1

loading...

Friday, July 5, 2019

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM “Tujuan, Visi dan Misi Pendidikan Islam”


MAKALAH ILMU PENDIDIKAN ISLAM

“Tujuan, Visi dan Misi Pendidikan Islam”

BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pendidikan Islam merupakan salah satu bidang studi yang mendapat banyak perhatian  dari ilmuan. Hal ini karena perannya yang amat strategis dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena dalam pendidikan Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks.Bagi mereka yang terjun ke pendidikan Islam, mereka harus memiliki wawasan yang cukup tentang pendidikan Islam dan memiliki kemampuan untuk mengembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
B. Rumusan Masalah          
1.      Bagaimana pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus?
2.      Bagaimana Pendidikan secara Konsepsional mendasar?
3.      Bagaimana Perspektif pendidikan Islam secara kapitalisme pendidikan, intelektual pendidikan dan Humanisme pendidikan?
C.Tujuan Masalah
Dapat memahami tentang tujuan, visi dan misi pendidikan Islam secara mendalam serta mampu mengimplementasikannya dalam pendidikan Islam, agar pendidikan Islam menjadi lebih baik lagi.


BAB II 
PEMBAHASAN
Pendidikan Islam yang dahulu dilakukan nabi bertujuan untuk membina pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat islam, mubalig, dan pendidik yang baik. Selain itu, pendidikan Islam juga untuk membina aspek-aspek kemanusian dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta. Secara umum, pendidikan islam memiliki tujuan sebagai berikut :
a.       Mewujudkan manusia yang berkepribadian islam
b.      Melatih dan membimbing agar peserta didik menguasai tsaqafah
c.       Melatih dan membimbing peserta didik agar dapat menguasai ilmu kehidupan (IPTEK)
d.      Melatih dan membimbing peserta didik agar memiliki keterampilan yang memadai.
A. Tujuan pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus
Tujuan ialah suatau yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai, maka pendidikan merupakan suatau usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya pun bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari keperibadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
            Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami Pendidkan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi  “Insan Kamil” dengan pola takwa Insan Kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa Pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti. Tujuan ini kelihatannya terlalu ideal, sehingga sukar dicapai.Tetapi dengan kerja keras yang dilakukan secara berencana dengan kerangka-kerangka kerja yang konsepsional mendasar, pencapaian tujuan itu bukanlah sesuatu yang mustahil.
Dalam konteks tujuan pendidikan Islam, menurut Hasan Langgulung, bahwa tujuan pendidikan Islam harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama. Pertama, fungsi  spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman. kedua, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia kederajat yang lebih sempurna. ketiga, fungsi sosoialnya itu berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat, dimana masing-masing mempunyai hak untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang. Hubungan antara tujuan dengan nilai-nilai sangat erat, karena tujuan pendidikan merupakan masalah nilai itu sendiri.Pendidikan mengandung pilihan bagi arah perkembangan murid-murid, pengarahan ini berkaitan erat dengan nilai-nilai. Pilihan suatu tujuan mengandung unsur mengutamakan beberapa nilai atas lainnya . Nialai-nilai yang dipilih sebagai pengarah dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak maasyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu. Pendidikan selalu menjadi tumpuan atau harapan untuk mengembangakan individu dan masyarakat.Pendidikan merupakan sarana untuk memajukan peradaban, mengembangakan masyarakat dan menciptakan generasi mampu berbuat bnayak bagi kepentingan mereka. Definisi pendidikan sebagaimana dirumuskan Mahmud Yunus, maka tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tujuan yang  bersifat individual dan tujuan yang bersifat sosial kemsyarakatan.[1]

1.Tujuan pendidikan yang bersifat individual
            Esensi karakteristik pendidikan Islam adalah beribadah hanya kepada Allah SWT., dan konsep pendidikan islam tidak lepas   dari tujuan hidup manusia. Sebagai tujuan hidup manusia adalah untuk menjadikan pribadi-pribadi hamba Allah SWT yang bertaqwa kepada-Nya dan dapat mencapai kehidupan bahagaia di dunia dan akhirat.
            Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karenanya, tujuan pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu beribadah kepada-Nya . Iilah yang disebut sebagai tujuan   akhir kehidupan islam. Dalam konteks sosial masyarakat, bangsa, dan negara, pribadi yang  berhasil mencapai tujuan akhir pedidikan akan menjadi rahmatan li al’alamin, dalam sekala kecil maupun besar.
            Tujuan akhir pendidikan masih bersifat umum .untuk itu, perlu adanya rumusan tujuan khusus yang menjelaskan apa yang ingin dicapai melalui pendidikan Islam. Tujuan khusus harus dirumuskan lebih praksis, sehingga konsep pendidikan Islam tidak sekedar idealisasi ajaran-ajaran islam dibidang pendidikan.
            Tujuan khusus adalah tahap-tahap penguasaan terhadap bimbingan yang diberikan pada tiga potensi anak didik, yaitu potensi ‘aqiliyah, jismiyah, dan khuluqiyah secara selaras, serasi, dan seimbang. Bimbingan tersebut terjadi dalam proses pendidikan,yaitu disebut PBM (Proses       Belajar Mengajar). Belajar dan mengajar merupakan inti dari proses pendidikan.
            Belajar sebagai proses perubahan tingakah laku pada diri individu dan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dalam hal ini, Bruton menyatakan: ”Learning is a change in the individual due to instruction of that individual and his environment, which fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment.” Dalam pengertian ini terdapat kata change atau perubahan yang bararti bahwa setelah seseorang mengalami proses belajar, akan terjadi perubahan tingkah laku (aspek afektif), aspek pengetahuan (aspek kognitif), dan aspek keterampilam (aspek psikomotorik). Misalnya, dari tidak bisa menjadi  bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Kriteria keberhasilan dalam belajar diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar.
            Mengajar adalah perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral cukup berat.Berhasilnya pendidikan pada diri siswa sangat bergantung pada pertanggung jawaban guru dalam melaksanakan tugasnya.Mengajar merupakan perbuatan atau pekerjaan unik dan sederhana. Dikatakan unik , karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar. Dikatan sederhana, karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari,  mudah dihayati oleh siapa saja. Dalam hal ini ,Bruton menyatakan bahwa:”teaching is the guidance of learning activities.”[2]
            Dengan demikian, proses belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pedidikan untuk mnecapai perubahan. Perubahan pada diri anak didik secara menyeluruh,baik aspek aqiliyah,jismiyah maupun khuluqiyah sebagai berikut:
     a.      Al-tarbiyah  al-jismiyah
Pendidikam jasmani  (al-tarbiyah al-jismiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan , menguatkan, dan memelihara jasmani mampu dengan baik (nomal). Dengan demikian jasmani mampu melaksanakan berbagai kegiatan dan beban tanggung jawab yang dihadapi dalam kehidupan individu dan sosial.
    b.      Al-tarbiyah al-‘aqliyah
Pendidikan intelektual (ai-tarbuayah al-‘aqliyah) merupakan peningkatan pemikiran akal dan latihan secara teratur untuk berpikir benar.Pendidikan intelektual akan  mampu memperbaiki pemikiran tentang ragam pengaruh dan realita secara tepat dan benar.
    c.       Al-tarbiyah al-khuluqiyah
Pada dasar pendidikan akhlak (al-tarbiyah al-khuluqiyah) berusaha untuk meluruskan untuk meluruskan naluri dan kecenderungan fitrahnya yang membahayakan masyarakat, dan membentuk rasa kasih sayang yang mendalam, akan menjadikan seseorang merasa terikat selamanya dengan amal baik dan menjauhi perbuatan jelek.  Dengan pendidikan akhlak, memungkinkan seseorang dapat hidup ditengah –tengah masyarakat tanpa menyakiti dan disakiti orang lain. Dan seseorang akan berusaha meningkatkan kemajuan masyarakat demi kemakmuran bersama.
Pembentukan akhlak mulia merupakan tujuan utama yang harus dicontoh oleh guru kepada anak didik. Tujuan utama dari pendidikan islam pembentukan akhlak dan budi pekerti yang menghasilkan orang-orang yang bermoral, berjiwa bersih, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, mengetahui kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, dan membedakan yang buruk dan baik.[3]
2.  Tujuan pendidikan yang bersifat sosial kemasyarakatan
Pendidikan bagi setiap individu hanya sebagai alat untuk memperbaiki keadaan masyarakat dan melatih sekelompok orang untuk mengembantu tugas pemerintah serta menjalankan tugas kemasyarakatan.Manusia memiliki sifat individu dan sosial sejak lahir.Manusia tidak dapat mengisolasi diri dari masyarakat.Apabila seseorang bertidak demikian, maka sudah mengosongkan diri dari sifat-sifat yang menjadikannya sebagai manusia.Masyarakat memiliki pengaruh besar dalam perkembangan individu.Dan sebaliknya, bahwa perkembangan dan kemajuan masyarakat bersumber dari pertumbuhan dan kemajuan individu. Dengan demikian, sebaik-baik jalan yang akan diikuti dalam pendidikan adalah mendidik manusia dengan pendidikan yang bersifat individu dan bersifat sosial kemasyarakatan.[4]
B. Tujuan Pendidikan secara Konsepsional Mendasar
     a)      Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai  dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.Tujuan itu melliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap,tingkah laku,penampilan,kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkatan umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupuun dalam ukuran kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
Cara atau alat yang paling efektif dan efesien untuk mencapai tujuan pendidikan ialah pengajaran. Karena iitu pengajaaran sering diidentikkan dengan pendidikan, meskipun kalau istilah iini sebenarnya tidak sama. Pengajaran ialah poros membuat jadi terpelajar (tahu,mengerti,menguasai,ahli; belum tentu menghayati dan meyakini ); sedanng pendidikan adalah membuat orang jadi terdidik. Maka pengajaran seharusnya mencapai tujuan pendidikan agama.
     b)     Tujuan Akhir
Pendidikan islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula.Tujuan umum yang berbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubhan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang. Perasaaan ,lingkungan dan pengalamann dapat mempengaruhinya. Karena itulah pendidikan islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai.Orang yang sudah takwa dalam bentuk insan kamil ,masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang ,meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Meninggal dalam keadaan berserah diri kepada allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai  akhir dari proses hidup yang jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang meninggal dan akan menghadap tuhannya merupakam tujuan akhir dari proses pendidikan islam.
     c)      Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk tujuan instruksional yang dikembangakan menjadi tujuan instruksional umum dan khusus (TIU dan TIK), dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda.
Pada tujuan sementaara bentuk insan kamil denngan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin  merupakan suatu lingkaran kecil. Semakin tinggi tingkatan pendidikanny ,lingkaran tersebut semakin besar. Tetapi sejak dari tujuan pendidikan tingkatan pemula, bentuk lingkarannya sudah harus kelihatan.Bentuk lingkaran inilah yang menggambarakan isan kamil itu. Di sinilah barangkali perbedaan yang mendasar bentuk tujuan pendidikan islam dibandingkan dengan pendidikan lainnya.  
    d)     Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut juga tujuan instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi tujuan instruksional  umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalm unit-unit kegiatan pengajaran.Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu.Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang paling rendah , sifat yang berisi kemampuan dan keterampilanlah yang  ditonjolkan. Misalnnya, ia berbuat, terampil melakukan, lancar mengucapkan, mengerti, memehami, meyakini dan menghayati.[5]
C. Perspektif Islam tentang Kapitalisme Pendidikan (li-Kasbi al-Rizq), Intelektual Pendidikan (li-Tahsil al-‘Ilm) dan Humanisme Pendidikan (li-Tahdib al-Akhlaq).
1.Kapitalisme Pendidikan (Li-Kasbi al-Rizqi)
            Bilamana diajukan pertanyaan kepada sebagian orang tua tentang tujuan mereka memasukukkan anaknya di berbagai sekolah, tentunya mereka menjawab dengan berbagai jawaban.Diantara jawaban yang diberikan adalah agar anak-anaknya mengetahui sesuatu yang menjadikannya mampu mencari penghidupan dan memperbaiki keadaannya.
            Fenomena di atas menunjukkan bahwa pendidikan itu menjadi semacam perdagangan (nau’min al-tijarah).Nilai pendidikan menurut mereka hanya sekedar usaha mencapai tujuan tersebut.Tujuan semacam ini, seringkali mendorong mereka untuk mengajarkan anak-anaknya suatu pelajaran yang tidak sesuai dengan bakat dan minantya.Sesuatu yang tidak dapat dipungkiri pandangan tentang tujuan pendidikan adalah untuk mencari penghidupan. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat dijadikan alat untuk mencari  kekayaan/harta, akan tetapi bukan harta saja yang menjadi kebutuhan dalam kehidupan.
2. Intelektual pendidikan (li-Tahsil al-‘ilm)
            Banyak orang beranggapan bahwa tujuan kesekolah adalah untuk mencari ilmu, mengetahui sejarah orang-orang terdahulu, dan keadaan orang di masa sekarang.Tujuan semacam ini merupakan upaya mencari ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam pendidikan pada situasi dan kondisi manapun.Karena ilmu pengetahuan merupakan warisan dan hasil dari pengalaman dan eksperimen.
Paradigma tujuan tersebut menyebabkan guru mengira bahwa pendidikan searti (sinonim) dengan pengajaran. Tujuannya memperoleh ilmu pengetahuan, atau lulus ujian. Sehingga guru berusaha semaksimal mungkin mentransfer ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya ke dalam pikiran murid dan memenuhkan ingatanya dengan intisari pelajaran, sehingga memungkinkan mencapai kesuksesan dalam ujian. Pengertian secara sempit dari itu ialah ilmu dapat dipergunakan untuk apa saja, sehingga ilmu akan menjadi bahaya besar dan kejahatan mencekam. Kapitalisme pendidikan dan intelektualisme pendidikan mempunyai pandangan yang berbeda, yaitu (1) pandangan orang yang menjadikan pendidikan sebagai alat untuk mendapat rizki dan penghidupan; dan (2) pandangan orang yang menjadikan tujuan pendidikan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan saja, keduanya tidak memenuhi cita-cita pendidikan Islam yang benar dan sempurna.[6]
3. Humanisme Pendidikan (li-Tahdhib al-Akhlaq)
            Suatu kewajiban bagi setiap pendidik mengkompromikan dan memadukan kedua tujuan di atas serta berusaha lebih dari pada itu, yaitu: pendidikan jasmani,akal dan pembinaan akhlak. Pembinaan akhlak merupakan tujuan utama pendidikan Islam,karena ilmu pengetahuan saja tidak cukup. Mahmud Yunus menegaskan bahwa akhlak merupakan kumpulan sifat-sifat baik dari pengalaman dan hasil pemikiran.Akhlak menjamin keselamatan, kedamaian dan memelihara masyarakat serta menjamin kesuksesan pribadi dan ketenangan hati. Ilmu pengetahuan, kekayaan dan kemahiran dalam ilmu pengetahuan apa saja,bila mendorong kepada kerusakan moral dan kelemahan jiwa, maka tidak akan  dapat menjadikan orangnya, tenang hatinya dan tidak akan mendorong orang untuk mengikuti ilmunya, atau kemahirannya dalam pengetahuan itu. Adapun orang yang tinggi moralnya, mulai pribadinya, disamping ia ahli atau terpelajar, maka sudah pasti akan tersohor namanya, ilmunya bermanfaat bagi kita dan segala amal perbuatannya, mempengaruhi jiwa kita (berkesan di hati). Setiap lembang pendidikan islam era sekarang ini (Millenium ketiga), diharapkan pada tantangan arus era globalisasi, sebagai berikut:
1.      Era globalisasi dewasa ini dan  di masa datang sedang dan akan mempengaruhu perkembangan sosial budaya dan masyarakat muslim Indonesia umumnya atau pendidikan Islam. Ini merupakan akibat dari pesatnya perkembangan Ilmu dan teknologi komunikasi, informasi dan transformasi yang menjadikan bumi ini semacam desa global (global village), sehingga tak heran kalau antar Bangsa dan Negara bisa saling member pengaruh baik positif maupun negatif.
2.      Meskipun globalisasi menciptakan kecendrungan untu peningkatan kerjasama internasional dan regional, ternyata kepentingan-kepentingan nasional setiap bangsa masih tetap kuat juga. Namun,tanpa disadari telah muncul pula penurunan kualitas kepribadian manusia. Memang globalisasi telah membawa kemakmuran kemakmuran ekonomi dan kemajuan iptek, akan tetapi globalisasi juga membawa dampak krisis spiritual dan kpribadian manusia, sehingga lebih memunculkan kesenjangan dan kekerasan sosial, ketidak-adilan dan tidak adanya demokrasi.
3.      Pendidikan Islam era abad ke-21 ini dihadapkan pada tantangan arus pendidkan global yang berideologi kapitalisme sekuler dan kondisi masyarakat yang sudah menjadi rimba hedonisme, sebab pada ke-21 sebagaimana disebut banyak orang, adalah millennium baru yang kita belum tahu persis bagaimana sosoknya, akan dibawa kemana umat manusia. Untuk itu, pendidikan Islam harus tetap berpijak pada ideologi, bahwa :
·         Pertama, proses pendidikan Islam harus tetap sebagai wahana untuk memanusiakan manusia dan lingkungannya, memikul beban dan tanggung–jawab yang cukup berat, ke hadirat Allah swt.
·         Kedua, pendidikan Islam, agar mampu menghadapi tantangan globalisasi sebagaimana tersebut diatas, maka dalam proses pendidikannya (mempersiapkan out put-nya), pendekatan pendidikan Islam harus tetap berpijak pada “pendekatan religikfilosofis”. Maka sistem pendidikan Islam bertujuan untuk mengaktualisasikan secara penuh dan seimbang seluruh potensi manusia baik secara spirit, emosi, intelek, organ-organ indrawi maupun fisiknya. Keutuhan ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius mengingat makin menjamurnya gejala kepribadian yang terbelah (split personality). Maka dengan sasaran, muatan dan pendekatan Qur’ani, maka institusi pendekatan Islam akan sangat mungkin melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki ilmu yang luas jasmani yang kuat disamping hati yang bersih.[7]
D. Visi Pendidikan Islam
            Visi merupakan ungkapan yang umum dan abstrak, belum dijabarkan dalam bentuk prilaku-prilaku konkret.Penjabaran dari visi adalah rumusan tujuan.Pendidikan memerlukan visi yang jelas. Visi pendidikan merupakan keinginan atau cita-cita yang hendak dicapai selama dan setelah proses pendidikan berlangsung. Visi tersebut bersifat ideal, “melangit”, atau katakanlah “mimpi indah” yang hendak digapai dalam bentuk kenyataan.Untuk menjadikan “mimpi indah” benar-benar terjadi maka visi pendidikan dinyatakan dalam uraian tujuan yang operasional.Embentukan moral yang tinggi adalah tujaan utama dari pendidikan Islam.Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, karena Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam.Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.Dikatakan bahwa mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan, tetapi tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani, akal, ilmu, ataupun segi-segi praktis lainnya.Sebaliknya, justru kita memerhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya itu. Pesrta didik membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal,ilmu, dan anak-anak membutuhkan pula pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian.[8]
E. Misi Pendidikan Islam
Dalam konteks manajemen, Pendidikan Islam memiliki misi emansipatoris, yakni upaya-upaya membebaskan khususnya manusia Muslim dari belenggu kehidupan seperti kebododohan, ketersesatan, ketertingggalan, kejumudan, pengangguran, kemiskinan, kelemahan, ketertindasan dan kezaliman. Melalui Pendidikan Islam, berbagai macam belenggu itu berusaha dilepaskan dari kehidupan umat Islam sehari-hari agar mereka menjadi tercerahkan kehidupannya dan mampu merespons tantangan zaman secara kreatif, progressif, dan antisipatif. Kondisi-kondisi sosial ideal ini dapat diwujudkan melalui proses pendidikan Islam. Di samping itu misi pendidikan Islam mengarah pada upaya membentuk kehidupan bermasyarakat, senantiasa berusaha menanamkan nilai-nilai sosial, medorong interaksi-interaksi sosial dan menyamakan derajat serta martabat manusia atau merealisasikan egaliter, sehingga menghasilkan nilai-nilai ganda. Orang-orang yang terdidik dapat mengembangkan dinamika dalam dirinya dengan modal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses penanaman nilai-nilai pendidikan Islam harus mampu membendung kecendrungan dan sikap yang mengarah pada komersialisasi pendidikan, bisnis pendidikan, perdagangan pendidikan, penumpukan sikap dan watak individualstis, penyuburan sikap materialistis, dan penggusuran sosial. Kecendrungan dan sikap demikian ini hanya akan menjauhkan pendidikan dari rohnya sendiri dan akan melahirkan kehidupan yang baru yang serba diukur dari parameter keuangan dan materi sehingga membentuk sikap egoisme pribadi maupun egoisme kolektif.[9]
Studi terhadap ajaran islam secara komprehensif dan mendalam adalah sangat diperlukan karena beberapa sebab sebagai berikut :
1.   Untuk menimbulkan kecintaan manusia terhadap ajaran Islam yang didasarkan kepada alasan yang sifatnya bukan hanya normatif, yakni karena diperintah oleh Allah, dan bukan pula karena emosional semata. Melainkan karena didukung oleh argumentasi yang bersifat rasional, cultural dan aktual.
2.   Untuk membuktikan kepada umat manusia Islam baik secara normatif maupun secara cultural dan rasional adalah ajaran yang dapat membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik.
3.   Untuk menghilangkan citra negatif dari sebagian masyarakat terhadap ajaran Islam.

Terdapat sejumlah argumentasi yang dapat digunakan untuk menyatakan bahwa misi ajaran Islam sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. Argumen tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.   Untuk menunjukkan bahwa Islam sebagai pembawa rahmat dapat dilihat dari pengertian Islam itu sendiri. Kata Islam makna aslinya masuk kedalam perdamaian, dan orang muslim ialah orang yang damai dengan Allah dan damai dengan manusia.
2.   Misi ajaran Islam pembawa rahmat dapat dilihat dari peran yang dimainkan Islam dalam menangani problematika agama, sosial, ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan sebagainya.[10]
  

BAB III 
PENUTUP

A. kesimpulan
            Pendidikan Islam adalah sebuah usaha yang khusus ditujukan untuk mnegembangkan fitrah,  keberagaman, agar manusia dapat mengembangkan, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam. Tujuan pendidikan islam adalah mewujudkan manusia yang berkepribadian islam, melatih dan membimbing agar peserta didik menguasai tsaqafah, melatih dan membimbing peserta didik agar dapat menguasai ilmu kehidupan (IPTEK), melatih dan membimbing peserta didik agar memiliki keterampilan yang memadai.
B. Saran
            Menyadari bahwa penulis  masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih tepat dan mendalam dalam menjelaskan makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung  jawabkan. Untuk  saran bisa berisi kritik atau bisa menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. 

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Miftahul Ulum.2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam.Yogyakarta: Penerbit STAIN Po PRESS.
Zakiah Daradjat, dkk. 1994.Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi Aksara.
Rachman Assegaf. 2017. Filsafat Pendidikan Islam. Depok:  PT RajaGrafindo Persada.
Mujamil Qomar. 2013. Strategi Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Abuddin Nata. 2014. Metode Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.



[1]Basuki dan Miftahui Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Penerbit STAIN Po PRESS, Yogyakarta, 2007, hlm.36.
[2]Ibid., hlm.37-40.
[3]Ibid., hlm.40-41.
[4]Ibid., hlm.42-43.
[5]Zakiah daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Penerbit BUMI AKSARA, Jakarta, 1994, hlm.30-33.
[6]Basuki dan Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Penerbit STAIN Po PRESS, Yogyakarta, 2007, hlm.44-46.
[7]Ibid., hlm.47-53.
[8]Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, PT RajaGrafindo Persada, Depok, 2017, hlm.62-67.
[9]Mujamil Qomar, Strategi Pendidikan Islam, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2013, hlm.280-281.
[10]Abuddin Nata, Metode Studi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm.95-99.

No comments:

Post a Comment