1

loading...

Monday, October 29, 2018

MAKALAH METODELOGI STUDI ISLAM

MAKALAH METODELOGI STUDI ISLAM
“Pendekatan Teologis Normatif dalam Studi Islam”

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang sempurna.Kehadiran agama dituntut untuk terlibat aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Tuntutan tersebut dapat dijawab dengan mudah oleh seorang muslim tatkala ia memahami agamanya sendiri.
Agama tidak boleh hanya menjadi lambang kesalehan atau disampaikan ketika kotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.Agama merupakan ujung tombak dari suatu kehidupan.
Tuntunan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak mengunakan pendekatan.Berbagai pendekatan meliuti pendekatan teologis normatif, Antropoligis, sosiologi, psikologi, histori, kebudayaan, dan pendekatan fisiologis.Mengenai pendekatan yang pertama adalah teologis normatif untuk itu tema pokok yang kami angakat yaitu pendekatan teologis normatif.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diketahui rumusan masalahnya yaitu:
a. Apa pengertian teologis?
b. Apa saja ciri-ciri yang melekat?
c. Apa saja kelebihan dan kekurangan?
d.      Bagaimana pengembangan yang diharapkan?

C.    Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diketahui tujuan penulisan masalahnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengertian teologis
b. Untuk mengetahui ciri-ciri yang melekat
c. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
d. Untuk mengetahui pengembangan yang diharapkan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Teologis
Secara etomologis, kata teologi diartikan ilmu agama, ilmu tentang Tuhan berkaitan dengan sifat-sifatnya, khususnya berkaitan dengan kitab suci.Sedangkan dalam arti istilah teologi adalah ilmu yang membicarakan tentang masalah ketuhanan, sifat-sifat wajibNya, sifat-sifat mustahilNya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pembuatanya.Dengan demikian teologi adalah istilah ilmu agama yang membahas ajaran ajaran dasar dari suatu agama atau suatu keyakinan yang tertanam dihati sanubari. Setiap orang yang ingin memahami seluk beluk agamanya, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang diyakininya.
Adapun kata normatif berasal dari bahasa Ingris norm yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan istilah normatif adalah prinsip-prinsip atau pedoman pedoman yang menjadi petunjuk manusia pada umumnya untuk hidup bermasyarakat. Adapun yang diamaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau paradikma dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan untuk memahami agama.
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi, sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu pada agama tertentu.Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupaka ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. Karena sifat dasarnya yang pertikular, maka dengan mudah kita dapat menemukan  teologi Kristen-Katolik, teologi Kristen-Protestan dan lain sebagainya .
Jika diteliti lebih mendalam, dalam intern umat beragama tertentu dijumpai berbagai paham atau sekte keagamaan. Menurut informasi yang diberikan The Encyclopaedia ofAmerican Religion, di Amerika terdapat 1200 sekte keagamaan satu diantaranya adalah sekte Davidian yang pada bulan April 1993 pemmpin sekte bersama 80 orang pengikut fanatiknya melakukan bunuh diri  masal setelah berselisih dengan pemmerintahan Amerika Serikat. Dalam Islam sendiri, secara tradisional, dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, teologi Asy’ariyah, dan Maturidiyah.Dan sebelumnya terdapat pula teologi yang bernama Khawarij dan Murji’ah. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era komtemporer ini ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan tradisionalis. Keempat prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah disatukan dengan begitu saja.Masing-masing mempunyai “keyakinan” teologi yang seringkali sulit untuk didamaikan.Mungkin kurang tepat menggunakan istilah “teologi” di sini, tapi menunjuk pada gagasan pemikiran keagamaan yang terinspirasi oleh paham ketuhanan dan pemahaman kitab suci serta penafsiran ajaran agama tertentu adalah juga bentuk dari pemikiran teologi dalam bentuk dan wajah yang baru.
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman kagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh bahwa lawannya sebagai yang sesat dan kafir .

B.     Ciri-ciri yang Melekat
Sebagai sebuah bentuk pendekatan, Pendekatan teologis normatif  mempunyai ciri- ciri yang malekat, yakni:
1. Loyalitas terhadap diri sendiri
Yang dimaksud loyalitas terhadap diri sendiri adalah bahwa kebenaran keagaaman dimaknai dengan kebenaran sebagaimana dipahami oleh dirinya sendiri. Kebenaran sebagaimana diyakni oleh seseorang merupakan kebenaran yang tidak bisa lagi di ungkit-ungkit dan konsekuensinya kebenaran yang ditunjukkan orang lain dianggap kurang benar atau salah sama sekali.
2. Komitmen
Pendekatan teologis normatif menghasilkan orang-orang yang berkomitment tinggi terhadap kepercayaan. Seseorang yang telah meyakini kebenaran yang diyakini siap “berjuang” mempertahankan keyakinannya itu, siap berkorban, siap menghadapi tantangan dari pihak-pihak lain yang mencoba menyerang kebenaran  yang telah mereka yakini secara mutlak.

3. Dedikasi
Hasil dari loyalitas dan komitmen yang tinggi tersebut akan menghasilkan dedikasi yang tinggi dari penganut agama sesuai dengan kebenaran yang diyakini. Dedikasi itu diwujudkan dalam bentuk ketaatan terhadap ritual keagamaan, antusiasme menjalankan keyakinan dan menyebarkannya, kerelaan untuk berkorban demi pengembangan keyakinannya dan sebagainya .
4. Bersifat subyektif
Penggunaan bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai pengamat.
Secara umum, pendekatan teologis normatif menggunakan cara berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil- dalil dan argumentasi.

C.    Kekurangan dan Kelebihan
Sebagai sebuah metode, pendekatan teologis normative tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu:
1. Kelebihan
Seseorang akan memilii sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh terhadap agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama yan lain. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.
2. Kekurangan
a. Bersifat eksklusif
Ketika seseorang meyakini sesuatu dengan kebenaran yang mutlak dan meyakini orang lain salah, maka ia akan menjadi pribadi yang tertutup, tidak mau menerima pendapat dan pemahaman orang lain, dan seterusnya. Dengan demikian, orang-orang yang memahami Islam dengan pendekatan teologis normatif akan “menutup” dirinya dari kebenaran yang dibawa orang lain. Namun demikian jika sikap ekskusif itu hanya berkaitan dengan masalah ke-tauhidan, maka hal itu bukan lagi menjadi suatu kekurangan.
b. Dogmatis
Pengertian dogma adalah pokok ajaran yang harus diterima sebagai hal yang baik dan benar, tidak perlu dipertanyakan lagi, tidak boleh dibantah dan diragukan.Orang-orang yang memahami Islam dengan pendekatan teologis normatif cenderung menganggap ajarannya sebagai ajaran yang tidak boleh dipertanyakan lagi kebenarannya, tidak boleh dikritisi dan dipertanyakan lagi.
c. Tidak mengakui kebenaran orang lain
Pendekatan teologis normatif menghasilkan orang-orang yang tidak mengakui kebenaran orang lain, karena menurut mereka yang mereka yakini adalah benar dan yang tidak sama dengan yang mereka yakini adalah salah .
Dengan memperhatikan uraian tersebut, terlihat bahwa pendekatan teologi dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi perkotakan-perkotakan umat, tidak ada kerjasama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asosial.Melalui pendekatan teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.
Uraian diatas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologi, keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui mazhab-mazhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan. Antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama dan juga berfungsi sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun masyarakat ideal menurut pesan dasar agama.

D.    Pengembangan yang diharapkan
Amin Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat sekarang ini.Terlebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.Bercampur aduknya doktrin teologi dengan historisitas institusi sosial kemasyarakatan yang menyertai dan mendukungnnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat beragama.Tapi, justru keterlibatan institusi dan pranata sosial kemasyarakatan dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi bahan subur bagi peneliti agama. Dari situ, kemudian muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran teologi yang termanifestasikan dalam “budaya” tertentu secara lebih objektif lewat pengamatan empirik faktual, serta pranata-prana sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya .
Berkenaan dengan hal diatas, saat ini muncul apa yang disebut dengan istilah teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub: teks dan situasi; masa lampau dan masa kini. Hal demikian mesti ada dalam setiap agama meskipun dalam bentuk dan fungsinya yang berbeda-beda.
Salah satu ciri dari teologi masa kini adalah sifat kritisnya.Sikap kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri (agama sebagai institusi sosial dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya). Teologi sebagai kritik agama berarti antara lain mengungkapkan berbagai kecenderungan dalam institusi agama yang menghambat panggilannya; menyelamatkan manusia dan kemanusiaan.
Teologi kritis bersikap kritis pula terhadap lingkungannya.Hal ini hanya terjadi kalau agama terbuka juga terhadap ilmu-ilmu sosial dan memanfaatkan ilmu tersebut bagi pengembangan teologinya.Teologi ini bukan hanya berhenti pada pemahaman mengenai ajaran agama, tetapi mendorong terjadinya transformasi sosial.Maka beberapa kalangan menyebut teologi kepedulian sosial itu sebagai teologi transformatife .









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Namun pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain berfiat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya. Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan sosiologis.
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal.Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur.

B.     Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan bisa menjadi referensi tambahan bagi kalangan mahasiswa untuk mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan. Dan kami sebagai penulis makalah ini mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar kedepannya kami bisa memperbaiki pembuatan makalah kami selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Cet ke 18. 2011. Metodologo Studi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Abdullah,Amin. 1997. Studi Agama. Yogyakarta: Pustaka Belajar.



No comments:

Post a Comment