulan jauh lebih besar dari bola. Tetapi itupun
tak bisa dijadikan acuan. Karena ketika seseorang bermimpi, ia benar-benar
merasa mengalami kejadian dalam mimpi tersebut. Tapi ternyata mimpi hanya ilusi
belaka.
Oleh
karena itu ia mencari pengetahuan yang tak dapat diragukan lagi, bersumber dari
yang Mahabenar, yaitu Tuhan, sehingga terjadilah al-kasyaf (terbukanya tabir) tidak ada lagi hijab antar
hamba pencari pengetahuan dengan yang memiliki pengetahuan. Inilah pengetahuan
yang hakiki.
Menurut
Agustinus, manusia terdiri dari jasad yang fana dan jiwa yang tidak mati.
Ketika dibangkitkan setelah kematian, jiwa manusia akan mencapai kesempurnaan.
Karena hakikat yang sebenarnya dari manusia adalah jiwa, dan jiwa yang bersih
akan kembali ke pencipta-Nya.
Filsuf
Yahudi yang berpaham teisme adalah Ibnu Maimun. Menurutnya, Tuhan adalah
transenden. Tetapi ia berargumen bahwa Tuhan memerhatikan nasib makhluk-Nya dan
mendengar doa kita. Bukti Tuhan memerhatikan nasib makhluk-Nya adalahdengan
memberi nikmat sampai bertingkat-tingkat. Aemakin penting sesuatu itu untuk
kebutuhan hidup, semakin mudah diperoleh. Sebaliknya, semakin tidak dibutuhkan,
hal itu semakin jarang dan mahal.
Dari
ketiga filsuf yang berlainan agama, tampak benang merah yang menghubungkan
pemikiran mereka, yaitu Tuhan secara zat adalah transenden dan jauh dari
pengetahuan manusia. Ditinjau dari segi
perbuatan-Nya , Tuhan berada dalam alam, bahkan memerhatikan nasib makhluk-Nya.
Namun pandangan semacam ini memiliki kontribusi positif dan tak luput dari
kritikan.
1.1.
Kontribusi
positif
·
Dengan
perlunya ada suatu realitas tertinggi yang perlu dianut.Moral ateisme tidak
dapat diidentifikasi secara jelas dan diusut asalnya. Adapun moral teisme dapat
diidentifikasi dan diusut asalnya, yakni Tuhan yang merupakan puncak
kesempurnaan moral yang berhak disembah. Maka
tak heran ada penganut teisme yang rela mengorbankan dirinya untuk Tuhan
teistik, seperti mati syahid.
·
Teisme
menawarkan landasan yang kukuh, standar moral yang universal. Karena nilai yang
obsolut mengunggulimoral dan tingkah laku yang dibuat oleh manusia yang
bersifat relatif dan berubah.
·
Teisme
meletakkan dasar yang kukuh dalam menghargai manusia, yaitu sebagai ciptaan
Tuhan dan wakilnya di bumi. Jadi dasar ketinggian martabat manusia karena Tuhan
menciptakannya lebih tinggi dari makhluk lain
·
Teisme
menawarkan kehidupan abadi setelah mati dengan mempertegas keberadaan manusia
di dunia, dari mana, sedang ke mana dan hendak kemana disaat nihilisme
menyimpulkan bahwa hidup adalah sesuatu yang tidak bernilai.
1.2.
Kritikan
Terhadap Teisme
Menurut Sigmund Freud, agama manusia
hanya refleksi dari keinginan-keinginan yang dipersonifikasikan dengan bentuk
yang abstrak. Menurut pendukung materialisme, terutama Karl Marx, agama adalah
bagian dari kelas buruh yang menderita. Mereka tidak mampu melawan struktur
kelas yang begitu kuat sehingga mencari kekuatan supernatural untuk
menolongnya. Dari sinilah muncul Tuhan-Tuhan sesuai kebutuhannya. Menurutnya,
dengan sosialisme, tidak ada seorangpun lapar dan tertindas.
Kritik Karl Marx terhadap agama
hanya berdasar pada agama yang ada di Eropa kala itu. Sehingga baginya
keyakinan pada Tuhan menyebabkan kelas-kelas dalam masyarakat semakin tajam,
dan ilmu empiris yang ia jadikan sebagai tolak ukur sebuah keyakinan pun salah.
Fenomena agama memang dapat diukur secara empiris, tetapi tidak untuk hal
kepercayaan. Kepercayaan ukurannya kafir dan iman, sedangkan ilmu empiris
ukurannya logisdan tak logis.
B. DEISME
Deisme adalah pandangan hidup atau ajaran
yang mengakui adanya Tuhan yang esa sebagai pencipta alam semesta, tetapi tidak
mengakui agama karena ajarannya didasarkan atas keyakinannya pada akal dan
kenyataan hidup. Pandangan yang umum oleh para deis adalah Tuhan menciptakan
alam semesta dan tidak campur tangan terhadap apa pun sejak itu. Sekilas ini
mirip dengan pandangan Ateis bahwa tidak ada tanda-tanda di mana Tuhan
mempengaruhi sedikit pun apa yang terjadi di dunia saat ini. Semua berjalan
sesuai hukum sebab akibat yang berlaku. Perbedaannya terletak pada Ateis
melihat bahwa keberadaan Tuhan pun tidak diperlukan untuk menjawab bagaimana
alam semesta ini bermula.[6]
Ciri-ciri kelompok Deisme antara lain :
a.
Tuhan transenden. Artinya Tuhan berada jauh di luar
alam. Tuhan menciptakan alam, namun setelah menciptakannya Ia tidak lagi
memperhatikan dan mengintervensi alam. Alam berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang
telah ditetapkan ketika proses penciptaan.
b.
Tuhan diibaratkan sebagai tukang jam yang sangat ahli.
Setelah jam itu selesai maka tidak lagi membutuhkan si pembuatnya lagi. Jam itu
berjalan sesuai dengan mekanisme yang tersusun dengan rapi. Apabila alam ini
mengalami kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk memperbaikinya Karena
alam sudah mempunyai mekanisme sendiri untuk menjaga keseimbangan.
c.
Tidak menerima mu’jizat, wahyu dan do’a. Karena alam
ini berjalan sesuai mekanisme tertentu yang tidak berubah-ubah dan mekanisme
tersebut dibuat bersamaan dengan penciptaan alam maka tidak menerima mu’jizat
yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu pula do’a dan wahyu tidak lagi
dibutuhkan karena semua yang terjadi di alam sudah diatur.
d.
Manusia cukup dengan akal dalam mengurus kehidupan.
Dengan akal, manusia bisa mengetahui yang baik dan yang buruk, yang benar dan
yang salah.
Sebagian kaum Deis yakin bahwa Tuhan tidak
melakukan intervensi terhadap alam lewat kekuatan supranatural. Ia
Maha sempurna dan jauh dari alam. Namun karena sebagian saja yang berpendapat
demikian maka kaum deis bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
diantaranya :
1. Tuhan telah menciptakan alam dan
memprogramkan perjalanannya sehingga ia tidak lagi terlibat dalam pengaturan
alam. Dia tidak menghiraukan apa yang akan terjadi atau yang telah terjadi
setelah penciptaan tersebut.
2. Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian
yang berlangsung di alam. Tetapi bukan dalam ranah moral. Manusia memiliki
kebebasan dalam berbuat.
3. Tuhan mengatur alam sekaligus
memerhatikan perbuatan manusia. Kelompok ini juga meyakini tidak adanya
kehidupan setelah mati.
4. Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia
mematuhi hukum moral yang berasal dari alam. Kelompok ini juga
meyakini adanya kehidupan setelah mati.[7]
Dari uraian diatas dapat kita lihat
beberapa aspek positif yang terkandung dalam kelompok Deisme diantaranya :
· Menonjolkan
peranan akal dalam memahami masalah-masalah dalam agama sehingga bisa
mengkajinya secara lebih kritis. Dengan demikian manusia terhindar dari taklid
buta dan lebih mantap dalam beragama karena ia beragama setelah melewati
pemikiran panjang serta menemukan dalil-dalil yang jelas dan kuat. Walaupun
dalam hal ini ada beberapa bagian dalam agama yang memang tidak bisa di lihat
kebenarannya secara akal saja melainkan dengan wahyu. Dengan akal manusia bisa
membedakan antara yang benar dan yang salah.
Kelemahan dan kritikan terhadap aliran
Deisme antara lain , di satu sisi Deisme menolak adanya mu’jizat namun
disisi lain menyatakan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tidak ada menjadi ada.
Jika demikian berarti deisme tidak konsisten dalam pernyataannya karena
meragukan kekuasaan Tuhan untuk menjadikan sebuah mu’jizat setelah sebelumnya
meyakini akan kekuasaanNya. Tuhan menciptakan alam tentunya
bertujuan demi kebaikan makhluknya jadi mustahil apabila Tuhan membiarkan
makhluknya.[8]
C. PANTEISME
Panteisme terdiri dari tiga kata, yaitu:
pan yang berarti seluruh, teo yang berarti
tuhan, isme berarti paham. Jadi panteisme adalah paham yang meyakini
bahwa seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam (God is
all and all is one). Ajaran yg
menyamakan Tuhan dengan kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam semesta.
Panteisme mulai terkenal sejak abad 17, ketika Baruch Spinoza menulis Ethics.
Di kemudian hari, konsep Tuhan yang ditawarkan Spinoza bahwa satu satunya yang
layak disebut Tuhan adalah Alam semesta itu sendiri, dirujuk sebagai posisi
kepercayaan Albert Einstein.[9]
Ciri-ciri yang dapat memudahkan kita dalam
memahami kelompok Panteisme antara lain adalah :
1.
Tuhan imanen. Artinya Tuhan dekat dengan alam,
memperhatikan serta mengatur alam.
2.
Seluruhnya adalah Tuhan. Mereka meyakini tentang
kesatuan umum antara Tuhan dan makhluknya. Mereka berfikir demikian karena
ketika lapar dan mereka makan maka yang menjadikan mereka kenyang adalah
makanan sehingga makanan adalah Tuhan, jadi alam ini adalah Tuhan.
3.
Tidak menerima mu’jizat.
4.
Tuhan impersonal. Artinya Tuhan tidak memiliki dzat
khusus karena Ia bersatu dengan alam.
5.
Yang dapat ditangkap panca indra adalah bagian dari
Tuhan (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda mati). Dalam hal ini mereka
terlihat tidak konsisten karena pada dasarnya yang dapat ditangkap panca indera
adalah sesuatu yang semuanya berubah.
6.
Lawan Deisme.
7.
Tuhan esa, maha besar dan tidak berubah.
8.
Tuhan wujud hakiki sementara alam adalah ilusi.
9.
Mirip wihdatul wujud. Walaupun mirip dari
segi kesatuan wujud namun keduanya memiliki perbedaan. Dalam wihdatul
wujud alam dan Tuhan tidak identik sementara dalam Panteisme identik.
Panteisme mengatakan “pohon ini Tuhan” sementara wihdatul wujud mengatakan
“dalam pohon itu ada aspek ketuhanan”.
Kelompok Panteisme tidaklah berbeda dengan
kelompok-kelompok lainnya. Mereka juga memberikan sumbangsih pemikiran yang
bisa diperhitungkan diantaranya :
a.
Panteisme diakui menyumbangkan sebuah pemikiran
menyeluruh tentang sesuatu.
b.
Menekankan imanensi Tuhan sehingga Tuhan selalu dekat
dengan makhlukya. Hal yang demikian menjadikan manusia merasa diperhatikan
Tuhan sehingga berhati-hati dalam berbuat dan tidak melakukan perbuatan yang
jelek.
c.
Seseorang tidak bisa memberi batasan kepada Tuhan
dengan bahasa manusia yang terbatas.
Kelemahan kelompok ini adalah :
1. Panteisme radikal menyatakan bahwa Tuhan
tidaklah berubah dan semua yang ada di alam ini adalah Tuhan. Lagi-lagi terjadi
ketidak konsistenan dalam pemikiran Panteisme. ini berarti alam adalah Tuhan
sedangkan alam sendiri sifatnya berubah.
2. Panteisme meyakini bahwa alam ini adalah
maya. Jika demikian maka orang-orang Panteisme akan mengabaikan
aturan-aturan yang ada di alam seperti rambu-rambu lalu lintas dan lain
sebagainya.
3. Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah
Tuhan maka tidak ada konsep kejahatan dan keburukan dalam Panteisme
D. PANENTEISME
Panenteisme terlihat sedikit mirip dengan
aliran Panteisme namun berbeda dalam cara pandang tentang Tuhan. Menurut
Panteisme semuanya adalah tuhan sedangkan menurut Panenteisme semuanya dalam
Tuhan. Penenteisme meyakini bahwa Tuhan adalah pengatur materi yang sudah ada,
bekerja sama dengan alam, tergantung pada alam, berubah, menuju kesempurnaan,
bipolar (kutub potensial dan kutub aktual).
Menurut Panenteisme Tuhan memiliki dua
kutub. Dalam hal ini bisa kita analogikan dengan Tubuh manusia sebagai alam
(kutub pertama) dan akal sebagai sesuatu yang diluar alam (kutub kedua).
Pernyataan ini sebagaimana yang yang diungkapkan oleh para pemikir modern yang
mengatakan bahwa daya akal tergantung pada otak, begitupula Panenteisme yang
meyakini bahwa Tuhan bergantung pada alam dan alampun bergantung pada Tuhan.
Berikut ciri-ciri Panenteisme yang akan
memudahkan kita membedakan paham antar satu aliran dengan aliran lainnya adalah
:
a. Bipolar terbagi menjadi dua yang pertama
adalah Kutub potensi (abadi) transenden. Kutub potensi adalah segala yang jauh
dari alam yakni sesuatu yang masih belum ditampakkan oleh Tuhan dan berada di
luar alam. Jadi segala sesutau yang berada di luar alam adalah
potensi Tuhan dan tidak berubah.
b. Kutub aktual (tidak abadi) imanen. Adalah
bagian kutub kedua yakni semua yang telah ditampakkan Tuhan meliputi segala
yang ada di alam. Jadi Kutub ini bersifat berubah dan tidak abadi.
c. Semua dalam Tuhan. Berbeda dengan Panteisme
yang meyakini semuanya adalah Tuhan.
d. Mengatur materi yang sudah ada.
e. Tuhan berubah. Perubahannya adalah untuk
mencapai kesempurnaan.
f. Saling ketergantungan antara Tuhan dengan
alam sehingga terjadi kerjasama.
g. Tuhan adalah dzat yang terbatas.
Berikut adalah hal-hal positif yang bisa
kita ambil dari pemikiran Panenteisme diantaranya adalah :
a. Telah membangun suatu pandangan dunia yang
utuh. Artinya mereka memandang dunia tidak secara parsial saja melainkan secara
keseluruhan.
b. Berhasil menjelaskan hubungan Tuhan dengan
alam secara mendalam. Tanpa menghancurkan salah satunya.
c.
Mengakui teori baru dalam ilmu teknologi karena tidak
berlawanan dengan prinsip dasar mereka. Hal yang demikian menjadikan mereka
mengikuti dan menerima perkembangan zaman sehingga bisa melihat dunia lebih
positif dengan mengambil manfaat baru yang mulai terungkap ke permukaan.
Walaupun memilki aspek positif namun mereka
juga tidak lepas dari pada kritikan-kritikan diantaranya adalah :
a. Ide tentang satu Tuhan sekaligus terbatas
adalah suatu pikiran rancu yang tidak bisa diterima akal sehat. Di dalamnya
terdapat kontradiksi sebagaimana berlari dan diam dalam waktu yang bersamaan.
b. Tuhan dalam konsep ini adalah berubah. Jika
demikian bagaimana bisa sesuatu yang berubah dapat diyakini kebenarannya.
Karena tidak seorangpun yang bisa mengetahui yang cantik tanpa adanya yang
jelek. Begitu pula dalam hal ini, bagaimana mereka meyakini bahwa Tuhan berubah
tanpa adanya konsep yang tidak berubah yang keberadaannya haruslah mendahului
perubahan tersebut.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Teisme
adalah aliran kepercayaan yang memilki konsep bahwa Tuhan transenden sekaligus
imanen artinya Tuhan jauh dari alam namun juga dekat dengan alam. Dari sisi
beradanya tuhan jauh dari alam namun dari sisi hubungannya dengan alam
sangatlah dekat serta menciptakan alam dari tiada. Yang termasuk dalam kelompok
ini diantaranya Islam, Kristen dan Yahudi walaupun dalam Islam tidak
mengharuskan Tuhan transenden ataupun imanen karena yang demikin adalah hak
prerogatif Tuhan.
2. Deisme
adalah suatu kelompok aliran kepercayaan yang meyakini bahwa Tuhan adalah
transenden artinya Tuhan jauh dari alam. Setelah menciptakan alam Tuhan tidak
lagi ikut campur di dalamnya karena Tuhan telah menciptakan mekanisme alam
bersamaan dengan penciptaan awal alam sehingga alam tidak lagi membutuhkan Tuhan
karena alam akan berjalan sesuai mekanisme yang telah dibuat Tuhan.
3. Penteisme
adalah suatu aliran kepercayaan yang meyakini bahwa Tuhan adalah imanen artinya
Tuhan dekat dengan alam. Tuhan mengatur alam dan alam adalah Tuhan sehingga
terbentuk sebuah kesatuan umum antara Tuhan dengan alam. Jadi segala sesuatu
yang dapat ditangkap panca indra adalah Tuhan dan Tuhan adalah wujud hakiki.
Aliran ini juga mirip konsepwihdatul wujud (kesatuan wujud).
4. Panenteisme
adalah suatu aliran dengan konsep ketuhanan yang meyakini bahwa Tuhan memilki
dua kutub yakni kutub potensial yang merupakan bagian dari apa yang belum
ditampakkan Tuhan di alam dan kutub tersebut berada di luar alam, bersifat
abadi dan transenden. Kutub yang kedua adalah kutub aktual yang merupakan
segala sesuatu yang telah ditampakkan Tuhan di alam dan kutub tersebut bersifat
tidak abadi dan imanen. Alam dan Tuhan saling bergantung sehingga terjadi
kerjasama diantara keduanya.
[1] Jumhurul
Umami, Aliran-Aliran dalam Ketuhanan, ditulis tanggal 2 Juli 2009 dapat
diakses melalui google.
[2] Wikipedia:
Ensiklopedi bebas; lihat pula Hlasey, William (1969). Louis Shores. Ed (dalam
bahasa inggris). Collier’s Encyclopedia. 22 (edisi ke-20).
Crowell-Coliier Educational Corporation. Hlm. 26-267.
[3] Amsal
bakhtiar, Filsafat Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm. 2.
[4] Amsal
bakhtiar, Filsafat Agama, Jakarta: Rajawali Pers, 2009,hlm. 82.
[5] Al-Ghazali, Tahafut
Al-Falasifah, 1968, hlm. 240.
[6]httpsandabertanyaateismenjawab.wordpress.com20130811apa-itu-panteisme-apa-itu-deisme.html
[9]httpsandabertanyaateismenjawab.wordpress.com20130811apa-itu-panteisme-apa-itu-deisme.html
No comments:
Post a Comment