MAKALAH KERAJAAN BERCORAK ISLAM DI PULAU KALIMANTAN DAN SULAWESI SEJARAH ISLAM INDONESIA
A.
Kerajaan Islam
di Kalimantan
1.
Sejarah Kerajaan
Islam di Kalimantan
Kerajaan Islam di Kalimantan awal
mulanya terjadi karena Kerajaan Hindu berperang dengan kerajaan Islam, tetapi
akhirnya kerajaan hindu menyerah diantaranya kerajaan hindu di Candi Laras dan
Candi Agung di Tanjung Pura. Sebagian rakyat memeluk agama Islam
termasuk sebagian rakyat dayak di pantai-pantai. Rakyat dayak yang telah masuk
Islam , ialah yang sering disebut sebagai
dayak melayu, yang kebanyakkan di kuala kapuas,
tumpung laung (barito) dan beberapa kampung melayu, sebenarnya mereka tetap
suku dayak , hanya sudah memeluk agama islam.
Pangeran Samudra (suriansyah) pernah
meminta seorang puteri bernama Biang Lawai untuk dijadikan istri. Biang Lawai,
adalah adik Patih Dadar, Patih Muhur, dan mengijin perkawinan, hanya dengan
perjanjian tidak akan di Islamkan. Mula-mula oleh Pangeran Samudra, disanggupi,
tetapi sesudah sampai istana, putri itu dikabarkan diislamkan. Kabar tersebut
sampai kepada Patih Muhur bersaudara, menimbulkan amarah Patih Rumbih dari
Kahayan , Patih Muhur dari Bakumpai (barito)
ilmu gaib, berhasil merampas saudaranya kembali, Biang Lawai, dari
istana sultan dan dibawanya ke Sungai katan.
Pangeran samudra memerintah
balatentaranya untuk mencari perempuan tersebutdipedelaman. Tetapi karena
balatentara patihn muhur sangat hebat, maka mundur lah balatentara sultan.
Patih muhur dan patih rumbih mundur dan membuat
pertahanandi taliu dikampung tundai. Sesudah itu mereka mundur lagi membuat
pertahanan didanau karam bersebrangan dengan negeri goha kahayan. Mereka
menyebrangi danau tersebut dan dipasang dundang, bambu yang diruncingkan
dibawah jembatans ehingga sewktu-wktu
jembatan tersebut dapat diputuskan jika balatentara sultan lewatatas
jembatan dan luka-luka terkena bambu
yang diruncingkan dibawahnya. Perahu-perahu mereka dapat dirampas oleh patih rumbih ditengelamkan . sekarang
tempat tersebut dinamai berayar yang artinay “berlayar”.
Diantara tempat
pertempuran-pertempuran tersebut dengan bentengnya ialah sungai muhur (barito),
parabingan, (pangkoh) bukit rawi, tewang pajagen, tewah, hulu kaspuas dan
lain-lain.
Tentang tersebarnya agama islam dari
banten kedaerah kalimantan dapat kita
baca artikel kerajaan islam dari banten di karang an R. Muchtadi dalam almanak
muhamadyah 1357 H (1938) hlm. 166 dan 169, antara lain ditulis : aliudin sultan
banten bergelar abu mufakir muhamad aliudin, dia beramah tamah dengan kompeni,
dan mendapat kebebasan sisa utang kerajaan banten sebanyak 60.000 ringgit,
bekas menempuh landak (tahun 1698 ditentukan , bahwa landak dan sukadana
diserahkan pada kompeni. Daerah pantai barat kalimantan diperintah oleh sultan
abdurahman yang mendirikan kota pontianak.
Sultan muhamad aliudin hanya
berputera seorang saja dan meninggal ketika masih kanak-kanak tahun1786. Sultan
zainal abidin dari banten memasuki landak, matan. Tahun 1699. Kapal kompeni
/VOC dan 75 pecalang banten berlayar kesukadana diperintahkan oleh sultan agung
(pangeran agung), keponakan sultan banten yang bergelar panebahan.
Sultan landak didibantu oleh orang
bugis dapat merebut kembali daerahnaya . sehingga panebahan dapat dipukul
mundur , dengan keluarganya melarikan diri ke anyer (banten). Landak dipegaruhi
selama 80 tahun (1699-1778).
2.
Kerajaan-Kerajaan
Islam di Kalimantan
Adapun
Kerajaan-Kerajaan Islam yang ada di Kalimantan yaitu :
a)
Kesultanan Pasir
Dahulunya rakyat dayak pasir,
diperintahkan oleh kepala-kepala dari rakyat dayak sendiri . ada seorang kepala
suku dayak yang sangat berpengaruh , yang bernama tamanggung tokio, mengusulkan
agar didaerah daerah dikepali oleh sorang kepala suku dan untuk itu diminta
sultan yang dekat tempat tinggalnya. Mereka telah berangkat dengan perahu yang penuh bermuatan emas dan perak, yang dianugrahkan kepada nya
kepada raja yang baru , mereka telah pergi ke utara dan selatan, tetapi tak ada
mendapat seorangpun yang dipandang
cakap. Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai tidak minum dan makan , kemudian
dalam mimpinya ia melihat seorang tua yang berkata kepadanya.
b)
Kesultanan Banjar
Kesultanan Banjar atau Kesultanan
Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September 1526, dihapuskan Belanda 11
Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir 24 Januari 1905) adalah
sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam provinsi Kalimantan
Selatan, Indonesia. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian
dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota
di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
c)
Kesultanan Kota
Waringin
Kerajaan Kotawaringin adalah sebuah
kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan Banjar) di wilayah yang menjadi
Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di Kalimantan Tengah yang menurut catatan
istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin Lama) didirikan pada tahun 1615
atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan kontrak dengan Kotawaringin pada
1637, tahun ini dianggap sebagai tahun berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar
dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi I) yang bagian terakhirnya saja ditulis
tahun 1663 dan di antara isinya tentang berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada
masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya Kotawaringin merupakan keadipatian
yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.
d)
Kesultanan
Pontianak
Kerajaan-kerajaan yang terletak di
daerah Kalimantan Barat antara lain Tanjungpura dan Lawe. Kedua kerajaan
tersebut pernah diberitakan Tome Pires (1512-1551). Tanjungpura dan Lawe
menurut berita musafir Portugis sudah mempunyai kegiatan dalam perdagangan baik
dengan Malaka dan Jawa, bahkan kedua daerah yang diperintah oleh Pate atau
mungkin adipati kesemuanya tunduk kepada kerajaan di Jawa yang diperintah Pati
Unus. Tanjungpura dan Lawe (daerah Sukadana) menghasilkan komoditi seperti
emas, berlian, padi, dan banyak bahan makanan. Banyak barang dagangan dari Malaka
yang dimasukkan ke daerah itu, demikian pula jenis pakaian dari Bengal dan
Keling yang berwarna merah dan hitam dengan harga yang mahal dan yang murah.
Pada abad ke-17 kedua kerajaan itu telah berada di bawah pengaruh kekuasaan
Kerajaan Mataram terutama dalam upaya perluasan politik dalam menghadapi
ekspansi politik VOC.
e)
Kesultanan
Sambas
Kesultanan Sambas adalah kesultanan
yang terletak di wilayah pesisir utara Propinsi Kalimantan Barat atau wilayah
barat laut Pulau Borneo (Kalimantan)dengan pusat pemerintahannya adalah di Kota
Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas
sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas di Pulau Borneo atau Kalimantan ini
telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M sebagaimana yang tercantum dalam
Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada masa itu Rajanya mempunyai gelaran
"Nek" yaitu salah satunya bernama Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh,
pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan Raja yang bernama Tan Unggal yang
terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya ini Raja Tan Unggal kemudian
dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama puluhan tahun rakyat di wilayah
Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja lagi.
B .
Kerajaan Islam
di Sulawesi
1.
Sejarah Awal
Islam Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia,
sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula
yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut
catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke
Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah.
Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh
raja-raja di Kerajaan Goa yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam
adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng
Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah sampai pula pada
ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate yang lebih
dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa
kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa
Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman dan aktivitas dakwah mereka.
Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang dan Datuk ri
Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar
datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan
Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun
oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan perjalanan ke wilayah lain sampai ke
Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu dan Paloppo.
2.
Raja-raja yang terkenal
di Sulawesi
Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri
beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa Makasar (Gowa dan Tallo) dan
Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan yang memiliki hubungan baik
yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa yang sekarang
menjadi Makasar. Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah islam. Masuk
dan berkembangnya Islam di Makasar atas juga datuk Ribandang (Ulama adat
Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri pada tahun 1605 M.
Raja-raja
yang terkenal diantaranya :
( 1) Sultan
Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah
negara maritim yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi
dan lImbo. Pada masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami perkembangan
pesat yang daerah kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah Sulawesi. Ia
wafat pada tahun 1939 M, setelah menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan
putranya yang bernama Muhammad Said.
( 2) Muhammad
Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun.
( 3) Sultan
hasanuddin (1653-1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada
masa Sultan hasanuddin berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya.
Wilayah kekuasaannya sampai ke pulau Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia
berkuasa selama 16 Tahun.
3.
Peninggalan
sejarah islam di Sulawesi
a)
Batu Pelantikan
Raja (Batu Pallantikang)
Batu
petantikan raja (hatu pallantikang) terletak di sebelah tenggara kompleks makam
Tamalate. Dahulu, setiap penguasa baru Gowa-Tallo di sumpah di atas batu ini
(Wolhof dan Abdurrahim, tt : 67). Batu pallantikang sesungguhnya merupakan batu
alami tanpa pem¬bentukan, terdiri dari satu batu andesit yang diapit 2 batu
kapur. Batu andesit merupakan pusat pemujaan yang tetap disakralkan masyarakat
sampai sekarang. Pe-mujaan penduduk terhadap ditandai dengan banyaknya sajian
di atas batu ini. Mereka meyakini bahwa batu tersebut adalah batu dewa dari
kayangan yang bertuah.
b)
Mesjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun
1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu
berturut-turut dilakukan oleh:
1)
Sultan Mahmud
(1818);
2)
Kadi Ibrahim
(1921);
3)
Haji Mansur
Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948); dan
4)
Andi Baso, Pabbicarabutta
GoWa (1962) sangat sulit meng¬identifikasi bagian paling awal (asli) bangunan
mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Yang masih menarik adalah ukuran
tebal tembok kurang lebih 90 cm, hiasan sulur-suluran dan bentuk mimbar yang
terbuat dari kayu menyerupai singgasana dengan sandaran tangan. Hiasan makhuk
di samarkan agar tidak tampak realistik. Pada ruang tengah terdapat empat tiang
soko guru yang mendukung konstruksi bertingkat di atasnya. Mimbar dipasang
permanen dan diplaster. Pada pintu masuk dan mihrab terdapat tulisan Arab dalam
babasa Makassar yang menyebutkan pemugaran yang dilakukan Karaeng Katangka pada
tahun 1300 Hijriah.
c)
Makam Syekh
Yusuf
Kompleks makam ini terletak pada
dataran rendah Lakiung di sebelah barat Mésjid Katangka. Di dalam kompleks ini
terdapat 4 buah cungkup dan sejumlah makam biasa. Makam Syekh Yusuf terdapat di
dalam cungkup terbesar, berbentuk bujur sangkar Pintu masuk terletak di sisi
Selatan. Puncak cungkup berhias keramik. Makam ini merupakan makam kedua.
Ketika wafat di pengasingan, Kaap, tanggal 23 Mei 1699, beliau di¬makamkan
untuk pertama kalinya di Faure, Afrika Selatan. Raja Gowa meminta kepada
pemerintah Belanda agar jasad Syekh Yusuf dipulangkan dan dimakamkan di Gowa.
Lima tahun sesudah wafat (1704) baru per¬mintaan tersebut dikabulkan. Jasadnya
dibawa pulang bersama keluarga dengan kapal de Spiegel yang berlayar langsung
dan Kaap ke Gowa. Pada tanggal 6 April 1705, tulang kerangka Syekh Yusuf
dimakamkan dengan upacara adat pemakaman bangsawan di Lakiung. Di atas makamnya
dibangun kubah yang disebut kobbanga oleh orang Makassar.
d)
Benteng Tallo
Benteng Tallo terletak di muara
sungai Tallo. Benteng dibangun dengan menggunakan bahan batu bata, batu
padas/batu pasir, dan batu kurang. Luas benteng diper¬kirakan 2 kilometer
Bardasarkan temuan fondasi dan susunan benteng yang masih tersisa, tebal
dinding benteng diperkirakan mencapai 260 cm.
Akibat perjanjian Bongaya (1667)
benteng dihancurkan. Sekarang, sisa-sisa benteng dan bekas aktivitas
berserakan. Beberapa bekas fondasi, sudut benteng (bas¬tion) dan batu merah
yang tersisa sering dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan darurat,
sehingga tidak tampak lagi bentuk aslinya. Fondasi itu mengelilingi pemukiman
dan makam raja-raja Tallo.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
Helmiatai.
2011. Sejarah Islam Asia Tenggara. Riau:
Zanafa Publishing.
Ismail, Faisal.Drs, 1984. Sejarah Kebudayaan Islam,
Yogyakarta;CV.Bina Usaha.
Mubarok, Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Bani
Quraisy.
Sa‟id Romadhan al-Buthy, Muhammad, 2006.
Sirah Nabawiyah, Jakarta:
Robbani
Press.
Siti Waridah Q, Dra. 2001. Sejarah Nasional dan Umum. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Yatim Badri, 2008. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
No comments:
Post a Comment