MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam menentukan atau menetapkan
hukum-hukum ajaran Islam para mujtahid telah berpegang teguh kepada
sumber-sumber ajaran Islam. Sumber pokok ajaran Islam adalah Al-Qur’an yang
memberi sinar pembentukan hukum Islam sampai akhir zaman. Disamping itu terdapat
as-Sunnah sebagai penjelas Al-Qur’an terhadap hal-hal yang masih bersifat umum.
Selain itu para mujtahidpun menggunakan Ijma’, Qiyas. Sebagai salah satu acuan
dalam menentukan atau menetapkan suatu hukum.
Namun disini yang perlu ditekankan bahwa dari
bebrapa sumber hokum islam yang diketahui ada dua sumber hukum yang sangat di
akui di kalangan para ulama yakni al-quran dan hadits. Yang menjadi
permasalahannya adalah mana sumber utama yang menjadi rujukan sumber hukum
lainnya? Maka penulis akan memaparkan beberapa penjelasan lebih lanjut tentang
sumber hukum yang utama dalam islam yakni al-quran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu yang
dimaksud dengan sumber hukum islam?
2.
Bagaimana
kedudukan al-quran dalam hukum islam?
3.
Apa saja hokum
yang terkandung dalam al-quran?
C.
Tujuan
1. untuk
mengetahui sumber hukum islam
2. Untuk mengetahui kedudukan al-quran dalam
hukum islam
3. Unuk memahami hukum-hukum yang terkandung
dalam al-quran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Sumber Hukum Islam
Secara etimologi (bahasa) sumber berarti
asal dari segala sesuatu atau tempat merujuk sesuatu. Sedangkan Hukum dalam
bahasa Indonesia menurut Amir Syarifuddin adalah seperangkat peraturan tentang
tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang
yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh
anggotanya. Bila kata ‘hukum’ menurut definisi di atas dihubungkan kepada
‘Islam’ atau ‘syara’, maka ‘hukum Islam’ akan berarti: “ seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tetang tingkah laku manusia mukalaf
yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam[1].
Namun hukum dalam pengertian hokum menurut ulama
Ushul Fiqh adalah khitob (doktrin) syar’i yang berhubungan dengan
perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan atau ketetapan.
Adapun secara terminologi ( istilah ) dalam
ilmu ushul, sumber diartikan sebagai rujukan yang pokok atau utama dalam
menetapkan hukum Islam, yaitu berupa Alquran dan Al-Sunnah. Sumber hukum Islam
disebut juga dengan istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar
hukum Islam. Sebab kata ‘sumber’ dalam
hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz مصدر - مصادر
, lafadz tersebut terdapat dalam sebagian literatur kontemporer sebagai ganti
dari sebutan dalil ( الدليل )
atau lengkapnya “adillah syar’iyyah” ( الأدلة الشرعية
) . Sedangkan dalam literatur klasik, biasanya yang digunakan adalah kata dalil
atau adillah syar’iyyah, dan tidak pernah kata “mashadir al-ahkam
al-syar’iyyah” ( مصادر الأحكام الشرعية
) . Mereka yang menggunakan kata mashadir sebagai ganti al-adillah
beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki arti yang sama[2].
B.
Kedudukan
Al-quran dalam Hukum Islam
Sebelum
membahas lebih lanjut tentang kedudukan al-quran dalam hukum islam, disini akan
penulis jelaskan terlebih dahulu mengenai definisi al-quran. Ada bebrapa definisi
al-quran menurut para ulama antara lain sebagai berikut :
1. Menurut al-Lihyany (w. 215 H) dan segolongan
ulama lain
Berpendapat bahwa Kata Qur’an
adalah bentuk mashdar dari kata
kerja (fi’il), قَرَاءَartinya membaca dengan perubahan bentuk kata/tashrif (قراء – يقراء – قرانا( artinya bacaan yang bermakna isim marfu’ artinya
yang dibaca. Karena al-Qur’an itu dibaca maka dinamailah al-Qur’an. Kata
tersebut selanjutnya digunakan untuk kitab suci yang diturunkan Allah Swt.
kepada Nabi Muhammad saw. Pendapat ini berdasarkan rman Allah Swt.
sebagaimana yang termaksud dalam QS. al-Qiyamah ayat 17-18[3].
اِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَ قُرْاءَنَهُ {18} فَاِذَا قَرَاءْناَهُ فاَتَّبِعْ
قُرْاءَنَهُ {19}
“Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (di
dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.”
2. Menurut
Al-Asy’ari (w. 324 H) dan beberapa golongan lain
Kata Qur’an berasal dari lafaz {قَرَنَ} yang berarti menggabungkan sesuatu dengan yang
lain. Kemudian kata tersebut dijadikan sebagai nama Kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi-Nya, mengingat bahwa surat-suratnya, ayat-ayatnya dan huruf-hurufnya
beriring-iringan dan yang satu digabungkan kepada yang lain.
3.
Menurut
Al-Farra’ (w. 207 H)
Kata al-Qur’an berasal dari lafad قَرَاءِنٌ merupakan bentuk
jama’ dari kata قَرِيْنَةٌyang
berarti petunjuk atau indikator, mengingat bahwa ayat-ayat al-Qur’an satu sama
lain saling membenarkan. Dan kemudian dijadikan nama bagi Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw[4].
Ditinjau
dari pengertian secara terminologi, para ulama’ juga berbeda-beda pendapat
dalam mendevinisikan
al-Qur’an. Perbedaan itu terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang
dan perbedaan dalam menyebutkan unsur-unsur, sifat-sifat atau aspek-aspek yang
terkandung di dalam al-Qur’an itu sendiri yang memang sangat luas dan
komprehensif. Semakin banyak unsur dan sifat dalam mendevinisikan al-Qur’an, maka semakin
panjang redaksinya. Namun demikian, perbedaan tersebut bukanlah sesuatu yang
bersifat prinsipil, justru perbedaan pendapat tersebut bisa saling melengkapi
satu sama lain, sehingga jika pendapat-pendapat itu digabungkan, maka pemahaman
terhadap pengertian al-Qur’an akan lebih luas[5].
Bebrapa
ulama yang mendefinisikan al-quran secara terminology (istilah) antara lain
sebagai berikut :
1. Syeikh Muhammad Khudari Beik
Dalam kitab Tarikh at-Tasyri’
al-Islam, Syeikh Muhammad Khudari Beik mengemukakan devinisi al-Qur’an sebagai berikut :
الْقُرْاَنُ
هُوَ الْلَّفْظُ الْعَرَبِيُ الْمُنَزَّلُ عَليَ مُحَمَّدٍ ص.م. لِلتَّدبُّرِ
وَالتَّذَكُرِ الْمَنْقُوْلُ مُتَوَتِراً وَهُوَ ماَ دَفَّتَيْنِ الْمَبْدُوْءُ
بِسُورَةِ الْفَاتِحَةِ وَ الْمَخْتُوْمُ بِسُوْرَةِ الناَّسِ
Artinya:
“Al-Qur’an ialah lafaz (firman Allah Swt.) yang
berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad saw., untuk dipahami isinya dan
selalu diingat, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam
mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.”
2. Subkhi Shalih
Beliau mendefinisikan al-quran sebagai berikut :
الْقُرْاءَنُ هُوَ الْكِتَابُ الْمُعْجِزُ الْمُنَزَّلُ
علىَ النَّبيِّ مُحَمَدٍ ص.م. الْمَكْتُوبُ فى الْمَصَاحِفِ الْمَنْقوْلُ عَلَيْهِ
بِتَوَاتُرِ الْمُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ
Artinya:
“Al-Qur’an adalah kitab (Allah Swt.) yang mengandung
mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yang ditulis dalam
mushaf-mushaf, yang disampaikan secara mutawatir, dan bernilai ibadah
membacanya.”
3. Syeikh Muhammad Abduh
Sedangkan menurut beliau pengertian alquran adalah
sebagai berikut :
الْكِتَبُ هُوَ الْقُرْاءَنُ الْمَكْتُوبُ فى
الْمَصَاحِفِ الْمَحْفُظُ فيِ صُدُرِ مَنْ عَنىَ بِحِفْظِهِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya:
“Kitab (al-Qur’an) adalah bacaan yang tertulis dalam
mushaf-mushaf, yang terpelihara di dalam dada orang yang menjaga(nya) dengan
menghafalnya (yakni) orang-orang Islam.”
Ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan beberapa
unsur dalam pengertian al-Qur’an sebagai berikut :
a. Al-Qur’an adalah firman atau Kalam Allah Swt.
b. Al-Qur’an terdiri dari lafal
berbahasa Arab
c. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw.
d. Al-Qur’an merupakan kitab Allah
Swt. yang mengandung mu’jizat bagi Nabi Muhammad saw. yang diturunkan dengan
perantara Malaikat Jibril.
e. Al-Qur’an disampaikan
dengan cara mutawatir (berkesinambungan).
f. Al-Qur’an merupakan bacaan
mulia dan membacanya merupakan ibadah.
g. Al-Qur’an ditulis dalam
mushaf-mushaf, yang diawali dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah
an-Nas
h. Al-Qur’an senantiasa terjaga/terpelihara
kemurniannya dengan adanya sebagian orang Islam yang menjaganya dengan
menghafal al-Qur’an[6].
Membicarakan
pengkatagorian untuk sumber hukum Islam, maka akan banyak spekulasi pambagian.
Ada yang mengatakan empat (Alquran,Hadis, Ijmak dan qiyas), ada pula yang
mengatakan hanya tiga (tanpa mengikutkan qiyas). Namun yang pasti dan diakui
untuk semua kalangan adalah dua yakni Alquran dan Hadis. Sedangkan untuk dua
lainnya, masih menjadi perdebatan dan memerlukan kajian yang lebih dalam.
Namun
disini yang akan dibahas adalah salah satu sumber hukum islam yakni al-quran. Al-quran
merupakan sumber hukum islam yang paling utama sebab kedudukannya sangat tinggi
sehingga semua persoalan pertma kali harus merujuk kepada al-quran dan
berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT.
ياَاَيُهاَ
الذِّيْنَ اَمَنوْا اَطِعُوا اللهَ وَاَطِعُوا الرَّسوْلَ وَاُولىِ الاَمْرِ
مِنْكُمْ فَاءِنْ تَنَازَعْتُمْ فيِ شَيْءٍ فَرُدُّوهُ الىَ اللهِ
وَالرَّسُوْلِ
اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ باِللهِ وَاليَوْمِ الْاَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَاَحْسَنُ
تَأوِيْلاً.
“Hai orang-oarng yang beriman taatilah Allah dan
taatilah rasul (Nya), dan ulil amri di antara kam. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu maka kembalilah ia kepada Allah (al-quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”[7].
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap
persoalan yang ada pada umat manusia terutama umat yang beriman kepada Allah
SWT. Maka untuk menjawab atau memecahkan persoalan tersebut haruslah pertama
kali merujuk kepada Allah (Al-quran) sebagai pedoman utama yang diguanakan
dalam persoalan-persoalan kehidupan
manusia. Jika pun dalam al-quran tidak ada jawaban nya secara langsung maka
berpedomanlah kepada sunnah (Hadits). Dan setelah itu jika pun tidak ada
jawaban secara langsung di dalam keduanya (al-quran dan hadits) maka ikutilah
aturan-aturan yang sudah di tetapkan oleh para pemimpin yang dapat di percaya.
Namun sering kali adanya perbedaan atau perselisihan
di antara sesame maka jalan terbaik untuk menyelesaikannya adalah kembali kepda
Allah dan rasul-Nya (al-quran dan Hadits).
Dan kemudian dalam ayat lain allah berfirman :
وَاَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِماَ اَنْزَلَ
اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ اَهْوَاَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ اَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعضِ ماَ
اَنْزَلَ اللهُ اِلَيْكَ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ اَنَّمَا يُرِيْدُ اللهُ
اَنْ يُصِبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَاِنَّ كَثِيْراً مِنَ النّاَسِ
لَفاَسِقُوْنَ.
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut hukum
yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka, dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian syariat yang telah diturunkan Allah kepadamu, jika mereka berpaling
(dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah menghendaki untuk menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian
dosa-dosa mereka, dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik”[8].
Ayat di atas mengandung perintah tegas terhadap
hamba-hamba Allah SWT. untuk berhukum dengan hukum yang telah diturunkan oleh
Allah SWT. dan mengamalkan syariat yang
telah digariskan -Nya, sekaligus meninggalkan hawa nafsu dan ambisi mayoritas manusia
yang dapat memalingkan diri kita dari upaya berhukum kepada hukum Allah SWT.
Seorang mukmin yang mau memerhatikan ayat-ayat di atas
dan bertafakkur dengan saksama, dia akan mengetahui bahwasanya Allah SWT. menekankan
kewajiban berhukum kepada syariat -Nya dengan beberapa bentuk penekanan. Di
antaranya pada kalimat perintah pada ayat:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut hukum
yang diturunkan oleh Allah.” (al-Maidah: 49)[9].
Ini merupakan perintah dari Allah SWT untuk mengikuti
aturan yang telah ditetapkan Allah SWt. Ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi
perintah untuk berhukum kepada hukum yang diturunkan oleh Allah SWT antar lain
:
اِتَّبِعُوا مَا اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِنْ
رَبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهِ اَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَّا
تَذَكَّرُوْنَ.
“Ikutilah syariat yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan
janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Sungguh sangat sedikit
kalian mengambil pelajaran (darinya).” (QS. Al-Araf : 3)
Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Imam Ibnu Katsir
berkata, “Maksudnya, janganlah kalian keluar meninggalkan hukum-hukum yang
dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menuju sumber hukum yang
lain. Dengan begitu, kalian telah keluar dari hukum Allah Shubhanahu wa ta’alla
kepada hukum selainnya.”[10]
Dari
bebrapa ayat di atas yang menjelaskan bahwa Allah memrintahkan pada hambanya
untuk mengikuti aturan atau hukum yang telah di tetapkan-Nya melalui al-quran
ini menandakan bahwa kedudukan al-quran dalam islam merupakan sumber utama dan
sekaligus pedoman bagi sumber hukum lainnya.
C. Kandungan
Hukum Dalam Al-quran
Para ulama mengelompokan hukum yang terdapat dalam
al-quran ke dalam tiga bagian antara lain sebagai berikut :
a) Akidah
atau Keimanan
Merupakan keyakinan yang
tertancap kuat di dalam hati. Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal
yang ghaib yang terangkum dalam rukun Iman.
b) Syariah
atau Ibadah
Hukum ini mengatur tentang
tatacara ibadah baik yang berhubungan langsung dengan sang Khaliq yaitu
Allah, yang disebut dengan ibadah mahdah maupun yang berhubungan dengan
sesame makhluknya yang disebut dengan ibadah ghairu mahdah.
1. Hukum
Ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana
seharusnya melaksanakan ibadah yang sesuai dengan ajaran islam. Hukum ini
mengandung perintah untuk mengerjakan shalat, haji, zakat, puasa dan lain
sebagainya.
2. Hukum
Muamalah
Hukum ini mengatur interaksi
antara manusia seperti hukum tentang tata cara jula-beli, hukum pidana, hukum
perdata, hukum waris, pernikahan, politik dan lain sebagainya.
c) Akhlak
atau Budi Pekerti
makhluk-Nya
maupun manusia sesamanya. Hukum ini tercermin dalam konsep perbuatan manusia
yang tampak, mulai dari gerakan mulut, tangan dan kaki serta lain sebagainya[11].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Al-quran
merupakan kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Melalui
perantara malaikat Jibril, bagi yang membacanya maka akan mendapat pahala dari
setiap huruf yang ia baca.
2. Al-quran
merupakan petunjuk dari Allah SWT. Bagi umat yang beriman kepadanya untuk
pedoman umat-Nya di dalam mengarungi samudra kehidupan dunia.
3. Al-quran
merupakan sumber hukum utama dalam hukum islam.
4. Al-quran
merupakan sumber pedoman bagi setiap sumber hukum islam lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiani, Siska Lis. 2018. Perbandingan Sumber
Hukum Islam. Bandung : Tahkim, Jurnal
Peradaban
dan Hukum Islam. Vol.1 No.1.
Kementerian Agama. 2014. Qur’an – Hadis. Jakarta : Kementerian Agama .
Baabdu, Luqman. 2013. Islam adalah Agama dan Sumber
Hukum yang Sempurna. (Islam
House.Com)
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. “Pendidikan
Agama Islam dan Budi
Pekerti” Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sumber
:
https://greatedu.co.id
[1] Siska Lis Sulistiani, Perbandingan
Sumber Hukum Islam, (Bandung : TAHKIM, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam.
Vol.1 No.1, Maret, 2018), h. 103
[10] Ibdi, h. 16 Al-quran menuntut bagaimana seharusnya manusia
berakhlak atau berprilaku, baik berakhlak kepada Allah, kepada
[11] Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, “Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti” (Jakarta :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017) h. 47-51. Sumber : https://greatedu.co.id
No comments:
Post a Comment