1

loading...

Thursday, October 24, 2019

MAKALAH TOKOH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ABAD V-IX HIJRIAH/11-15 MASEHI


MAKALAH SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

 TOKOH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

 ABAD V-IX HIJRIAH/11-15 MASEHI


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Fokus perkuliahan ini terletak pada pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi. Kajian dalam paket ini meliputi; pemikiran ekonomi Islam Ibnu khaldun,Al-Maqrizi,Abu A’la Al Maududi & Ibnu Qayim. Paket ini sebagai pengantar dan sekaligus pembanding bagi perkuliahan selanjutnya, sehingga paket ini sangat penting untuk dipahami sebagai dasar bagi pembahasan pada perkuliahan-perkuliahan selanjutnya.Dalam paket ini mahasiswa akan mengkaji pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi dari berbagai literatur, yaitu masa Ibnu khaldun,Al-Maqrizi,Abu A’la Al Maududi & Ibnu Qayim. Pemikiran ekonomi Islam pada masa ini lebih banyak kepada etika ekonomi, baik mikro maupun makro. Selain itu juga lebih pada pematangan teori ekonomi, baik menyangkut perilaku konsumen, teori produksi, teori harga, konsep uang, konsep tabungan, evolusi pasar, pajak, inflasi hingga perdaganagan internasional.    .Sebelum perkuliahan dimulai, dosen memberi pengantar berupa ilustrasi pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi. Dosen memberi beberapa contoh fokus kajian dari beberapa ilmuwan ekonomi Islam. Dosen memberi stimulan ide kepada mahasiswa tentang pemetaan keilmuan ekonomi Islam sehingga mahasiswa mempunyai kemampuan analisis tentang pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi serta mampu membedakan serta mengkaitkan pembahasan sejarah pemikiran ekonomi Islam masa kemapanan ekonomi dengan pembahasan sebelumnya maupun selanjutnya.
1.3.Rumusan  Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalahnya adalah :
1.      Bagaimana pemikiran ekonomi islam menurut Ibnu Khaldun ?
2.      Bagaimana pemikiran ekonomi islam menurut Al-Maqrizi ?
3.      Bagaimana pemikiran ekonomi islam menurut Abu A’la Al- Maududi?
4.      Bagaimana pemikiran ekonomi islam menurut Ibnu Qayim ?

1.3.Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan  penelitian yang hendak dicapai adalah :
Untuk mengetahui pemikiran ekonomi islam meurut Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Abu A’la Al- Maududi & Ibnu Qayim.

BAB II
PEMBAHSAN
2.1 Ibnu Khaldun (732-808 H/1332-1406 M)
A.Riwayat Hidup
            Ibnu Khaldun bernama lengkap Abdurrahman Abu Zaid Waliuddin ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada awal Ramadhan 732 H atau bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Keluarga dari Ibnu Khaldun yang berasal dari Hadramaut, Yaman, ini terkenal sebagai keluarga yang berpengetahuan luas dan berpangkat serta menduduki berbagai jabatan tinggi kenegaraan.Ibnu Khaldun mengawali pelajaran dari ayah kandungnya sendiri. Setelah itu, ia pergi berguru kepada para ulama terkemuka, seperti abu Abdillah Muhammad bin Al-Arabi Al-Hashayiri, Abu Al-Abbas Ahmad ibn Al-Qushshar, Abu Abdillah Muhammad Al-Jiyani, dan Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim Al-Abili, untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, seperti tata bahasa arab, hadist,fiqih, teologi, logika, ilmu alam, matematika, dan astronomi[1]. Ibnu Khaldun adalah anggota dari kelompok elit, baik karena keturunan maupun pendidikan. Pada tahun 1352 M, ketika masih berusia dua puluh tahun, ia sudah menjadi master of the seal dan memulai karier politiknya yang berlanjut hingga 1375 M. Perjalanan hidupnya beragam[2].Dari tahun 1375 M sampai 1378 M, ia menjalani pensiunnya di Gal’at Ibn Salamah, sebuah puri di provinsi Oran, dan mulai menulis sejarah dunia dengan Muqaddimah sebagai volume pertamanya. Pada tahun 1378 M, karena ingin mencari bahan dari buku – buku di berbagai perpustakaan besar, Ibn Khaldun mendapatkan izin dari Pemerintah Hafsid untuk kembali ke Tunisia.[3] Di sana, hingga tahun 1382 M ketika berangkat ke Iskandariah, ia menjadi guru besar ilmu hukum. Sisa hidupnya di habiskan di Kairo hingga ia wafat pada tanggal 17 Maret 1406 M
B.Karya-Karya
Karya terbesar Ibn Khaldun adalah Al – Ibar (Sejarah Dunia). Karya ini terdiri dari tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu volume), Al – Ibar (empat volume), dan Al – Ta’rif bi Ibn Khaldun (dua volume). Ibn Khaldun mencampur pertimbangan – pertimbangan filosofis, sosiologis, etis, dan ekonomis dalam tulisan – tulisannya.[4]
C.Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun
1.Teori Produksi
 Bagi Ibn Khaldun, produksi adalah aktifitas manusia yang diorganisasikan secara sosial dan internasional.
a.Tabiat Manusiawi dari Produksi
Pada satu sisi, manusia adalah binatang ekonomi. Tujuannya adalah produksi. Manusia dapat didefinisikan dari segi produksi :
“Manusia dibedakan dari makhluk hidup lainnya dari segi...upaya (nya) mencari penghidupan dan perhatiannya pada berbagai jalan untuk mencapai dan memperoleh sarana – sarana (kehidupan)”.(1:67)
Pada sisi lainnya, faktor produksi yang utama adalah tenaga kerja manusia:
“Laba (produksi) adalah nilai utama yang dicapai dari tenaga manusia”. (2:272)[5]
 Karena itu, manusia harus melakukan produksi guna mencukupi kebutuhan hidupnya, dan produksi berasal dari tenaga manusia.
b.Organisasi Sosial dari Produksi
Melakukan produksi juga penting bagi manusia. Jika manusia ingin hidup dan mencari nafkah, manusia harus makan. Dan ia harus memproduksi makanannya. Hanya tenaganya yang mengizinkannya untuk tetap dapat makan
:“Semua berasal dari Allah. Namun tenaga manusia penting untuk... (penghidupan manusia)”. (2:274)
Namun demikian, manusia tidak dapat sendirian memproduksi cukup makanan untuk hidupnya. Jika ia ingin bertahan, ia harus mengorganisasikan tenaganya. Melalui modal atau melalui keterampilan[6]
.c.Organisasi Internasional dari Produksi
Pembagian kerja internasional ini tidak didasarkan kepada sumber daya alam dari negeri – negeri tersebut, tetapi didasarkan kepada keterampilan penduduknya, karena bagi Ibn Khaldun, tenaga kerja adalah faktor produksi yang paling penting. Karena itu, semakin banyak populasi yang aktif, semakin banyak produksinya :
“Dalam hal jumlah kemakmuran dan aktivitas bisnisnya, kota – kota besar maupun kecil berbeda – beda sesuai dengan perbedaan ukuran peradabannya (populasinya)”. (2:234)[7]
Sejumlah surplus barang dihasilkan dan dapat diekspor, dengan demikian meningkatkan kemakmuran kota tersebut.Ibn Khaldun menguraikan suatu teori yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran, permintaan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannya menciptakan permintaan yang bertambah.[8] Selanjutnya ia berusaha memperlihatkan proses perkembangan yang kumulatif yang disebabkan oleh infrastruktur intelektual suatu negara. Bagi Ibnu Khaldun, karena faktor produksi yang paling utama adalah tenaga kerja dan hambatan satu – satunya bagi pembangunan adalah kurangnya persediaan tenaga kerja yang terampil, proses kumulatif ini pada kenyataannya merupakan suatu teori ekonomi tentang pembangunan:
“Keahlian akan berakar dengan kuat dalam suatu kota (hanya) jika peradaban menetap sudah berakar dan dalam jangka waktu yang lama”. (2:309)
Teori Ibn Khaldun merupakan embrio suatu teori perdagangan internasional, dengan analisis tentang syarat – syarat pertukaran antara negara – negara karya dengan negara – negara miskin, tentang kecenderungan untuk mengekspor dan mengimpor, tentang pengaruh struktur ekonomi terhadap perkembangan dan tentang pentingnya modal intelektual dalam proses pertumbuhan.[9]
2.Teori Nilai, Uang, dan Harga
            Ibn Khaldun, dalam Muqaddimahnya menguraikan teori nilai, teori uang, dan teori harga.
a.Teori Nilai
 Bagi Ibn Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya.
          “Laba yang dihasilkan manusia adalah nilai yang terealisasi dari tenaga kerjanya”. (2:289)
Demikian pula kekayaan bengsa – bangsa tidak ditentukan oleh jumlah uang yang dimiliki bangsa tersebut, tetapi ditentukan oleh produksi barang dan jasanya dan oleh neraca pembayaran yang sehat.[10]
b.Teori Uang
Pengukuran nilai harus memiliki sejumlah kualitas tertentu. Ukuran ini harus diterima oleh semua sebagai tender legal, dan penerbitannya harus bebas dari semua pengaruh sebjektif.Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai. Logam – logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif :[11]
“Allah menciptakan dua “batuan” logam tersebut, emas dan perak, sebagai (ukuran) nilai semua akumulasi modal. (Emas dan Peraklah) yang dipilih untuk dianggap sebagai harta dan kekayaan oleh penduduk dunia”. (2:274)
Karena itu Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter.Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula digunakan sebagai cadangan nilai.
c.Teori Harga
Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian satu – satunya dari hukum ini adalah harga emas dan perak, yang merupakan standar moneter. Bila suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi.Ibn Khaldun menguraikan suatu teori nilai yang berdasarkan tenaga kerja, sebuah teori tentang uang yang kuantitatif, dan sebuah teori tentang harga yang ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.[12]
3.Teori Distribusi
 Harga suatu produk terdiri dari tiga unsure; gaji, laba, dan pajak. Setiap unsur ini merupakan imbalan jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat. Gaji adalah imbal jasa bagi produsen. Laba adalah imbal jasa bagi pedagang. Dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai dan penguasa.Sebagai catatan, harga imbal jasa dari setiap unsur ini dengan sendirinya ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.
Karena nilai suatu produk adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang – barang. Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang.
            Namun harga tenaga kerja itu sendiri ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran.[13]
“Keahlian dan tenaga kerja pun mahal di kota – kota dengan peradaban yang melimpah. Ada tiga alasan untuk ini; pertama, karena besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh meratanya hidup mewah dalam tempat yang demikian, dan padatnya penduduk. Kedua, karena gampangnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan makanan di kota – kota menyebabkan tukang – tukang (buruh) kurang mau menerima bayaran rendah bagi pekerjaan dan pelayanannya. Ketiga, karena banyaknya orang kaya yang memiliki banyak uang untuk dihamburkan, dan orang seperti ini banyak kebutuhannya sehingga mereka memerlukan pelayanan orang lain, yang berakibat timbulnya persaingan dalam mendapatkan jasa pelayanan, sehingga mereka bersedia membayar lebih dari nilai pekerjaannya”. (2:241).[14]
            Sementara itu laba adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang diperoleh oleh pedagang. Namun selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran, yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual melalui pasar.Ibnu Khaldun mendefinisikan dua fungsi utama dari perdagangan, yang merupakan terjemahan waktu dan;
“Usaha untuk mencetak laba sedemikian dapat dilakukan dengan menyimpan barang dan menahannya hingga pasar sudah berfluktuasi dari harga yang rendah menuju harga yang tinggi... atau sang pedagang dapat memindahkan barangnya kenegri yang lain dimana permintaan ditempat itu lebih banyak dari pada di kota asalnya”. (2:297).
 Sedangkan pajak bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya. Karenanya, jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya menentukan pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.Menurut Ibn Khaldun pendapatan memiliki nilai optimum. Hal ini berkaitan erat dengan sistem distribusi. Bila gaji terlalu rendah, pasar akan lesu dan produksi tidak mengalami peningkatan . [15]
“hanya sedikit bisnis yang berjalan (dan) harga – harga... menjadi sangat rendah”. (2:241)
Jika laba sangat rendah, pedagang terpaksa melikuidasi saham – sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya karena tidak ada modal. Jika laba terlalu tinggi, para pedagang akan melikuidasi saham – sahamnya pula dan tidak dapat memperbaruinya karena tekanan inflasi. Jika pajak terlalu rendah, pemerintah tidak dapat menjalani fungsinya :
“pemilik harta dan kekayaan yang berlimpah dalam peradaban tertentu memerlukan kekuatan protektif untuk membelanya”. (2:250)
Oleh karena itu, Ibnu Khaldun membagi pendapatan nasional menjadi tiga kategori; gaji, laba, dan pajak, dengan masing – masing kategori ini memiliki tingkat optimum. Namun demikian, tingkat optimum ini tidak dapat terjadi dalam jangka panjang, dan siklus aktifitas ekonomi harus terjadi.[16]
 4.Teori Siklus
Bagi Ibn Khaldun, produksi bergantung kepada penawaran dan permintaan terhadap produk. Namun penawaran sendiri tergantung kepada jumlah produsen dan hasratnya untuk bekerja, demikian juga permintaan tergantung pada jumlah pembali dan hasrat mereka untuk membeli.Variabel bagi produksi adalah populasi serta pendapatan dan belanja negara, keuangan publik.
 Menurut Ibn Khaldun populasi dan keuangan publik harus menaati hukum yang tidak dapat ditawar – tawar dan selalu berfluktuasi
.a.Siklus Populasi
 Semakin besar produksi, semakin banyak produksinya. Demikian pula, semakin besar populasi semakin besar permintaannya terhadap pasar dan semakin besar produksinya. Namun populasi sendiri ditentukan oleh produksi. Semakin besar produksi, semakin banyak permintaan terhadap tenaga kerja di pasar. Teori Ibn Khaldun bersifat dinamis dan siklus harus terjadi. Jadi terdapat siklus populasi di kota – kota. Populasi mengalami pertumbuhan dan dalam pertumbuhannya, [17]mengakibatkan peningkatan permintaan dan produksi yang pada gilirannya membawa imigran baru.
b.Siklus Keuangan Publik
Negara juga merupakan faktor produksi yang penting. Dengan pengeluarannya, negara meningkatkan produksi, dan dengan pajaknya negara membuat produksi menjadi lesu.Bagi Ibn Khaldun, sisi pengeluaran keuangan publik sangatlah penting. Pada satu sisi, sebagian dari pengeluaran ini penting bagi aktifitas ekonomi. Di sisi lain, pemerintah menjalankan fungsi terhadap sisi permintaan pasar. Oleh karenanya, semakin banyak yang dibelanjakan oleh pemerintah, semakin baik akibatnya bagi perekonomian.Pemerintah tidak dapat menciptakan uang. Uang diterbitkan oleh suatu kantor religius menggunakan standar logam. Uang berasal dari perekonomian dan harus kembali ke perekonomian. Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah berasal dari penduduk melalui pajak. Pemerintah memungut pajak yang kecil dan penduduk memiliki laba yang besar.Jadi menurut Ibn Khaldun, terdapat optimum fiskal tapi juga mekanisme yang tidak dapat dibalik, yang memaksa pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak dan memungut lebih banyak pajak, yang menimbulkan siklus produksi. [18]
2.2 Al-Maqrizi(766-845 H/1364-1442 M)
A.Riwayat Hidup
Nama lengkap Al-Maqrizi adalah Taqiyuddin Abu al-Abbas Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir al-Husaini. Ia lahir di desa Barjuwan, Kairo pada 766 H (1364-1365 M). Keluarganya berasal dari Maqarizah, sebuah desa yang terletak di kota Ba’labak. Oleh karena itu, ia cenderung dikenal sebagai Al-Maqrizi. Kondisi ekonomi ayahnya yang lemah menyebabkan pendidikan masa kecil dan remaja Al-Maqrizi berada di bawah tanggungan kakeknya dari pihak ibu, Hanafi ibn Sa’igh, seorang penganut mazhab Hanafi.103Al-Maqrizi muda pun tumbuh berdasarkan pendidikan mazhab ini. [19] Setelah kakeknya meninggal dunia pada tahun 786 H (1384 M), Al-Maqrizi beralih ke mazhab Syafi’i. Bahkan, dalam perkembangan pemikirannya, ia terlihat cenderung menganut mazhab Zhahiri. Di antara tokoh terkenal yang sangat memengaruhi pemikirannya adalah Ibnu Khaldun, seorang ulama besar dan pengasas ilmu-ilmu sosial, termasuk ilmu ekonomi. Ketika berusia 22 tahun, Al-Maqrizi mulai terlibat dalam berbagai tugas pemerintahan Dinasti Mamluk. Pada 788 H (1386 M), Al-Maqrizi memulainya kiprahnya sebagai pegawai di Diwan al-Insya, semacam sekretariat negara. Kemudian, ia diangkat menjadi wakil qadi pada kantor hakim agung mazhab Syafi’i, khatib di Masjid Jami ‘Amr dan Madrasah al-Sultan Hasan, Imam Masjid Jami al-Hakim, dan guru hadis di Madrasah al-Muayyadah. Pada tahun 791 H (1389 M), Sultan Barquq mengangkat Al-Maqrizi sebagai muhtasib di Kairo. Jabatan tersebut diembannya selama dua tahun. Pada masa ini, Al-Maqrizi mulai banyak bersentuhan dengan berbagai permasalahan pasar, perdagangan, dan mudharabah, sehingga perhatiannya terfokus pada harga-harga yang berlaku, asal-usul uang, dan kaidah-kaidah timbangan. [20] Pada 811 H (1408 M), Al-Maqrizi diangkat sebagai pelaksana administrasi wakaf di Qalanisiyah, sambil bekerja di Rumah Sakit an-Nuri, Damaskus. Pada tahun yang sama, ia menjadi guru hadis di Madrasah Asyrafiyyah dan Madrasah Iqbaliyyah. Kemudian, Sultan al-Malik al-Nashir Faraj bin Barquq (1399-1412 M) menawarinya jabatan wakil pemerintah dinasti Mamluk di Damaskus. Namun, tawaran ini ditolak Al-Maqrizi. Setelah sekitar 10 tahun menetap di Damaskus, Al-Maqrizi kembali ke Kairo. Sejak itu, ia mengundurkan diri sebagai pegawai pemerintah dan menghabiskan waktunya untuk ilmu. Pada tahun 834 H (1430 M), ia bersama keluarganya menunaikan ibadah haji dan bermukim di Mekkah selama beberapa waktu untuk menuntut ilmu serta mengajarkan hadis dan menulis sejarah. Lima tahun kemudian, Al-Maqrizi kembali ke kampung halamannya, Barjuwan, Kairo. Di sini, ia juga aktif mengajar dan menulis, terutama sejarah Islam hingga terkenal sebagai seorang [21] sejarahwan besar pada abad ke-9 Hijriyah. Al-Maqrizi meninggal dunia di Kairo pada 27 Ramadhan 845 H atau bertepatan dengan tanggal 9 Februari 1442 M.
B.Karya-karya Al Maqrizi
Semasa hidupnya, Al-Maqrizi sangat produktif menulis berbagai ilmu, terutama sejarah islam. Lebih dari seratus buah karya tulis telah dihasilkannya, baik berbentuk buku kecil maupun besar. Buku-buku kecilnya memiliki urgensi yang khas serta menguraikan berbagai macam ilmu yang tidak terbatas pada tulisan saja. Asy-Syayyal mengelompokkan buku-buku kecil tersebut menjadi empat katagori. Pertama, buku yang membahas beberapa peristiwa sejarah islam umum, seperti kitab Al-Niza’ wa al-Takhashum fi ma baina Bani Umayyah wa Bani Hasyim. Kedua, buku yang berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia Islam yang belum terbahas oleh para sejarawan lainnya, seperti kitab Al-ilmam bil Akhbar man bi Ardh al-habasyah min Muluk al Islam. Ketiga, buku yang menguraikan biografi singkat para raja, seperti kitab Tarajin Muluk Al-Gharb dan kitab al-Dzahab al-Masbuk bi Dzikr Man Hajja min al-Khulafa wa al-Muluk. Keempat, buku yang mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa aspek sosial dan ekonomi didunia islam pada umumnya, dan di Mesir pada umumnya. Seperti kitab Syudzur al-‘Uqud fi Dzikr al-Nuqud, kitab al-Akyal wa al-Auzan al-Syar’iyah, kitab Risalah fi al-Nuqud Islamiyah dan kitab Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah. [22] Sedangkan terhadap karya-karya al-Maqrizi yang berbentuk buku besar, as-Syayyal membagi menjadi tiga kategori. Pertama, buku yang membahas tentang sejarah dunia, seperti kitab al-Khabar ‘an al -Basyr. Kedua, buku yang menjelaskan sejarah islam umum, seperti kitab al-Durar al-Madhi’ah fi Tarikh al-Daulah al-Islamiyyah. Ketiga, buku yang menguraikan sejarah Mesir pada masa islam, seperti kitab al-Mawa’izh wa al-I’tibar bi Dzikr al-Khothbath wa al -Atsar, kitab I’ttiazh al-Hunafa bi Dzikr al-Aimmah al-Fatimiyyah al-Khulafa, dan Kitab al-Suluk li Makrifah Duwal al-Muluk.
C.Pemikiran Ekonomi Al-Maqrizi
Latar belakang kehidupan Al-Maqrizi yang bukan seorang sufi atau filosof dan relatif didominasi oleh aktivitasnya sebagai sejarahwan Muslim sangat memengaruhi corak pemikirannya tentang ekonomi. Ia senantiasa melihat setiap persoalan dengan flash back dan mencoba memotret apa adanya mengenai fenomena ekonomi suatu negara dengan memfokuskan perhatiannya pada beberapa hal yang memengaruhi naik-turunnya suatu pemerintahan.105Hal ini berarti bahwa pemikiran-pemikiran ekonomi Al-Maqrizi cenderung positif, satu hal yang unik dan menarik pada fase kedua yang notabene didominasi oleh pemikiran yang normatif. [23] Dalam pada itu, Al-Maqrizi merupakan pemikir ekonomi Islam yang melakukan studi khusus tentang uang dan inflasi. Fokus perhatian Al-Maqrizi terhadap dua aspek yang pada masapemerintahan Rasulullah dan al-Khulafa al-Rasyidun tidak menimbulkan masalah ini, tampaknya, dilatarbelakangi oleh semakin banyaknya penyimpangan nilai-nilai Islam, terutama dalam kedua aspek tersebut, yang dilakukan oleh para kepala pemerintahan Bani Umayyah dan selanjutnya.Situasi tersebut menginspirasi Al-Maqrizi untuk mempresentasikan berbagai pandangannya terhadap sebab-sebab krisis dalam sebuah karyanya, Ighatsah al-Ummah bi Kasyf al-Ghummah. Dengan berbekal pengalaman yang memadai sebagai seorang muhtasib (pengawas pasar), Al-Maqrizi membahas permasalahan inflasi dan peranan uang di dalamnya, sebuah pembahasan yang sangat menakjubkan pada masa itu karena mengorelasikan dua hal yang sangat jarang dilakukan oleh para pemikir Muslim maupun Barat[24].Dalam karyanya tersebut, Al-Maqrizi ingin membuktikan bahwa inflasi yang terjadi pada periode 806-808 H adalah berbeda dari inflasi yang terjadi pada periode-periode sebelumnya sepanjang sejarah Mesir. Dari perspektif objek pembahasan, apabila kita telusuri kembali berbagai literatur Islam klasik, pemikiran terhadap uang merupakan fenomena yang jarang diamati para cendekiawan Muslim, baik pada periode klasik maupun pertengahan.
D.Konsep Uang
Sebagai seorang sejarawan, al-Maqrizi mengemukakan beberapa pemikiran tentang uang melalui penelaahan sejarah mata uang yang digunakan oleh umat manusia. Pemikirnnya ini meliputi sejarah dan fungsi uang, implikasi penciptaan mata uang buruk, dan daya beli uang.
a.Sejarah dan Fungsi Uang
Bagi al-Maqrizi mata uang mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehiduapan umat manusia, karena dengan mengguanakan uang manusia dapat memenuhi kebutuhan hidup serta memperlancar aktivitas kehidupannya. Menurut al-Maqrizi baik pada masa sebelum maupun setelah kedatangan islam, mat uang digunakan oleh umat manusia untuk menentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan ini mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.Dalam pandangan Al-Maqrizi kekacauan mulai terlihat ketika pengaruh kaum mamluk semakin kuat dikalangan istana, termasuk terhadap kebijakan percetakan mata uang dirham campuran. Percetakan fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyyah. Sultan Muhammad Al-Kamil ibn Al-Adil Al-Ayyubi yang dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnnya.[25]Berbagai fakta sejarah tersebut menurutAl-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar nilai baik menurut hukum, logika, maupun tradisi hanya yang terdiri dari emas dan perak. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa keberadaan fulus tetap diperlukan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dan untuk berbagai biaya kebutuhan rumah tangga sehari-hari.Sementara itu walaupun menakankan urgensi penggunaan kembali mata uang yang terdiri dari emas dan perak, Al-Maqdizi menyadari bahwa uang bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kenaikan harga-harga. Inflasi juga dapat terjadi akibat faktor alam dan tindakan sewenang-wenang dari penguasa.
b.Implikasi Penciptaan Mata Uang Buruk
Al-Maqrizi menyatakan bahwa penciptaan mata uang dengan kualitas yang buruk akan melenyapkan mata uang yang berkualitas baik. Hal ini terlihat jelas ketika ia menguraikan situasi moneter pada tahun 569 H. Pada masa pemerintahan sultan Shalahuddin al-Ayyubi, mata uang yang dicetak mempunyai kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan mata uang yang telah beredar. Dalam mnghadapi kenyataan tersebut masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan mata uang yang berkualitas baik dan meleburnya menjadi perhiasan serta melepaskan mata uang yang berkualiatas buruk kedalam peredaran. Akibatnya mata uang lama yang baik keluar dari perdaran. Konsekuensinya terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan ekonomi ketika persediaan logam bahan mata uang tidak mencukupi untuk memproduksi sejumlah unit mata uang. Begitupula halnya ketika harga emas atau perak mengalami penurunan.[26]
E.Teori Inflasi
Ia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya kedalam dua hal, yaitu inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor kesalahan manusia.
a.Inflasi alamiah
Sesuai dengan namanya inflasi jenis ini disebabkan oleh berbagai faktor alamiyah yang tidak bisa dihindari umat manusia. Menurut Al-Maqrizi ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen. Sehingga persedian barang-barang tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis dan terjadi kelangkaan.Dilain pihak karena sifatnya yang signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang itu mengalami peningkatan. Harga-harga semakin membumbung tinggi jauh melebihi daya beli masyarakat. Hal ini sangat berimplikasi terhadap kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya, termasuk upah dan gaji para pekerja.
b.Inflansi karena kesalahan manusia
Selain faktor alam, Al-Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat menajdi akibat kesalahn manusia. Ia telah mengidentifikasikan tiga hal yang baik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menyebabkan terjadinya inflansi ini. Ketiga hal tersebut adalah korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan, dan peningkatan sirkulasi mata uang fulus.
Al-Maqrizi mengatakan bahwa pengankatan para pejabat yang berdasarkan pemberian suap dan bukan kapabilitas akan menempatkan orang-orang yang tidak mempunyai kredibilitas pada berbagai jabatan penting dan terhormat, baik dikalangan legislatif maupun yudikatif maupun eksekutif. Ketika berkuasa para pejabat tersebut mamulai menyalahgunakan kekuasaan untuk meraih kepentingan pribadi, baik untuk memenuhi kewajiban finansialnya maupun kemewahan hidup. Mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara.[27]
 Menurut Al-Maqrizi akibat dominasi para pejabat bermental korup dalam suatu pemerintahan, pengeluaran negara mengalami peningkatan yang sangat drastis. Sebagai konpensasinya mereka menerapkan sistem perpajakan yang menindas rakyat dengan memberlakukan berbagai pajak baru serta menaikkan tingkat pajak yang telah ada. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi para petani yang merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat. Konsenkuensinya biaya-biaya untuk penggarapan tanah, benih, pemungutan hasil panen, dan sebagainya meningkat. Dan pada akhirnya menimbulkan kelangkaan bahan makanan serta meningkatkan harga-harga.Karena terjadi defisit anggaran sebagai akibat dari perilaku buruk para pejabat yang menghabiskan uang negara untuk berbagai kepentingan pribadi dan kelompoknya, pemerintah melakukan pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran. Kebijakan pencetakan fulus secara besar-besaran menurut Al-Maqrizi sangat mempengaruhi penurunan nilai mata uang
2.3 Ibnu Qayim
A.Kehidupan dan lingkungannya
Shams al-Qayyim al Jawziyyah (691-751 H/1292-1350 M)  yang disebut sebagai Ibnu Qayyim.Ibnu qayyim terlahir di Damaskus (Suriah) pada tahun 1292,Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota tersebut dan meninngal dikota yang sama pada tahun 1350.
Ibnu Qayyim memperoleh pengajaran dari berbagai guru, “tetapi pada kenyataannya ,tahun 713 H/1313 M ,ia merupakan murid ternama dari Ibnu Taimiyah, dimana seluruh gagasan beliau bias dikatakan sebagai gagasan yang dapat di serap dan karya-karyanya dipopulerkan, namun masih mempertahankan kepribadianya sendiri.”[28]
            Ibnu Qayyim pada akhirnya tertinggal dalam reputasi sebagai penulis dengan talenta terbaik yang kefasihanya kontras dengan prosa kering dan tajam gurunya yang terkemuka.
            Ketika masukan doktrial dan karyanya diterima”,karirnya cukup maju dan terhalang oleh oposisi yang neo-Hanibalisme Ibnu Taimiyah temui di kalangan pemerintah Negara mamluk.Beberapa pemikir muslimpada masa ini merupakan murid dan pengikut Ibnu Qayyim . “Memang ,sampai saat ini ia adalah seorang penulis yang sangat percaya diri tidak hanya di antara pada WWahhabiyah,tetapi juga diantara para Sallafiyyah dan banyak kalangan Muslim Amerika Utara
B.Pemikran ekonmi Ibnu Qayyim
            Sebagai seorang sarjana yang serbaguna,Ibnu qayyim menukis berbagai topic,termasuk masalah-masalah ekonomi pada masanya.Seperti gurunya Ibnu Timiyyah, ia telah melihat pergolakan sosial-ekonomi suatau masa (terutama pernag salib dan invasi Mongolia),serta nasib masyarakat miskin dan eksploitasi para penguasa . Inspirasi lain baginya adalah fakta bahwa islam merupakan agama dan cara hidup yang fokus terutama pada masalah ekonomi yang berlaku ,mendorong usaha ekonomi dan menekankan pencapaian keadilan sosial -ekonomi[29]
            Ibnu Qayyim menulis setidaknya sebelas buku (beberapa karya dengan beragam volume)dalam berbagai topik. Beberapa karyanya adalah sebagai berikut:
1.      Madraij al Salikin (3 vol), dianggap sebagai “karya terbaik literature spiritual Hanbali”;
2.      l’Lam al Muwaqqi’in  (3 vol), risalah tentang metodologi peradilan (disebut juga dengan al-fiqih), diikuti dengan gagasan Ibnu Taimiyyah dalam bidangnya”; dan
3.      Al Turuq al Hukmiyah, “berdasarkan gagasan yang dikemukakan oleh Ibnu Taimiyyah dalam karyanya Hisba dan al-siyasah al -syariyya
Berbagai pemikiran ekonomi dari Ibnu Qayyim berasal dari karyanya al-Turuq al Hukmiyah.[30]
Ibnu Qayyim memiliki pandangan signifikan untuk menawarkan berberapa kunci permasalahan ekonomi dan relevansi universal,secara historis dan juga serentak.Kontribusinya bagi pemikiran ekonomi hampir serupa dengan beberapa pendahuluanya,seperti Ibnu Taimiyyah dan Al-Ghazali.Kita akan secara singkat membaahas aspek berikut dari pemikiran ekonomi beliau.
1.      Filsafat ekonomi diabawah islam;
2.      Pandangan tentang kemakmuran dan kemiskinan
3.      Signifikansi ekonomi dalam amal public (zakah) ;
4.      Larangan riba; dan
5.      Mekanisme pasar dan kebutuhan akan intervensi sektor umum.
C.Filsafat ekonomi di bawah islam
Ibunu Qayyim menkankan bahwa kehidupan duniawi,termasuk aspek ekonomi hanya sebagai cobaanyang diatur oleh Tuhan dengan memberikan kekayan pada sebagian manusia dan mencabut hal yang sama pada sebagian lainnya.kekayaan bukan sebagai nikmat Tuhan maupun kemiskinan  sebagai ketidaksukaan Tuhan . Dan kekayaan tersebut hanyalah sebagai kenikmatan semata; kenikmatan semata dan kehidupan menyenangkan hanya cocok untuk hewan.Dengan demikian Ibnu Qayyim mencari ‘homo islamicus’sebagai normanya,dan ‘homo ekonomikus’hanya sebagai bagian.Berpedoman pada kitab suci,tujuan tertinggi dari masyarakat beradab adalah menyebarkan keadilan sosial –ekonomi.[31]
Ibnu Qayyim mnegemukakan bahawa perilaku dosa tidak hanya meniadakan keselamatan,tetapi juga menguranggi kehidupan duniawi,termasuk perampasan kehidupan.Sebaliknya,ia berpendapat bahwa kebutuhan muliaseperti yang terdapat dalam kitab suci,tidak hanya menjanjikan keselamatan dunia akhirat,tetapi juga mengarah pada kesejahteraan ekonomi duniawi[32].
Ibnu Qayyim menekankan bahwa tujuan ekonomi perlu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.Ia berpendapat:
Ketika diciptakan bahwa biji-bijan akan di peroleh hanya setelah berbagai rantai aktivitas,hal itu bermakna bahwa produksi  tidak bias diperoleh tanpa adanya aktivitas menabur benih dan membudidayakan lahan.Seperti halnya juga dengan memuaskan dahaga dan memenuhi rasa haus dan memenuhi rasa lapar bergantung pda meminum air dan memakan makanan.Tetapi,tidak ada satupun dari tujuan tersebut dapat dicapai tanpa upaya yang yang di prlukan yang sama berlaku bagi seluruh aspek yang relavan dengan kehidupan akhirat.
D.Pandangan Terkait Kemakmuran dan Kemiskinan
Ibnu Qayyim memeriksa argumen-argumen pihak-pihak yang lebih menginginkan kemiskinan dan pihak yang menginginkan kemakmuran.Ia mengadopsi posisi yang seimbang dan realistis,konsisten dengan kitab suci islam bahwa kemakmuran lebih cenderung untuk dipilih dan aslkan disertai dengan rasa syukur terhadap tuhan dan pemenuhan tugas dan kewajiban seseorang terharap manusia lainnya.Lebih jauh lagi, menurut Ibnu Qayyim, kekayaan menjadikan seseorang untuk melakukan perbuatan baik,religi serta sekuler,wajib serta sukarela (misalnya,ziarah,amal,wakaf,pembangunan tempat ibadah,jalan dan kanal.Meskipun demikian ,ia mejelaskan pendapat guru beliau,Ibnu Taimiyyah,bahwa “di antara sikaya dan si miskin,yang paling disukai adalah manusia yang takut pada Tuhan dan unggul perbuatan baik;jika si kaya dan si miskin memiliki tingkatan yang sama dari kriteria ini,maka mereka juga memiliki tingkatan yang sama disisi-Nya.Ibnu Qayyim juga memperingatkan tentang membuat bingung kaum orang miskin dengan zuhud (secara harfiah abstain,untuk menghindari,untuk mengabdikan)-suatu kebijakan islam islam penting yang sering disalahartikan sebagai penolakan kekayaan dan kehidupan duniawi.[33]
Dalam bukunya berjudul Madarij al Salikin, ia memeriksa makna zuhd dan menyimpulkan bahwa hal itu tidak bermakna penolakan terhadap hal-hal duniawi. Ia berpendapat bahwa zuhd adalah pemikiran yang bermakna penyucian dari godaan material dan fokus terhadap hal-hal tersebut.Seseorang bias memiliki pemikiran di samoing memiliki hal materil tersebut seperti halnya juga kemungkinan untuk memiliki kekayaan materil, namun kurang memiliki kesalehan.
E.Signifikansi ekonomi zakat (amal wajib)
Menurut Ibnu Qayyim ,tujuan zakat adalah menyebarkan keadilan sosial-ekonomi dan kebaikan serta perbuatan baik  terhadap sesama.Untuk alasan ini,tingkat rendah tertentu   dan spesifik telah di perbaiki.Dengan demikian, jumalah kewajiban tersebut tidak berlebihan bagi mereka yang harus membayar dan jumlah tersebut cukup kecil untuk dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka disamping  membayar kewajiban itu.Jumlah yang tinggi tidak hanya membahayakan insentif,tetapi juga menghindari kaum kaya membayar kewajiban mereka.Di sisi lain, bantuan yang ‘berlebihan’ akan membuat kaum miskin menjadi tergantung.[34]
Setelah membahas berbagai tujuan zakat,Ibnu Qayyim membahas empat tarif  yang berbeda yang dapat diterapkan.Dalam mengevaluasi terapan ekonomi untuk tarif  tersebut , ia memerhatikan efesiensi dan juga persamaan .Ia berpendapat bahwa kemampuan tenaga kerja dari basis zakat menjadi faktor kunci dalam menentukan tarif.Secara umum,dalam rangka mendorong usaha manusia,ia memilih tariff lebih rendah,kemampuan yang terbaik dari aktivitas ekonomi.Jadi dalam irigasi pertanian yang melibatkan lebih banyak pekerja,dikenakan tarif yang lebih rendah dibandingkan dengan pertanian tadah hujan, hal-hal lain bersifat konstan. Tarif tertinggi diterpkan dalam temuan harta (dianggap  minimal dalam kemampuan tenaga kerja). Jadi hal yang rasional dalam variasi tariff tersebut adalah menyebarkan efisiensi ekonomi dan persamaan ekonomi.[35]
Ibnu Qayyim juga membahas periode pembayaran zakat.Pertama zakat di kumpulkan hanya ketika tanaman telah di panen dan pendapatan di hasilkan (kecuali untuk harta temuan,dimana zakat dibayarkan langsung) misalnya ketika pendapatan bertambah.Jadi ia berpendapat bahwa pengumpulan secara tahunan menjadi hal yang paling wajar tidak hanya bagi si pembayar zakat tapi juga segi perspektif  administrative.
F.Larangan bunga (Riba)
Adapun larangan bunga (riba),ketika Ibnu Taimiyyah juga membahas isu-isu ekonomi yang  relavan dengan berbagai bentuk kemungkinan bunga “terselubung” ,Ibnu Qayyim memberi penjelasan lebih detail,dan dalam hal ini,kontribusi yang terakhir melampaui apa yang di kemukakan oleh guru beliau[36].
G.Mekanisme pasar dan kebutuhan intervensi sektor public
            Jika pasar mengarah pada penyimpangan dari hanya harga,maka intervensi sector publik mungkin memerlukan control harag dan regulasi.Disamping itu ia hanya juga membahas hanya kompensasi,hanya upah dan juga hanya keuntungan.
Bagi sarjana/pemikir Islam Arab (misalnya Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah dan lainya),gagasan “keadilan transaksi pasar” membentuk dasar pedoman administratif dan regulasi dalam kaitan dengan wewenang untuk melindunggi publik umum dari eksploitasi yang memungkinkan[37].  
2.4 Abu A’la Al Maududi (1903-1979 M)
A.    Biografi Al- Maududi
Sayyid Abul A’la Maududi merupakan cendikiawan muslim yang dilahirkan pada 3 Rajab 1321 H atau 25 September 1903 di Aurangbad, India. Cendekiawan ini merupakan putra dari Abu Hasan, seorang pengacara yang berketurunan dari sufi besar tarekat Christiyah yang banyak berperan dalam penyeberan Islam di India.
Pendidikannya diawali di Madrasah Furqoniyah, sebuah sekolah menengah yang mencoba menerapkan sistem pendidikan nalar modern dan islam tradisional. Kemudian, orang tua al-Maududi lebih memilih mendidiknya di rumah dengan menggunakan bahasa Arab Persia, Urdu dan Inggris, sebab mereka tidak ingin al-Maududi pergi ke sekolah inggris. Dalam konteks inilah, dapat dipahami kenapa Al Maududi menjadi seorang tradisionalis fundamentalis (dengan latar belakang pendidikan yang anti barat).[38]
B.     Latar Belakang Pemikiran Al Maududi
Pemikiran Maududi didasarkan keyakinannya bahwa Islam bukanlah sekumpulan gagasan yang tidak saling berkaitan satu sama lain, tetapi Islam adalah agama yang paripurna, sempurna, dan satu kesatuan bulat yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang jelas dan pasti. Semua ajarannya, baik yang pokok maupun yang terinci secara logis digali dari prinsip-prinsip dasar dan tidak terlepas dari ikatan prinsip tersebut. Semua hukum dan peraturan yang ada dalam Islam diberbagai sektor kehidupan merupakan hasil renungan, pengembangan dan pencerminan dari prinsip-prinsip dasarnya. Dari prinsip-prinsip dasar inilah semua rancangan kehidupan Islam muncul dan berkembang, sehingga segala aspek yang akan dikaji tidak bisa lepas dari pengkajian prinsip dasarnya. [39]
C.    Pemikiran Ekonomi Islam Al-Maududi
1.      Format Sistem Ekonomi Islam Al-Maududi
Menurut Al-Maududi, Islam telah menerangkan sebuah system ekonomi. Akan tetapi, Islam hanya menentukan landasan dasar yang bisa membuat kita menyusun sebuah rancangan ekonomi yang sesuai di setiap masa. Dalam bidang ekonomi, Islam telah membuat beberapa peraturan dan menyusun sejumlah batasan dimana kita boleh membuat suatu system. Sebagaimana perkembangan yang ada, kita harus menyimpulkan peraturan baru yang berada pada batasan-batasan yang ditemukan oleh Islam. [40]
Dalam menggambarkan masalah ekonomi manusia, S.A.A. Maududi mengatakan bahwa masalah ekonomi menempati hari-hari pusat kehidupan intelektual dan sebelumnya belum pernah menonjol sehingga banyak atau diasumsikan pentingnya, sekarang ini. Kata yang digunakan terkenal sebagai soal fakta pentingnya ekonomi yang secara alami dalam kehidupan umat manusia selalu dimiliki di setiap zaman. Terdorong atas individu, masyarakat, bangsa, negara dan memang semua orang memperhatikan hal itu. Karena masalah ini telah datang untuk dianggap sebagai satu-satunya masalah kehidupan.
Pada awal zaman, masalah ekonomi hampir sama sederhana bagi manusia seperti pada hewan. Berarti tidak ada keterbatasan dalam hidup yang telah tersebar di bumi Allah yang baik. Semua yang diperlukan untuk menyokong kehidupan manusia tersedia dalam kelimpahan. Setiap orang pergi keluar mencari bagiannya dan mendapatkannya dari harta tersebut. Tidak ada yang harus membayar harga kebutuhannya, juga porsi satu orang bukan dalam cengkeraman lain. Berpegang pada yang baik bahkan sampai hari ini sejauh hewan yang bersangkutan.[41]
D.    Teori Bunga
Maulana Abu al a’la Maududi telah membicarakan secara panjang lebar aspek-aspek positif dan negatif dari institusi bunga serta telah menunjukkan kejahatan-kejahatannya secara fundamental. Suatu usaha telah dilakukan untuk meringkas argumentasinya.
1.      Aspek negative bunga
Masalah yang pertama kali harus kita putuskan adalah apakah bunga itu merupakan pembayaran yang beralasan? Apakah para kreditor itu adil apabila menuntut untuk membayar bunga atas hutang yang diberikan? dan adilkah jika penghutang dituntut membayar bunga terhadap pemberi pinjaman sesuatu yang melebihi  pinjaman pokok? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menyelesaikan separuh dari masalah bunga. Jika dapat ditunjukkan bahwa bunga tidak dapat dibenarkan baik oleh akal maupun keadilan, lalu mengapa bunga masih menjadi perdebatan.
Mengapa peraturan yang tak beralsan tersebut tetap dibiarkan berlangsung beraada di tengah masyarakat? Terdapat perbedaan pendapat yang menyolok di antara para ahli yang mendukung doktrin bunga, yaitu untuk apakah bunga itu dibayarkan? Sebagian mengatakan bunga  itu merupakan harga , tetapi harga untuk apa? Benda berharga apakah yang dibayarkan oleh kreditor sehingga ia menuntut imbalan uang setiap bulan ataupun setiap tahun? Para pelopor institusi bunga mendapat kesulitan besar untuk memperoleh kesepakatan dalam masalah ini. [42]
E.     Kejahatan Ekonomis
Bunga dibayarkan atas berbagai macam jenis pinjaman yang mengakibatkan berbagai macam persoalan sesuai dengan sifat pinjaman dan peminjan. Oleh karena itu, kita akan membicarakan setiap jenis pinjaman secara terpisah:
a.      Pinjaman Konsumsi
Pinjaman-pinjaman seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk memnuhi kebutuhan pribadinya. Pinjaman seperti ini amat biasa dikalangan orang-orang miskin dan menengah, khususny di Negara-negara berkembang. Sebagian besar orang yang mengambil ini memnuhi kebutuhan sehari-hari. Oleh kerana itu, sebagian besar dari pendapatan mereka diambil alih oleh pemilik modal dalam bentuk bunga. Jutaan manusia di Negara-negara berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar hutang yang diwariskan kepada mereka. Upaha dan gaji mereka sangat rendah untuk menjadikan mereka mampu mendapatkan satu dua piring makanan setiap hari[43]
Pembayaran angsuran bunga yang berat secara terus menerus ini telah merendahkan standard kehidupan dan pendidikan anak-anak mereka. Di samping itu, kecemasan yang terus-menerus rupanya memengaruhi efisiensi kerja mereka yang pada akhirnya akan memperlemah perekonomian Negara mereka.
Selanjutnya, pembayaran bung atelah mengurangi (menurunkan) daya beli kalangan mereka. Oleh karena itu, industry yang memenuhi permintaan golongan miskin dan menengah akan memeroleh kesan akan rendahnya permintaan kalangan tersebut. Dan secara berangsur-angsur tetapi pasti, hal ini akan menurunkan pembangunan industry serta menghambat kemajuan masyarakat.. [44]
b.      Pinjaman Produktif
Pinjaman ini dilakukan oleh para pedagang, industrialis dan para petani untuk tujuan-tujuan yang produktif masuk dalam kategori peminjam jenis ini. Kapitalis, dengan malapraktek mereka, telah menimbulkan banyak kesengsaraan dengan memungut bunga dari pera peminjam, begitu juga terhadap masyarakat.
Selain itu, bunga tetap untuk jangka panjang itu sendiri merupakan kejahatan besar yang kadang-kadang, jika keuntungan usaha rendah, menghancurkan perusahaan yang bekerja dan berkembang maju. [45]    


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Tokoh pemikir Islam pada abad  11-15 masehi adalah tokoh yang sampai sekarang karya dan pemikiran mereka sampai saat ini di pakai untuk kepentingan ekonomi Syari’ah samapai pada zaman sekarang ini.Dan tokoh pada abad ini juga telah membuat pemikiran mereka sangat berarti dan pemikiran mereka menjadikan sebuah motivasisupaya ekonomi di dunia ini bukan hanya konvensional saja tetapi syari’ah juga mempunyai pemikiran ekonomi menurut sayariat agama islam.
Saran
            Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.Penulis akan memperbaiki makalh tersebut dengan pedoman pada banyak sumber yang dapat di pertangung jawabkan.maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A Karim “sejarah pemikiran ekonomi islam” (Depok:Rajawali Pers,2017),
Abularaq, Sayyid Abu A’la Maududi: Sawanih, Tahrik, Lahore, 1971. Penerjemahan resmi tentang kisah hidup Maududi
            RA Gunadi dan M. Shoelhi. Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Penerbit Republika, 2002), hlm 179.

            Syed Abu A’la Maududi, Economic system of Islam, Islamic Publication Ltd. Pakistan. 1994, h.82
            Badre Alam Khan, Economic Right Of Women Under, New Delhi, Adam Publishers & Distributors, 2005. Hal 11

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam(Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta:1996), hal. 57.




[1] Adiwarman A Karim “sejarah pemikiran ekonomi islam” (Depok:Rajawali Pers,2017),hal.332
[2] Ibid., hal.333
[3] Ibid.,
[4] Ibid.,
[5] Ibid.,hal 334
[6] Ibid.,hal 335
[7] Ibid.,hal 336
[8] Ibid.,hal 337 
[9] Ibid.,hal 338
[10] Ibid.,hal 339
[11] Ibid.,
[12] Ibid.,hal 341
[13] Ibid.,
[14] Ibid.,hal 342
[15] Ibid.,hal 343
[16] Ibid.,
[17] Ibid., hal 345
[18] Ibid.,hal 349
[19] Ibid.,hal 350
[20] Ibid.,hal 351
[21] Ibid.,hal 351-352
[22] Ibid.,
[23] Ibid.,hal 353
[24] Ibid.,hal 353-354
[25] Ibid.,hal 356
[26] Ibid.,hal 356
[27] Ibid.,hal 359-360
[28] Adiwarman A Karim “sejarah pemikiran ekonomi islam” (Depok:Rajawali Pers,2017),hal.285-287
[29] Ibid.,hal 289
[30] Ibid.,hal 290
[31] Ibid.,hal 290-291
[32] Ibid.,
[33] Ibid.,hal 292
[34] Ibid.,hal 293
[35] Ibid.,hal 293-294
[36] Ibid.,hal 300
[37] Ibid.,hal 298
[38] Abularaq, Sayyid Abu A’la Maududi: Sawanih, Tahrik, Lahore, 1971. Penerjemahan resmi tentang kisah hidup Maududi

[39] RA Gunadi dan M. Shoelhi. Dari Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol, (Jakarta: Penerbit Republika, 2002), hlm 179.

[40] Syed Abu A’la Maududi, Economic system of Islam, Islamic Publication Ltd. Pakistan. 1994, h.82

[41] Badre Alam Khan, Economic Right Of Women Under, New Delhi, Adam Publishers & Distributors, 2005. Hal 11

[42] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam(Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta:1996), hal. 57.
[43] Ibid, hal.67.
[44] Ibid.
[45] Ibid, hal 68

No comments:

Post a Comment