MAKALAH DEMOGRAFI PENDIDIKAN
"TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia
mendapat bonus demografi
berupa populasi usia
produktif yang paling besar
sepanjang sejarah berdirinya
negara ini. Bonus
demografi ini adalah masa emas bagi Indonesia. Namun bonus ini bisa
berubah menjadi bencana besar jika mulai sekarang kita tidak mempersiapkan
generasi emas ini dengan baik. Jumlah
penduduk usia produktif akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035
pada saat angkanya
mencapai 70%. Jumlah
penduduk Indonesia saat ini pada usia produktif antara 15-64 tahun lebih
banyak dari usia tidak produktif anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua
berusia 65 tahun ke atas.
B.
Rumusan Masalah
a.
bagaimana
tujuan pendidikan dalam perspektif islam ?
b.
bagaimana
teori pembelajaran ?
c.
bagaiman
Prinsip-Prinsip dalam formulasi Tujuan Pendidikan Islam ?
C. Tujuan penulisan
a.
untuk
mengetahui bagaimana tujuan pendidikan dalam perspektif islam
b.
untuk
mengetahui bagaimana teori pembelajaran
c.
untuk
mengetahui bagaimana Prinsip-Prinsip dalam formulasi Tujuan Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Pendidikan Dalam Perspektif Islam
Al-Attas
mendefinisikan pendidikan (menurut Islam) sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang
tepat bagi segala sesuatu di dalam wujud sehingga hal ini membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
tersebut. Pada dasarnya, definisi pendidikan islam ialah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat, pendidikan Islam adalah bimbingn
terhadap seseorang agar menjadi Muslim semaksimal mungkin.Untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam
harus diketahui terlebih dahulu manusia Ideal dalam perspektif Islam dengan
mengetahui terlebih dahulu hakikat manusia.[1]
Hakikat Pendidikan Dalam Perspektif Islam
Hakikat manusia menurut Islam adalah makhluk
ciptaan Allah, ia berkembang dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkugannya, dan
ia kecenderungan beragama. Terdapat teori yang mengatakan bahwa perkembangan
seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan(konvergen). Menurut Islam,
konvergenlah yang mendekati kebenaran. salah satu sabda Rasulullah SAW yang
mengatakan :
كُلُّ
مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
وَٱبۡتَغِ
فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ
ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ
فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
Artinya“Setiap
anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang
menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.”
Selain itu, manusia memiliki kecenderungan.
Kecenderungan itu dibagi menjadi 2, yaitu kcenderungan menjadi orang yang
baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Kecenderungan
beragama termasuk kedalam kecenderungan yang baik.
Tidak hanya itu, hakikat yang lain adalah bahwa manusia itu
makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai potensi
pokok. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia mempunyai
aspek jasmaniadalah dalam Q.S.Al-Qashas ayat 77. Allah berfirman :
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dalam ayat tersebut yang dimaksudkan dengan “dunia” ialah hal-hal yang
diperlukan oleh jasmani seperti makan dan minum yang merupakan keharusan.
Tentunya aspek jasmani tidak dapat dipisahkan dari aspek rohani. Tidak hanya 2
hal tersebut, manusia juga mempunyai aspek akal.”
A. Manusia sempurna dalam persektif islam
Manusia
ideal dalam perspektif Islam memiliki ciri-ciri tertentu, seperti uraian
berikut:[2]
1.
Jasmani yang sehat serta kuat dan
berketerampilanislam.
Jasmani yang sehat dan kuat akan menampilkan tubuh yang indah, keindahan
adalah salah satu aspek kehidupan yang dipentingkan dalam islam. Kesehatan dan
kekuatan berkaitan juga dengan kemampuan menguasai filsafat dan sains serta
pengolahan alam. Pada jasmani yang sehat dan kuat terdapatlah indera yang sehat
dan bekerja dengan baik. Jasmani yang sehat dan kuat berkaitan juga dengan ciri
yang dikehendaki ada pada muslim yang ideal adalah menguasai salah satu
keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan. Pada zaan
modern ini sulit sekali menyelenggarakan kehidupan tanpa memiliki keterampilan.
Ciri Muslim yang baik sekurang-kurangnya memiliki satu keterampilan yang
diperlukan dalam hidupnya.
2.
Cerdas serta pandai
Cerdas serta
pandai itulah ciri akal yang berkembang sempurna . Cerdas ditandai dengan cepat
dan tepat, sedangkan pandai ditandai banyak pengetahuan . Kecerdasan dan
kepandaian dapat dimiliki dapat ditilik dari indikator berikut :
1.
Sains yang banyak dan berkualitas
tinggi.
2.
Mampu memahami dan menghasilkan
filsafat.
3.
Rohani yang berkualitas tinggi
Rohani yang dimaksud adalah aspek selain jasmani dan akal. Kebanyakan
buku tasawuf dan pendidikan Islam menyebutnya qalb(kalbu)
saja. Kekuatan jasmani terbatas pada objek berwujud materi yang dapat ditangkap
indra. Kekuatan akal dapat mengetahui objek yang abstrak, tetapi sebatas dapat
dipikirkan secara logis. Kekuatan rohani (kalbu) lebih jauh daripada kekuatan
akal. Bahkan ia dapat mengetahui objek secara tidak terbatas. Karena itu, Islam
sangat mengistimewakan aspek kalbu. Kalbu inilah yang merupakan potensi manusia
yang mampu beriman secara bersungguh-sungguh. Bahkan iman itu , menurut
Al-Qur’an tempatnya di kalbu.
۞قَالَتِ ٱلۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ
تُؤۡمِنُواْ وَلَٰكِن قُولُوٓاْ أَسۡلَمۡنَا وَلَمَّا يَدۡخُلِ ٱلۡإِيمَٰنُ فِي قُلُوبِكُمۡۖ
وَإِن تُطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتۡكُم مِّنۡ أَعۡمَٰلِكُمۡ شَيًۡٔاۚ
إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٌ ١٤
Artinya:. “Orang-orang
Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman,
tapi katakanlah ´kami telah tunduk´, karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Dalam ayat
ini Tuhan menjelaskan bahwa iman itu ada di dalam hati. Berdasarkan uraian
tersebut jelaslah bahwa rohani yang berkualitas tinggi adalah kalbu yang
dipenuhi iman kepada Allah
B. Berbagai Teori tentang Pembelajaran
1.
Teori Constructivism
Teori constructivism berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya
dikontrol oleh reward dan reinforcement sebagaimana
yang terdapat pada teori behavioristik. Jika teori behavioristik mengatakan
bahwa belajar dapat diamati secara langsung , maka teori constructivism
menyatakan bahwa belajar adalah proses kegiatan mental yang tidak dapat
disaksikan dari luar, kecuali sebagian saja. Jika teori beharioristik
mengatakan bahwa belajar bersifat otomatis mekanis yang menempatkan manusia
pada mesin yang bekerja secara mekanis atau robot, maka teori constructivism
berpendapat bahwa peserta didik memiliki kemampuan mengarahkan diri dan
pengendalian diri yang bersifat kognitif, yakni seseorang dapat menolak respon
yang masuk jika ia tidak menghendakinya. Lebih lanjutnya, teori constructivism
beranggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia adalah hasil dari
konstruksi dan usaha manusia sendiri.[3]
Dalam teori constructivism, belajar merupakan proses aktif dari peserta
didik untuk merekonstruksi makna dengan cara memahami teks, kegiatan dialog,
dan sebagainya dan menghubungkannya dengan pengalaman atau bahan pembelajaran
yang dipelajarinya sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Ciri-ciri
pembelajaran constructivism, antara lain:
1.
Menghargai dan menerima eksplorasi
siswa,
2.
Memerhatikan ide dan problem yang
dimunculkan peserta didik dan menggunakannya sebagai bagian dalam merancang
pembelajaran,
3.
Memberikan peluang pada siswa untuk
menemukan pengetahuan baru melalui proses pelibatan dalam dunia, didik,
4.
Mendorong terbentuknya pembelajaran
secara kooperatif,
5.
Memerhatikan dan mengapresiasi hasil
kajian peserta didik terhadap sesuatu masalah, dan
6.
Para peserta didik membangun
pemahamannya sendiri dari hasil belajarnya, bukan karena hasil yang diajarkan
guru.
7.
Teori Operant Conditioning
Kata “operant” berasal dari bahasa Inggris yang artinya sejumlah perilaku
atau respon yang membawa efek terhadap lingkungan yang terdekat. Sedangkan kata
“conditioning” berarti sebuah keadaan yang berkaitan dengan waktu dan tempat.
Dengan demikian, kata “operant conditioning” dapat diartikan sebagai keadaan
atau lingkungan yang dapat memberikan efek kepada orang yang berada di
sekitarnya. Teori ini digagas oleh Burhus Frederic Skinner (1904) dan Watson
yang berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu dikendalikan oleh faktor
dari luar, yaitu berupa lingkungan, rangsangan atau stimulus. Skinner
melanjutkan bahwa dengan memberikan dorongan yang positif, suatu tingkah laku
akan ditumbuhkembangkan. Sebaliknya, jika diberi dorongan negatif, suatu perilaku
akan dihambat. Maka dari itu, pendidik berperan penting untuk mengontrol dan
mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang ditentukan.
Pada dasarnya, teori ini merupakan sebuah upaya menciptakan lingkungan yang
memungkinkan timbulnya inisiatif pada perserta didik untuk melakukan kegiatan
belajar, dan setiap respon peserta didik harus diberikan apresiasi yang pantas
dan memuaskan peserta didik. Dengan cara demikian, kegiatan belajar mengajar
akan berjalan sebagaimana yang dikehendaki.
3.
Teori Conditioning
“Conditioning”
berarti penciptaan keadaan. Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlop
(1849-1936). Pavlop merumuskan teori sebagai berikut:
1.
Suatu perbuatan atau refleks dapat
dipindahkan ke perbuatan atau refleks yang lainnya,
2.
Belajar erat kaitannya dengan
prinsip penguatan kembali atau dengan kata lain pengulangan-pengulangan sangat
penting untuk dilakukan dalam hal belajar
3.
Menciptakan proses inquiry peserta
didik melalui kajian dan eksperimen,
4.
Merangsang peserta didik untuk
berdialog dengan sesama peserta didik lainnya dan juga dengan guru,
5.
Menganggap proses pembelajaran sama
pentingnya dengan hasil,
6.
Memerhatikan sikap dan pembawaan
7.
peserta
C.
Prinsip-Prinsip
dalam formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Dalam
merumuskan tujuan pendidikan islam, ada beberapa prinsip yang harus di
perhatikan. Menurut Asy-Syaibani, prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut:
1.
Prinsip Universal (syumuliyyah).
Prinsip ini memandang keseluruhan ospek agama (aqidah, ibadah, dan akhlak serta
muamalah), manusia (jasmani, rohani, nafsani), masyarakat dan tatanan
kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup. Prinsip ini memiliki
tujuan untuk menyelesaikan masalah dalam menghadapi tuntunan masa depan.
2.
Prinsip keseimbangan dan
kesederhanaan (tawazun wa istishadiyyah). Prinsip ini merupakan keseimbangan
antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan
komunikasi, serta tunutunan pemeliharaan kebudayaan silam dengan kebudayaan
masa kini, serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan
terjadi.
3.
Prinsip kejelasan (tabayun). Prinsip
yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap
kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu) dan hukum masalah yang di hadapi,
sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan.
4.
Prinsip tidak bertentangan. Prinsip
yang terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara
pelaksanaannya, sehingga komponen satu dengan yang lain saling mendukung.
5.
Prinsip realisme. Prinsip yang
menyatakan tidak adanya kekhayalan dalam kandungan dalam progam pendidikan,
tidak berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan realitas.
6.
Prinsip perubahan yang diinginkan.
Prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniah, dan
nafsaniyah, serta perubahan kondisi psikologi, sosiaologi, pemgetahuan, konsep,
pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk dinamisasi
pendidikan (QS. Ar.Ra’ad (13): 11).
لَهُۥ
مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ
ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ
مَا
بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ
وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١
Artinya: “Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak
merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum,
maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi
mereka selain Dia.”
7.
Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan
individu. Prinsip yang memerhatikan perbedaan peserta didik, baik dari
ciri-ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap,tahap pematangan
jasmani, akal, emosi, dan segala aspeknya.
8.
Prinsip dinamis dalam menerima
perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan, serta
lingkungan di mana pendidikan itu dilaksanakan.
Prinsip-prinsip
diatas harus diperhatiakan oleh perancang/ perumus tujuan pendidikan Islam agar proses pembelajaran/ pendidikan berhasil guna dan berdaya guna. Tanpa
memperhatiakan prinsip- prinsip yang dimaksud, proses pendidikan tidak dapat
terlaksana dengan baik, sekaligus tidak berhasil.
D. Tujuan Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah sesuatu yang kompleks
yang dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari sisi peserta didik dan dari
sisi guru. Peserta didik mengalami proses mental dalam menhadapai bahan belajar
yang berbentuk manusia, alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan bahan lainnya yang
telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran. Dari segi guru, proses belajar
tampak sebagau perilaku belajar tentang suatu hal yang diberikan kepada peserta
didik, baik berupa ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan lain
sebagainya.
Berkaitan
dengan tugas guru, terdapat sejumlah prinsip yang harus dipedomani, antara
lain:
·
Guru harus memandang oeserta didik
sebagai partner yang memiliki asas emansipasi diri menuju
kemandirian.
·
Guru harus memiliki asumsi bahwa
peserta didik memiliki latar pengalaman dan kemampuan awal dalam proses
pembelajaran.
·
Seorang guru harus menyusun desain
instruksional yang sudah dipertimbangkan dengan matang.
·
Guru harus memandang bahwa kegiatan
belajar mengajar merupakan tindak pembelajaran di kelas dengan menggunakan
bahan belajar yang sesuai dengan bidang.
·
Guru meningkatkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
·
Guru harus memandang bahwa perilaku
peserta didik merupakan hasil proses belajar.
·
Guru harus memandang bahwa hasil
belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
·
Setelah peserta didik lulus, maka
peserta didik menyusun program belajarnya sendiri dan berproses menuju
terciptanya masyarakat belajar.
Di dalam Islam terdapat sejumlah kegiatan yang menggunakan kemampuan
kognitif, afektif, psikomotorik, dan fitrah. Seperti perintah berpikir (la
allakum tatafakkarun), perintah menggunakan akal dan penalaran (afalaa
ta’qilun), perintah untuk melakukan pengamatan dan observasi (afalaa
yandzuruu), perintah memahami secara mendalam (liyatafaqqahu),
perintah untuk mengerjakan sesuatu (i’malu ala makanatikum), perintah
untuk membaca (iqra’), perintah untuk mengetahui (li ta’lamu
adadassinin), perintah untuk menulis (allama bil qalam), perintah
untuk melukis (nun walal qalami wa maa yasturun), perintah untuk
melakukan studi banding (awalam yasiiru fil ardl), perintah untuk
bersifat baik sangka (innamal a’malu bin niyat), perintah untuk menolong
(wa ta’awanuu ‘alal birri wattaqwa), perintah untuk tidak hanya berkata
melainkan mengerjakan (kabura maktan ‘indallaha antakulu mala taf’alun),
perintah untuk meneliti setiap pekerjaan yang dilakukan (hasibu anfusakum
qabla antuhasabu), dan sebagainya.
Konsep Islam tentang belajar tidak hanya berhenti pada tataran yang
bersifat empiris, behavioristik, dan psikoanalitis yang cenderung
materialistis, sekalaristik dan hedonistik, melainkan harus dilanjutkan pada
tataran visi teologis, sosiologis, dan ekologis, sehingga belajar tersebut
dapat dipertanggungjawabkan hasilnya dihadapan Tuhan, masyarakat, dan
lingkungan alam yang lebih luas. Sedangkan Islam secara ajaran yang
komprehensif, tidak hanya memotivasi dan mengarahkan tentang bagaimana cara
mencari ilmu, tetapi juga mengarahkan tentang bagaimana menggunakan ilmu tersebut.
Tidak hanya belajar arti learning saja, tetapi juga mendorong
agar setiap manusia melakukan penelitian dengan berbagai bentuk, tujuan, dan
sebagainya.
Penelitian telah dipraktikkan oleh para ilmuwan muslim di masa lalu di
zaman kejayaan Islam yang menghasilkan temuan-temuan yang menakjubkan
diberbagai bidang, seperti Ibnu Sina, Al-Jabr, Ibnu Rusyd, dan lain-lain.
Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan tersebut masih menganut paham ilmu
yang integrated dan tidak dikotomik, karena dibangun dari paradigma
tauhid yang melihat bahwa ayat yang ada dalam Al-Qur’an (yang menghasilkan ilmu
agama), yang ada didalam diri manusia dan masyarakat (yang menghasilkan
ilmu-ilmu sosial), yang ada di jagat raya (yang menghasilkan ilmu-ilmu eksakta)
adalah merupakan ayat Allah.
Dengan demikian, konsep belajar dalam Islam tidak hanya mencakup learning saja,
tetapi juga mencakup research atau penelitian. Sehingga para
pelajar bukan hanya mejadi konsumen ilmu pengetahuan saja, melainkan juga
menghasilkan produsen yang dapat dikembangkan secara terus-menerus.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Attas
mendefinisikan pendidikan (menurut Islam) sebagai pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia, tentang tempat-tempat yang
tepat bagi segala sesuatu di dalam wujud sehingga hal ini membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud
tersebut. Pada dasarnya, definisi pendidikan islam ialah bimbingan yang
diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar berkembang secara maksimal
sesuai dengan ajaran Islam
DAFTAR
PUSTAKA
Muhaimin. 2004. Paradigma Pendidikan
Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang
Strategi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup.
Tafsir, Ahmad. 2011. Ilmu Pendidikan
dalam prespektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
[1]
muhaimin. paradigma pendidikan islam.
( bandung: pt remaja rosdakarya, 2004). hlm 124
[2] abuddin
nata. perspektif islam tentang strategi
pembelajaran. ( jakarta: prenada media, 2009), hlm. 234
[3] ahmad
tafsir. llmu pendidikan dalam perspektif
islam. ( bandung: pt remaja, 2011) hlm 20
No comments:
Post a Comment