MAKALAH METODELOGI STUDI ISLAM
“Pendekatan Teologis Normatif dalam Studi Islam”
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang
sempurna.Kehadiran agama dituntut untuk terlibat aktif dalam memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Tuntutan tersebut dapat dijawab
dengan mudah oleh seorang muslim tatkala ia memahami agamanya sendiri.
Agama tidak boleh hanya menjadi
lambang kesalehan atau disampaikan ketika kotbah, melainkan secara konsepsional
menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.Agama
merupakan ujung tombak dari suatu kehidupan.
Tuntunan terhadap agama yang demikian
itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak mengunakan
pendekatan.Berbagai pendekatan meliuti pendekatan teologis normatif,
Antropoligis, sosiologi, psikologi, histori, kebudayaan, dan pendekatan
fisiologis.Mengenai pendekatan yang pertama adalah teologis normatif untuk itu
tema pokok yang kami angakat yaitu pendekatan teologis normatif.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas dapat
diketahui rumusan masalahnya yaitu:
a. Apa pengertian teologis?
b. Apa saja ciri-ciri yang melekat?
c. Apa saja kelebihan dan
kekurangan?
d.
Bagaimana pengembangan yang diharapkan?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat
diketahui tujuan penulisan masalahnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengertian
teologis
b. Untuk mengetahui ciri-ciri yang
melekat
c. Untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan
d. Untuk
mengetahui pengembangan yang diharapkan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Teologis
Secara etomologis, kata teologi diartikan ilmu agama, ilmu
tentang Tuhan berkaitan dengan sifat-sifatnya, khususnya berkaitan dengan kitab
suci.Sedangkan dalam arti istilah teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang
masalah ketuhanan, sifat-sifat wajibNya, sifat-sifat mustahilNya dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan pembuatanya.Dengan demikian teologi adalah istilah
ilmu agama yang membahas ajaran ajaran dasar dari suatu agama atau suatu
keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang yang ingin memahami seluk
beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang
diyakininya.
Adapun kata normatif berasal dari bahasa Ingris norm
yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan
buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan istilah
normatif adalah prinsip-prinsip atau pedoman pedoman yang menjadi petunjuk
manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat. Adapun yang diamaksud
pendekatan disini adalah cara pandang atau paradikma dalam suatu bidang ilmu
yang selanjutnya digunakan untuk memahami agama.
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara
harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan
kerangka ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik
dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui,
tidak bisa tidak pasti mengacu pada agama tertentu.Loyalitas terhadap kelompok
sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang
subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupaka
ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. Karena sifat dasarnya yang
pertikular, maka dengan mudah kita dapat menemukan teologi
Kristen-Katolik, teologi Kristen-Protestan dan lain sebagainya .
Jika diteliti lebih mendalam, dalam intern umat beragama tertentu
dijumpai berbagai paham atau sekte keagamaan. Menurut informasi yang diberikan The
Encyclopaedia ofAmerican Religion, di Amerika terdapat 1200 sekte keagamaan
satu diantaranya adalah sekte Davidian yang pada bulan April 1993 pemmpin sekte
bersama 80 orang pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri masal setelah
berselisih dengan pemmerintahan Amerika Serikat. Dalam Islam sendiri, secara
tradisional, dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan
Maturidiyah.Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan
Murji’ah. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era komtemporer ini ada
4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis,
modernis, mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototipe pemikiran
keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu
saja.Masing-masing mempunyai “keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk
didamaikan.Mungkin kurang tepat menggunakan istilah “teologi” di sini, tapi
menunjuk pada gagasan pemikiran keagamaan yang terinspirasi oleh paham
ketuhanan dan pemahaman kitab suci serta penafsiran ajaran agama tertentu
adalah juga bentuk dari pemikiran teologi dalam bentuk dan wajah yang baru.
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan
teologi dalam pemahaman kagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk
forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau
simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar
sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan
fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga
memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya.
Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh bahwa
lawannya sebagai yang sesat dan kafir .
B. Ciri-ciri
yang Melekat
Sebagai sebuah bentuk pendekatan, Pendekatan teologis
normatif mempunyai ciri- ciri yang malekat, yakni:
1. Loyalitas terhadap diri
sendiri
Yang dimaksud loyalitas terhadap
diri sendiri adalah bahwa kebenaran keagaaman dimaknai dengan kebenaran
sebagaimana dipahami oleh dirinya sendiri. Kebenaran sebagaimana diyakni oleh
seseorang merupakan kebenaran yang tidak bisa lagi di ungkit-ungkit dan
konsekuensinya kebenaran yang ditunjukkan orang lain dianggap kurang benar atau
salah sama sekali.
2. Komitmen
Pendekatan teologis normatif menghasilkan orang-orang yang
berkomitment tinggi terhadap kepercayaan. Seseorang yang telah meyakini
kebenaran yang diyakini siap “berjuang” mempertahankan keyakinannya itu, siap
berkorban, siap menghadapi tantangan dari pihak-pihak lain yang mencoba
menyerang kebenaran yang telah mereka yakini secara mutlak.
3. Dedikasi
Hasil dari loyalitas dan komitmen yang tinggi tersebut akan
menghasilkan dedikasi yang tinggi dari penganut agama sesuai dengan kebenaran
yang diyakini. Dedikasi itu diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap ritual
keagamaan, antusiasme menjalankan keyakinan dan menyebarkannya, kerelaan untuk
berkorban demi pengembangan keyakinannya dan sebagainya .
4. Bersifat subyektif
Penggunaan bahasa yang bersifat
subyektif, yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat.
Secara umum, pendekatan teologis normatif menggunakan cara
berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini
benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti
benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil- dalil dan argumentasi.
C. Kekurangan dan
Kelebihan
Sebagai sebuah metode, pendekatan teologis normative
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu:
1. Kelebihan
Seseorang akan memilii sikap militansi dalam beragama, yakni
berpegang teguh terhadap agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa
memandang dan meremehkan agama yan lain. Dengan pendekatan yang demikian
seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.
2.
Kekurangan
a. Bersifat eksklusif
Ketika seseorang meyakini sesuatu dengan kebenaran yang
mutlak dan meyakini orang lain salah, maka ia akan menjadi pribadi yang
tertutup, tidak mau menerima pendapat dan pemahaman orang lain, dan seterusnya.
Dengan demikian, orang-orang yang memahami Islam dengan pendekatan teologis
normatif akan “menutup” dirinya dari kebenaran yang dibawa orang lain. Namun
demikian jika sikap ekskusif itu hanya berkaitan dengan masalah ke-tauhidan,
maka hal itu bukan lagi menjadi suatu kekurangan.
b. Dogmatis
Pengertian dogma adalah pokok ajaran
yang harus diterima sebagai hal yang baik dan benar, tidak perlu dipertanyakan
lagi, tidak boleh dibantah dan diragukan.Orang-orang yang memahami Islam dengan
pendekatan teologis normatif cenderung menganggap ajarannya sebagai ajaran yang
tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya, tidak boleh dikritisi dan
dipertanyakan lagi.
c.
Tidak mengakui kebenaran orang lain
Pendekatan teologis normatif menghasilkan orang-orang yang
tidak mengakui kebenaran orang lain, karena menurut mereka yang mereka yakini
adalah benar dan yang tidak sama dengan yang mereka yakini adalah salah .
Dengan memperhatikan uraian tersebut, terlihat bahwa pendekatan teologi
dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial,
saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi
perkotakan-perkotakan umat, tidak ada kerjasama dan tidak terlihat adanya
kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya merupakan
keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asosial.Melalui pendekatan
teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan cenderung
menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.
Uraian diatas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi
dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologi, keagamaan
seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaannya. Proses
pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang
terdapat dalam teologi jelas diperlukan. Antara lain berfungsi untuk
mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan karakter
pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama.
D. Pengembangan
yang diharapkan
Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi
semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat
sekarang ini.Terlebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin
teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari
jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.Bercampur
aduknya doktrin teologi dengan historisitas institusi sosial kemasyarakatan
yang menyertai dan mendukungnnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat
beragama.Tapi, justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan dalam
wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi bahan subur bagi
peneliti agama. Dari situ, kemudian muncul terobosan baru untuk melihat
pemikiran teologi yang termanifestasikan dalam “budaya” tertentu secara lebih
objektif lewat pengamatan empirik faktual, serta pranata-prana sosial
kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya .
Berkenaan dengan hal diatas, saat ini muncul apa yang disebut dengan
istilah teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami
penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas
sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini,
yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub: teks dan situasi; masa lampau dan
masa kini. Hal demikian mesti ada dalam setiap agama meskipun dalam bentuk dan
fungsinya yang berbeda-beda.
Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat kritisnya.Sikap
kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri (agama sebagai
institusi sosial dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya). Teologi
sebagai kritik agama berarti antara lain mengungkapkan berbagai kecenderungan
dalam institusi agama yang menghambat panggilannya; menyelamatkan manusia dan
kemanusiaan.
Teologi kritis bersikap kritis pula terhadap lingkungannya.Hal ini hanya
terjadi kalau agama terbuka juga terhadap ilmu-ilmu sosial dan memanfaatkan
ilmu tersebut bagi pengembangan teologinya.Teologi ini bukan hanya berhenti
pada pemahaman mengenai ajaran agama, tetapi mendorong terjadinya transformasi
sosial.Maka beberapa kalangan menyebut teologi kepedulian sosial itu sebagai
teologi transformatife .
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara
berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang
diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah
pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai
dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi.
Namun pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain berfiat
eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan
sosiologis.
Pendekatan teologis ini selanjutnya
erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang
memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di
dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.Dalam pendekatan teologis
ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada
kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal.Dalam kaitan ini agama tampil
sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.Untuk agama Islam misalnya,
secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan bisa menjadi referensi tambahan
bagi kalangan mahasiswa untuk mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan. Dan
kami sebagai penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
agar kedepannya kami bisa memperbaiki pembuatan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. Cet ke 18.
2011. Metodologo Studi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Abdullah,Amin. 1997. Studi Agama.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
No comments:
Post a Comment