MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN
ISLAM
“Lembaga
Pendidikan Islam”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Institusi
berarti lembaga, yang dalam hal ini adalah lembaga pendidikan. Ada beberapa
lembaga pendidikan yang sudah lazim kita kenal antara lain, keluarga sekolah
(formal) dan badan- badan masyarakat (non formal), seperti instansi-instansi
pemerintahan, kursus-kursus, rumah-rumah ibadah dan badan badan-badan
masyarakat lainnya serta beberapa media massa.
Yang
dimaksud dengan lembaga pendidikan islam adalah usaha berupa bimbingan dan
asuhan terhadap anak didik berdasar ajaran islam. Agar anak didik nantinya setelah
selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran-ajaran agama islam. Agama yang telah diyakini nya secara menyeluruh,
serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana Lembaga Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Karakteristik dan Sifat Lembaga Pendidikan Islam?
3.
Bagaimana
Problematika Lembaga
Pendidikan Islam ?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui Lembaga pendidikan islam
2.
Untuk mengetahui karakteristik dan sifat lembaga
pendidikan
3.
Untuk memahami problematika Lembaga Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan islam adalah
usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik berdasar ajaran islam.
Agar anak didik nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam. Agama yang telah
diyakini nya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai
suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
maupun di akhirat kelak.
Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan
atau perguruan agama meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah,
Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah
Pendidikan Guru Agama, Pesantren dan Perguruan Tinggi Agama Islam baik negri
maupun swasta. Sebagian besar lembaga pendidikan agama berstatus swasta hanya
0,37% dari seluruh sekolah agama berstatus negeri dan hanya pada satu
segi kehadiran sekolah-sekolah agama berakar pada hasrat masyarakat sendiri dan
pada segi lain sekolah-sekolah agama negeri harus mempunyai fungsi keteladanan
terhadap sekolah-sekolah agama swasta[1].
Salah satu hal penting dan perlu disimak dalam sejarah
perkembangan penyelenggaraan
sekolah-sekolah agama ialah lahirnya Keppres No.34 tahun 1974 tentang tanggung
jawab fungsional pendidikan dan latihan serta Inspres No.15 tahun 1974 tentang
pelaksanaan Keppres No.34 tahun 1974. Di dalam nya dinyatakan antara lain
sebagai berikut:
a) Pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikan nya dapat memahami
dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikanya sebagai pandangan hidup
(way of life)
b) Pendidikan agama
islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasar ajaran islam
c) Pendidikan agama
islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
islam yang telah di yakini nya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama
islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan
hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Agama
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan
manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan dirinya yang
dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam hidup manusia,
baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan
lahiriyah dan kebahagian rohaniyah.
Oleh
karena agama islam sebagai dasar tata nilai merupakan penentu dalam
perkembangan dan pembinaan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, maka
pemahaman dan pengalamannya dengan tepat dan benar di perlukan untuk
menciptakan kesatuan bangsa. Bahan pendidikan bagi masing-masing pemeluknya
berasal dari sumber-sumber agamanya masing-masing[2].
Pelaksanaan pendidikan agama dilakukan oleh pengajar yang menyakini,
mengamalkan, dan menguasai bahan agama tersebut.
Madrasah
ibtidaiyah adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Faktor yang
menyebabkan tumbuh nya madrasah adalah karena masjid-masjid telah penuh dengan
tempat-tempat belajar dan hal ini amat mengganggu aktivitas pelaksanaan ibadah
sholat. Tumbuh dan berkembang nya madrasah di Indonesia tidak dapat di pisahkan
dengan tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaruan di kalangan umat islam di
tinjau dari segi tingkatanya madrasah dibagi menjadi:
1.
Madrasah ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang
memberikan pendidikan pengajaran rendah serta menjadikan matapelajaran agama
islam sebagi mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping
pendidikan umum. Maksud perkataaan 30% matapelajaran agama islam bukanlah di
tujukan kepada isi mata pelajaran agama islam itu sendiri tetapi jumlah waktu
yang di berikan untuk mata pelajaran agama 30% dari jumlah waktu yang tersedia
di maing-masing madrasah. dengan kata lain, isi matapelajaran agama tetap 100%
di berikan sebgaimana yang sudah biasa dilaksanakan selama ini, hanya waktu
yang disediakan untuk menyajikan mata pelajaran agama tersebut 30% dari jumlah
keseluruh waktu/jam pelajaran yang ada di masing-masing madrasah tersebut.
Tujuan umum madrasah ibtidaiyah adalah:
1)
Memiliki sikap dasar sabagai seorang muslim yang
bertakwa dan berakhlak mulia
2)
Memiliki sikap dasar sebagai warga negara yang baik
3)
Memiliki pengetahuan dasar tentang kesehatan,
kesejahteraan keluarga dan kependudukan
4)
Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa nasional.
5)
Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa arab sebagai
alat untuk memahami ajaran agama islam
6)
Memiliki pengetahuan dasar tentang matematika dan ilmu
pengetahuan alam.
7)
Memiliki pengetahuan dasar tentang ilmu pengetahuan
sosial.
8)
Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai unsur
kebudayaan nasional.
2. Madrasah tsanawiyah
ialah
lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah
pertama dan menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar
yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Tujuan umum madrasah tsanawiyah ialah:
a.
Menjadi seorangmuslim yang bertqwa dan berakhlak
mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agama nya.
b.
Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat.
c.
Menjadi manusia yang berkepribadian yang bulat dan
utuh, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
d.
Memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang
luas serta sikap yang di perlukan untuk melanjutkan pelajaran ke Madrasah Aliya
atau ke sekolah lanjutan atas lainnya, atau untuk mendapat bekerja dalam
masyarakat sambil mengembangkan diri guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat
e.
Memiliki ilmu pengetahuan agama dan umum yang luas
serta pengalama, keterampilan, dan kemampuan yang di perlukan untuk melanjutkan
pelajaran ke madrasah Aliya atau sekolah lanjutan atas lainnya
f.
Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidup nya
dalam masyarakat dan berbakti kepada tuhan yang maha esa guna mencapai
kebahagiaan dunia akhirat
3. Madrasah Aliyah
ialah lembaga pendidikan yang memberikan
pendidikan dan pengajaran tingkat menengah atas dan menjadikan mata pelajaran
agama islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping
mata pelajaran umum.
Tujuan
madrassah Aliyah;
a)
Menjadi soerang muslim yang bertaqwa dan berakhlak
mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
b)
Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan masyarakat
c)
Menjadi manusia yang berkepribadian yang bulat dan
utuh, percaya diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
d)
Memiliki ilmu pengetahuan agama islam yang lebih luas
dan sejarah kebudayaan islam
e)
Memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang
kewarganegaraan dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945
4. Madrasah diniyah
ialah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam, yang berfungsi terutama untuk
memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan
agama islam.
Madrasah diniyah ini terdiri dari tiga tingkat:
a.
Madrasah diniyah awaliyah ialah madrasah diniyah
tingkat permulaan dengan masa belajar 4 (empat) tahun dari kelas I sampai kelas
IV dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
b.
Madrasah diniyah wustha ialah Madrasah DIniyah tingkat
menengah pertama dengan masa belajar 2 (dua) tahun dan kelas I sampai dengan
kelas II dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
c.
Madrasah diniyah ‘Ulya ialah madrasah diniyah tingkat
menengah atas dengan masa belajar 2(dua) tahun dari kelas I sampai dengan II
dengan jumlah jam belajar dalam seminggu.
5. Pendidikan Guru Agama Negeri
Yang biasanya disingkat PGAN ialah lembaga pendidikan
sebgai sambungan dari madrasah tsanawiyah yang mempersiapkan siswa nya untuk
menjadi guru agama pada sekolah dasar, sekolah luar biasa, guru agama/guru pada
madrasah ibtidaiyah, dan Raudhatul Athfall. Tujuan dari PGAN:
a)
Memiliki pengetahuan tentang agama islam dan
pengamalan nya
b)
Memiliki pengetahuan tentang Bahasa arab untuk
memahami isi alqur’an dan hadist sebagai sumber ajaran agama islam
c)
Mengamalkan dan mengembangkan profesinya sebagai guru
agama bertaqwa
d)
Memiliki kemampuan melaksanakan tugas hidupnya untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
6. Lembaga Pendidikan Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia pesantren ini sendiri telah di kenal sejak zaman colonial. Pesantren
adalah tempat para santri belajar ilmu agama islam. Kata pesantren berasal dari
kata “santri”, artinya murid yang belajar agama islam. Disebut pesantren karena
seluruh murid yang belajar atau thalabul ilmi di pesantren disebut dengan
istilah santri.Tidak dikenal sebutan siswa atau murid.
Ada beberapa persyaratan-persyaratan pokok suatu
lembaga pendidikan baru dapat di golongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu
di lihat apabila telah mencukupi elemen-elemen pokok pesantren. Elemen-elemen
pokok pesantren itu adalah :
1.
Pondok
Istilah
pondok di artikan juga denga asrama. Dengan demikian, pondok mengandung makna
sebagai tempat tinggal. Sebuah pesantren mesti memiliki asrama tempat tinggal
santri dan kiai. Di tempat tersebut selalu terjadi komunikasi antara santri dan
kiai. Ada beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam satu pesantren,
yaitu: pertama, banyaknya
santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada
seorang kiai yang sudah termashur keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa dimana
tidak tersedia perumahan untuk menampung santri yang berdatangan dari luar
daerah. Ketiga, ada sikap timbal
balik antara kiai dan santri, dimana santri mennganggap kiai adalah seolah-olah
orang tuanya sendiri.
2.
Masjid
Masjid di artikan secara
harfiah adalah tempat sujud karena di tempat itu setidak-tidaknya seorang
muslim lima kali sehari semalam melaksanakan sholat. Fungsi masjid tidak saja
untuk sholat, tetapi mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain
sebagainya. Di zaman Rasulullah masjid berfungsi sebagai tempat ibadah dan
urusan-urusan sosial kemasyarkatan serta pendidikan. Suatu pesantren mutlak
memiliki masjid, sebab di situlah akan di langsungkan proses pendidikan dalam
bentuk komunikasi belajar- mengajar antara kiai dan santri. Masjid sebagai
pusat pendidikan Islam telah berlangsung sejak masa Rasulullah, dilanjutkan
oleh Khulafaur Rasyidin, Dinasti Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Fathimiyah.
Tradisi itu tetap di pegang oleh para kiai pemimpin pesantren untuk menjadikan
masjid sebagai pusat pendidikan. Kendatipun pada saat sekarang pesantren telah
memiliki local belajar yang banyak untuk tempat berlangsungnya proses
belajar-mengajar, namun masjid tetap di fungsikan sebagai tempat belajar.
3. Santri
Santri adalah siswa yang
belajar di pesantren dan santri dalam penggunaannya di lingkungan pesantren
adalah seorang alim yang menuntut ilmu agama,dan ia akan dapat disebuat kiai
apabila memiliki pesantren dan santri tersendiri yang terpisah dari pesantren
induknya. Santri ini dapat digolongkan kepada dua kelompok yaitu:
a) Santri Mukim, yaitu santri yang berdatangan dari
tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang kerumahnya,
maka dia di mondok(tinggal) di
pesantren.
b) Santri Kalong, yaitu santri yang berasal dari daerah
sekitar yang memnungkinkan mereka pulang ketempat kediaman masing-masing.
Santri Kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya
dan pesantren.
4. Kiai
Kiai adalah tokoh sentral dalam satu
pesantren, maju-mundurnya suatu pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma
sang kiai. Menurut asal-usulnya kiai dalam Bahasa Jawa dipakai untuk jenis
gelar yang berbeda:
a) Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang
dianggap keramat umpanya “kiai garuda kencana” dipakai untuk sebutan kereta yang
ada di keratin Yogyakarta.
b) Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c) Gelar yang di berikan oleh masyarakat kepada seorang
ahli agama Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam
klasik kepada santrinya.
5. Pengajaran kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik
yang lebih popular dengan sebutan “kitab kuning”. Kitab-kitab ini di tulis oleh
ulama-ulama Islam pada zama pertengahan. Kepintaran dan kemakhiran seorang
santri diukur dari kemampuannya membaca, serta mensyarahkan(menjelaskan) isi
kitab-kitab tersebut. Untuk tahu membaca
sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu
bantu, seperti nahu,saraf,balaghah, dan ma’ani bayan. Kitab-kitab klasik yang
di ajarkan di pesantren dapat digolongkan kepada 8 kelompok: nahu/saraf,
fikih,ushul fikih, hadis,tafsir, tauhid, tassawuf dan etika.
7.
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
Perguruan Tinggi Agama Islam negeri merupakan PTAIN
yang dinegerikan dari Fakultas Agama Islam negeri Indonesia yang di atur dalam
peraturan pelaksanannya diatur dalam pertauran bersama Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Tujuan PTAIN adalah untuk memberi
pengajaran tinggi dan menjadi pusat perkembangan dan memperdalam ilmu
pengetahuan tentang agama islam dan untuk tujuan tersebut di letakkan asas
untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai ke insyafan
bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umum nya
atas dasar Pancasila,kebudayaan, kebanggaan Indonesia, dan kenyataan. PTAIN ini
mempunyai jurusan tarbiyah, qadha, dan dakwah dengan lama belajar 4 tahun pada
tingkat doctoral. Mata pelajaran agama di dampingi mata pelajarna umum terumata
yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa jurusan tarbiyah di perlukan pengetahuan
umum mengenai ilmu pendidikan dan begitu juga jurusan lainnya di berikan pula
pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusanny[3]a.
8.
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN berusia kurang lebih 9 tahun maka
lembaga pendidikan tinggi dimaksud telah mengalami perkembangan. Dengan
perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu menanmpung keluasan cakupan
ilmuu-ilmu keislaman tersebut kalua hanya berada di bawah satu paying fakultas.
Peranan perguruan tinggi agama khusunya PTAIN semakin dirasakan sebgai salah
satu institusi pendalaman ajaran-ajaran islam dengan demikian maka peranan
PTAIN dapat lebih di perluas cakupan nya. Setelah mengadakan sidang
beberapakali, maka di sepakatilah bahwa PTAIN yang berkedudukan di Yogyakarta
menjadi satu nama yaitu Institut Agama Islam Negri.
9.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
IAIN telah berdiri sendiri itu, berdasarka kebutuhan
di berbagai daerah membuka cabang-cabang pila diluar IAIN induknya sehingga
IAIN menjadi berkembang di berbagaindaerah, dalam perkembangan itu tidak dapat
di hindarkan muculnya duplikasi fakultas. Untuk menyahuti jiwa dan peraturan
yang berlaku, yakni untuk mengindari tidak terjadinya kejadian duplikasi
fakultas. Maka fakultas-fakultas itu dipisahkan dari IAIN induknya. Setelah
dipisahkan itu bernama lah lembaga STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam). Di
tingkat institusi untuk membagi program kelompok keilmuan diaplikasikan dalam
bentuk fakultas, sedangkan dalam sekolah tinngi penjabaran hanya pada jurusan.
10. Universitas
Islam Negeri
Universitas Islam Negeri di awali sejak berdirinya UIN
SYARIF HIDAYAHTULLAH Jakarta pada tahun 2002. Sesuai dengan namanya Universitas
Islam Negeri berarti mengandung makna bahwa ilmu-ilmu yang dikembangkan tidak
hanya ilmu-ilmu agama,tetapi telah dikembangkan keberbagai disiplin ilmu-ilmu
lainnya yang tergolong ilmu-ilmu kealaman (natural science), ilmu-ilmu
sosial(sosial science) dan ilmu humaniora. Dilihat dari sudut pandang Islam
bahwa konsep Perguruan tinggi Islam itu yang ideal itu adalah berbentuk Uvivesitas. Sebab, konverensi Islam
Internasional tentang pendidikan telah mengungkapkan bahwa ilmu itu dalam
pandangan islam terbagi kepda dua. Pembagian ilmu menurut pandangan Islam
dibagi kepada dua bagian, yaitu pereunial
knowledge dan acquired knowledge.[4]
B. Karakter
dan Sifat
Lembaga dalam
Pendidikan Islam
Wacana kelembagaan
pendidikan Islam khususnya pada masa-masa awal merupakan persoalan yang sangat
menarik untuk dikaji, hal ini setidaknya disebabkan oleh empat faktor. Pertama,
lembaga pendidikan merupakan sarana yang strategis bagi proses terjadinya
transformasi nilai dan budaya pada suatu komunitas sosial. Kedua, pelacakan
eksistensi lembaga pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya
Islam
Ketiga, kemunculan lembaga pendidikan Islam dalam sebuah
komunitas, tidak mengalami ruang hampa, tetapi senantiasa dinamis, baik dari
fungsi maupun system pembelajaranya. Keempat kehadiran lembaga pendidikan Islam
telah memberikan spectrum tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika
intelektual Islam.
Salah satu yang menjadi karaktristik dan tujuan lembaga
pendidikan Islam yang paling menonjol adalah pewarisan nilai-nilai ajaran agama
Islam. Hal ini sangat beralasan mengingat aspek-aspek kurikulum yang ada
menyajikan seluruhnya memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif
dan terpadu (walaupun di sekolah-sekolah umum dipelajari juga mata pelajaran
agama Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di
lembaga-lembaga pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi
kosentrasi dan titik tekan.
Sifat yang terdapat pada diri pendidikan
Islam menggambarkan dengan jelas posisi pendidikan Islam diantara jenis
pendidikan-pendidikan yang lainnya. Namun dengan melihat kondisi yang ada saat
ini, banyak tantangan yang harus dihadapi pendidikan Islam, dimana tantangan
tersebut tidak hanya yang bersifat internal namun juga yang datangnya dari luar
Islam sendiri, Muhaimin (2011). Tantangantantangan tersebut harus mampu dijawab
setiap elemen yang ada dalam pendidikan Islam, mulai dari tingkat dasar hingga
ke tingkat perguruan tinggi. Dengan perhatian yang serius, pendidikan Islam
nantinya, dan agama Islam dalam artian secara luas, dapat diterima oleh semua
orang di muka bumi ini.
C.
PROBLEMATIKA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Pada
tataran teoretis, tidak dapat diragukan bahwa pendidikan Islam yang mempunyai
tujuan seperti yang banyak dinyatakan para pemikir muslim, identik dengan
tujuan hidup manusia. Islam memiliki dimensi pembebasan. Melalui dimensi
tersebut, Islam dianggap sebagai agama pembebasan dengan membawa pesan-pesan
global tentang kesatuan kehidupan manusia di sisi Allah swt. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang menentang konsep kehidupan
sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang bersifat feodal-paternalistik. Sebab konsep
kehidupan seperti ini akan mencabut manusia dari akar kemanusiaannya[5].
Demikian halnya pada dimensi
pendidikan, Islam adalah promotor utama dalam mengeliminasi budaya yang tidak
menguntungkan kehidupan manusia yang berasal dari perbuatan manusia dari
institusi yang ada. Pendidikan Islam selain diharapkan mampu menghasilkan
terbukanya pemikiran terutama realitas kehidupan, juga memiliki muatan yang
mampu mensosialisasikan wawasan, sikap, dan perilaku manusia terhadap
nilai-nilai Islam. Artinya, pendidikan Islam yang berorientasi pada penciptaan
insan kamil, juga harus mempunyai parameter dalam konteks sosialnya. Oleh
karena itu, integrasi kecerdasan, profesionalitas, serta moralitas kemanusiaan
yang bermuara pada bentuk hubungan transendensi manusia pada Tuhannya harus
menjadi acuan dalam pendidikan Islam.
Untuk mencapai hal tersebut,
pengembangan pemikiran yang bersifat dialogis sangat diperlukan dalam
pendidikan Islam. Pendidikan Islam tidak harus memerankan diri sebagai lembaga
indoktrinasi keilmuan dan pengetahuan, tetapi juga dengan profesionalitasnya
manusia selalu dipandang secara demokratis dengan pilihan-pilihan mandiri dalam
hubungan yang positif dengan lingkungannya.
Namun dalam pengembangannya,
pendidikan Islam sebagai lembaga dan proses pendidikan selalu mengalami
hambatan-hambatan pokok terutama karena pergumulan penerapan politik pendidikan
yang cenderung membedakan, perdebatan dikotomi ilmu pengetahuan yang tak
kunjung selesai, sistem dan manajemen yang dinilai berkualitas rendah terutama
terhadap tuntutan perubahan kurikulum hingga pada pandangan masyarakat yang
memberi penilaian subyektif akan keberadaannya. Fenomena lemahnya lembaga
pendidikan Islam tampaknya terkait pada kesenjangan yang semakin mendalam
antara ‘Islam cita-cita’ dengan ‘Islam realita’.
Demikian pula halnya dengan
pendidikan Islam yang dikemas dalam dunia pesantren dan madrasah. Dengan
meminjam pendapat Husein Nasr, bahwa dunia tersebut adalah dunia tradisional
Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang
dikembangkan ulama dari masa ke masa. Output lembaga pendidikan ini
masih gamang degan perubahan sosial kemasyarakatan yang mengalami percepatan
sehingga mengakibatkan pendidikan Islam kewalahan mengejar ketertinggalannya
dari dunia pendidikan umum.
Kurang berhasilnya pendidikan Islam
dalam menyikapi hal tersebut, diindikasikan dengan kelemahan yang melekat pada
pelaksanaan pendidikan Islam di madrasah maupun di pesantren yang
diidentifikasikan sebagai:
1. Lembaga
pendidikan yang kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi
‘makna’ dan ‘nilai’ atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai
keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Dengan kata
lain, pendidikan Islam selama ini lebih menekankan tujuannya pada aspek knowing (pengetahuan) dan doing (praktek) daripada
aspek being (menjadi), yakni
mengarahkan peserta didik menjalani hidup sesuai dengan ajaran nilai-nilai
Islam yang telah dipelajarinya.
2. Lembaga
pendidikan yang kurang mampu berjalan dan bekerja sama dengan program-program
pendidikan non-agama.
3. Lembaga
pendidikan yang kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yan
terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya.
Dengan memperhatikan permasalahan
realitas pendidikan Islam dan permasalahan kemasyarakatan kini dan di masa
mendatang, penulis berpendapat bahwa lembaga pendidikan Islam tampaknya sangat
perlu melakukan penyegaran, pembaruan atau reformasi yang strategis agar tidak
lagi dikatakan tertinggal dari lembaga pendidikan umum. Islam membutuhkan
lembaga pendidikan yang tangguh, berkualitas, dan berkemampuan tinggi untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan perubahan masyarakat global
dengan berbagai problematika kehidupan modern-nya.
Begitulah realitas yang dihadapi
dunia pendidikan Islam. Meski demikian, umat Islam tetap memiliki harapan bahwa
pendidikan Islam dapat berbuat lebih banyak dalam peranannya ‘menciptakan’
manusia purna, yaitu manusia yang ‘bercitra Tuhan’ yang menjalankan fungsi kekhalifahannya
dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan beban yang diemban lembaga
pendidikan Islam yang mencakup aspek-aspek yang luas, meliputi dimensi
intelektual, dimensi kultural, dimensi nilai-nilai transendental, dimenasi
nilai-nilai keterampilan fisik, dan dimensi pembinaan kepribadian manusia.
Oleh karena itu dalam upaya mencari
solusi yang tepat mengenai realitas dan pengembangan lembaga pendidikan Islam,
maka terlebih dahulu dirumuskan bagaimana sebenarnya permasalahan dan tantangan
yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam pada saat ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang
memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan. Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala
jenisnya menurut pandangan Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan
misi dalam tiga macam tuntan hidup seorang muslim,yaitu: Pembebasan manusia
dari ancaman api neraka, pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki
keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, membentuk
diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan. Salah satu pendukung
untuk mengsukseskan pendidikan adalah lembaga pendidikan, lembaga pendidikan
harus menjalankan perannya sebagaimana mestinya.
B. Saran
Perlu adanya keseriusan dan kesungguhan para pendidik
dalam semua tingkatan lembaga pendidikan sebagai usaha untuk pendewasaan diri
yang optimal. Hendaknya masing-masing lembaga pendidikan menyadari akan tugas
dan tanggung jawabnya dalam usaha turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Salim Agus. 2010. Ilmu Pendidikan
Islam,Bandung: Pustaka Setia
Putra
Haidar . 2014. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
,Jakarta :Kharisma Putra Utama
Darajat
Zakiyah,, 2000. Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta .PT Bumi Aksara
Ungguh Jasa ,
2015. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta
:Rajawali Pers
Esha, Muhammad
In’am. Istitusional Transformation,
Reformasi dan Modernisasai Pendidikan Tinggi Islam Malang : UIN Malang
Press,tt.
[5] https://rafiriyawi.wordpress.com/2014/02/06/problematika-pengembangan-lembaga-pendidikan-islam/ Di akses pada 22 mei 2019 pukul
5:30WIB
No comments:
Post a Comment