MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM “KURIKULUM”
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum menjadi bagian yang tidak biasa
terpisahkan dalam setiap bahasan maupun uraian tentang materi dan bahan ajar yang
harus diberikan guru kepada siswanya. Dalam kasus ini termasuk yang
brerhubungan dengan batasan-batasan ontologis (umum berlaku) kemampuan manusia
belajar menurut pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menganggap
kurikulum berkaitan dengan bahan ajar atau buku-buku pelajaran yang harus
dimiliki anak didik, sehingga perubahan kurikulum identik dengan perubahan buku
pelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana krikulum dalam pendidikan
islam?
2. Bagaimana persoalan kurikulum pendidikan
islam?
3. Bagaimana fungsi kurikulum dalam
penddikan islam?
C. Tujuan
Untuk
mengetahui dan memahami tentang kurikulum pendidikan islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertin Kurikulum
Menurut
pengertian dasarnya, kurikulum adalah kumpulan mata-mata pelajaran (studi ilmu)
yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa.[1]
Tampaknya konsep inilah yang paling relavan (sesuai) untuk memaknai kurikulum.
Kata “kurikulum”
mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih kurang sejak satu
abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata
kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang
dari start sampai ke finish. Barulah pada tahun 1955 istilah
kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajaran
di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam, yaitu
sebagai berikut:
1. Sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh atau dipelajari siswa disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh
ijazah tertentu.
2. Sejumlah mata pelajaran yang dtawarkan
oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.
Pengertian
tersebut menimbulkan paham bahwa dari sekian banyak kegiatan dalam proses
pendidikan di sekolah, hanya sejumlah mata pelajaran (bidang studi) yang
ditawarkan itulah yang disebut kurikulum. Kegiatan belajar, selain yang
mempelajari mata pelajaran tersebut, tidak termasuk kurikulum. Adanya pandangan
bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaan di sekolah disebabkan adanya
pandangan tradisional, tetapi menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari
sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern
ialah semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Walaupun dalam
kenyataannya terjadi perdebatan dalam memberi definisi yang tepat, tetapi
perpedaan tersebut tidak sampai mengubah maksud dai kurikulum itu sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa suatu kurikulum terdiri atas
beberapa komponen, yaitu tujuan, isi, metode atau proses belajar-mengajar, dan
evaluasi.
Isi kurikulum
pendidikan islam dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Isi kurikulum yang berorientasi pada
“ketuhanan”. Rmusan isi kurikulum yang berkaitan dengan ketuhanan, mengenai
zat, sifat, perbuatan-nya, dan relasinya terhaap manusia dan alam semesta.
2. Isi kurikulum yang berorientasi pada
“kemanusiaan”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan kemanusiaan, baik
manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk berbudaya dan makhluk
berakal. Bagian ini meliputi ilmu politik, ekonomi, kebudayaan, sosiologi,
sejarah, linguistik dan sebagainya.
3. Isi kurikulum yang berorientasi pada
“kealaman”. Rumusan isi kurikulum yang berkaitan dengan fenomena alam semesta
sebagai makhluk yang diamanatkan dan untuk kepentinan manusia. Bagian ini
meliputi fisika, kimia, ruang angkasa, seologi, geofisika. Isi kurikulum ini
berpijak pada ayat-ayat afaqi.
B. Persoalan Kurikulum dalam Pendidikan Islam
Sebenarnya
banyak persoalan dalam kurikulum pendidikan islam. Mulai dari tidak adanya
pembedaan antara pendidikan islam dengan pendidikan agama islam[2]
sampai pada dikotomi ilmu. Persoalan dikotomi ilmu itu terkait pembagian
kelompok ilmu islam dalam pengertian ilmu agama yang dilawankan dengan kelompok
ilmu non-islam atau ilmu umum.
Menurut
Azyumardi Azra, awal mula terjadinya dikotomi ilmu tersebut dimulai dengan
serangan hebat yang dilakukan kaum fuqoha (ahli fiqih) terhadap ilmu-ilmu umum
(keduniaan) yang bertitik tolak pada
penelitian empiris, rasio, dan logika. Dunia islam kemudian mengembangkan
“ideologi ilmiah” dengan menempatkan seluruh khazanah pemikiran Barat
dan Yunani sebagai kebatilan.
Tidak ada yang
salah dalam penggunaan ilmu-ilmu empiris, rasio, dan logika di dalam sistem
keilmuan islam. Demikian pula dalam hal merumuskan kurikulum.
Oleh sebab itu, menurut peneliti ada 3 sebab utama dan mendasar yang melatar
belakangi munculnya berbagai macam persoalan tersebut,
yaitu:
1. Perbedaan keyakinan
Bentuk
keyakinan bermacam-macam. Ada yang berbentuk keyakinan mutlak atau disebut juga
sebagai keyakinan yang paling prinsip dalam hidup manusia. Keyakinan mutlak
sulit untuk diubah. Bentuknya juga absolut dalam diri seseorang. Orang rela
melakukan apa saja demi mempertahankan keyakinannya dan apa yang dia percayai.
Bahkan seseorang seringkali sampai mati membelanya.
Kemudian
keyakinan yang berbentuk probabilitas (kemungkinan) keyakinan probabilitas
adalah keyakinan yang didasarkan atas pertimbangan situasi dan kondisi konkret
dan riil di hadapi seseorang. Keyakinan ini biasanya dimliki oleh orang-orang
yang rasionalis, mereka punya prinsip
dan keyakinan yang kuat, tetapi mereka tidak mau bertindak konyol tanpa
pertimbangan nalar dan logika yang jelas. Tetapi ada juga keyakinan yang berbentuk
ego-sentris. Keyakinan ego-sentris adalah keyakinan yang selalu untuk
memenangkan diri sendiri. Filsafat dan agama
secara metodologi memiliki cara kerja dan rangka bangun yang sama. Disamping
itu, realitas yang menjadi pusat perhatian keduanya juga sama,[3]
yaitu: manusia, alam semesta dan dunia metafisika (termasuk Tuhan).
2. Perbedaan cara pandang.
3. Perbedaan kepentingan/fungsi aksiologi
Penyebab
persoalan kurikulum selanjutnya adalah adanya unsur kepentingan atau fungsi
aksiologi tertentu. Perbedaan kepentingan adalah penyebab terbesar munculnya
keragaman jenis kurikulum yang tercipta.
Membagi isi
kurikulum pendidikan islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat pemula (manhaj ibtida’i)
Materi kurikulum pemula
difokuskan pada pembelajaan Al-quran dan As-sunnah. Ibnu kaldun memandang bahwa
Alquran merupakan asal agama, sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas
pelaksanaan pendidikan islam. Disamping itu mengingat isi Alquran mencakup
materi penanaman akidah mulia, dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta
memuat akhlak mulia, dan pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
2. Tingkat atas (manhaj ‘ali)
Kurikulum tingkat ini
mempunyai dua kualifikasi, yang pertama ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya
sendiri, seperti ilmu syariah yang mencakup fiqh, tafsir, hadits, ilmu kalam,
dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain, dan
bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri. Misalnya ilmu bahasa (linguistik), ilmu
matematika, dan ilmu mantiq (logika).
C.
Peran iman, agama dan logika dalam kependidikan islam
Pertama,
iman. Banyak hal yang menjadi bagian dari keimanan yang tidak bisa dinalar
melalui hukum ilmiah maupun logika rasional manusia pada umumnya. Contoh
keyakinan manusia terhadap Tuhan, keberadaan malaikat, setan, dan makhluk ghaib
lainnya.
Kedua,
agama. Agama
adalah pengertian umum berarti corak atau gaya hidup. Dari sudut pandang ini,
agama merupakan salah satu bagian dari corak kebudayaan atau karakter khas
peradaban suatu umat manusia.
Ketiga,
logika. Logika adalah cara berpikir. Logika juga disebut
sebagai rasio atau nalar. Logika juga menjadi salah satu sumber hukum utama
dalam islam yang dikenal dengan sebutan ijtihad. Demikian pentingnya logika
bagi setiap mukmin dan muslim, sampai-sampai Allah SWT. Berfirman : QS Asy-Syu’araa’ (26) ayat
151-152.
Yang
artinya “ Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas.
Yang membuat kerusakan di Bumi dan tidak mengadakan perbaikan.
D. Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan
Islam
Adapun
prinsip-prinsip pendidikan islam menurut Mujib (2006: 131-133) adalah sebagai
berikut:
1. Pinsip yang berorientasi pada tujuan.
“Al-umur bi maqashidiha” merupakan adagium ushuliyah
yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah.
2. Prinsip relevansi.
Implikasinya adalah
mengusulkan agar kurikulum yang ditetapkan harus dibentuk sedemikian rupa,
sehingga tuntutan pendidikan dengan kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan
mutu tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat, serta tuntutan vertikal dalam
mengembangkan nilai-nilai ilahi sebagai rahmatan li al-‘alamin.
3. Prinsip efisiensi dan efektifitas.
Implikasinya adalah
mengusulkan agar kegiatan kurikulum dalam mendayagunakan waktu, tenaga, biaya,
dan sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai dan
memenuhi harapan serta membuahkan hasil. Islam mengajarkan ada seorang muslim
menghargai waktu sebaik-baiknya, serta menghargai tenaga dan aktifitas manusia.
Disamping itu,islam juga mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan
hartanya sesederhana mungkin, tidak boros, dan tidak menggunakannya untuk
sesuatu yang kurang bermanfaat.
4. Prinsip fleksibilitas program.
Implikasinya adalah
kurikulum disusun begitu luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi
setempat, waktu dan kondisi yang berkembang, tanpa mengubah tujuan pendidikan
yang diinginkan.
5. Prinsip integritas.
Implikasinya adalah
mengupayakan kurikulum agar menghasilkan manusia seutuhnya, manusia yang mampu
mengingtegrasikan antara dzikir dan fikir, serta manusia yang dapat
menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat.
6. Prinsip objektivitas.
Implikasinya adalah
bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan
dengan kegiatan-kegiatan lainnya.
7. Prinsip sinkronisme.
Implikasinya adalah
bagaimana suatu kurikulum dapat seirama, searah, dan setujuan, serta jangan
sampai terjadi kegiatan kurikulum lain yang menghambat, berlawanan, atau
mematikan kegiatan orang lain.
8. Prinsip kontinutas (istiqomah).
Implikasinya adalah
adanya kurikulum tersebut dilakukan melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang
objektif, dengan mengesampingkan pengaruh-penaruh emosi yang irisional.
9. Prinsip demokratis.
Implikasinya adalah
pelaksanaan kurikulum harus dilakukan secara demokratis artinya, saling
mengerti, memahami keadaan dan situasi tiap-tiap subjek dan objek kurikulum.
10. Prinsip analis kegiatan
Prinsip ini mengandung
tuntutan agar kurikulum dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata
pelajaran, serta analisis tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
11. Prinsip individualisasi.
Prinsip kurikulum yang
memperhatikan perbedaan pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi
seluruh aspek pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak,
inteligensi, bakat, serta kelebihan dan kekeurangannya.
12. Prinsip pedidikan seumur hidup.
Konsep ini diterapkan
dalam kurikulum mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang
berkembang dan perlunya keutuhan wawasan manusia sebagai subjek yang sadar akan
nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidup).
Menurut
Asy-Syaibani (1979: 519-522), prinsip utama dalam kurikulum pendidikan islam
adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada islam, termasuk ajaran
dan nilai-nilainya.
Adapun kegiatan
kurikulum yang baik berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur, cara melakukan,
dan hubungan-hubungan yang berlaku dilembaga harus berdasarkan islam.
2. Prinsip menyeluruh (syumuliyyah) baik
dalam tujuan mauun isi kandungannya.
3. Prinsip keseimbangan (tawazun) antara
tujuan dan kandungan kurikulum.
4. Prinsip interaksi prinsip interaksi
(ittishaliyyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
5. Prinsip pemeliharaan (wiqayah) antara
perbedaan-perbedaan individu.
6. Prinsip perkmbangan (tanmiyyah) dan
perubahan (taghayyur) seiring dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan
nilai-nilai absolut (ilahiyyah).
7. Prinsip integritas (muwahhadah) antara
mata pelajaran, pengalaman, dan aktifitas kurikulum dengan kebutuhan peserta
didik, masyarakat, dan tuntutan zaman, serta tempat peserta didik berada.
E. Fungsi dan Peran Kurikulum Dalam
Pendidikan Islam
·
Alat
untuk mencapai tujuan dan untuk menepuh harapan manusia sesuai dengan tujuan
yang dicita-citakan.
·
Pedoman
dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan.
·
Fungsi
kesinambungan untuk persiapan pada jengjang sekolah berikutnya dan penyiapan
tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan.
·
Standarisasi
dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai
batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester,
maupun pada tingkat pendidikn tertentu.
Peran
Kurikulum
Sebagai
salah satu komponen dalam sistem pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki
tiga peran yaitu:
1.
Peranan
konservatif
Peran konservatif
kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya sebagai warisan masa lalu
dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya
lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang sangat
penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan dalam menangkal
berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai lhur masyarakat, sehingga
identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
2.
Peran
kreatif
Dalam peran kreatifnya,
kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu siawa untuk
dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat berperan aktif
dalam kehidupan sosial masyarakat yang seenantiasa bergerak maju secara
dinamis.
3. Peran kritis dan evaluative
Setiap nilai dan budaya
lama harus tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama sudah
tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dengan demikian juga ada
kalanya nilai dan budaya baru itu tidak sesuai dengan nilai- nilai lama yang
masih relevan dengan keadaan dan tuntutan zaman. Dengan demikian, kurikulum
berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan
nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka
inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum diperlukan. Kurikulum harus
berperan dalam menyeleksi dan mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap
bermanfaat untuk kehidupan anak didik.
Syarat-syarat
yang perlu diajukan dalam perumusan kurikulum, yaitu sebagi berikut:
1. Materi yag tersusun tidak menyalahi
fitrah manusia.
2. Adanya relevansi dengan tujuan
pendidikan islam, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri dan beribadah kepada
allah dengan penuh ketakwaan dan keikhlasan.
3. Disesuaikan dengan tingkat perkembangan
dan usia peserta didik.
4. Perlunya membawa peserta didik kepada
objek empiris, praktik langsung, dan memiliki fungsi pragmatis, sehingga mreka
mepunyai keterampilan-keterampilan yang nyata.
5. Penyusunan kurikulum bersifat integral,
terorganisasai, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan
materi yang lainnya.
6. Adanya metode yang mampu menghantar
tercapainya materi pelajaran dengan memperlihatkan perbedaan masing-masing
individu
7. Materi yang disusun mempunyai relenvasi
dengan tingkat perkmbangan peserta didik.
8. Materi yang disusun mempunyai pengaruh
yang positif.
9. Memperhatikan aspek-aspek sosial,
misalnya dakwah islamiyah.
10. Materi yang disusun mempunyai pengaruh
positif terhadap jiwa peserta didik, sehingga menjadikan kesempurnaan jiwanya.
11. Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah,
seperti memberikan waktu istirahat untuk menikmati suatu kesenian.
12. Adanya ilmu alat untuk mempelajari
ilmu-ilmu lain.
F. Perubahan, Perbaikan, dan Pengembangan
Kurikulum
Perubahan tak selalu sama dengan perbaikan, akan
tetapi perbaikan selalu mengandung perubahan. Perbaikan berarti meningkatkan
nilai atau mutu. Perubahan adalah pergeseran posisi, kedudukan atau keadaan
yang mungkin membawa perbaikan, akan tetapi dapat juga memperburuk keadaan.
Perbaikan selau dikatkan dengan penilaian. Perbaikan diadakan untuk
meningkatkan nilai, dan untuk mengetahuinya digunakan kriteria tertentu. Perbedaan
kriteria akan memberi perbedaan pendapat tentang baik-buruknya perubahan itu.
Perubahan, dalam bidang kurikulum kita lihat betapa banyaknya ide dan usaha
perbaiakan kurikulum yang dicetuskan oleh berbagai tokoh pendidikan yang
terkenal. Macam-macam kurikulum telah diciptakan dan banyak diantaranya telah
jilankan. Apa yang mula-mula diharapkan, akhirnya ternyata menimbulkan masalh
lain sehingga kurikulum itu ditinggalkan atau diubah. Disadari bahwa dalam
kurikulum dapat diutamakan hanya satu aspek saja akan tetapi semua aspek.
Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru
dirasakan kekurangan dalam keadaan,
sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan besama. Perubahan
kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru itu sendiri.
Guru juga sering tidak mudah berubah, karena telah biasa dengan cara-cara yang
lama. Orang yang berperan sebagai pengubah kurikulum harus dapat bekerja sama,
harus dapat mempengaruhi orang dan memberi inspirasi. Ia harus mempunyai
sensitifitas sosial, terbuka bagi pikiran orang lain dan terbuka bagi
perubahan. Akan tetapi ia harus seorang profesional, namun rendah hati dan
tidak memamerkan pengetahuannya.
Kurikulum tak kunjung sempurna dan senantiasa dapat
diperbaiki. Bila kita ingin memperbaiki kurikulum, kita harus memperhatikan
sejumlah dasar-dasar pertimbangan yaitu: mengetahui tujuan perbaikan, mengenal
situasi sekolah, mengetahu kebutuhan siswa dan guru, mengenal masalah yang
dihadapi sekolah, menganal kompetensi guru, mengetahui gejala sosial,
mengetahui perkembangan dan aliran dalam kurikulum.
Pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah
pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri
serta pengembangan komponen pembelajaran sebagai implementasi kurikulum. Dengan
demikian, maka pengembangan kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya,
yaitu sisi kurikulum sebagai pedoman yang kemudian membentuk kurikulum tertulis
dan sisi kurikulum sebagai implementasi yang tidak lain adalah sistem
pembelajaran. Proses pengembangan berbeda dengan perubahan dan perbaikan
kurikulum. Pengembangan menunjuk pada proses merancang. Justru makna suatu
kurikulum akan dapat dirasakan manakala jika diimplementasikan, dan hasil
implementasi itu selanjutnya akan memberikan masukan untuk penyempurnaan
rancangan. Dilihat dari program kegiatan yang dihasilkan, maka pengembangan
kurikulum itu dimulai dari kegiatan pengembangan dari lingkup yang paling luas
sampai kepada lingkup yang paling sempit, yitu pengembangan kurikulum dalam
proses pembelajaran di dalam kelas dalam satu unit pengajaran atau bidang studi
tertentu.
Untuk lingkup yang paling luas, pengembangan
kurikulum menghasilkan program kebijakan kurikulum dan mengembangkan rancangan
program studi, sedangkan mengembangkan program-program kegiatan sebagai
pencabaran dari program studi merupakan lingkup pengembangan kurikulum yang
lebih sempit. Disamping merancang program, kegiatan pengembangan kurikulum juga
berkaitan dengan menghasilkan baha-bahan pengajaran. Fungsi bahan pengajaran itu
sendiri adalah untuk memberikan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan dan
program kegiatan. Dalam pengembangan kurikulum memiliki lima prinsip,yaitu:
1. Prinsip relevansi
Ada dua macam
relevansi, yaitu relevansi internal dan relevansi eksternal. Relevansi internal
adalah bahwa setiap kurikulum harus memiliki keserasian antara
komponen-komponennya, yaitu keserasian antara tujuan yang harus dicapai, isi,
materi atau pengalaman belahar yang harus dimiliki sekolah, strategi atau
metode yang digunakan serta alat penilaian untuk melihat ketercapaian tujuan.
Relevansi internal ini menunjukan keutuhan suatu kurikulum. Relevansi eksternal
berkaitan dengan keserasian antara tujuan, isi, dan proses belajar siswa yang
tecakup dalam kurikulum dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Ada tiga
macam relevansi eksternal dalam pengembangan kurikulum: pertama, relevan dengan
lingkungan hidup peserta didik. Kedua, relevan dengan perkembangan zaman baik
sekarang maupun yang akan datang. Ketiga, relevan dengan tuntutan dunia
pekerjaan.
2. Relevansi flesibilitas
Yaitu kurikulum harus
bersifat lentur atau fleksibel. Artinya, kurikulum itu harus bisa dilaksanakan
sesuai dengan kondisi yang ada. Prinsip fleksibilitas memiiki dua sisi:
pertama, fleksibel bagi guru yang artinya, kurikulum harus memberikan ruang
gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi
yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan
berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
3. Prinsip kontinuitas
Prinsip ini mengandung
pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara
materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan.
4. Efektifitas
Pirnsip efektifitas
berkenaan dengan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat
dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Terdapat dua sisi efektifitas dalam
suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas berhubungan dengan kegiatan
guru dalam melaksanakan tugas mengimplementasikan kurikulum didalam kelas.
Kedua, efektifitas kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Efektifitas kegiatan guru berhubungan dengan keberhasilan mengimplementasikan
program sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
5. Efisiensi
Prinsip efisiensi
berhubungan dengan perbandingan dengan antara tenaga, waktu, suara, dan biaya
yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki
tingkat efisiensi yang tinggi apabila dengan sarana, biaya yang minimal dan
waktu yang terbatas dan dapat memperoleh hasil yang maksimal.
BAB III
A. Kesimpulan
Kurikulum dalam
pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu
rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak
diimplementasikan dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya tanpa
kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung
secara efektif. Kurikulum juga harus berfungsi mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki oleh anak didik sesuai dengan bakat dan minatnya, maka proses
pengembangannya juga harus memperhatikan segala aspek yang terdapat pada
peserta didik.
B. Saran
Penulis
menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritip dan saran mengenai pembahasan makalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Muliawan, Jasa Unggu. 2015. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nasution. 2008. Asas-Asas
Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Umar, Bukhori. 2017. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta: AMZAH.
Sanjaya, Wina. 2009. Kurikulum
dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
[1] Nana syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2000), cet. Ke-3
hlm 4.
[2] Abdul Munir Mulkhan, Humanisasi Pendidikan Islam, dalam
Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan: Tashwirul Afkar,
Edisi No. 11, (Jakarta: LAKPESDAM dan TAF, 2001), hlm. 18.
[3] Osman Bakar, Hirarki Ilmu (Membangun Rangka Pikir Islamisasi
Ilmu), (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 100.
No comments:
Post a Comment