1

loading...

Saturday, July 6, 2019

MAKALAH PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU MISKAWAIH


MAKALAH PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU MISKAWAIH



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Riwayat Hidup
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnuYa’cub ibnu Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pada tahun 330 H / 941 M dan wafat di Asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H/ 16 Februari 1030 M.[1]
Sejarah hidup tokoh ini tidak banyak diketahui orang. Para penulis dalam berbgai literature tidak mengungkapkan biografinya secara rinci. Beberapa hal yang perlu dijelaskan bahwa ia belajar sejarah teritama Tarikh al- Thabari kepada Abu Bakar ibnu Kamil al- Qadhi dan belajar filsafat pada Ibnu Al- Khammar, mufasir kenamaan karya-karya Aristoteles. Selain itu Ibnu Miskawaih menyerap ilmu kimia dari Abu al- Thayyib al- Razi, seorang ahli kimia.
Disiplin ilmunya meliputi kedokteran, bahasa, sejarah dan filsafat. Akan tetapi, ia lebih popular sebagai seorang filosof akhlak ( al-falsafat al-‘amaliyat ) ketimbamg filosof ketuhanan (al- falsafat al-nazzariyyat al- illahiyyat ). Agaknya ini dimotifasi oleh situasi masyarakat yang sangat kacau di masanya, seperti minuman keras, perzinaan, dll.[2]
Ibnu Miskawaih bekerja selama berpuluh-puluh tahun sebagai pustakawan pada sejumlah wazir dan amir Bani Buwaih, yakni Wazir Hasan al- Mahlabi di Baghdad (384- 352 H). Wazir Abu al- FadhlAli ibnu Muhammad di Rayy (360-366 H), Amir Add ad-Daulah ibnu Buwaih di Baghdad (367-373 H), dll.[3]
Ibnu Miskawaih juga digelari Guru ketiga( al-mualimin al-tsalits ) setelah al-farabi yang digelari guru kedua ( al-mualimin al-tsani ) sedangkan yang dianggap guru pertama ( al-mualimin al-Awwal ) adalah Aristoteles. Sebagai bapak etika islam, beliau telah merumuskan dasar-dasar etika dalam kitabnya tahdzib al-akhlak wa tathir al-a’raq ( pendidikan budi dan pembersih akhlak ). Sementara itu sumber filsafat etika ibnu Miskawaih berasal dari filsafat yunani, peradapan Persia, ajaran syariat islam, dan pengalaman pribadi. Ibnu Miskawaih adalah seorang teoritis dalam hal-hal akhlaq artinya ia telah mengupas filsafat akhlaqiyah secara analisa pengetahuan. Ini tidaklah berarti bahwa ibnu Miskawaih tidak berakhlak, hanya saja persoalan ditinjau dari segi pengetahuan semata-mata.

B.     Karya Tulis Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir (filosof), tetapi ia juga seorang penulis yang produktif. Keseluruhan karyanya berjumlah 18 buah yang sebagian besar mengkaji masalah jiwa dan etika. Karyanya antara lain :
a.      Al-Fauz al- Akbar
b.      Al-Fauz al- Asghar
c.       Tajarib al- Umam (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulisnya pada tahun 369 H/ 979 M)
d.      Uns al- Farid (koleksi anekdot, syair, peribahasa da kata-kata hikmah)
e.       Tartib al- Sa’adat (isinya akhlak dan politik)
f.       Al- Mustaufa (isinya syair-syair pilihan)
g.      Jawidan Khirad (koleksi ungkapan bijak)
h.      Al- Jami’
i.        Al- Siyab
j.        On the Simple Drugs (tentang kedokteran)
k.      On the Compisition of the Bajats (seni memasak)
l.        Kitab al- Ashribah (tentang minuman)
m.    Tahzib al- Akhlak ( tentang akhlak )
n.      Risalat fi al- Lazzat Wa al-Alam fi Jauhar al-Nafs
o.      Ajwibat wa As’ilat fi an-Nafs wa a-Aql
p.      Al-Jawab fi al-Masa’il al-Salas
q.      Risalat fi Jawab fi Su’al Ali ibn Muhammad Abu Hayyan al-Shufi fi Haqiqat al-Aql
r.       Thaharat al-Nafs.

C.    Pemikiran Filsafat Ibnu Miskawaih
1.      Ketuhanan
Tuhan, menurut Ibnu Miskawaih adalah zat yang tidak berjisim, Azali dan pencipta. Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejama’an serta tak satu pun yang setara dengan-Nya. Ia ada tanpa diadakan da nada-Nya tidak bergantung kepada yang lain, sementara yang lain membutuhkan-Nya.
Menurut De Boer, [4] Ibnu Miskawaih menyatakan, Tuhan adalah zat yang jelas dan Zat yang tidak jelas. Dikatakan Zat yang jelas bahwa ia adalah yang haq (benar). Yang Benar adalah terang. Dikatakan tidak jelas karena kelemahan akal pikiran kita untuk menangkap-Nya.
Tuhan dapat dikenal dengan propogasi negative dan tidak dapat dikenal dengan sebaliknya, yaitu propogasi positif. Alasannya propogasi positif akan menyamakan Tuhan dengan alam. Segala sesuatu di alam ini ada gerakan. Gerakan tersebut merupakan sifat bagi alam yang menimbulkan perubahan pada sesuatu dari bntuknya semula. Ini sebagai bukti tentang adanya pencipta alam.

2.      Emanasi
Ibnu miskawaih menganut paham emanasi, yakni Allah menciptakan alam secara pancaran. Namun, emanasinya bertentangan dengan emanasi Al- Farabi. Menurutnya entitas pertama yang diciptakan Allah secara pancaran ialah ‘Aql Fa’al (akal aktif). Akal aktif ini tanpa perantara sesuatu pun. Ia qodim, sempurna dan tak berubah. Penciptaan-Nya secara pancaran yang terus-menerus dapat memelihara tatanan di alam iini. Andaikan Allah menahan atau tidak aktif menciptakannya, maka akan terhenti kewujudan di alam ini.
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan teori evolusi. Menurut Ibnu Miskawaih, evolusi berlangsung dari alam mineral kea lam tumbuh-tumbuhan, berlanjut ke alam binatang dan seterusnya kea lam manusia.[5] Transisi dari alam mineral kea lam tumbuhan terjadi melalui kerang, dari alam tumbuhan kea lam binatang melalui pohon kurma dan alam binatang kea lam manusia melalui kera.
3.      Kenabian
Menurut Ibnu Miskawaih, nabi adalah seorang muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena pengaruh Akal Aktif atas daya imajinasinya. Kebenaran seperti ini diperoleh pula oleh para filosof. Perbedaannya hanya terletak pada tehknik memoerolehnya. Filosof mendapat kebenaran dari bawah ke atas, yakni dari daya indrawi menaik ke daya khayal dan menaik lagi ke daya berpikir yang dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat atau kebenaran dari akal aktif. Sementara itu, nabi mendapat kebenaran diturunkan langsung dari atas ke bawah, yakni dari akal aktif langsung kepda nabi sebagai rahmat Allah. Dari itu, sumber kebenaran yang diperoleh nabi dan filosof adalah sama, yaitu akal aktif
4.      Jiwa
Jiwa, menurut Ibnu Miskawaih adalah jauhar rohani yang tidak hancur dengan sebab kematian jasad. Ia adalah kesatuan yang terbagi-bagi, ia akan hidup selalu, tidak dapat diraba dengan panca indra karena ia bukan jism atau bagian dari jism. Dalam konsepsi Ibnu Miskawaih, jiwa dilukiskan sebagai sesuatu yang bersifat immaterial, bukan bagian tubuh, tidak membutuhkan tubuh, tidak dapat ditangkap oleh indra jasmani.[6]
 Jiwa dapat menangkap keberadaan zatnya. Argument yang dimajukannya ialah jiwa dapat menangkap bentuk sesuatu yang berlawanan dalam waktu yang bersamaan, seperti warna putih dan hitam, sedangkan badan tidak dapat demikian.[7]
Jiwa tidak dapat bermateri, sekalipun ia bertempat pada materi, karena materi hanya menerima satu bentuk dalam waktu tertentu. Ibnu Miskawaih juga membedakan  antara pengetahuan jiwa dan pengetahuan pancaindra. Secara tegas ia katakan bahwa pancaindra tidak dapat menangkap selain apa yang dapat diraba atau diindra. Sementara jiwa dapat menangkap apa yang dapat ditangkap pancaindra, yakni yang dapat diraba atau tidak.
5.      Akhlak
Ibnu Miskawaih merupakan pembahan seorang moralis yang terkenal. Hampir setiap pembahasan akhlak dalam Islam, filsafatnya ini selalu mendapat perhatian utama. Keistimewaan  yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada ajaran Islam (Al Quran dan hadis) dan dikombinasikan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap. Akhlak menurut  konsep Ibnu Miskawaih ialah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa piker dan pertimbangan.[8] Ibnu Miskawaih menolak segala bentuk kehidupan Al-Muttawahid (pertapaan). Hal ini disebabjan kehidupan seperti itu tidak cocok dengan hukum agama yang pada dasarnya merupakan mazhab akhlak yang mendorong manusia untuk mencintai sesamanya.
Kewajiban yang dibebankan agama adalah latihan akhlak bagi jiwa manusia yang bertujuan untuk syair keagamaan, seperti sholat jama’ah, haji dan lain-lainnya yang tidak lain adalah untuk menanamkan sifat keutamaan pada jiwa manusia. Pada sisi lain, kehidupan pertapaan dapat dinilai mengandung kadar kedzaliman karena kebutuhan hidupnya dibebankan kepada orang lain.[9] Padahal dalam kehidupan ini manusia harus saling membantu dalam segala aspek untuk mencapai kemajuan, baik yang bersifat sosial maupun kebudayaan.

6.      Kebahagian ( sa’adah)
Miskawaih membedakan antar al-khair (kebaikan ) dengan as-sa’adah ( kebahagiaan). Dimana kebaikan menjadi tujuan semua orang: kebaikan umum bagi seluruh manusia dalam kedudukan sebagai manusia. Sedangkan kebahagiaan adalah kebaikan bagai seseorang, tidak bersifat umum, tetapi relative tergantung kepada orang perorang.
            Ada dua pandangan pokok tentang kebahagiaan. Yang pertama diwakili oleh plato yang mengatakan bahwa hanya jiwalah yang mengalami kebahagiaan. Karena itu selama manusia masih berhubungan dengan badan ia tidak akan memperoleh kebahagian. Pandangan kedua di pelopori oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa kebahagiaan dapat dinikmati di dunia walaupun jiwanya masih terkait dengan badan. Hanya saja,  kebahagiaan berbeda menurut masing-masing menurut orang, seperti orang miskin memandang kebahagiaan itu pada kekayaan, dan orang sakit pada kesehatan dan lainnya.
            Ibu Miskawaih mencoba mengompromikan kedua pandangan yang berlawanan itu, menurutnya, karena pada diri manusia ada dua unsur yaitu jiwa dan badan, maka kebahagiaan meliputi keduanya. Hanya kebahagiaan badan lebih rendah tingkatnya dan lebih tidak abadi sifatnya jika dibandingkan dengan kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda mengandung kepedihan dan peyesalan, serta menghambat perkembangan jiwanya menuju kehadiran Allah swt. Kebahagiaan jiwa merupakan kebahagiaan yang sempurna yang mampu mengantar manusia menuju derajat malaikat.
7.      Pendidikan islam
Dalam karangan-karangan beliau banyak menunjukkan hal-hal yang sifatnya material dalam kontek moral seperti pokok pendidikan akhlaknya ketika mengangkat persoalan-persoalan yang wajib bagi kebutuhan manusia dan jiwa sebagai hal wajib akan menentukan perubahan psikologis ketika terjadi interaksi sesama manusia. Dari beberapa uraian diatas memberikan konsekwensi logis, dimana seluruh materi pendidikan pada umumnya merupakan hal yang wajib dipelajari didalam pendidikan moral/akhlak, seharusnya ilmu-ilmu yang diajarkan dalam proses pendidikan moral tidak hanya diperuntukkan sebagai tujuan akademik semata tetapi akan lebih bermamfaat ketika hal-hal yang bersifat subtansial/esensial dipenerapannya dalam hubungan sosial.
Dapat disimpulkan bahwasanya sifat utama itu antara lain: hikmah, berani, dan murah yang apabila ketiga sifat utama ini selaras, maka sifat keempat akan timbul darinya, yakni keadilan. Sedangkan lawan dari semua sifat itu adalah bodoh, rakus, penakut, dan zalim.
Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibnu Miskawaih memang terlihat mengarah kepada terciptanya manusia agar sebagai filosuf. Karena itu Ibnu Miskawaih memberikan uraian tentang sejumlah ilmu yang dapat di pelajari agar menjadi seorang filosuf. Ilmu tersebut ialah:
a)      Matematika
b)      Logika dan
c)      Ilmu kealaman
Jadi, jika dianalisa dengan secara seksama, bahwa berbagai ilmu pendidikan yang diajarkan Ibnu Miskawaih dalam kegiatan pendidikan seharusnya tidak diajarkan semata-mata karena ilmu itu sendiri atau tujuan akademik tetapi  kepada tujuan yang lebih pokok yaitu akhlak yang mulia. Dengan kata lain setiap ilmu membawa misi akhlak yang mulia dan bukan semata-mata ilmu. Semakin banyak dan tinggi ilmu seseorang maka akan semakin tinggi pula akhlaknya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ibnu Miskawah adalah seorang filosof muslim dan juga digelari Guru ketiga( al-mualimin al-tsalits ) setelah al-farabi yang digelari guru kedua dan Aristoteles sebagai guru pertama. Ibnu miskawah juga disebut juga sebagai bapak etika islam, filsafatnya ini selalu mendapat perhatian utama.
Keistimewaan  yang menarik dalam tulisannya ialah pembahasan yang didasarkan pada ajaran Islam (Al Quran dan hadis) dan dikombinasikan dengan pemikiran yang lain sebagai pelengkap, Sementara itu, ia juga mengambil pemikiran-pemikiran para filosuf sebelumnya, terutama filsafat Aristoteles. Namun selanjutnya, menjadi lebih khas tulisan-tulisannya adalah ia memadukan antara hasil kerja filosuf dan ajaran syariat Islam.
ibnu Miskawaih juga menganut faham Emanasi yakni Allah menciptakan alam secara pancaran, namun Emanasinya ini berbeda dengan Emanasi Al-Farabi. Menurutnya entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘aql Fa’al’ ( akal aktif ). Akal aktif ini timbullah jiwa dan dengan perantaraan jiwa pula timbullah planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus ari Allah dapat memelihara tatanan alam ini. Andaikan Allah menahan pancaran-Nya, maka akan terhenti kemajuan dalam alam ini.

DAFTAR PUSTAKA
-          Zar Sirajuddin, 2014 Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya, Jakarta : PT Raja Grafindo,
-          Drajat Amroeni, 2006 Filsafat Islam : Buat yang pengen tahu, Jakarta, Penerbit Erlangga,
-          T. J. De Boer, op. cit.
-          Ismail, 2014 Filsafat Islam : Tokoh dan Pemikiran, Bogor, penerbit IPB Press



[1] Zar Sirajuddin, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya, ( Jakarta : PT Raja Grafindo, 2014), hlm. 131.
[2] Ibid, hlm. 132.
[3] Drajat Amroeni, Filsafat Islam : Buat yang pengen tahu, ( Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006 ), hlm. 43.
[4] T. J. De Boer, Tarikh al-Falsafat fi al-Islam (Kairo : Mathba’ah Taklif, 1962)
[5] Drajat Amroeni, Filsafat Islam : Buat yang pengen tahu, ( Jakarta, Penerbit Erlangga, 2006 ), hlm. 44.
[6] Ibid .
[7] T. J. De Boer, op. cit. hlm 186
[8] Ismail, Filsafat Islam : Tokoh dan Pemikiran, (Bogor, penerbit IPB Press, 2014 ). Hlm 37.
[9] Ibid, Zar Sirajuddin. Hlm 134.

No comments:

Post a Comment