MAKALAH SEJARAH ISLAM " RIWAYAT HIDUP DAN KARYA-KARYA SEJARAWAN ISLAM"
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Pada masa
sekarang ini dalam dunia sejarah islam, adalah
masa dimana sejarah islam dapat kita pelajari dengan mudahnya, referensi
dalam bentuk buku maupun dalam bentuk artikel sangat mudah kita dapatkan. Semua
ini tidak lepas dari jasa para sejarawan muslim yang menghafal, menulis sampai
membukukan kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi di sekitar mereka, dari
masa klasik sampai pada masa dimana sejarah islam pada masa puncaknya di abad
pertengahan, yaitu masa kekhalifahan dinasti abassiyah.
Para
sejarawan muslim mempunyai metode ataupun cara yang bereda-beda dalam menulis
sejarah islam. Hal ini membuat beragamnya teori-teori sejarah yang mereka
hasilkan. Seperti al-mas’udi yang dalam penulisan sejarahnya menggunakan metode
tematik, sehingga sejarah yang dihasilkannya berurutan berdasarkan tahun
kejadian. Berbeda dengan penulisan sejarah yang tidak menggunakan metode
tamatik, maka sejarah yang dihasilkannyapun tidak berurutan berdasarkan
tahun-tahun kejadian.
Dalam makalah
ini akan dibahas sejarawan muslim pada abad 3-5 H. Meliputi riwayat hidup dan
karya-karyanya, serta latarbelakang kehidupan dari para sejarawan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Baladzuri
Namanya
adalah Yahya bin jabir Al-Baladzuri, Al-Baladzuri hidup pada abad ke-3 H/9 M.
Ia berasal dari keturunan Persia di man nenek moyangnya termasuk salah seorang
sekretaris Ibnu-I –Khasib di Mesir. Al-Baladzuri lahir di Baghdad, ibukota
Dinasti Abbasiyah, lalu menimba ilmu pengetahuan di Irak, Damaskus dan Humash
(kota di Syiriah-penej). Ia sahabat dekat Khalifah Al-Mutawakkil ‘Alallah
Al-Abbasi, Khalifah Al-Muta’in Billah, dan sempat mendidik Khalifah Al-Mu’taz
wafat pada tahun 279 H/892 M setelah terserang radang otak akibat memakan buah baladzur sehingga di juluki
Al-Baladzuri.ia adalah sejarawan persian yang hidup di baghdad sezaman dengan
ibnu sa’ad.[1]
Penulis
futuh Al-Buldan yang di beri
pengantar dan diedit De. Geoje (Brill, Leiden: 1866 M) sekitar 536 halaman,
termasuk lembar judul tambahan berbahasa Latin Liber Expugnationem Regionem. Karya ini telah di cetak beberapa
kali di Mesir, Suriah, dan Irak. Karya Al-Baladzuri yang masih dapat ditemukan
hanya dua buah. Masing-masing adalah Kitab
Ansab Al-Asyraf yang berisi
genealogi Al-Asyraf (para punguasa keturunan Nabi SAW). sesuai
kedekatan mereka dengan Nabi SAW. dan Futuh
Al-buldan. Sebenarnya, karya terakhir ini hanya berupa ringkasan dari
sebuah karya komprehensif dalam tema serupa. Sitematikannya dimulai dari
paparan peperangan nabi SAW. dengan kaum yahudi dan peperangan beliau melawan
penduduk mekkahsertaThalif. Dilanjutkan dengan sejarah gerakan kemutadan di
masa Abu Bakar, penaklukan Syam, Irak, mesir, Armenia, Maroko, serta wilayah
persia. Uraian tersebut diselingi observasi yang sangat penting mengenai
sejarah peradaban dan kondisi sosial seperti tentang tugas-tugas lembaga pemerintah,
dokumen-dokumen peperana dengan Byzantium, masalah-masalah perpajakan,
penggunaan stempel, mata uang, dan sejarah perkembanan tulisan Arab. Karya ini
di anggap sebagai sumber paling penting ihwal sejarah penaklukan-penaklukan
Islam.[2]
Al-Baladzuri
di akui oleh banyak pihak sebagai figur yang berintegritas dan kritis. Ia belum
puas jika sekedar mendengar riwayat-riwayat sekali pun dari ulama paling
otoritatif di Baghdad. Untuk itu ia sengaja melakukan berbagai pejalanan untuk
meneliti fakta. Selain itu, ia dikenal cermat dan kritis dalam mengklarifikasi
riwayat-riwayat yang dihimpunnya.
B. Sawirus
Bin Al Muqaffa
Sawarus
bin Al muqaffa, penulis siyar Al-Aba
Al-Bathariakah atau sejarah kehidupan para pendeta geraja kristen mesir
yang telah dipublikasiakan oleh Eventts paris
(1907, 1910, 1915 M) pada kompilasi patralogia
orienta Aus I-V-X. Sawirus adalah seorang uskup bagi penduduk Asymuniyin,
wilayah antara kota Al-mian dan Asyuth Mesir di masa Khalifah Dinasti Fatimiyah
Al-Mu’iz Lidinillah (abad ke-10 M).ia menekuni dunia tulis menulis karena
menguasai bahasa Arab dengan baik. Karya-karyanya mengenai teologi kristen
Ortodoks terbilang cukup banyak dan salah satunya Al-Aba Al-Bathariakah. Karya tersebut di susun berdasarkan
data-data yang diambil dari berbagai peninggalan dan dokumen berbahasa Qibthi,
Yunani, hingga Arab. Dalam hal ini, ia meminta bantuan para uskup yang
menguasai bahasa Qibthi dan yunani untuk
memahami sumber-sumber tersebut. Karya ini diselesaikan para penulis dan uskup
penulisnya. Eventts mempublikasikan
karya sawirus berikut terjemahannya dalam bahasa inggris ditambah berbagai
catatan kaki dan komentar.[3]
Jelasnya,
karya ini berisi biografi para pemuka kristen di Mesir semenjak kemunculan
agama kristen sampai masa khalifah Al-amir biahkmillah tahun 496 H. Fakta-fakta
sejarah pada karya ini masih bercampur dengan kisah-kisah; mistik-mistik; dan
mukjizat-mikjizat. Urgensi historis karya ini karena merekam fakta-fakta
mengrenai para penguasa dan penjabat muslim yan berkuasa di mesir hingga era
Dinasti Fathimiyyah. Kemudian relasi para pemuka kristen dengan mereka,
penganut Kristen di Nubah, Habasyah, Afrika Utara, dan Syam. Sawirus juga
mencatat relasi kaum muslim dan kristen di mesir, reformasi di gereja-geraja di
Mesir, masalah toleransi beragama, sistem-sistem keuangan dan perekonomian,
sistem sosial dan hukum masyarakat
kristen Qibthi, konvers warga kristen ke islam, serta peristiwa-peristiwa
keagamaan di masa khalifah Al-Mu’iz Lidinillah Al-fathimi.
Sawirus
juga merekam sejarah kota Iskandariah dan peran strateginya dalam masa
perdagangan itu. Secara spesifik karya ini sangat penting karena merekam sikap
masyarakat kristen mesir terhadap perang salib yang mereka anggap sebagai
invansi terhadap dunia timur. Komunitas dokumentasi Qibthi telah
mempublikasikan bagian dari karya sawirus yang belum di terbitkan oleh Eventts.
Karena itu muncul juz I dari jilid kedua (1943 M), juz II (1948 M), dan juz III
(1959 M). Kemudian dipublikasikan pula terjemahan inggris dari setiap juz.
C. Al-Ya’kubi
Dalam
biografi ini kita akan mengkaji sebuah simpanan dari khazanah tradisi kita,
yaitu buku Al-buldan, karya
monumental pengembara Arab kenamaan Al-Ya’kubi. Sekali lagi Al-Buldan dan bukan Mu’jam Al-Buldan karya Yakut Al-Hamwi. kita akan berusaha
semaksimal mungkin menelusuri perjalan karya ini dan menggali segi-segi
kepribadian berikut pemikiran penulisnya. Tokoh kita ini adalah Al-ya’kubi
sekaligus karya par-excel-lent-nya Al-buldan,
salah satu mutiara dari khazanah tradisi tersebut. Ya, dialah Al-ya’kubi atau
lengkapnya Ahmad bin Wadhih Al-ya’kubi, yang menurut pendapat mayoritas ulama
wafat tahun 284 H. Namun karya di atas telah dipublikasikan tanpa melalui
penyutingan secara ilmiah dan seksama sesuai metodologi ilmiah penyutingan
sebuah naskah.[4]
Naskah ini
pernah dipublikasikan dua kali. Pertama,
di Leiden (1861 M) di bawah supervisi orentialis jubnol dan edisi yang sama
diterbitkan kembali oleh orieantalis De Goeje di sejumlah perpustakaan geografi
sebanyak 8 jilid. Kedua, di
Heyderabad dan sempat di cetak ulang sebanyak tiga kali. Namun naskah yang kita
dapatkan adalah edisi ketiga yang berkualitas rendah terbitan tahun 1377 H/1957
M.
Kembali
lagi, penulis kita kali ini ialah Ahmad bin Abi Ya’kub Ishak bin Ja’far
binWahab bin Wadhih. Seorang penulis asal Ish-fahan, sejarawan, dan muhaddits. Konon, Al-Ya’kubi adalah
sahaya Bani Abbas sekaligus peneliti masalah geografi, kesejarahan, dan
sejarah-sejarah negara. Ia telah melakukan riset selama perjalanan nya ke
berbagai belahan dunia. Ia pernah ke persia (Iran) dan menetap cuup lama di
wilayah asia dan lautan kecil,balkan,
Qazwain pada tahun 260 H. Kemudian mengunjungi semenanjung India (Afrika
Selatan), Semenanjung Arab dari Syam, Palestina, Al-khalil, Al-Quds, Yordania,
Suriah, dan Libanon. Selanjutnya ke wilayah Libia, Aljazair, Maroko, dan
Tunisia melalui Mesir. Ia membenamamkan diri dalam penelitian geografi sehingga
selalu mewawancarai para penduduk suatu daerah mengenai mereka sendiri, daerah
itu, adat-istiadat, tradisi, tokoh-tokoh, agama-agama, makanan, minuman,
pemerintahan, dan jarak antara wilayah mereka dengan wilayah sekitarnya.
Setelah meyakini validitasi data-data itu maka ia segera mencatatnya.
Al-Ya’kubi
juga mencatat sejarah penaklukkan berbagai wilayah (Islam atau non-Islam),
cara-cara penaklukan, para khalifah, penguasa, ulama, dan panglima perang yang
membuka atau menaklukkannya. Ia juga membicarakan soal sumber daya ekonomi, income, dan alokasinya. Data besar
maupun kecil tetap dicatat dalam Al-buldan.
Berdasarkan
fakta di atas, kita yakin bahwa karya Al-Ya’kubi merupakan sumber data georafis
paling awal serta paling otoritatif karena isinya berasal dari kerja keras dan
pencapaian yang melampaui masanya. Karaya ini memuat concern dan rehabilitas ilmiahyang sangat diperhatikan oleh
masyarakat modern. Ia sarat analisis, ketelitian, dan integrasi yang
menunjukkan kesungguhan dan perhatian penulisnya terhadap ilmu pengetahuan.
Popularitas
Al-Ya’kubi memuncak pada abad ke 3 H karena ia masih hidup hingga tahun 292 H.
Kebiasaan Al-Ya’kubi berkontemplasi dari realitas saat ini menuju realitas masa
lalu mengigat kita pada gaya Al-Falasy
Bek, tokoh sastra Arab kontemporer. Hal ini membawanya ke dunia
imajinasi sehingga saat tidur malam ia sepert mendengar sura yang menyatakan:
“segala kekusaan, kekayaan, dan perhiasan Bani Thulun kini telah sirna dan
menjadi masa lalu”. Al-ya’kubi mempuitisikan Bani Thulum dan kerajaan mereka
yang berumur panjang. Kepiawaian dan keindahan kata-katanya dalam melukiskan
Bani Thulum berikut kebesaran kerajaan; istana; dan taman-taman mereka
membukyikan bahwa ia adalah penyair bercitra rasa seni tinggi. Sengaja kami
singgung Al-Ya’kubi sebagai sosok seorang penyair agar mereka yang berminat
dapat menghimpun syair-syair yang tersebar dalam berbagai karyanya dan
sumber-smber lainnya. Dengan demikian, kami tidak hanya menyodorkan sosok
Al-Ya’kubi sebagai ilmuwan, sejarawan, dan pakar geografi, tetapi juga
sastrawan. Berdasarkan bait-bait syair di atas, Al-Ya’kubi dapat dianngap
sebagai sastrawan istana sebagaimana Ibn ‘Abdun yang menjadi sastrawan Bani
Al-Afthas di spanyol.[5]
Mengenai
karya-karya Al-Ya’kubi, Yakut Al-Hamwi menyebutkan dalam Mu’jam Al-Buldan bahwa di antara karyanya yang paling penting ialah
Tarikh Al-Kabir yang berjumlah dua
jilid (juz). Jilid pertama mengenai sejarah kuno sebagaimana biasanya sejak
masa nabi adam dan seterusnya hingga kehadiran islam.bagian ini juga mencakup
sejarah Bani Israil, Bangsa Syirian, hindu, Yunani, Romawi, Persia, Babilonia,
Mesir, Yaman, Ghassan, dan Lakhhmid di sekitar jazirah Arab.
Karya
kedua Al-Ya’kubi Al-Buldan adalah buku geografi yang metodologinya telah
dibicarakan di atas. Berikutnya ialah risalah kecil berjudul Akhbar Al-Umam As-Salifah dan risalah
kecil lainnya berjudul Musykilah An-Nas
Lizamanihim yang dapat dikatakan sebagai refleksi dan komentar singkat
penulisnya tentang manusia dan kehidupan. Demikian empat karya yang disebutkan
Yakut Al-Hamwi.
D. Al-Kindi
Yang
pasti, nama Al-Kindi ini bukanlah nama seorang filsuf kenamaan. Nama sebenarnya
adalah Abu Umar Muhamad bin Yusuf Al-Kindi Al-Mishri, penulis Kitab Al-Wulat wa Al-Qudhat, yang telah
disunting oleh R. Guest dan dipublikasikan di beirut (1908M). Al-Kindi adalah seorang sejarawan Muslim
Mesir. Lahir tahun 283H/897 M. di Mesir dari klan kindah yang bermigrasi
kemesir pada masa penaklukan Amru bin ‘Ash. Ia menetap di fusthat hingga akhir
hayatnya ditahu 350 H/961 M. Meskipun banyak menggeluti bidang hadis, tetapi ia
memiliki minat yang besar terhadap sejarah Mesir dan berbagai peninggalannya.[6]
Diantara
karyanya paling populer ialah mengenai
sejarah para penguasa dan qadhi di Mesir. Bagian awal Kitab Al-wulat Al-Qudhat
mencatat biografi para penguasa Mesir dan panglima perang. Catatan ini
diselingi dengan uraian mengenai kondisi domestik maupun internasional Mesir.
Ia menulis sejarah Mesir hingga wafatnya
Al-Ikhsyid tahun 335 H/946 M. Al-Kindi menambahi catatan biografi para
penguasa dengan catatan qodhi Mesir sampai kepimpinan qodhi Bakar tahun 246
H/861 M. Ahmad bin Abdurrahman bin Barad menambahi catatan karya ini hingga
sejarah tahun 366 H/977 M. Lalu dilanjutkan oleh penulis anonim hingga catatan
tahun 347-424 H/959-1033 M.
Ditilik
dari sejarah peradilan, karya ini terbilang sangat penting karena memcatat
berbagai keputusan penting yang ditetapkan para qadhi. Pada tahun 1908 M. R. Gottheil mempublikasikan karya ini dibawah
judul The History of Egypetian Qadhis.
Selain memerbikan Al-Kindi, publkasi R. Gottheil juga mencantumkan suplemen
yang diambil dari karya Ibn Hajar Al- Asqalani Raf’u’ Al-Ishr’an Qudhat
Al-Mishr.
E. Miskawaih
Ia adalah
Ali Ahmad bin Muhamad Miskawaih, Ia lahir pada tahun 320 H/932 M di Rayy dan
meninggal di Istafhan pada tanggal 9 Shafar tahun 412 H/16 Februari 1030 M,
Ibnu Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah (320-450
H/932-1062 M) yang besar pemukanya bermazhab Syi’ah.[7]
Penulis Tajarub Al-Umam wa Ta’Aqub
Al-Himam, yang dipublikasikan sebanyak tiga juz di Kairo (1915-1916 M). Juz
terakhir karya ini tampaknya suplemen dari tajarup Al-Umam karya Abu Syuja’
ditambah tulisan Hilal As-Shani mengenai sejerah islam hingga tahun 393 H.
Nenek moyang miskawaih adalah penganut agama masuji sebelum memeluk islam.
Perjalanan hidupnya kurang banyak diketahui. Informasi yang tersedia hanya
menyebutkan ia adalah penjaga buku-buku
koleksi wazir Al-Muhallabi. Kemudian bekerja Ad-Daulah dan Shamsham Ad-Daulah
dari dinasti buwaih. Karirnya semakin cemerlang saat menjadi pejabat di
kota Ray. Miskawaih dikenal berintegrasi dan lugas dalam mengungkapkan
pikiran-pikiranya. Sejak muda ia telah mendalami ilmu filsafat, kedokteran, dan
al-kimia.[8]
Karya
monumentalnya dibidang sejarah, Tajarup
Al-Umam, mengupas masa dinasti Abbasiyyah sejak tahun 295 H termasuk
kondisi sosial politik, konflik-konflik, dan konflik Abbasiyyah dengan
wilayah-wilayah sekitarnya seperti Bysantium. Selain itu, juga mengupas sejarah
Dinasti Buwaihi dan dinilai sebagai sumber orisional mengenai sejarah islam
dimasa kritis tersebut terutama yang berkaitan dengan sejarah sistem
administrasi, moneter, dan kemiliteran. Miskawaih wafat tahun 421 H/1030 M.
Karya miskawaih ini telah diterjemahkan kebahasa inggris oleh Margholioth dan Amedroz
dengan judul The Eclipse of the Abbasid
Caliphate dan dipublikasikan pertama kali di london (1920-1921 M).[9]
F. Al-Shabi
Ia adalah
Abu-I-Hasan Al-Hilal bin Ibrahim Al-Ibrahim Al-Shabi, penulis tuhfah Al-Umara fi Tarikh Al-Wuzara dan Ma
Tabqa min Kitabah fi At-Tarikh yang disunting oleh H.F. Amedroz dan
diterbitkan dibeirut (1904 M). Ia lahir tahun 359 H. Pada mulanya menganut
agama shabi’an, lalu seperti keluarganya yang lainya ia memeluuk islam tahun
399 H. Ibunya adalah saudara perempuan sejarawan sekaligus dokter, Tsabit bin
Sinan bin Qurrah. Al-Shabi pernah menjadi sekertaris di istana Abi Ghalib
Muhamad biin Khalaf dan wafat tahun 448 H/1056 M.[10]
Selain
yang dipublikasikan Amedroz, ia tidak memiliki karya lain. Bahkan karya itu
juga hanya berupa suplemen terhadap
karya pamannya, Tsabit bin Sinah yang mencatat pristiwa-pristiwa antara tahun
360-447 H. Amedroz sendiri hanya mempubliikasikan catatan pristiwa antara tahun
389-393 H. Bagian yang diterbitkan iini
sangat penting karena berasal dari data-data yang diduga telah hilang. Meskipun
karya tersebut banyak membahas pristiiwa-pristiwa yang terjadi di Bagdad, tapi
paparannya tidak lepas dari tugasnya sebagai sekertaris lembaga korespondensi
karena mecamtumkan arsip-arsip otentik dan catatan-catatan dokumenter. Semua
data tersebut semaksimal mungkin ia sajikan secara sistematis lewat ungkapan
bahasa Arab yang lugas dan rapi.
Adapun
mengenai Tuhfah Al-Umara fi Tarikh
Al-Wuzara, sejauh pengakuan penulisnya pada bab pendahuluan, tidak lebih
dari suplemen terhadap tema serupa yang telah ditulis Al-Jahasyiari (w.331 H)
dan Al-Shuli (w. 335 H/916 M). Bagian yang dipublikasikan membahas para tokoh
dan pristiwa-pristiwa di masa Wazir penggantinya, Ibn Khaqan dan Ali bin Dawud.
Pada bagian pendahuluan disebutkan bahwa maksud buku tersebut ialah mencatat
informasi-informasi kementrian dalam uraian yang utuh. Pada tahun 1958 buku ini
diterbitkan ulang dan disunting oleh (alm) prof. AbdSattar Faraj.
G. Atsa’alabi
Berdasarkan
riwayat Ibn Bisama, Ibnu Khalikan mengatakan bahwa Al-Tsa’labi “semasa hidupnya
adalah penjaga puncak-puncak ilmu pengetahuan, penyair ulung, penulis
terkemuka, pemimpin para perang, populer, dan pujaan setiap orang. Akan tetapi
sayangnya ia kurang diperhatikan oleh para sejarawan mengenai Arab-Isalm dan
penulisan biografi.
Nama
sebenarnya adalah Abu Mansur Abdul Malik bin Muhammad bin Ismail Al-Naisaburi
Al-Tsa’alabi. Lahir sekitar tahun 350 H. Dan wafat sekitar 430 H. Nama
Al-Tsa’alabi diambil dari kata Al-Tsa’alib (pelanduk) karena ia alergi terhadap
bulu binatang itu. Konon, nama ini juga diambil karena ia saudagar kulit
binatang berbulu. Al-Tsa’labi laksana purnama kalangan sastrawan dan bintang
mereka yang cemerlang. Ia sangat concern terhadap perkembangan sastra
dan kesenian di masa hidupnya, menelaah berbagai karya kebudayaan lain yang
teah diterjemahkan ke dalam bahasa arab, menguasai seluruh isi karya yang teah
dituinya, dan menghafal ungkapan-ungkapan syair pilihan yang dikutup oleh para
periwayat. Tokoh ini menguasai aneka pemikiran dan para tokohnya dan menhghafal
ekspresi para penyair di baghdad, naisabur, damaskus, halaba, kairo, qayrawan,
qordoba, dan sevilla.bahkan ia tidak pernah melewatkan satu bukupun tanpa
membaca dan mencatat daam karyakaryanya. Dari karya-karyanya juga diperoleh data
bahwa ia dekat dengan para penguasa, dihorati dan diberiperlindungan oleh
mereka.[11]
Sebagai
seorang penyair, A-Tsa’labi adalah penyair ulung, imajinatif, kreatif mengoah
kata-kata, dan piawai mengungkap makna. Semasa hidupnya Atsa’abi meahirkan
sekitar 80 karyadibidang sastra, bahasa dan sejarah.karya-karya itu menata
aneka ilmu pengetahuan dan menggambarkan sosok para tokoh, penyair, dan penulis
masa itu.
H. Yahya bin Said Al-Antaki
Dialah
penulis Dzail A-Tarikh yang terbit di beirut (1909 M.) di termasuk
kerabat dekat Sain bin Al-Bithriq yang lahir di antiokia tahun 403 H./1012 M.
Di kota inilah ia mempelajari berbagai karya penting. Uraian karya ibn said ini
dimulai dari peristiwa hijrah Nabi SAW. hingga tahun 425 H. Karya ini
memaparkan berbagai peristiwa politik, militer dan diplomatik Dinasti
Bizantyum; Dinasti Abbasiyah; Dinasti Fatimiyah; dan hubungan antara pendeta di
iskandariyah, antiokia, dan konstantinopel. Termasuk mengenai infasi Bizantyum
ke bulgaria dan berbagai konflik internalnya. Urgensi buku ini terletak pada
keseriusan penulisannyadalam menggambarkan kondisi sosial dan reasi antara
elemen yang beraneka ragam dalam wilayah yang dikajinya.[12]
Di samping itu penulis juga beupaya menyajikan teks-teks
keputusan komunitas-komunitaskeagamaan, berbagai perjanjian dan gencatan
senjata antara berbagai negeri, dan gambaran kondisi perekonomian terutama saat
terjadi krisis ekonomi menyusul surutnya debit air sungai Nil serat korupsi
para penguasa. Al-Antaakhi juga menyajikan peristiwa-peristiwa yang terjdai
akibat perluasan wilayah perbatasan Byzantyum di masa kekuasaan keluarga
macedonia.
Karena
karya ini terbilang sangat penting, setiap sejarawan yang mengaji sejarah
Byzantium menganggapnya sebagai sumber primer terutama bagi mereka yang ingin
mencocokan data-data yang dimuat buku ini dengan data-data dengan karya-karya
sejarawan Byzantium. Kelebihan ini diketahui dengan pengetahuan penulisnya
mengenai model relasi antara para penguasa, raja-raja, dan kaisar di Timur dan
Barat masa itu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada abad ke 3-5
H lahir sejarahwan-sejarahwan yang menyumbangkan karya-karya mereka untuk islam.
Yahya bin
jabir Al-Baladzuri, hidup pada abad ke-3 H/9 M. wafat tahun 279 H/892 M.
Karyanya adalah Futuh Al-buldan.selanjutnya adalah Sawarus bin Al
muqaffa. mengenai riwayat hidupnya, tidak banyak diketahui. Ia hidup di masa
Khalifah Dinasti Fatimiyah Al-Mu’iz Lidinillah (abad ke-10 M). salah satu
karyanya Al-Aba Al-Bathariakah. Kemudian Ahmad bin Wadhih Al-ya’kubi, menurut pendapat mayoritas ulama
wafat tahun 284 H. karya monumental pengembara Arab ini adalah buku Al-buldan.
Abu Umar
Muhamad bin Yusuf Al-Kindi Al-Mishri, Lahir tahun 283H/897 M. wafat tahun 350
H/961 M. Ia adalah penulis Kitab Al-Wulat
wa Al-Qudhat. Selanjutnya adalah Ali
Ahmad bin Muhamad Miskawaih lahir tahun 320 H/932 M di Rayy dan meninggal tahun
412 H/1030 M. Ia hidup pada masa pemerintahan dinasti Buwaihiyyah. Karya
monumentalnya dibidang sejarah, Tajarup
Al-Umam.
Abu-I-Hasan
Al-Hilal bin Ibrahim Al-Ibrahim Al-Shabi. lahir tahun 359 H. dan wafat tahun
448 H/1056 M. Karyanaya yang fenomenal adalah tuhfah Al-Umara fi Tarikh Al-Wuzara dan Ma Tabqa min Kitabah fi
At-Tarikh. Kemudian Abu
Mansur Abdul Malik bin Muhammad bin Ismail Al-Naisaburi Al-Tsa’alabi. Lahir
sekitar tahun 350 H. Dan wafat sekitar 430 H. Tang terakhir adalah Yahya bin
Said Al-Antaki lahir tahun 403 H./1012
M. Dia adalah penulis Dzail A-Tarikh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ghani, Yusri Abdullah. 2004. Historiografi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Biografi-dan-karya-ibnu-miskawaih.pdf
Jafri. 1995. dari
saqifah sampai imamah: awal dan sejarah perkembangan islam syi’ah, Bandung: Pustaka Hidayah
[1]
Jafri,
dari saqifah sampai imamah: awal dan sejarah perkembangan islam syi’ah. (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1995)
[2]
Yusri
Abdullah Ghani Abdullah, Historiografi
Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 49-50
No comments:
Post a Comment