1

loading...

Friday, July 5, 2019

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM “KURIKULUM”


MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM “KURIKULUM”



BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum menjadi bagian yang tidak biasa terpisahkan dalam setiap bahasan maupun  uraian tentang materi dan bahan ajar yang harus diberikan guru kepada siswanya. Dalam kasus ini termasuk yang brerhubungan dengan batasan-batasan ontologis (umum berlaku) kemampuan manusia belajar menurut pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menganggap kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-buku pelajaran yang harus dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku pelajaran.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana krikulum dalam pendidikan islam?
2.      Bagaimana persoalan kurikulum pendidikan islam?
3.      Bagaimana fungsi kurikulum dalam penddikan islam?
C.    Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang kurikulum pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN

      A.    Pengertin Kurikulum
Menurut pengertian dasarnya, kurikulum adalah kumpulan mata-mata pelajaran (studi ilmu) yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa.[1] Tampaknya konsep inilah yang paling relavan (sesuai) untuk memaknai kurikulum.
Kata “kurikulum” mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari start sampai ke finish. Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu sebagai berikut:
1.      Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2.      Sejumlah mata pelajaran yang dtawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.
Pengertian tersebut menimbulkan paham bahwa dari sekian banyak kegiatan dalam proses pendidikan di sekolah, hanya sejumlah mata pelajaran (bidang studi) yang ditawarkan itulah yang disebut kurikulum. Kegiatan belajar, selain yang mempelajari mata pelajaran tersebut, tidak termasuk kurikulum. Adanya pandangan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaan di sekolah disebabkan adanya pandangan tradisional, tetapi menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Walaupun dalam kenyataannya terjadi perdebatan dalam memberi definisi yang tepat, tetapi perpedaan tersebut tidak sampai mengubah maksud dai kurikulum itu sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum terdiri atas beberapa komponen, yaitu tujuan, isi, metode atau proses belajar-mengajar, dan evaluasi.
Isi kurikulum pendidikan islam dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “ketuhanan”. Rmusan isi kurikulum yang berkaitan dengan ketuhanan, mengenai zat, sifat, perbuatan-nya, dan relasinya terhaap manusia dan alam semesta.
2.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “kemanusiaan”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan kemanusiaan, baik manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk berbudaya dan makhluk berakal. Bagian ini meliputi ilmu politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi, sejarah, linguistik dan sebagainya.
3.      Isi kurikulum yang berorientasi pada “kealaman”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentinan manusia. Bagian ini meliputi fisika, kimia, ruang angkasa, seologi, geofisika. Isi kurikulum ini berpijak pada ayat-ayat afaqi.

    B.     Persoalan Kurikulum dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya banyak persoalan dalam kurikulum pendidikan islam. Mulai dari tidak adanya pembedaan antara pendidikan islam dengan pendidikan agama islam[2] sampai pada dikotomi ilmu. Persoalan dikotomi ilmu itu terkait pembagian kelompok ilmu islam dalam pengertian ilmu agama yang dilawankan dengan kelompok ilmu non-islam atau ilmu umum.
Menurut Azyumardi Azra, awal mula terjadinya dikotomi ilmu tersebut dimulai dengan serangan hebat yang dilakukan kaum fuqoha (ahli fiqih) terhadap ilmu-ilmu umum (keduniaan)  yang bertitik tolak pada penelitian empiris, rasio, dan logika. Dunia islam kemudian  mengembangkan  “ideologi ilmiah” dengan menempatkan seluruh khazanah pemikiran Barat dan Yunani sebagai kebatilan.
Tidak ada yang salah dalam penggunaan ilmu-ilmu empiris, rasio, dan logika di dalam sistem keilmuan islam. Demikian pula dalam hal merumuskan kurikulum. Oleh sebab itu, menurut peneliti ada 3 sebab utama dan mendasar yang melatar belakangi munculnya berbagai macam persoalan tersebut, yaitu:
1.      Perbedaan keyakinan
Bentuk keyakinan bermacam-macam. Ada yang berbentuk keyakinan mutlak atau disebut juga sebagai keyakinan yang paling prinsip dalam hidup manusia. Keyakinan mutlak sulit untuk diubah. Bentuknya juga absolut dalam diri seseorang. Orang rela melakukan apa saja demi mempertahankan keyakinannya dan apa yang dia percayai. Bahkan seseorang seringkali sampai mati membelanya.
Kemudian keyakinan yang berbentuk probabilitas (kemungkinan) keyakinan probabilitas adalah keyakinan yang didasarkan atas pertimbangan situasi dan kondisi konkret dan riil di hadapi seseorang. Keyakinan ini biasanya dimliki oleh orang-orang yang  rasionalis, mereka punya prinsip dan keyakinan yang kuat, tetapi mereka tidak mau bertindak konyol tanpa pertimbangan nalar dan logika yang jelas. Tetapi ada juga keyakinan yang berbentuk ego-sentris. Keyakinan ego-sentris adalah keyakinan yang selalu untuk memenangkan diri sendiri. Filsafat dan agama secara metodologi memiliki cara kerja dan rangka bangun yang sama. Disamping itu, realitas yang menjadi pusat perhatian keduanya juga sama,[3] yaitu: manusia, alam semesta dan dunia metafisika (termasuk Tuhan).
    2.      Perbedaan cara pandang.
    3.      Perbedaan kepentingan/fungsi aksiologi
Penyebab persoalan kurikulum selanjutnya adalah adanya unsur kepentingan atau fungsi aksiologi tertentu. Perbedaan kepentingan adalah penyebab terbesar munculnya keragaman jenis kurikulum yang tercipta.
Membagi isi kurikulum pendidikan islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1.      Tingkat pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaan Al-quran dan As-sunnah. Ibnu kaldun memandang bahwa Alquran merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksanaan pendidikan islam. Disamping itu mengingat isi Alquran mencakup materi penanaman akidah mulia, dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
2.      Tingkat atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum tingkat ini mempunyai dua kualifikasi, yang pertama ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syariah yang mencakup fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam, dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, dan ilmu mantiq (logika).
     C.     Peran iman, agama dan logika dalam kependidikan islam
Pertama, iman. Banyak hal yang menjadi bagian dari keimanan yang tidak bisa dinalar melalui hukum ilmiah maupun logika rasional manusia pada umumnya. Contoh keyakinan manusia terhadap Tuhan, keberadaan malaikat, setan, dan makhluk ghaib lainnya.
Kedua, agama. Agama adalah pengertian umum berarti corak atau gaya hidup. Dari sudut pandang ini, agama merupakan salah satu bagian dari corak kebudayaan atau karakter khas peradaban suatu umat manusia.
Ketiga, logika. Logika adalah cara berpikir. Logika juga disebut sebagai rasio atau nalar. Logika juga menjadi salah satu sumber hukum utama dalam islam yang dikenal dengan sebutan ijtihad. Demikian pentingnya logika bagi setiap mukmin dan muslim, sampai-sampai Allah SWT.  Berfirman : QS Asy-Syu’araa’ (26) ayat 151-152.
Yang artinya “ Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas. Yang membuat kerusakan di Bumi dan tidak mengadakan perbaikan.

      D.    Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Adapun prinsip-prinsip pendidikan islam menurut Mujib (2006: 131-133) adalah sebagai berikut:
1.      Pinsip yang berorientasi pada tujuan. “Al-umur bi maqashidiha” merupakan adagium ushuliyah yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah.
2.      Prinsip relevansi.
Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan harus dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam mengembangkan nilai-nilai ilahi sebagai rahmatan li al-‘alamin.
3.      Prinsip efisiensi dan efektifitas.
Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan kurikulum dalam mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan serta membuahkan hasil. Islam mengajarkan ada seorang muslim menghargai waktu sebaik-baiknya, serta menghargai tenaga dan aktifitas manusia. Disamping itu,islam juga mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan hartanya sesederhana mungkin, tidak boros, dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang kurang bermanfaat.
4.      Prinsip fleksibilitas program.
Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi setempat, waktu dan kondisi yang berkembang, tanpa mengubah tujuan pendidikan yang diinginkan.
5.      Prinsip integritas.
Implikasinya adalah mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu mengingtegrasikan antara dzikir dan fikir, serta manusia yang dapat menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat.
6.      Prinsip objektivitas.
Implikasinya adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
7.      Prinsip sinkronisme.
Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah, dan setujuan, serta jangan sampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan orang lain.
8.      Prinsip kontinutas (istiqomah).
Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan pengaruh-penaruh emosi yang irisional.
9.      Prinsip demokratis.
Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara demokratis artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subjek dan objek kurikulum.
10.  Prinsip analis kegiatan
Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta analisis tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
11.  Prinsip individualisasi.
Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta kelebihan dan kekeurangannya.
12.  Prinsip pedidikan seumur hidup.
Konsep ini diterapkan dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang dan perlunya keutuhan wawasan manusia sebagai subjek yang sadar akan nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidup).
Menurut Asy-Syaibani (1979: 519-522), prinsip utama dalam kurikulum pendidikan islam adalah sebagai berikut:
1.      Berorientasi pada islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya.
Adapun kegiatan kurikulum yang baik berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur, cara melakukan, dan hubungan-hubungan yang berlaku dilembaga harus berdasarkan islam.
2.      Prinsip menyeluruh (syumuliyyah) baik dalam tujuan mauun isi kandungannya.
3.      Prinsip keseimbangan (tawazun) antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4.      Prinsip interaksi prinsip interaksi (ittishaliyyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
5.      Prinsip pemeliharaan (wiqayah) antara perbedaan-perbedaan individu.
6.      Prinsip perkmbangan (tanmiyyah) dan perubahan (taghayyur) seiring dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut (ilahiyyah).
7.      Prinsip integritas (muwahhadah) antara mata pelajaran, pengalaman, dan aktifitas kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan tuntutan zaman, serta tempat peserta didik berada.

     E.     Fungsi dan Peran Kurikulum Dalam Pendidikan Islam
·         Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menepuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
·         Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan.
·         Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jengjang sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan.
·         Standarisasi dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun pada tingkat pendidikn tertentu.
Peran Kurikulum
Sebagai salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki tiga peran yaitu:
1.            Peranan konservatif
Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai lhur masyarakat, sehingga identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
2.            Peran kreatif
Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siawa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang seenantiasa bergerak maju secara dinamis.
3.      Peran kritis dan evaluative
Setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dengan demikian juga ada kalanya nilai dan budaya baru itu tidak sesuai dengan nilai- nilai lama yang masih relevan dengan keadaan dan tuntutan zaman. Dengan demikian, kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum diperlukan. Kurikulum harus berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.
Syarat-syarat yang perlu diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagi berikut:
1.      Materi yag tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.
2.      Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri dan beribadah kepada allah dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3.      Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4.      Perlunya membawa peserta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi pragmatis, sehingga mreka mepunyai keterampilan-keterampilan yang nyata.
5.      Penyusunan kurikulum bersifat integral, terorganisasai, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan materi yang lainnya.
6.      Adanya metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan memperlihatkan perbedaan masing-masing individu
7.      Materi yang disusun mempunyai relenvasi dengan tingkat perkmbangan peserta didik.
8.      Materi yang disusun mempunyai pengaruh yang positif.
9.      Memperhatikan aspek-aspek sosial, misalnya dakwah islamiyah.
10.  Materi yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga menjadikan kesempurnaan jiwanya.
11.  Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat untuk menikmati suatu kesenian.
12.  Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.

F.      Perubahan, Perbaikan, dan Pengembangan Kurikulum
Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan tetapi perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan. Perbaikan selau dikatkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik-buruknya perubahan itu. Perubahan, dalam bidang kurikulum kita lihat betapa banyaknya ide dan usaha perbaiakan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang terkenal. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak diantaranya telah jilankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata menimbulkan masalh lain sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Disadari bahwa dalam kurikulum dapat diutamakan hanya satu aspek saja akan tetapi semua aspek.
Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan  kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan besama. Perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru itu sendiri. Guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah biasa dengan cara-cara yang lama. Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja sama, harus dapat mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. Ia harus mempunyai sensitifitas sosial, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi perubahan. Akan tetapi ia harus seorang profesional, namun rendah hati dan tidak memamerkan pengetahuannya.
Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat diperbaiki. Bila kita ingin memperbaiki kurikulum, kita harus memperhatikan sejumlah dasar-dasar pertimbangan yaitu: mengetahui tujuan perbaikan, mengenal situasi sekolah, mengetahu kebutuhan siswa dan guru, mengenal masalah yang dihadapi sekolah, menganal kompetensi guru, mengetahui gejala sosial, mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum.
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta pengembangan komponen pembelajaran sebagai implementasi kurikulum. Dengan demikian, maka pengembangan kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi kurikulum sebagai pedoman yang kemudian membentuk kurikulum tertulis dan sisi kurikulum sebagai implementasi yang tidak lain adalah sistem pembelajaran. Proses pengembangan berbeda dengan perubahan dan perbaikan kurikulum. Pengembangan menunjuk pada proses merancang. Justru makna suatu kurikulum akan dapat dirasakan manakala jika diimplementasikan, dan hasil implementasi itu selanjutnya akan memberikan masukan untuk penyempurnaan rancangan. Dilihat dari program kegiatan yang dihasilkan, maka pengembangan kurikulum itu dimulai dari kegiatan pengembangan dari lingkup yang paling luas sampai kepada lingkup yang paling sempit, yitu pengembangan kurikulum dalam proses pembelajaran di dalam kelas dalam satu unit pengajaran atau bidang studi tertentu.
Untuk lingkup yang paling luas, pengembangan kurikulum menghasilkan program kebijakan kurikulum dan mengembangkan rancangan program studi, sedangkan mengembangkan program-program kegiatan sebagai pencabaran dari program studi merupakan lingkup pengembangan kurikulum yang lebih sempit. Disamping merancang program, kegiatan pengembangan kurikulum juga berkaitan dengan menghasilkan baha-bahan pengajaran. Fungsi bahan pengajaran itu sendiri adalah untuk memberikan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan dan program kegiatan. Dalam pengembangan kurikulum memiliki lima prinsip,yaitu:
1.      Prinsip relevansi
Ada dua macam relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi, materi atau pengalaman belahar yang harus dimiliki sekolah, strategi atau metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan. Relevansi internal ini menunjukan keutuhan suatu kurikulum. Relevansi eksternal berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi, dan proses belajar siswa yang tecakup dalam kurikulum dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Ada tiga macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: pertama, relevan dengan lingkungan hidup peserta didik. Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik sekarang maupun yang akan datang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan.
2.      Relevansi flesibilitas
Yaitu kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang ada. Prinsip fleksibilitas memiiki dua sisi: pertama, fleksibel bagi guru yang artinya, kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3.      Prinsip kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.
4.      Efektifitas
Pirnsip efektifitas berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum didalam kelas. Kedua, efektifitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar. Efektifitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
5.      Efisiensi
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan dengan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan waktu yang terbatas dan dapat memperoleh hasil yang maksimal.

BAB III
A.    Kesimpulan
Kurikulum dalam pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya tanpa kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. Kurikulum juga harus berfungsi mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan bakat dan minatnya, maka proses pengembangannya juga harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada peserta didik.

B.     Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritip dan saran mengenai pembahasan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Muliawan, Jasa Unggu. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nasution. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Umar, Bukhori. 2017. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH.
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.


[1] Nana syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2000), cet. Ke-3 hlm 4.
[2] Abdul Munir Mulkhan, Humanisasi Pendidikan Islam, dalam Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan: Tashwirul Afkar, Edisi No. 11, (Jakarta: LAKPESDAM dan TAF, 2001), hlm. 18.
[3] Osman Bakar, Hirarki Ilmu (Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu), (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 100.

No comments:

Post a Comment