1

loading...

Thursday, October 24, 2019

MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM


MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM 

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Dalam menentukan atau menetapkan hukum-hukum ajaran Islam para mujtahid telah berpegang teguh kepada sumber-sumber ajaran Islam. Sumber pokok ajaran Islam adalah Al-Qur’an yang memberi sinar pembentukan hukum Islam sampai akhir zaman. Disamping itu terdapat as-Sunnah sebagai penjelas Al-Qur’an terhadap hal-hal yang masih bersifat umum. Selain itu para mujtahidpun menggunakan Ijma’, Qiyas. Sebagai salah satu acuan dalam menentukan atau menetapkan suatu hukum.
Namun disini yang perlu ditekankan bahwa dari bebrapa sumber hokum islam yang diketahui ada dua sumber hukum yang sangat di akui di kalangan para ulama yakni al-quran dan hadits. Yang menjadi permasalahannya adalah mana sumber utama yang menjadi rujukan sumber hukum lainnya? Maka penulis akan memaparkan beberapa penjelasan lebih lanjut tentang sumber hukum yang utama dalam islam yakni al-quran.

     B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu yang dimaksud dengan sumber hukum islam?
2.      Bagaimana kedudukan al-quran dalam hukum  islam?
3.      Apa saja hokum yang terkandung dalam al-quran?

        C.    Tujuan
1.       untuk mengetahui sumber hukum islam
2.      Untuk mengetahui kedudukan al-quran dalam hukum islam
3.      Unuk memahami hukum-hukum yang terkandung dalam al-quran
  
BAB II
PEMBAHASAN
      A.    Definisi Sumber Hukum Islam
Secara etimologi (bahasa) sumber berarti asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Sedangkan Hukum dalam bahasa Indonesia menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Bila kata ‘hukum’ menurut definisi di atas dihubungkan kepada ‘Islam’ atau ‘syara’, maka ‘hukum Islam’ akan berarti: “ seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tetang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam[1].
Namun hukum dalam pengertian hokum menurut ulama Ushul Fiqh adalah khitob (doktrin) syar’i yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan.
Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam ilmu ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah. Sumber hukum Islam disebut juga dengan istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam.  Sebab kata ‘sumber’ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz مصدر - مصادر , lafadz tersebut terdapat dalam sebagian literatur kontemporer sebagai ganti dari sebutan dalil ( الدليل ) atau lengkapnya “adillah syar’iyyah” ( الأدلة الشرعية ) . Sedangkan dalam literatur klasik, biasanya yang digunakan adalah kata dalil atau adillah syar’iyyah, dan tidak pernah kata “mashadir al-ahkam al-syar’iyyah” ( مصادر الأحكام الشرعية ) . Mereka yang menggunakan kata mashadir sebagai ganti al-adillah beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki arti yang sama[2]. 

      B.     Kedudukan Al-quran dalam Hukum Islam
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kedudukan al-quran dalam hukum islam, disini akan penulis jelaskan terlebih dahulu mengenai definisi al-quran. Ada bebrapa definisi al-quran menurut para ulama antara lain sebagai berikut :
1.      Menurut al-Lihyany (w. 215 H) dan segolongan ulama lain
Berpendapat bahwa Kata Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata kerja (fi’il),  قَرَاءَartinya membaca dengan perubahan bentuk kata/tashrif  (قراءيقراءقرانا(   artinya bacaan yang bermakna isim marfu’ artinya yang dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini berdasarkan 􀂿rman Allah Swt. sebagaimana yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18[3].
اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَ قُرْاءَنَهُ {18} فَاِذَا قَرَاءْناَهُ فاَتَّبِعْ قُرْاءَنَهُ {19}
“Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.”
2.      Menurut Al-Asy’ari (w. 324 H) dan beberapa golongan lain
Kata Qur’an berasal dari lafaz {قَرَنَ} yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain.
3.      Menurut Al-Farra’ (w. 207 H)
Kata al-Qur’an berasal dari lafad قَرَاءِنٌ merupakan bentuk jama’ dari kata  قَرِيْنَةٌyang berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sama lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw[4].

Ditinjau dari pengertian secara terminologi, para ulama’ juga berbeda-beda pendapat dalam mendevinisikan al-Qur’an. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri yang memang sangat luas dan komprehensif. Semakin banyak unsur dan sifat dalam mendevinisikan al-Qur’an, maka semakin panjang redaksinya. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang bersifat prinsipil, justru perbedaan pendapat tersebut bisa saling melengkapi satu sama lain, sehingga jika pendapat-pendapat itu digabungkan, maka pemahaman terhadap pengertian al-Qur’an akan lebih luas[5].
Bebrapa ulama yang mendefinisikan al-quran secara terminology (istilah) antara lain sebagai berikut :
1.      Syeikh Muhammad Khudari Beik
Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan devinisi al-Qur’an sebagai berikut :
الْقُرْاَنُ هُوَ الْلَّفْظُ الْعَرَبِيُ الْمُنَزَّلُ عَليَ مُحَمَّدٍ ص.م. لِلتَّدبُّرِ وَالتَّذَكُرِ الْمَنْقُوْلُ مُتَوَتِراً وَهُوَ ماَ دَفَّتَيْنِ الْمَبْدُوْءُ بِسُورَةِ الْفَاتِحَةِ وَ الْمَخْتُوْمُ بِسُوْرَةِ الناَّسِ
Artinya:
“Al-Qur’an ialah lafaz (firman Allah Swt.) yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.”  
2.      Subkhi Shalih
Beliau mendefinisikan al-quran sebagai berikut :
الْقُرْاءَنُ هُوَ الْكِتَابُ الْمُعْجِزُ الْمُنَزَّلُ علىَ النَّبيِّ مُحَمَدٍ ص.م. الْمَكْتُوبُ فى الْمَصَاحِفِ الْمَنْقوْلُ عَلَيْهِ بِتَوَاتُرِ الْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ



Artinya:
“Al-Qur’an adalah kitab (Allah Swt.) yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah membacanya.”  
3.      Syeikh Muhammad Abduh
Sedangkan menurut beliau pengertian alquran adalah sebagai berikut :
الْكِتَبُ هُوَ الْقُرْاءَنُ الْمَكْتُوبُ فى الْمَصَاحِفِ الْمَحْفُظُ فيِ صُدُرِ مَنْ عَنىَ بِحِفْظِهِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya:
“Kitab (al-Qur’an) adalah bacaan yang tertulis dalam mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaga(nya) dengan menghafalnya (yakni) orang-orang Islam.”

Ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Al-Qur’an adalah firman atau Kalam Allah Swt.
b.      Al-Qur’an terdiri dari lafal berbahasa Arab
c.       Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
d.      Al-Qur’an merupakan kitab Allah Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan perantara Malaikat Jibril.
e.       Al-Qur’an disampaikan dengan cara mutawatir (berkesinambungan).
f.       Al-Qur’an merupakan bacaan mulia dan membacanya merupakan ibadah.
g.      Al-Qur’an ditulis dalam mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas
h.       Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan menghafal al-Qur’an[6].

Membicarakan pengkatagorian untuk sumber hukum Islam, maka akan banyak spekulasi pambagian. Ada yang mengatakan empat (Alquran,Hadis, Ijmak dan qiyas), ada pula yang mengatakan hanya tiga (tanpa mengikutkan qiyas). Namun yang pasti dan diakui untuk semua kalangan adalah dua yakni Alquran dan Hadis. Sedangkan untuk dua lainnya, masih menjadi perdebatan dan memerlukan kajian yang lebih dalam.
Namun disini yang akan dibahas adalah salah satu sumber hukum islam yakni al-quran. Al-quran merupakan sumber hukum islam yang paling utama sebab kedudukannya sangat tinggi sehingga semua persoalan pertma kali harus merujuk kepada al-quran dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.     
ياَاَيُهاَ الذِّيْنَ اَمَنوْا اَطِعُوا اللهَ وَاَطِعُوا الرَّسوْلَ وَاُولىِ الاَمْرِ مِنْكُمْ فَاءِنْ تَنَازَعْتُمْ فيِ شَيْءٍ فَرُدُّوهُ الىَ اللهِ
وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ باِللهِ وَاليَوْمِ الْاَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ تَأوِيْلاً.
“Hai orang-oarng yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya), dan ulil amri di antara kam. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalilah ia kepada Allah (al-quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”[7].

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap persoalan yang ada pada umat manusia terutama umat yang beriman kepada Allah SWT. Maka untuk menjawab atau memecahkan persoalan tersebut haruslah pertama kali merujuk kepada Allah (Al-quran) sebagai pedoman utama yang diguanakan dalam persoalan-persoalan  kehidupan manusia. Jika pun dalam al-quran tidak ada jawaban nya secara langsung maka berpedomanlah kepada sunnah (Hadits). Dan setelah itu jika pun tidak ada jawaban secara langsung di dalam keduanya (al-quran dan hadits) maka ikutilah aturan-aturan yang sudah di tetapkan oleh para pemimpin yang dapat di percaya.
Namun sering kali adanya perbedaan atau perselisihan di antara sesame maka jalan terbaik untuk menyelesaikannya adalah kembali kepda Allah dan rasul-Nya (al-quran dan Hadits).    
Dan kemudian dalam ayat lain allah berfirman :
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِماَ اَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعضِ ماَ اَنْزَلَ اللهُ اِلَيْكَ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ اَنْ يُصِبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَاِنَّ كَثِيْراً مِنَ النّاَسِ لَفاَسِقُوْنَ.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut hukum yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian syariat yang telah diturunkan Allah kepadamu, jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki untuk menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka, dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik”[8].    
Ayat di atas mengandung perintah tegas terhadap hamba-hamba Allah SWT. untuk berhukum dengan hukum yang telah diturunkan oleh Allah SWT.  dan mengamalkan syariat yang telah digariskan -Nya, sekaligus meninggalkan hawa nafsu dan ambisi mayoritas manusia yang dapat memalingkan diri kita dari upaya berhukum kepada hukum Allah SWT.
Seorang mukmin yang mau memerhatikan ayat-ayat di atas dan bertafakkur dengan saksama, dia akan mengetahui bahwasanya Allah SWT. menekankan kewajiban berhukum kepada syariat -Nya dengan beberapa bentuk penekanan. Di antaranya pada kalimat perintah pada ayat:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut hukum yang diturunkan oleh Allah.” (al-Maidah: 49)[9].
Ini merupakan perintah dari Allah SWT untuk mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah SWt. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi perintah untuk berhukum kepada hukum yang diturunkan oleh Allah SWT antar lain :
اِتَّبِعُوا مَا اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهِ اَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُوْنَ.
“Ikutilah syariat yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Sungguh sangat sedikit kalian mengambil pelajaran (darinya).” (QS. Al-Araf : 3)

Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Imam Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya, janganlah kalian keluar meninggalkan hukum-hukum yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menuju sumber hukum yang lain. Dengan begitu, kalian telah keluar dari hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada hukum selainnya.”[10]

Dari bebrapa ayat di atas yang menjelaskan bahwa Allah memrintahkan pada hambanya untuk mengikuti aturan atau hukum yang telah di tetapkan-Nya melalui al-quran ini menandakan bahwa kedudukan al-quran dalam islam merupakan sumber utama dan sekaligus pedoman bagi sumber hukum lainnya.

C.    Kandungan Hukum Dalam Al-quran
Para ulama mengelompokan hukum yang terdapat dalam al-quran ke dalam tiga bagian antara lain sebagai berikut :
a)      Akidah atau Keimanan
Merupakan keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang ghaib yang terangkum dalam rukun Iman.
b)      Syariah atau Ibadah
Hukum ini mengatur tentang tatacara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan sang Khaliq yaitu Allah, yang disebut dengan ibadah mahdah maupun yang berhubungan dengan sesame makhluknya yang disebut dengan ibadah ghairu mahdah.
1.      Hukum Ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran islam. Hukum ini mengandung perintah untuk mengerjakan shalat, haji, zakat, puasa dan lain sebagainya.
2.      Hukum Muamalah
Hukum ini mengatur interaksi antara manusia seperti hukum tentang tata cara jula-beli, hukum pidana, hukum perdata, hukum waris, pernikahan, politik dan lain sebagainya.        
c)      Akhlak atau Budi Pekerti
makhluk-Nya maupun manusia sesamanya. Hukum ini tercermin dalam konsep perbuatan manusia yang tampak, mulai dari gerakan mulut, tangan dan kaki serta lain sebagainya[11].
BAB III 
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Al-quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Melalui perantara malaikat Jibril, bagi yang membacanya maka akan mendapat pahala dari setiap huruf yang ia baca.
2.      Al-quran merupakan petunjuk dari Allah SWT. Bagi umat yang beriman kepadanya untuk pedoman umat-Nya di dalam mengarungi samudra kehidupan dunia.
3.      Al-quran merupakan sumber hukum utama dalam hukum islam.
4.      Al-quran merupakan sumber pedoman bagi setiap sumber hukum islam lainnya.
   
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiani, Siska Lis. 2018. Perbandingan Sumber Hukum Islam. Bandung : Tahkim, Jurnal
Peradaban dan Hukum Islam. Vol.1 No.1.
Kementerian Agama. 2014. Qur’an – Hadis.  Jakarta : Kementerian Agama .
Baabdu, Luqman. 2013. Islam adalah Agama dan Sumber Hukum yang Sempurna. (Islam
House.Com)
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. “Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti” Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sumber :
https://greatedu.co.id


[1] Siska Lis Sulistiani, Perbandingan Sumber Hukum Islam, (Bandung : TAHKIM, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol.1 No.1, Maret, 2018), h. 103
[2] Ibid, h. 104.
[3] Kementerian Agama, Qur’an – Hadis, (Jakarta : Kementerian Agama 2014) h. 5.
[4] Ibid.
[5] Ibid, h. 6
[6] Ibid. h. 8
[7] QS. An-NIsa : 59
[8] Qs. Al-Maidah : 49
[9] Luqman Baabdu, Islam adalah Agama dan Sumber Hukum yang Sempurna, (Islam House.Com  ,2013) h. 15
[10] Ibdi, h. 16 Al-quran menuntut bagaimana seharusnya manusia berakhlak atau berprilaku, baik berakhlak kepada Allah, kepada
[11] Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” (Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017) h. 47-51. Sumber : https://greatedu.co.id

No comments:

Post a Comment