1

loading...

Friday, July 5, 2019

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM “Lembaga Pendidikan Islam”


MAKALAH
ILMU PENDIDIKAN ISLAM
“Lembaga Pendidikan Islam”
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Institusi berarti lembaga, yang dalam hal ini adalah lembaga pendidikan. Ada beberapa lembaga pendidikan yang sudah lazim kita kenal antara lain, keluarga sekolah (formal) dan badan- badan masyarakat (non formal), seperti instansi-instansi pemerintahan, kursus-kursus, rumah-rumah ibadah dan badan badan-badan masyarakat lainnya serta beberapa media massa.
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik berdasar ajaran islam. Agar anak didik nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam. Agama yang telah diyakini nya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak. 

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Lembaga Pendidikan Islam?
2.      Bagaimana Karakteristik dan Sifat Lembaga Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana Problematika Lembaga Pendidikan Islam ?

C.      Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Lembaga pendidikan islam
2.      Untuk mengetahui karakteristik dan sifat lembaga pendidikan
3.      Untuk memahami problematika Lembaga Pendidikan Islam 
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik berdasar ajaran islam. Agar anak didik nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam. Agama yang telah diyakini nya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan atau perguruan agama meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah Pendidikan Guru Agama, Pesantren dan Perguruan Tinggi Agama Islam baik negri maupun swasta. Sebagian besar lembaga pendidikan agama berstatus swasta hanya 0,37% dari seluruh sekolah agama berstatus negeri dan hanya pada satu segi kehadiran sekolah-sekolah agama berakar pada hasrat masyarakat sendiri dan pada segi lain sekolah-sekolah agama negeri harus mempunyai fungsi keteladanan terhadap sekolah-sekolah agama swasta[1].
Salah satu hal penting dan perlu disimak dalam sejarah perkembangan  penyelenggaraan sekolah-sekolah agama ialah lahirnya Keppres No.34 tahun 1974 tentang tanggung jawab fungsional pendidikan dan latihan serta Inspres No.15 tahun 1974 tentang pelaksanaan Keppres No.34 tahun 1974. Di dalam nya dinyatakan antara lain sebagai berikut:
a)      Pendidikan agama islam ialah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikan nya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama islam serta menjadikanya sebagai pandangan hidup (way of life)
b)      Pendidikan agama islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasar ajaran islam
c)      Pendidikan agama islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang telah di yakini nya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.
Agama mengatur hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan dirinya yang dapat menjamin keselarasan, keseimbangan, dan keserasian dalam hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam mencapai kemajuan lahiriyah dan kebahagian rohaniyah.
Oleh karena agama islam sebagai dasar tata nilai merupakan penentu dalam perkembangan dan pembinaan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pemahaman dan pengalamannya dengan tepat dan benar di perlukan untuk menciptakan kesatuan bangsa. Bahan pendidikan bagi masing-masing pemeluknya berasal dari sumber-sumber agamanya masing-masing[2]. Pelaksanaan pendidikan agama dilakukan oleh pengajar yang menyakini, mengamalkan, dan menguasai bahan agama tersebut.
Madrasah ibtidaiyah adalah lembaga pendidikan yang tumbuh setelah masjid. Faktor yang menyebabkan tumbuh nya madrasah adalah karena masjid-masjid telah penuh dengan tempat-tempat belajar dan hal ini amat mengganggu aktivitas pelaksanaan ibadah sholat. Tumbuh dan berkembang nya madrasah di Indonesia tidak dapat di pisahkan dengan tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaruan di kalangan umat islam di tinjau dari segi tingkatanya madrasah dibagi menjadi:

     1.      Madrasah ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan pengajaran rendah serta menjadikan matapelajaran agama islam sebagi mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping pendidikan umum. Maksud perkataaan 30% matapelajaran agama islam bukanlah di tujukan kepada isi mata pelajaran agama islam itu sendiri tetapi jumlah waktu yang di berikan untuk mata pelajaran agama 30% dari jumlah waktu yang tersedia di maing-masing madrasah. dengan kata lain, isi matapelajaran agama tetap 100% di berikan sebgaimana yang sudah biasa dilaksanakan selama ini, hanya waktu yang disediakan untuk menyajikan mata pelajaran agama tersebut 30% dari jumlah keseluruh waktu/jam pelajaran yang ada di masing-masing madrasah tersebut.
Tujuan umum madrasah ibtidaiyah adalah:

   1)      Memiliki sikap dasar sabagai seorang muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia
   2)      Memiliki sikap dasar sebagai warga negara yang baik
   3)      Memiliki pengetahuan dasar tentang kesehatan, kesejahteraan keluarga dan kependudukan
   4)      Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa Indonesia sebagai Bahasa nasional.
   5)      Memiliki pengetahuan dasar tentang Bahasa arab sebagai alat untuk memahami ajaran agama islam
   6)      Memiliki pengetahuan dasar tentang matematika dan ilmu pengetahuan alam.
   7)      Memiliki pengetahuan dasar tentang ilmu pengetahuan sosial.
    8)      Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai unsur kebudayaan nasional.

    2.      Madrasah tsanawiyah
            ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
Tujuan umum madrasah tsanawiyah ialah:
a.       Menjadi seorangmuslim yang bertqwa dan berakhlak mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agama nya.
b.      Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat.
c.       Menjadi manusia yang berkepribadian yang bulat dan utuh, percaya pada diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
d.      Memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang luas serta sikap yang di perlukan untuk melanjutkan pelajaran ke Madrasah Aliya atau ke sekolah lanjutan atas lainnya, atau untuk mendapat bekerja dalam masyarakat sambil mengembangkan diri guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat
e.       Memiliki ilmu pengetahuan agama dan umum yang luas serta pengalama, keterampilan, dan kemampuan yang di perlukan untuk melanjutkan pelajaran ke madrasah Aliya atau sekolah lanjutan atas lainnya
f.       Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas hidup nya dalam masyarakat dan berbakti kepada tuhan yang maha esa guna mencapai kebahagiaan dunia akhirat

    3.      Madrasah Aliyah
             ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah atas dan menjadikan mata pelajaran agama islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
 Tujuan madrassah Aliyah;
a)      Menjadi soerang muslim yang bertaqwa dan berakhlak mulia, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya.
b)      Menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat
c)      Menjadi manusia yang berkepribadian yang bulat dan utuh, percaya diri sendiri, sehat jasmani dan rohani
d)     Memiliki ilmu pengetahuan agama islam yang lebih luas dan sejarah kebudayaan islam
e)      Memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang kewarganegaraan dan pemerintahan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945

    4.      Madrasah diniyah
            ialah lembaga pendidikan dan pengajaran agama islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama islam.
Madrasah diniyah ini terdiri dari tiga tingkat:
a.       Madrasah diniyah awaliyah ialah madrasah diniyah tingkat permulaan dengan masa belajar 4 (empat) tahun dari kelas I sampai kelas IV dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
b.      Madrasah diniyah wustha ialah Madrasah DIniyah tingkat menengah pertama dengan masa belajar 2 (dua) tahun dan kelas I sampai dengan kelas II dengan jumlah jam belajar sebanyak 18 jam pelajaran dalam seminggu.
c.       Madrasah diniyah ‘Ulya ialah madrasah diniyah tingkat menengah atas dengan masa belajar 2(dua) tahun dari kelas I sampai dengan II dengan jumlah jam belajar dalam seminggu.

   5.      Pendidikan Guru Agama Negeri
Yang biasanya disingkat PGAN ialah lembaga pendidikan sebgai sambungan dari madrasah tsanawiyah yang mempersiapkan siswa nya untuk menjadi guru agama pada sekolah dasar, sekolah luar biasa, guru agama/guru pada madrasah ibtidaiyah, dan Raudhatul Athfall. Tujuan dari PGAN:
a)      Memiliki pengetahuan tentang agama islam dan pengamalan nya
b)      Memiliki pengetahuan tentang Bahasa arab untuk memahami isi alqur’an dan hadist sebagai sumber ajaran agama islam
c)      Mengamalkan dan mengembangkan profesinya sebagai guru agama bertaqwa
d)     Memiliki kemampuan melaksanakan tugas hidupnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

    6.      Lembaga Pendidikan Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang ada di Indonesia pesantren ini sendiri telah di kenal sejak zaman colonial. Pesantren adalah tempat para santri belajar ilmu agama islam. Kata pesantren berasal dari kata “santri”, artinya murid yang belajar agama islam. Disebut pesantren karena seluruh murid yang belajar atau thalabul ilmi di pesantren disebut dengan istilah santri.Tidak dikenal sebutan siswa atau murid.
Ada beberapa persyaratan-persyaratan pokok suatu lembaga pendidikan baru dapat di golongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu di lihat apabila telah mencukupi elemen-elemen pokok pesantren. Elemen-elemen pokok pesantren itu adalah :
1.      Pondok
Istilah pondok di artikan juga denga asrama. Dengan demikian, pondok mengandung makna sebagai tempat tinggal. Sebuah pesantren mesti memiliki asrama tempat tinggal santri dan kiai. Di tempat tersebut selalu terjadi komunikasi antara santri dan kiai. Ada beberapa alasan pokok sebab pentingnya pondok dalam satu pesantren, yaitu: pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada seorang kiai yang sudah termashur keahliannya. Kedua, pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan untuk menampung santri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kiai dan santri, dimana santri mennganggap kiai adalah seolah-olah orang tuanya sendiri.
2.      Masjid
Masjid di artikan secara harfiah adalah tempat sujud karena di tempat itu setidak-tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan sholat. Fungsi masjid tidak saja untuk sholat, tetapi mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasulullah masjid berfungsi sebagai tempat ibadah dan urusan-urusan sosial kemasyarkatan serta pendidikan. Suatu pesantren mutlak memiliki masjid, sebab di situlah akan di langsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar- mengajar antara kiai dan santri. Masjid sebagai pusat pendidikan Islam telah berlangsung sejak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, Dinasti Bani Umayyah, Abbasiyah, dan Fathimiyah. Tradisi itu tetap di pegang oleh para kiai pemimpin pesantren untuk menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Kendatipun pada saat sekarang pesantren telah memiliki local belajar yang banyak untuk tempat berlangsungnya proses belajar-mengajar, namun masjid tetap di fungsikan sebagai tempat belajar.
3.      Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren dan santri dalam penggunaannya di lingkungan pesantren adalah seorang alim yang menuntut ilmu agama,dan ia akan dapat disebuat kiai apabila memiliki pesantren dan santri tersendiri yang terpisah dari pesantren induknya. Santri ini dapat digolongkan kepada dua kelompok yaitu:
a)      Santri Mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat-tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang kerumahnya, maka dia  di mondok(tinggal) di pesantren.
b)      Santri Kalong, yaitu santri yang berasal dari daerah sekitar yang memnungkinkan mereka pulang ketempat kediaman masing-masing. Santri Kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dan pesantren.
4.       Kiai
 Kiai adalah tokoh sentral dalam satu pesantren, maju-mundurnya suatu pesantren ditentukan oleh wibawa dan kharisma sang kiai. Menurut asal-usulnya kiai dalam Bahasa Jawa dipakai untuk jenis gelar yang berbeda:
a)      Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat umpanya “kiai garuda kencana” dipakai untuk sebutan kereta yang ada di keratin Yogyakarta.
b)      Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
c)      Gelar yang di berikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya.
5.      Pengajaran kitab-kitab Islam klasik
Kitab-kitab Islam klasik yang lebih popular dengan sebutan “kitab kuning”. Kitab-kitab ini di tulis oleh ulama-ulama Islam pada zama pertengahan. Kepintaran dan kemakhiran seorang santri diukur dari kemampuannya membaca, serta mensyarahkan(menjelaskan) isi kitab-kitab tersebut.  Untuk tahu membaca sebuah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu bantu, seperti nahu,saraf,balaghah, dan ma’ani bayan. Kitab-kitab klasik yang di ajarkan di pesantren dapat digolongkan kepada 8 kelompok: nahu/saraf, fikih,ushul fikih, hadis,tafsir, tauhid, tassawuf dan etika.
7.      Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
Perguruan Tinggi Agama Islam negeri merupakan PTAIN yang dinegerikan dari Fakultas Agama Islam negeri Indonesia yang di atur dalam peraturan pelaksanannya diatur dalam pertauran bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Tujuan PTAIN adalah untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat perkembangan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang agama islam dan untuk tujuan tersebut di letakkan asas untuk membentuk manusia susila dan cakap serta mempunyai ke insyafan bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dunia umum nya atas dasar Pancasila,kebudayaan, kebanggaan Indonesia, dan kenyataan. PTAIN ini mempunyai jurusan tarbiyah, qadha, dan dakwah dengan lama belajar 4 tahun pada tingkat doctoral. Mata pelajaran agama di dampingi mata pelajarna umum terumata yang berkenaan dengan jurusan. Mahasiswa jurusan tarbiyah di perlukan pengetahuan umum mengenai ilmu pendidikan dan begitu juga jurusan lainnya di berikan pula pengetahuan umum yang sesuai dengan jurusanny[3]a.
    8.      Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN berusia kurang lebih 9 tahun maka lembaga pendidikan tinggi dimaksud telah mengalami perkembangan. Dengan perkembangan tersebut dirasakan bahwa tidak mampu menanmpung keluasan cakupan ilmuu-ilmu keislaman tersebut kalua hanya berada di bawah satu paying fakultas. Peranan perguruan tinggi agama khusunya PTAIN semakin dirasakan sebgai salah satu institusi pendalaman ajaran-ajaran islam dengan demikian maka peranan PTAIN dapat lebih di perluas cakupan nya. Setelah mengadakan sidang beberapakali, maka di sepakatilah bahwa PTAIN yang berkedudukan di Yogyakarta menjadi satu nama yaitu Institut Agama Islam Negri.
    9.      Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
IAIN telah berdiri sendiri itu, berdasarka kebutuhan di berbagai daerah membuka cabang-cabang pila diluar IAIN induknya sehingga IAIN menjadi berkembang di berbagaindaerah, dalam perkembangan itu tidak dapat di hindarkan muculnya duplikasi fakultas. Untuk menyahuti jiwa dan peraturan yang berlaku, yakni untuk mengindari tidak terjadinya kejadian duplikasi fakultas. Maka fakultas-fakultas itu dipisahkan dari IAIN induknya. Setelah dipisahkan itu bernama lah lembaga STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam). Di tingkat institusi untuk membagi program kelompok keilmuan diaplikasikan dalam bentuk fakultas, sedangkan dalam sekolah tinngi penjabaran hanya pada jurusan.
   10.  Universitas Islam Negeri
Universitas Islam Negeri di awali sejak berdirinya UIN SYARIF HIDAYAHTULLAH Jakarta pada tahun 2002. Sesuai dengan namanya Universitas Islam Negeri berarti mengandung makna bahwa ilmu-ilmu yang dikembangkan tidak hanya ilmu-ilmu agama,tetapi telah dikembangkan keberbagai disiplin ilmu-ilmu lainnya yang tergolong ilmu-ilmu kealaman (natural science), ilmu-ilmu sosial(sosial science) dan ilmu humaniora. Dilihat dari sudut pandang Islam bahwa konsep Perguruan tinggi Islam itu yang ideal itu adalah  berbentuk Uvivesitas. Sebab, konverensi Islam Internasional tentang pendidikan telah mengungkapkan bahwa ilmu itu dalam pandangan islam terbagi kepda dua. Pembagian ilmu menurut pandangan Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu pereunial knowledge dan acquired knowledge.[4]

B.     Karakter dan Sifat Lembaga dalam Pendidikan Islam
Wacana kelembagaan pendidikan Islam khususnya pada masa-masa awal merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dikaji, hal ini setidaknya disebabkan oleh empat faktor. Pertama, lembaga pendidikan merupakan sarana yang strategis bagi proses terjadinya transformasi nilai dan budaya pada suatu komunitas sosial. Kedua, pelacakan eksistensi lembaga pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya Islam
       Ketiga, kemunculan lembaga pendidikan Islam dalam sebuah komunitas, tidak mengalami ruang hampa, tetapi senantiasa dinamis, baik dari fungsi maupun system pembelajaranya. Keempat kehadiran lembaga pendidikan Islam telah memberikan spectrum tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika intelektual Islam.
       Salah satu yang menjadi karaktristik dan  tujuan lembaga pendidikan Islam yang paling menonjol adalah pewarisan nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini sangat beralasan mengingat aspek-aspek kurikulum yang ada menyajikan seluruhnya memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif dan terpadu (walaupun di sekolah-sekolah umum dipelajari juga mata pelajaran agama Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di lembaga-lembaga pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi kosentrasi dan titik tekan.
Sifat yang terdapat pada diri pendidikan Islam menggambarkan dengan jelas posisi pendidikan Islam diantara jenis pendidikan-pendidikan yang lainnya. Namun dengan melihat kondisi yang ada saat ini, banyak tantangan yang harus dihadapi pendidikan Islam, dimana tantangan tersebut tidak hanya yang bersifat internal namun juga yang datangnya dari luar Islam sendiri, Muhaimin (2011). Tantangantantangan tersebut harus mampu dijawab setiap elemen yang ada dalam pendidikan Islam, mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi. Dengan perhatian yang serius, pendidikan Islam nantinya, dan agama Islam dalam artian secara luas, dapat diterima oleh semua orang di muka bumi ini.

C.     PROBLEMATIKA DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
            Pada tataran teoretis, tidak dapat diragukan bahwa pendidikan Islam yang mempunyai tujuan seperti yang banyak dinyatakan para pemikir muslim, identik dengan tujuan hidup manusia. Islam memiliki dimensi pembebasan. Melalui dimensi tersebut, Islam dianggap sebagai agama pembebasan dengan membawa pesan-pesan global tentang kesatuan kehidupan manusia di sisi Allah swt. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Islam adalah agama yang menentang konsep kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan yang bersifat feodal-paternalistik. Sebab konsep kehidupan seperti ini akan mencabut manusia dari akar kemanusiaannya[5].
Demikian halnya pada dimensi pendidikan, Islam adalah promotor utama dalam mengeliminasi budaya yang tidak menguntungkan kehidupan manusia yang berasal dari perbuatan manusia dari institusi yang ada. Pendidikan Islam selain diharapkan mampu menghasilkan terbukanya pemikiran terutama realitas kehidupan, juga memiliki muatan yang mampu mensosialisasikan wawasan, sikap, dan perilaku manusia terhadap nilai-nilai Islam. Artinya, pendidikan Islam yang berorientasi pada penciptaan insan kamil, juga harus mempunyai parameter dalam konteks sosialnya. Oleh karena itu, integrasi kecerdasan, profesionalitas, serta moralitas kemanusiaan yang bermuara pada bentuk hubungan transendensi manusia pada Tuhannya harus menjadi acuan dalam pendidikan Islam.
Untuk mencapai hal tersebut, pengembangan pemikiran yang bersifat dialogis sangat diperlukan dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam tidak harus memerankan diri sebagai lembaga indoktrinasi keilmuan dan pengetahuan, tetapi juga dengan profesionalitasnya manusia selalu dipandang secara demokratis dengan pilihan-pilihan mandiri dalam hubungan yang positif dengan lingkungannya.
Namun dalam pengembangannya, pendidikan Islam sebagai lembaga dan proses pendidikan selalu mengalami hambatan-hambatan pokok terutama karena pergumulan penerapan politik pendidikan yang cenderung membedakan, perdebatan dikotomi ilmu pengetahuan yang tak kunjung selesai, sistem dan manajemen yang dinilai berkualitas rendah terutama terhadap tuntutan perubahan kurikulum hingga pada pandangan masyarakat yang memberi penilaian subyektif akan keberadaannya. Fenomena lemahnya lembaga pendidikan Islam tampaknya terkait pada kesenjangan yang semakin mendalam antara ‘Islam cita-cita’ dengan ‘Islam realita’.
Demikian pula halnya dengan pendidikan Islam yang dikemas dalam dunia pesantren dan madrasah. Dengan meminjam pendapat Husein Nasr, bahwa dunia tersebut adalah dunia tradisional Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa. Output lembaga pendidikan ini masih gamang degan perubahan sosial kemasyarakatan yang mengalami percepatan sehingga mengakibatkan pendidikan Islam kewalahan mengejar ketertinggalannya dari dunia pendidikan umum.
Kurang berhasilnya pendidikan Islam dalam menyikapi hal tersebut, diindikasikan dengan kelemahan yang melekat pada pelaksanaan pendidikan Islam di madrasah maupun di pesantren yang diidentifikasikan sebagai:
1.      Lembaga pendidikan yang kurang bisa mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi ‘makna’ dan ‘nilai’ atau kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan Islam selama ini lebih menekankan tujuannya pada aspek knowing (pengetahuan) dan doing (praktek) daripada aspek being (menjadi), yakni mengarahkan peserta didik menjalani hidup sesuai dengan ajaran nilai-nilai Islam yang telah dipelajarinya.
2.      Lembaga pendidikan yang kurang mampu berjalan dan bekerja sama dengan program-program pendidikan non-agama.
3.      Lembaga pendidikan yang kurang mempunyai relevansi terhadap perubahan sosial yan terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial budaya.
Dengan memperhatikan permasalahan realitas pendidikan Islam dan permasalahan kemasyarakatan kini dan di masa mendatang, penulis berpendapat bahwa lembaga pendidikan Islam tampaknya sangat perlu melakukan penyegaran, pembaruan atau reformasi yang strategis agar tidak lagi dikatakan tertinggal dari lembaga pendidikan umum. Islam membutuhkan lembaga pendidikan yang tangguh, berkualitas, dan berkemampuan tinggi untuk dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan perubahan masyarakat global dengan berbagai problematika kehidupan modern-nya.
Begitulah realitas yang dihadapi dunia pendidikan Islam. Meski demikian, umat Islam tetap memiliki harapan bahwa pendidikan Islam dapat berbuat lebih banyak dalam peranannya ‘menciptakan’ manusia purna, yaitu manusia yang ‘bercitra Tuhan’ yang menjalankan fungsi kekhalifahannya dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan beban yang diemban lembaga pendidikan Islam yang mencakup aspek-aspek yang luas, meliputi dimensi intelektual, dimensi kultural, dimensi nilai-nilai transendental, dimenasi nilai-nilai keterampilan fisik, dan dimensi pembinaan kepribadian manusia.
Oleh karena itu dalam upaya mencari solusi yang tepat mengenai realitas dan pengembangan lembaga pendidikan Islam, maka terlebih dahulu dirumuskan bagaimana sebenarnya permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam pada saat ini.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sistem yang memungkinkan berlangsungnya pendidikan secara berkesinambungan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tanggung jawab lembaga pendidikan dalam segala jenisnya menurut pandangan Islam adalah kaitannya dengan usaha mensukseskan misi dalam tiga macam tuntan hidup seorang muslim,yaitu: Pembebasan manusia dari ancaman api neraka, pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat, membentuk diri pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan. Salah satu pendukung untuk mengsukseskan pendidikan adalah lembaga pendidikan, lembaga pendidikan harus menjalankan perannya sebagaimana mestinya.
B.  Saran
Perlu adanya keseriusan dan kesungguhan para pendidik dalam semua tingkatan lembaga pendidikan sebagai usaha untuk pendewasaan diri yang optimal. Hendaknya masing-masing lembaga pendidikan menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya dalam usaha turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.


DAFTAR PUSTAKA
Salim Agus. 2010. Ilmu Pendidikan Islam,Bandung: Pustaka Setia 
Putra Haidar . 2014. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia
,Jakarta :Kharisma Putra Utama
Darajat Zakiyah,, 2000. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta .PT Bumi Aksara
Ungguh Jasa , 2015. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Rajawali Pers
Esha, Muhammad In’am. Istitusional Transformation, Reformasi dan Modernisasai Pendidikan Tinggi Islam Malang : UIN Malang Press,tt.


[1] Drajat zakiah ilmu pendidikan islam (Jakarta:Bumi aksara,2000) hlm 96-105
[2] Putra haidar Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di indonesia hlm 95-96
[3] Putra haidar Sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam di Indonesia hlm 127-128
[4] Jalim agus, ilmu pendidikan islam hlm 104-111

No comments:

Post a Comment