1

loading...
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 Desember 2019

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA


MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA PENDARATAN BANGSA BELANDA DI BANTEN 1596, PENDARATAN BANGSA BELANDA PORTUGIS DI MALAKA 1511




A.      Pendaratan Bangsa Belanda di Banten 1596
Berbeda dari abad sebelumnya, pada abad XIV kekuasaan Kesultanan Turki tidak lagi menguasai sebagian besar Eropa dan Asia Timur. Daerah-daerah itu kini dikuasai negara-negara Kristen terutama Portugis, sehingga Lisabon kembali menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa. Pedagang-pedagang Inggris, Belanda dan sebagainya membeli rempah-rempah dari Lisabon. Apalagi daerah-daerah penghasil rempah-rempah itu hanya diketahui Portugis.
Pengangkutan rempah-rempah dari Lisabon mendatang-kan keuntungan banyak bagi pedagang-pedagang Belanda; yaitu menyalurkannya kembali ke Jerman dan negara-negara lain di Eropa Timur. Tetapi karena pecahnya perang antara Nederland dengan Spanyol pada tahun 1568 yang dikenal dengan “Perang Delapan Puluh Tahun” mengakibatkan perdagangan Belanda di Eropa Selatan menjadi tidak lancar, lebih-lebih sesudah Spanyol berhasil menduduki Portugal pada tahun 1580.
Raja Spanyol, Phillipos II, yang mengetahui bahwa kemakmuran Nederland sebagian besar didapat dari perdagangan di Portugal, memukul Nederland dengan melarang kapal-kapal dagang Belanda mengunjungi bandar-bandar di daerah kekuasaannya. Akibat tindakan itu, perdagangan rempah-rempah Belanda terhenti, kemajuan Lisabon terhambat dan harga rempah-rempah di Eropa menjadi tinggi, karena persediaan berkurang. Situasi perang antara Spanyol dan Belanda itu banyak membuat pedagang-pedagang Belanda mengalami kesukaran, apalagi sering terjadi perampokan kapal-kapal dagangnya oleh pelaut Inggris dan juga penangkapan oleh armada Spanyol. Hal-hal semacam inilah yang mendorong pedagang-pedagang Belanda untuk dapat langsung berhubungan dengan negara-negara di Asia sebagai peng-hasil cengkeh dan lada, tanpa diketahui patroli Spanyol.
Gagasan untuk mencari sumber rempah-rempah di Asia itu dilaksanakan melalui persiapan dan perencanaan yang cukup baik. Ahli-ahli ilmu bumi seperti Pancius, seorang pendeta di Amsterdam dan Mercator di Nederland Selatan diserahi menyusun peta dunia dan dimintai pandangan-pandangannya.
Ketika itu (1593) terbitlah sebuah buku Itineratio dalam bahasa Belanda karya Jan Huygen van Linschoten yang menceritakan tentang benua Asia dan mengenai Hindia (Indonesia), lengkap dengan adat istiadat, agama, barang dagangan yang disenangi penduduk, dan sebagainya mengenai daerah Asia itu. Pengarang buku ini pernah ikut dalam expedisi Portugis ke Asia dan pernah tinggal beberapa lama di Goa, India.
Untuk menghindari pengejaran tentara Portugis, beberapa pedagang Belanda, dibantu oleh pemerintah, dengan kapal yang dirancang khusus mencoba mengarungi Laut Es, sebelah utara benua Eropa dengan perhitungan akan memperoleh jalan tersingkat menuju Asia, tanpa melalui Tanjung Harapan. Tiga kali percobaan ekspedisi ini dilaksanakan, namun ketiga-tiganya mengalami kegagalan.
Kapal mereka terjepit di tengah-tengah lautan es di dekat pulau Nova Zembla, sehingga separoh anak buah kapalnya meninggal karena kedinginan. Laksamana Jacob van Heemskerck yang memimpin pelayaran itu kembali ke Amsterdam dengan susah payah menghabarkan kegagalan ekspedisinya.
Akhirnya pedagang-pedagang Amsterdam memper-siapkan empat buah kapal untuk mencari jalan ke Indonesia melalui Tanjung Harapan. Pada tangga 2 April 1595 kapal-kapal tersebut bertolak dari pangkalan Tessel, Belanda Utara, di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Pieter de Keyser. Cornelis de Houtman mengepalai urusan perdagangan, dan Pieter de Keyser mengepalai urusan navigasi.
Karena adanya dua pimpinan dalam satu ekspedisi pertama ini, maka sering terjadi keributan yang berasal dari perbedaan pendapat di antara keduanya. Hal demikian akhirnya menimbulkan perkelahian di antara anak buah kapal, sehingga sebuah kapal hancur dan sebagian penumpangnya tewas. Namun demikian, ekspedisi ini akhirnya membuahkan hasil, yakni dengan keberhasilan mereka mendarat di pelabuhan Banten pada tanggal 23 Juni 1596.
Kedatangan kapal dagang Belanda itu disambut ramah oleh penduduk negeri dan seperti biasanya apabila ada kapal asing merapat, banyak penduduk pribumi yang naik ke kapal untuk menawarkan makanan ataupun dagangan lainnya. Hal ini disalah artikan oleh awak kapal, sehingga mereka bertindak kasar dan angkuh. Walau pun demikian, penduduk negri yang terkenal ramah itu masih menawarkan lada yang memang mereka butuhkan.
Bertepatan dengan kedatangan kapal dagang Belanda itu, Banten sedang bersiap-siap untuk mengadakan penyerangan ke Palembang. Oleh karenanya Banten minta orang Belanda itu meminjamkan kapalnya guna pengangkutan prajurit dengan sewa yang memadai. Permintaan itu ditolak dengan alasan mereka datang ke Banten hanya untuk berdagang dan setelah selesai akan cepat kembali pulang takut ada kapal Portugis yang datang.
Tapi sampai pasukan Banten kembali dari Palembang, mereka masih tetap belum pergi, karena menunggu panen lada yang tidak lama lagi; waktu panen lada harga akan jauh lebih murah. Alasan demikian membuat Mangkubumi Jayanegara marah.
Lebih parah lagi, orang-orang Belanda itu pada suatu malam, menyeret dua buah kapal dari Jawa yang penuh dengan lada ke kapalnya dan memindahkan semua isinya. Dan dengan membawa muatan hasil rampokan itu mereka pergi sambil menembaki kota Banten.
Melihat kelakuan orang Belanda ini, rakyat Banten yang baru saja kehilangan sultannya sangat marah. Beberapa tentara Banten menyerbu ke kapal Belanda dan menangkap Houtman beserta delapan anak kapal. Dengan tebusan 45.000 gulden sebagai ganti kerugian, barulah de Houtman dilepaskan dan diusir dari Banten (2 Oktober 1596).
Pada tanggal 1 Mei 1598 rombongan baru pedagang Belanda berangkat dari Nederland menuju Indonesia dengan delapan buah kapal yang di pimpin oleh Jacob van Neck dibantu oleh van Waerwijk dan van Heemskerck. Pada tanggal 28 Nopember 1598 rombongan kedua ini tiba di Banten. Mereka diterima baik oleh rakyat Banten karena tingkah lakunya berbeda dengan pendahulunya. Pengalaman pertama yang merugikan itu rupanya dijadikan pelajaran.
Mereka pandai membawa diri dan sanggup menahan hati bila berhadapan dengan Mangkubumi, bahkan permohonan untuk menghadap Sultan pun dikabulkan. Dengan membawa hadiah sebuah piala berkaki emas sebagai tanda persahabatan, van Neck menghadap kepada Sultan Abdul Mafakhir.
Mangkubumi Jayanagara membujuk van Neck untuk membantu tentara Banten dalam penyerangan ke Palembang sebagai pembalasan atas kematian Sultan Muhammad dengan imbalan lada sebanyak dua kapal penuh. Semula van Neck menyetujui usul Mangkubumi ini, tapi karena van Neck minta dibayar di muka satu kapal dan sisanya sesudahnya, sedangkan Mangkubumi menghendaki pembayaran sekaligus setelah penyerangan selesai, maka penyerangan ke Palembang tidak diteruskan.
Van Neck kembali ke Belanda dengan tiga kapal yang penuh muatan, sedangkan van Waerwijk dan van Heemskerck melanjutkan perjalanannya ke Maluku dengan lima buah kapal.
Dengan keberhasilan dua ekspedisi dagang ke Indonesia ini akhirnya berduyun-duyunlah orang-orang Belanda untuk berdagang. Tercatat pada tahun 1598 saja ada 22 kapal milik perorangan dan perikatan dagang dari Nederland menuju Indonesia. Bahkan tahun 1602 ada 65 kapal yang kembali dari kepulauan Indonesia dengan muatan penuh.
Suatu hari datanglah utusan khusus pemerintah Portugis dari Malaka dengan membawa hadiah uang 10.000 rial dan berbagai perhiasan yang bagus dan mahal. Mereka minta supaya Banten memutuskan hubungan dagang dengan Belanda dan apabila orang-orang Belanda itu datang supaya kapal-kapalnya dirusak atau diusir. Dikatakan pula, bahwa nanti akan datang armada Portugis yang akan mengadakan pembersihan terhadap kapal Belanda di perairan Banten dan negeri timur lainnya.
Mangkubumi Jayanagara menerima semua hadiah tersebut, tapi, secara rahasia, diutusnya kurir untuk menyam-paikan berita itu kepada pedagang Belanda, supaya mereka segera meninggalkan Banten karena armada Portugis akan menyergap mereka. Mendengar berita itu, kapal dagang Belanda pun segera meninggalkan Banten.
Tidak lama kemudian pada tahun 1598 sampailah angkatan laut Portugis dipimpim oleh Laurenco de Brito dari pangkalannya di Goa. Setelah dilihatnya tidak ada satu pun kapal Belanda yang berlabuh di Banten, marahlah mereka.
Mangkubumi dituduh telah berhianat dan bersekongkol dengan Belanda karena membocorkan rahasia, dan menuntut supaya Mangkubumi mengembalikan semua hadiah yang sudah diberikan. Sudah tentu Mangkubumi tidak mau menuruti kemauan mereka, karena Portugis tidak ada hak dan wewenang untuk mengusir kapal-kapal asing yang sedang berlabuh di Banten.
Dengan kemarahan yang amat sangat, diserangnya pelabuhan Banten, barang-barang yang ada di sana dirampas dan diangkut ke kapalnya, bahkan lada kepunyaan pedagang dari Cina pun dirampasnya pula.
Melihat kejadian itu, tentara Banten, yang memang sudah dipersiapkan, menyerang kapal-kapal Portugis itu, sehingga tiga buah kapal Portugis dapat dirampas dan seorang laksamananya tewas; sedangkan yang lainnya melarikan diri, setelah meninggalkan barang hasil rampasannya.
Karena persaingan ketat antar sesama pedagang Belanda yang berlomba-lomba untuk mendapat rempah-rempah dari negeri timur, maka keuntungan mereka pun sedikit, dan bahkan rugi dari data-data yang dikumpulkan, ternyata kerugiannya mencapai 5 laksa gulden. Melihat kenyataan ini maka pada tahun 1602 dibentuknya persatuan dagang yang kemudian diberi nama “Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) dengan modal pertama 6,5 juta gulden dan berkedudukan di Amsterdam; dan tujuannya adalah mencari laba sebanyak-banyaknya, di samping untuk memperkuat kedudukan Belanda melawan kekuasaan Portugis dan Spanyol.
Berdirinya VOC ini dibantu oleh pemerintah kerajaan Belanda, sehingga VOC diberi hak-hak sebagai berikut :
1.    Hak monopoli untuk berdagang di wilayah antara Amerika dan Afrika.
2.    Dapat membentuk angkatan perang sendiri, mengadakan peperangan, mendirikan benteng dan bahkan menjajah.
3.    Berhak untuk mengangkat pegawai sendiri.
4.    Berhak untuk membuat peradilan sendiri (justisi).
5.    Berhak mencetak dan mengedarkan uang sendiri.
Sebaliknya VOC mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pemerintah kerajaan Belanda, yaitu :
1.    Bertanggung jawab kepada Staten General (Dewan Perwakilan Rakyat Belanda).
2.    Pada waktu perang harus membantu pemerintah dengan uang dan angkatan perang.
Pembentukan VOC di samping untuk menyatukan langkah dalam perdagangan dan modal, juga didorong dengan adanya saingan baru yang dianggapnya berat, yaitu pedagang-pedagang Inggris yang telah membentuk satu kongsi dagang yang bernama EIC (East India Compagnie) pada tahun 1600.
Untuk memudahkan gerak dan siasat dagangnya, VOC membuka kantor-kantor cabang di Middelberg, Delft, Rotterdam, Hoorn dan Enkhuizen. Setelah dirasa kedudukan VOC sudah mapan, maka pada tahun 1610 dibuka pula kantor dagang untuk Hindia Timur atau Kepulauan Nusantara, dengan Pieter Both menjadi Gubernur Jendral yang dibantu Dewan Penasehat (Raad van Indie) yang anggotanya terdiri dari 5 orang.
Dicarinya daerah-daerah strategis untuk dijadikan pusat kegiatan di Hindia Timur ini. Alternatif pertama dipilihnya Johor, tetapi karena Johor terlalu dekat dengan Malaka yang duduki Portugis, maka dipilihnya alternatif kedua yakni Banten. Walaupun di Banten telah berdiri perwakilan dagang VOC sejak tahun 1603 yang diketuai oleh Francois Wittert tapi karena di Banten pun Mangkubumi Arya Ranamanggala selalu bertindak tegas dalam menghadapi orang-orang asing, pilihan ini dibatalkan. Akhirnya VOC menetapkan Jayakarta sebagai pusat kegiatannya, karena walau pun Jayakarta di bawah kuasa Banten, namun penguasa di sana tidak begitu kuat.
Maka pada tahun 1610 berangkatlah Pieter Both dari Amsterdam menuju Jayakarta bersama dengan 8 buah kapal besar. Pada bulan Nopember 1611 VOC berhasil mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Untuk mengontrol tindakan VOC, Pangeran Jayakarta membolehkan perusahaan dagang Inggris yang tergabung dalam East India Company (EIC) membuat kantor dagangnya di Jayakarta, berhadapan dengan kantor dagang VOC
B.       Pendaratan Bangsa Belanda Portugis Di Malaka 1511
Kabar kemakmuran Malaka sampai pula ke telinga Raja Portugal Manuel I, maka diutuslah Admiral Diogo Lopes de Sequeira berlayar ke Malaka guna menjalin persekutuan dagang dengan penguasanya sebagai wakil Portugal di timur India. Sequeira tiba di Malaka pada 1509 dan menjadi orang Eropa pertama yang memijakkan kakinya di Malaka sekaligus di Asia Tenggara. Mula-mula kedatangannya disambut baik oleh Sultan Mahmud Syah, namun tak lama kemudian kemalangan datang menyusul. Persaingan umum di kalangan pemeluk Islam dan Kristen dikobarkan oleh sekelompok Muslim Goa di lingkungan istana setelah Goa ditaklukkan oleh Bangsa Portugis. Komunitas dagang Muslim internasional meyakinkan Mahmud bahwa Bangsa Portugis adalah ancaman maut. Oleh karena itu Mahmud kemudian menangkap beberapa anak buah Sequeira, membunuh sisanya, dan berupaya menyerang keempat kapal Portugis yang akhirnya sanggup meloloskan diri. Belajar dari pengalaman di India, Bangsa Portugis menyimpulkan bahwa penaklukanlah satu-satunya cara untuk dapat menancapkan kukunya di Malaka.[1]
Pada April 1511, Afonso de Albuquerque bertolak dari Goa menuju Malaka, membawa 1200 orang dengan tujuh belas atau delapan belas kapal. Sang Raja Muda mengajukan sejumlah tuntutan, salah satunya adalah izin mendirikan sebuah benteng sebagai pos dagang Portugis di dekat kota. Sultan menampik seluruh tuntutan, konflik tak terelakkan lagi, dan setelah bertempur selama 40 hari, Malaka pun jatuh ke tangan Portugis pada 24 Agustus. Pertikaian sengit antara Sultan Mahmud dan puteranya Sultan Ahmad turut pula melemahkan pihak Malaka.
Selepas kekalahan Kesultanan Malaka pada 15 Agustus 1511 dalam peristiwa perebutan Malaka, Afonso de Albuquerque mulai berupaya membangun kubu pertahanan permanen guna mengantisipasi serangan balasan dari Sultan Mahmud. Sebuah benteng dirancang dan dibangun mengungkungi sebuah bukit, menyusuri garis pantai, di tenggara muara sungai, menempati bekas lahan istana Sultan. Albuquerque tinggal di Malaka sampai November 1511 demi mempersiapkan pertahanan Malaka menghadapi segala bentuk serangan balasan dari orang-orang Melayu. Sultan Mahmud Syah terpaksa harus mengungsi meninggalkan Malaka.
Sebagai pangkalan kerajaan niaga Kristiani Eropa pertama di Asia Tenggara, Malaka dikelilingi oleh banyak negara Muslim baru. Selain itu, akibat kontak awal yang tak bersahabat dengan kekuasaan Melayu setempat, Malaka Portugis harus berhadapan dengan sikap permusuhan yang sengit. Kota ini bertahan digempur peperangan bertahun-tahun yang dikobarkan sultan-sultan Melayu demi menyingkirkan orang-orang Portugis dan kembali menduduki negerinya. Sultan Mahmud beberapa kali berusaha merebut kembali ibu kota Malaka. Beliau mengimbau dukungan dari sekutunya Kesultanan Demak di Jawa yang, pada 1511, menanggapi dengan mengirimkan angkatan perang laut sebagai bala bantuan. Di bawah pimpinan Pati Unus, Sultan Demak, kerja sama Melayu–Jawa itu berakhir gagal dan sia-sia. Portugis balas menyerang membuat sultan terpaksa melarikan diri ke Pahang. Sultan kemudian bertolak ke Pulau Bintan, tempat beliau mendirikan ibu kota baru. Setelah memiliki pangkalan baru, sultan mulai menghimpun pasukan-pasukan Melayu yang tercerai-berai lalu mengatur sejumlah penyerbuan dan blokade untuk menggempur pihak Portugis. Serangan yang bertubi-tubi datangnya membuat Portugis sangat menderita. Pada 1521, untuk kedua kalinya, Demak melancarkan peperangan guna membantu Sultan Melayu merebut kembali Malaka, namun juga berakhir gagal untuk kedua kalinya, bahkan merenggut nyawa Sultan Demak sendiri. Beliau kelak dikenang sebagai Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran yang menyeberang (Laut Jawa) ke Utara (Semenanjung Malaya). Serangan-serangan itu menjadikan Portugis yakin bahwa sultan yang tersingkir itu harus dibungkam. Berkali-kali Portugis berusaha menekan pasukan Melayu, namun barulah pada 1526 Portugis berjaya meluluhlantakkan Bintan. Sultan mundur ke Kampar di Riau, Sumatra, tempat beliau wafat dua tahun kemudian. Beliau meninggalkan dua putera: Muzaffar Shah, dan Alauddin Riayat Shah II.[2]
Muzaffar Shah dijemput dan dijadikan raja oleh rakyat di utara semenanjung sehingga berdirilah Kesultanan Perak. Sementara putera Mahmud lainnya, Alauddin, mewarisi jabatan ayahandanya dan mendirikan ibu kota baru di selatan. Wilayah kekuasaannya adalah Kesultanan Johor, penerus Malaka.
Sultan Johor berulang kali berupaya merebut Malaka dari kekuasaan Portugis. Imbauan Sultan Johor yang disampaikan kepada Jawa pada 1550 ditanggapi oleh Ratu Kalinyamat, penguasa Jepara, dengan mengirimkan bala bantuan sebanyak 4.000 prajurit yang diangkut 40 kapal untuk merebut Malaka. Pasukan Jepara kemudian menyatukan kekuatan dengan pasukan persekutuan Melayu dan berhasil mengumpulkan sekitar 200 kapal perang sebagai persiapan penyerbuan. Pasukan gabungan ini menyerbu dari utara dan merebut sebagian besar wilayah Malaka, namun Portugis mampu membalas dan memukul mundur para penyerangnya. Pasukan persekutuan Melayu dipukul mundur ke laut, sementara pasukan Jepara terus bertahan di darat dan baru mundur setelah para pemimpinnya dibantai. Pertempuran berlanjut di pantai dan di laut sehingga lebih dari 2.000 prajurit Jepara terbunuh. Dua kapal Jepara didamparkan badai ke pantai Malaka menjadi mangsa Portugis. Hanya kurang dari setengah prajurit Jepara yang sanggup lolos meninggalkan Malaka.
Pada 1567, Pangeran Husain Ali I Riayat Syah dari Kesultanan Aceh mengerahkan angkatan perang laut untuk memaksa Portugis meninggalkan Malaka, namun serangan ini pun akhirnya gagal. Pada 1574 sebuah serangan gabungan dari Kesultanan Aceh dan pasukan Jawa dari Jepara kembali mencoba merebut Malaka dari Portugis, namun berakhir dengan kegagalan akibat kurangnya koordinasi.
Bandar-bandar lain yang tumbuh menjadi saingan semisal Johor membuat para saudagar Asia tidak lagi berlabuh di Malaka sehingga kota itu mengalami kemunduran sebagai sebuah bandar niaga. Alih-alih mencapai ambisinya menguasai jaringan niaga Asia, Portugis justru menjadikannya kacau-balau. Alih-alih terwujudnya sebuah bandar pusat pertukaran kekayaan Asia, ataupun sebuah negara Melayu pengendali Selat Malaka yang menjadikannya aman bagi lalu-lintas niaga, yang timbul justru perdagangan yang terserak ke sejumlah bandar di antara pahit-getir peperangan di Selat.
Kesultanan Malaka adalah salah satu negara penyetor upeti sekaligus sekutu Dinasti Ming di Tiongkok. Penaklukan Malaka oleh Portugal pada 1511 dibalas Tiongkok dengan perlakuan kejam terhadap orang-orang Portugis.
Usai Penaklukan Malaka, Tiongkok menolak ditemui serombongan utusan Portugis.[3]
Pemerintah Kekaisaran Tiongkok di Guangzhou memenjarakan dan menghukum mati banyak utusan diplomatik Portugis sesudah terlebih dahulu menyiksa mereka. Seorang duta Malaka telah memberi tahu pihak Tiongkok perihal perebutan Malaka oleh Portugis, yang ditanggapi Tiongkok dengan menunjukkan sikap permusuhan terhadap orang-orang Portugis. Kepada pihak Tiongkok duta Malaka itu membeberkan tipu-muslihat Portugis, yakni menyamarkan rencana penaklukan dengan pura-pura berdagang, dan mengisahkan pula kesukaran yang dialaminya akibat dijajah Portugis. Malaka berada di bawah perlindungan Tiongkok sehingga invasi Portugis itu membangkitkan murka Tiongkok.
Akibat keluhan yang diajukan Sultan Malaka mengenai invasi Portugis kepada Kaisar Tiongkok, orang-orang Portugis disambut dengan sikap permusuhan oleh orang-orang Tionghoa tatkala mereka tiba di Tiongkok. Keluhan Sultan itu telah menimbulkan "kesulitan besar" bagi orang-orang Portugis di Tiongkok. Orang-orang Tionghoa sangat "tidak ramah" terhadap Portugis. Sultan Malaka yang berpangkalan di Bintan selepas mengungsi dari Malaka, mengirim pesan kepada pihak Tiongkok, yang ditimpali perilaku bandit dan tindak kekerasan Portugis di Tiongkok, menyebabkan pemerintah Tiongkok menghukum mati 23 orang Portugis dan menyiksa yang lain di penjara. Setelah Portugis menempatkan pos-pos dagang dan melakukan kegiatan-kegiatan perompakan serta pengeroyokan di wilayahnya, pihak Tiongkok membalas dengan menumpas tuntas Portugis di Ningbo dan Quanzhou. Pires, seorang duta dagang Portugis, adalah salah satu di antara orang-orang Portugis yang meninggal dalam penjara Tiongkok.
Sekalipun demikian, seiring perlahan membaiknya hubungan, dan setelah Portugis membantu melawan gerombolan perompak Wokou di sepanjang pesisir Tiongkok, pada 1557 Dinasti Ming akhirnya mengizinkan orang-orang Portugis untuk menetap di Makau dalam sebuah koloni dagang Portugis yang baru. Kesultanan Melayu Johor turut pula memperbaiki hubungannya dengan Portugis, bahkan maju berperang bersama mereka melawan Kesultanan Aceh.
Para pedagang Tionghoa memboikot Malaka setelah jatuh ke tangan Portugis, beberapa orang Tionghoa di Jawa menyumbangkan kapal-kapal guna membantu upaya-upaya kaum Muslim merebut kembali Malaka dari Portugal. Keterlibatan orang-orang Tionghoa Jawa dalam perebutan kembali Malaka diriwayatkan dalam "The Malay Annals of Semarang and Cerbon" (Sejarah Melayu Semarang dan Cerbon). Saudagar-saudagar Tionghoa berdagang dengan orang-orang Melayu dan orang-orang Jawa, tidak dengan Portugis.
Menjelang permulaan abad ke-17, Kompeni Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie, VOC) mulai berani menantang kekuasaan Portugis di Timur. Di masa itu, Portugis telah mengubah Malaka menjadi sebuah benteng yang tak tertembus, Fortaleza de Malaca, yang mengendalikan akses ke jalur-jalur pelayaran di Selat Malaka dan perdagangan rempah-rempah di sana. Belanda mulai melakukan penerobosan wilayah dan serangan kecil-kecilan terhadap Portugis. Upaya bersungguh-sungguh yang pertama adalah pengepungan Malaka pada 1606 oleh armada VOC ketiga dari Holandia beranggotakan sebelas kapal, di bawah komando Admiral Cornelis Matelief de Jonge yang mengakibatkan pecahnya pertempuran laut di Tanjung Rachado. Meskipun Belanda dibuat kabur kocar-kacir, lebih banyak korban berjatuhan di pihak armada Portugis yang dipimpin Martim Afonso de Castro, Raja Muda Goa, selain itu pertempuran ini mengakibatkan pasukan-pasukan Kesultanan Johor menjalin persekutuan dengan Belanda dan kelak juga dengan Kesultanan Aceh.
Sekitar kurun waktu itu, Kesultanan Aceh telah tumbuh menjadi sebuah kekuatan regional dengan kesatuan angkatan laut yang mengagumkan dan menganggap Malaka Portugis sebagai ancaman laten. Pada 1629, Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh mengirim beberapa ratus kapal untuk menyerbu Malaka, akan tetapi misi itu mengalami kegagalan besar. Menurut catatan-catatan Portugis, dalam penyerbuan itu seluruh kapal Iskandar Muda dihancurkan dan sekitar 19.000 prajuritnya tewas.
Belanda bersama sekutu-sekutu pribuminya menyerang dan akhirnya merebut Malaka dari Portugis pada bulan Januari 1641. Upaya kerja sama Belanda-Johor-Aceh ini ampuh menghancurkan baluwarti terakhir kekuasaan Portugis, sehingga meredupkan pengaruh mereka di kawasan kepulauan itu. Belanda menduduki kota Malaka, namun tidak berniat menjadikannya pangkalan utama, dan malah bertekun membangun Batavia (sekarang Jakarta) sebagai pusat jaringan dagangnya di belahan dunia Timur. Bandar-bandar Portugis di wilayah-wilayah penghasil rempah-rempah di Maluku juga jatuh ke tangan Belanda pada tahun-tahun berikutnya. Akibat penaklukan-penaklukan ini, luas jajahan Portugis di Asia menyusut hingga terbatas pada Timor Portugis, Goa, Daman dan Diu di India Portugis, serta Makau sampai abad ke-20.
Cikal bakal tatanan pertahanan Kota Malaka adalah sebuah menara berbentuk persegi yang dinamakan Fortaleza de Malaca. masing-masing sisinya selebar 10 depa dan setinggi 40 depa, berdiri di kaki bukit pertahanan, sebelah-menyebelah dengan lautan. Mulai dari sisi timurnya dibangun tembok melingkar dari mortar dan batu, dan di tengah-tengah halaman bertembok itu digali pula sebuah sumur.
Dari tahun ke tahun, tembok dibangun sampai akhirnya mengelilingi seluruh bukit pertahanan. Benteng berbentuk segi lima mula-mula dibangun di titik terjauh dari tanjung di sebelah tenggara muara sungai menuju ke sebelah barat Fortaleza. Pada titik ini dibangun dua tembok pertahanan yang membentuk sudut siku-siku dan menyusuri garis pantai. Yang satu dibangun sepanjang 130 depa ke arah utara menuju muara sungai dan berakhir di baluwarti São Pedro, sementara yang lain dibangun sepanjang 75 depa ke arah timur, menyusuri garis pantai, dan berujung di gerbang dan selekoh Santiago.
Dari selekoh São Pedro, tembok berbelok ke arah timur-laut sepanjang 150 depa, melewati gerbang Pelataran Rumah Cukai dan berakhir pada titik paling utara dari benteng, yakni selekoh São Domingos. Dari gerbang São Domingos, dibangun tembok pertahanan dari timbunan tanah sepanjang 100 depa ke arah tenggara sampai ke selekoh Madre de Deus. Dari sini, mulai dari gerbang Santo António, pembangunan diteruskan melewati selekoh Onze Mil Virgens hingga berakhir di gerbang Santiago.
Panjang keseluruhan tembok pertahanan mencapai 655 depa ditambah sedepa kurang 10 tapak tangan.
Benteng Kota Malaka memiliki empat gerbang: Porta de Santiago,  Gerbang Pelataran Rumah Cukai, Porta de São Domingos, Porta de Santo Antonio.
Dari empat gerbang ini hanya dua yang terbuka untuk umum: Gerbang Santo António yang membuka akses ke kawasan pemukiman Yler, dan gerbang barat di Pelataran Rumah Cukai yang membuka akses menuju Tranqueira beserta Bazaar-nya.
Setelah tegak selama hampir 300 tahun, pada 1806, bangsa Inggris yang enggan merawat Benteng dan juga khawatir kekuatan-kekuatan Eropa lain akan menguasainya, memerintahkan untuk membongkarnya sedikit demi sedikit. Benteng Malaka nyaris lenyap tak berbekas andai tak dihalangi Sir Stamford Raffles yang berkunjung ke Malaka pada 1810. Yang tersisa dari benteng Portugis pertama di Asia Tenggara ini hanyalah Porta de Santiago, yang kini dikenal dengan sebutan A Famosa.
Di luar pusat kota yang dilingkungi benteng, berdiri tiga perkampungan. Yang pertama adalah Upe (Upih), lazim disebut Tranqueira (sekarang Kampung Tengkera) yang berarti dinding pertahanan. Dua perkampungan lainnya adalah Yler (Hilir) atau Tanjonpacer (Tanjung Pasir), dan Sabba.
Tranqueira adalah pemukiman suburban Malaka yang terpenting. Perkampungan ini berbentuk persegi panjang, dengan tembok pertahanan di batas utaranya, Selat Malaka sebagai batas selatannya, serta Sungai Malaka (Rio de Malaca) dan tembok fortaleza menjadi batas timurnya. Tranqueira adalah kawasan pemukiman utama Kota Malaka. Sekalipun demikian, bilamana perang meletus, warga Tranqueira akan diungsikan ke dalam benteng. Tranqueira dibagi menjadi dua paroki, São Tomé dan São Estêvão. Paroki São Tomé juga dikenal dengan nama Campon Chelim (bahasa Melayu: Kampung Keling) karena mayoritas penghuninya adalah Orang Keling atau warga pendatang dari Kerajaan Kalingga di pesisir Pantai Koromandel. Paroki São Estêvão juga dinamakan Campon China (Kampung Cina).
Manuel Godinho de Erédia (1563-1623) mencatat bahwa di kawasan ini rumah-rumah terbuat dari kayu akan tetapi beratap genting. Sebuah jembatan batu dikawal prajurit melintas di atas sungai Malaka, menjadi jalan masuk ke dalam Benteng melalui Pelataran Rumah Cukai. Pusat niaga Malaka juga bertempat di Tranqueira, berdekatan dengan pantai di muara sungai, dan dijuluki Bazaar dos Jaos (Pasar Orang Jawa).
Kawasan Yler (Hilir) kurang lebih meliputi Buquet China (Bukit Cina) dan pesisir tenggara. Sumur di Buquet China adalah salah satu sumber air utama bagi warganya. Tengaran yang menonjol di kawasan ini meliputi Gereja Madre De Deus dan Biara Kapusin São Francisco. Tengaran menonjol lainnya adalah Buquetpiatto (Bukit Piatu). Batas-batas pemukiman tak bertembok ini konon merentang sejauh Buquetpipi dan Tanjonpacer.
Tanjonpacer (bahasa Melayu: Tanjung Pasir) kelak dinamakan Ujong Pasir. Kini di Malaka, di kawasan ini masih terdapat sebuah komunitas keturunan para pendatang Portugis. Perkampungan Yler saat ini dikenal dengan nama Banda Hilir. Reklamasi daratan di zaman modern (dengan tujuan pembangunan kawasan niaga Melaka Raya) telah melenyapkan akses ke laut yang dahulu dimiliki Banda Hilir.
Rumah-rumah di perkampungan ini dibina menyusuri tepian sungai. Beberapa pribumi Melayu Muslim, penghuni asli Kota Malaka, mendiami rawa-rawa yang ditumbuhi pohon Nypeiras, tempat mereka membuat arak Nypa (Nipah) melalui proses penyulingan untuk diperdagangkan. Perkampungan ini dianggap sebagai kawasan hunian terjauh dari kota, karena merupakan kawasan peralihan menuju pedalaman Malaka, tempat melintas kayu dan arang yang dibawa masuk ke Kota. Beberapa paroki juga berlokasi di luar kota di sepanjang sungai; São Lázaro, Nossa Senhora de Guadalupe, dan Nossa Senhora da Esperança. Orang-orang Melayu Muslim mendiami lahan-lahan pertanian yang jauh masuk ke pedalaman.
Kelak di era Belanda, Inggris, dan kemudian Kota Malaka modern, nama Sabba terabai dan terlupakan. Sekalipun demikian, di masa lampau perkampungan ini meliputi kawasan-kawasan yang kini dikenal sebagai Banda Kaba, Bunga Raya, Kampung Jawa, dan pusat Kota Malaka modern.
DAFTAR PUSTAKA

Ricklefs, M.C. 1991. A History of Modern Indonesia since c. 1300, Edisi ke-2. London: MacMillan.
Mohd Fawzi bin Mohd Basri; Mohd Fo'ad bin Sakdan; Azami bin Man 2002. Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sejarah Tingkatan 1. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Wills, John E., Jr. 1998. "Relations with Maritime Europe, 1514–1662," dalam The Cambridge History of China: Jilid 8, The Ming Dynasty, 1368–1644, Bagian 2, 333–375. Disunting oleh Denis Twitchett, John King Fairbank, dan Albert Feuerwerker. New York: Cambridge University Press.



[1] Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c. 1300, Edisi ke-2. London: MacMillan. hlm. 23
[2] Mohd Fawzi bin Mohd Basri; Mohd Fo'ad bin Sakdan; Azami bin Man (2002). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sejarah Tingkatan 1. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. hlm. 95
[3] Wills, John E., Jr. (1998). "Relations with Maritime Europe, 1514–1662," dalam The Cambridge History of China: Jilid 8, The Ming Dynasty, 1368–1644, Bagian 2, 333–375. Disunting oleh Denis Twitchett, John King Fairbank, dan Albert Feuerwerker. New York: Cambridge University Press.

Jumat, 29 November 2019

MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIA LATAR BELAKANG PERANG MOTIV AGAMA, DEVIDE ET IMPERA ALA BELANDA SERTA PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAH


MAKALAH SEJARAH ISLAM INDONESIALATAR BELAKANG PERANG MOTIV AGAMA, DEVIDE ET IMPERA ALA BELANDA SERTA PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP PENJAJAH



BAB I
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama yang memiliki banyak sudut pandang, ada yang menganggapnya berkah ada pula yang menganggapnya terror. Dalam Islam ada yang menggunakannya sebagai pedoman dalam kelakuan. lalu ada yang memaksa dalam melaksanakan perintah tuhan-Nya ada yang mengajak dalam melaksanakan perintahNya. Terkadang orang menganggapnya identik dengan kerasnya kondisi Timur Tengah terkadang orang menganggapnya identik dengan lembutnya kondisi di Nusantara1 .
 Sampai saat ini umat Islam masih terus mengalami perkembangan, di hampir seluruh belahan dunia, termasuk di Eropa yang letaknya tidak dekat dari tempat dimana Islam pertama kali muncul dan berkembang, ada kelompok -kelompok muslim yang tinggal dan menetap di daerah tersebut2 . Islam mulai masuk ke Eropa sudah dimulai dari berabad-abad yang lalu. Semua itu di awali oleh penaklukan negara Andalusia pada tahun 756 M – 1492 M di Semenanjung Iiberia. Kemudian berlanjut melalui Sisilia serta penaklukan wilayah Balkan yang dilakukan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah. Kehadiran dan perkembangan Islam
    B.     Rumusan Masalah
A.  Bagaimana Latar Belakang Perang Motif Agama?
B.  Apakah Sebab dan Tujuan Perang Dalam Islam?
C.  Bagaimana Devide Et Implera Ala Belanda ?
D.  Bagaiman Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Penjajahan Bangsa Barat?
       C.    Tujuan Masalah
A.  Mengetahui Latar Belakang Perang Motif Agama
B.  Mengetahui Sebab dan Tujuan Perang Dalam Islam
C.  Mengetahui Bagaimana Devide Et Implera Ala Belanda
D.  Mengetahui tentang bagaimana Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Penjajahan Bangsa Barat

BAB II
PEMBAHASAN

     A.    Latar Belakang Perang Motif Agama
Konfrontasi antara dunia barat terhadap umat islam sebetulnya bukan hal yang baru. Hal ini terjadi sejak terjadinya perang salib pada masa Nabi Muhammad SAW pada abad ke 7 M. Dimulai dengan kejatuhan Konstantinopel di kerajaan Byzantium oleh tentara muslim yang berimbas pada perang salib. Setelah beberapa abad terjadinya perang salib, pandangan dunia barat semakin negatif terhadap umat Islam pasca serangan teroris yang dilakukan oleh Al Qaeda terhadap Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Dimana serangan teroris yang terkenal dengan sebutan tragedi 9/11 tersebut menghancurkan gedung World Trade Center (WTC) dan juga gedung pertahanan Amerika Serikat Pentagon. Selain penyerangan terhadap Amerika, di tahun 2004 gerakan Al Qaeda juga menyerang London, ibukota Inggris, dan pada tahun 2005 gerakan yang sama juga menyerang Madrid, ibukota spanyol. Hal inilah yang menyebabkan bangsa barat memandang islam sebagai agama yang keras. Kenapa terorisme yang dilakukan oleh gerakan Al Qaeda selalu dikaitkan dengan islam, hal ini 2 disebabkan karena Al Qaeda mengaku bahwa serangan yang mereka lancarkan terhadap bangsa barat dalah bentuk sebuah Jihad. Jihad oleh dunia barat selalu berkaitan dengan umat islam.
Oleh karena itu, Dunia barat khususnya negara-negara penganut paham liberalis menganggap bahwa islam adalah agama yang keras dan indentik dengan jihad dalam bentuk terorisme seperti pengeboman bunuh diri dan pembajakan pesawat seperti pada tragedy WTC 9/11 silam. Perang yang dilakukan oleh bangsa barat terhadap kaum muslimin yang bertajuk dengan pembasmian terorisme ternyata juga masih berhubungan dengan kekalahan mereka di perang salib. Menurut Z. A. Maulani dalam bukunya yang berjudul Mengapa Barat Memfitnah Islam, bahwa perang pembasmian terorisme internasional di abab ke 21 mempunyai latar belakang keinginan balas dendam di alam bawah sadar masyarakat barat, yang mengalami trauma sebagai dampak dari kegagalan bangsa Kristen Eropa dalam perang salib (Maulani, 2002: 60). Hal ini pulalah yang menjadi latar belakang kenapa serangan yang merobohkan menara WTC selalu dikaitkan dengan gerakan ekstrim kiri Islam Alqaeda, di Afghanistan.
                        Kenapa Islam dan jihad oleh bangsa barat selalu diartikan dengan tindakan terorisme? Padahal menurut Rohimin jihad yang berasal dari kata jahada – yujahidu, memiliki arti mencurahkan daya upaya atau bekerja keras, yang pada dasarnya secara morfologis menggambarkan perjuangan keras atau upaya maksimal yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu dan 3 menghadapi sesuatu yang mangancam dirinya (Rohimin, 2006: 17). Sedangkan jihad menurut E. W. Lane, memiliki pengertian lengkap sebagai bekerja, berjuang, atau bersusah payah: mencurahkan daya upaya, atau kemampuan yang luar biasa dengan bekerja keras, usaha maksimal, rajin, tekun, bersungguhsungguh atau penuh energy; bersakit-sakit atau menanggung beban sakit yang dalam (Lane dalam Rohimin, 2006: 17).
Akan tetapi ada beberapa kelompok yang salah mengartikan pengertian jihad sehingga terbentuklah stigma yang menganggap jihad dalam bentuk kekerasan adalah salah satu langkah yang terbaik. Kelompok yang mengartikan bahwa jihad dalam bentuk kekerasan itu dibenarkan dalam Islam karena mereka berpedoman pada Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, An Nasai, Ad Darimi dari Anas bin Malik yang berbunyi “ perangilah orang-orang musyrik itu dengan harta-hartamu dan diri kalian serta lisan-lisan kalian “(Anas dalam Prasetyo, 2002: 149). Dari kesalahan penafsiran ini maka bangsa barat menganggap bahwa Islam adalah agama yang keras dan identik dengan terorisme. Hal ini dikuatkan juga oleh sebuah stigma buruk oleh bangsa barat terhadap kaum muslim bahwa ajaran islam melegalkan kekerasan dilihat dari faham jihad. Mereka mengeluarkan stigma buruk tersebut setelah melihat video yang dikirimkan oleh kelompok yang bertanggung jawab atas serangan 9/11 terhadap WTC yang mengaku sebagai organisasi Alqaeda yang berlandaskan pada jihad. Menurut Nikolaos Van Dam dalam artikelnya di Republika, Kamis 29 Oktober 2009,
Di 4 Eropa dan Negara barat, pandangan terhadap Muslim dan Islam pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh pemikiran lekat yang disarikan dari konflik para penguasa Kristen dan Islam di abad pertengahan. Selain itu juga mereka melihat dari factor sejarah yang terjadi ketika perang salib meletus dimana bangsa barat yang penganut non-muslim kalah berperang terhadap pasukan islam. Kaitan antara islam dan terorisme juga ditegaskan oleh media massa dalam mengemas dan menyebarkan informasi tersebut. Menurut Gamble dan Gamble, (2005: A-6) bahwa The function of the mass media and machine-assisted communication is information and surveillance, agenda setting and interpretation, connective link, socialization and value transmission, persuasuion, and entertainment Sehingga jika kita mengacu pada pernyaatan Gambledan Gamble mengenai fungsi media massa sebagai agenda seting dan interpretasi, maka secara tidak langsung media massa telah membangun sebuah stigma negatif yang berimbas pada munculnya stereotype mengenai umat muslim dan agama islam.
     B.     Sebab dan Tujuan Perang Dalam Islam
Sejarah mencatat banyak peperangan yang dilakoni oleh kaum muslimin. Dari sini, para orientalis memancing di air keruh, mencari celah untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin. Sayangnya, respon umat Islam sangat lemah, terutama dari kalangan pemuda. Mereka dengan mudah menelan informasi tersebut, tidak kritis, dan malas belajar agama dan mengkaji sejarah. Akhirnya, para pemuda Islam tersebut terpengaruh dan terbawa arus. Mereka jadi kecewa dengan pendahulu-pendahulu mereka. Malu terhadap sejarah perjalanan agama mereka. Hingga akhirnya mereka meninggalkan agama. Tidak sedikit yang berdiri bersebrangan dan mengkampanyekan anti Islam dan syariatnya. Semoga Allah melindungi kita dari yang demikian.
Perdamaian adalah asas dari ajaran Islam. Rasulullah mengajarkan para sahabatnya agar tidak mengandai-andaikan peperangan dan permusuhan. Beliua mengajarkan agar para sahabatnya memohon perdamaian dan keselataman. Sebagaimana sabdanya,
لاَ تَتَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ ، وَسَلُوا اللَّهَ الْعَافِيَةَ ، فَإِذَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا
“Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh (perang), tapi mintalah kepada n. Dan bila kalian telah berjumpa dengan musuh, bersabarlah.” (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742).
Realitanya peperangan adalah keniscayaan. Fitrah manusia cinta kedamaian, namun praktiknya mereka selalu berselisih dan bermusuhan. Karena itu, untuk menghadapi realita ini beliau tekankan, bila terjadi peperangan, bersabarlah, hadapi, dan jangan lari sebagai seorang pengecut.
     a.      Sebab Islam Memerintahkan Perang
Seorang muslim dididik dengan akhlak yang mulia melalui Alquran dan sunnah. Kedua wahyu itu selalu mengedepankan solusi perdamaian dan berupaya menghindari peperangan dan pertumpahan darah. Lihatlah ayat-ayat tentang perang. Izin berperang barulah muncul di saat umat Islam memang dihadapkan pada kondisi tempur. Dalam kondisi tersebut umat Islam harus membela diri dan agama mereka. Allah berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ * الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلاَّ أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللهُ
“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”…” (QS:Al-Hajj | Ayat: 39-40).
Dalam ayat ini, penyebab disyariatkannya perang sangat jelas sekali. Yaitu, karena umat Islam dizalimi dan diusir dari negeri mereka tanpa alasan yang dibenarkan.
Allah berfirman,
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْـمُعْتَدِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS:Al-Baqarah | Ayat: 190).
Setelah perintah perang turun, nilai-nilai mulia pun tetap diperhatikan. Ada normanya: وَلاَ تَعْتَدُوا (jangan kamu melampaui batas), إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْـمُعْتَدِينَ (Allah benci orang-orang yang melampaui batas). Allah tidak menyukai permusuhan, walaupun terhadap non muslim. Inilah ajaran kasih sayang dan nilai-nilai kemanusiaan.
Ada yang berkomentar, Islam memerintahkan berperang dan mengancam permaian brdasarkan ayat:
وَقَاتِلُوا الْـمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
“dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi  semuanya.” (QS:At-Taubah | Ayat: 36).
Benarlah kata para ulama, di setiap ayat yang dijadikan dasar argumen para penyebar syubhat dan kerancuan, dalam ayat itu pula terdapat sanggahan argumennya. Perintah perang disini terikat akan kondisi. Ada kata “sebagaimana”. Mengapa Islam memerintahkan memerangi semua orang-orang musyrik, karena semua orang tersebut memerangi umat Islam. Artinya, hanya semua yang memerangi yang diperangi. Yang tidak turut berperang, tidak boleh diperangi.
Ayat lainnya yang menegaskan adanya syariat berperang dalam Islam adalah:
أَلَا تُقَاتِلُونَ قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ أَتَخْشَوْنَهُمْ ۚ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS:At-Taubah | Ayat: 13).
Ayat ini berkenaan dengan orang-orang Mekah yang memulai permusuhan terhadap umat Islam. Mereka telah menyebabkan Rasulullah keluar dari Mekah. Mereka yang memulai terjadinya Perang Badr. Mereka pula yang telah membatalkan perjanjian damai di Hudaibiyah.
Jadi, penyebab perang dalam Islam sangat jelas. Karena orang-orang non Islam yang terlebih dahulu memerangi kaum muslimin. Hal ini juga yang terjadi pada peperangan-perangan di zaman Khulafaur Rasyidin. Penaklukkan-penaklukkan umat Islam di berbagai wilayah dilatar-belakangi oleh tindakan ofensif orang-orang non Islam. Umat Islam tidak memerangi orang-orang yang tidak memerangi mereka.
      b.      Tujuan Perang
Dengan syariat perang ini, umat Islam bisa membela diri dan keluarga mereka. Mempertahankan agama dan wilayah mereka. Umat Islam dapat beribadah dengan tenang setelah sebelumnya orang-orang non Islam mengusiknya. Kemudian dakwah juga tersebar kepada seluruh manusia. Karena terbebas dari perbudakan kepada sesama makhluk –dengan menyembah mereka- adalah hak asasi setiap manusia. Dan Islam membebaskan manusia dari peribadatan kepada sesama makhluk.
     C.     Devide Et Implera Ala Belanda
Pengertian secara definitif Divide et impera atau Politik pecah belah adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat. Apabila kita membaca sejarah bangsa ini maka kita akan tahu mengapa hal ini terjadi. Terdapat satu komunitas yang terus menerus berjuang sementara di sisi yang lain berbaris komunitas-komunitas yang sedang asyik menikmati rejeki hasil pengkhianatan. Lucunya, dengan enteng kita mengatakan semuanya akibat politik divide et impera. Selalu orang lain yang disalahkan dan bukan mengapa kita bisa diadu domba.
Perlawanan di berbagai daerah itu antara lain Perang Saparua, Maluku (1817) di bawah pimpinan Pattimura. Perang Padri (1821 – 1837) di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Di Jawa muncul Perang Diponegoro (1825—1830) yang dipimpin Pangeran Diponegoro, didukung oleh Kyai Maja, Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, dan Pangeran Mangkubumi. Perang Aceh (1873 – 1904) yang melahirkan tokoh-tokoh terkenal seperti Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim, dan Teuku Umar. Tokoh perlawanan dalam Perang Banjar, Kalimantan (1858 – 1866) adalah Pangeran Prabu Anom, Pangeran Hidayat, dan Pangeran Antasari. Tokoh Perlawanan di dalam Perang Jagaraga, Bali (1849 – 1906) adalah Raja Buleleng, Gusti Gde Jelantik, dan Raja Karangasem, dan sebagainya. Ini adalah bukti dari satu komunitas yang yang terus menerus berjuang mempertahankan eksistensi idiologi dan politik yang tak sudi di rebut oleh tangan penjajah.
Ketika belajar sejarah, kita tidak pernah diberi kesempatan untuk bertanya dan dicerahkan pemikiran kita untuk bertanya, “Mengapa Belanda mempraktikan devide et impera?” Belanda tentu tidak bodoh, antropolog, sejarawan dan ilmuwan humaniora terbaik yang ada di seluruh Negeri Belanda tentunya telah dipekerjakan untuk meneliti watak khas orang Indonesia sebelum Pemerintah Belanda mengimplementasikan sebuah kebijakan. “Batu turun keusik naek”[1]
Tidak akan suatu kebijakan politik yang berhasil tanpa ada unsur pendukungnya, bagaimana pun baiknya suatu kebijakan politik kalau tanpa partisipasi politik maka akan gagal total dan sebaliknya sejelek-jeleknya kebijakan politik tetapi kalau ada unsur pendukung yang mengsukseskannya tentunya kebijakan tersebut akan berjalan dengan sendirinya. Politik devide et impera adalah produk penjajah yang tak kan sukses kalo tidak ada pihak yang bodoh dan haus kekuasaan sehingga mereka lebih suka bekerja sama dengan Belanda selama mereka (bersama Belanda) dapat menjajah rakyat di Nusantara ini. Selain itu syariat perang juga mengajarkan kepada orang-orang non Islam agar menepati perjanjian yang telah disepakati bersama.
     D.     Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Penjajahan Bangsa Barat
                       
      a.       Perlawanan Terhadap Kekuasaan Portugis.
1.       Perlawanan Kesultanan Ternate
                      Perlawanan rakyat Ternate didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate. Seluruh rakyat dari Irian sampai ke Jawa diserukan untuk melakukan perlawanan. Sayang sekali Sultan Hairun ditipu oleh Portugis dan dihukum mati pada tahun 1570.Tetapi kecongkakan Portugis akhirnya menuai balasan dengan keberhasilan Sultan Baabullah dalam mengusir Portugis dari bumi Maluku tahun 1575. Selanjutnya Portugis menyingkir ke daerah Timor Timur (Timor Loro Sae).

2.       Perlawanan Kesultanan Demak
Dominasi Portugis di Malaka telah mendesak dan merugikan kegiatan perdagangan orang-orang Islam. Oleh karena itu, Sultan Demak R. Patah mengirim pasukannya di bawah Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Pati Unus melancarkan serangannya pada tahun 1527, tentara Demak kembali melancarkan serangan terhadap Portugis yang mulai menanam pengaruhnya di Sunda Kelapa. Di bawah pimpinan Fatahillah, tentara Demak berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa kemudian diubah menjadi Jayakarta.
3.       Perlawanan Kesultanan Aceh
Setelah menguasai Malaka, Portugis kemudian mengirimkan pasukannya untuk menundukkan Aceh. Usaha inipun mengalami kegagalan. Serangan Portugis ke Aceh menunjukkan bahwa kekuasaan Portugis di Malaka telah mengancam dan merugikan Aceh. Apalagi kegiatan monopoli perdagangannya yang sangat menyulitkan rakyat Aceh. Untuk mengusir Portugis dari Malaka, Aceh menyerang kedudukan Portugis di Malaka.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), armada kekuatan Aceh telah disiapkan untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Saat itu Aceh telah memiliki armada laut yang mampu mengangkut 800 prajurit. Pada tahun 1629, Aceh mencoba menaklukkan Portugis. Penyerangan yang dilakukan Aceh ini belum berhasil mendapat kemenangan. Namun , Aceh masih tetap meneruskan perjuangan melawan Portugis.
b.      Perlawanan Terhadap VOC
1.      Perlawanan Kesultanan Mataram
Pada awalnya Mataram dengan Belanda menjalin hubungan baik. Belanda diizinkan mendirikan benteng (loji) untuk kantor dagang di Jepara. Belanda juga memberikan dua meriam terbaik untuk Kerajaan Mataram. Dalam perkembangannya, terjadi perselisihan antara Mataram-Belanda. Pada tanggal 8 November 1618, Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen memerintahkan Van der Marct menyerang Jepara. Peristiwa tersebut memperuncing perselisihan antara Mataram dengan Belanda. Raja Mataram Sultan Agung segera mempersiapkan serangan terhadap VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628.
Pasukan Mataram yang dipimpin Tumenanggung Baurekso tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628. Pasukan ini kemudian disusul pasukan Tumenanggung Sura Agul-Agul, yang dibantu dua bersaudara, yakni Kiai Dipati Mandurojo dan kiai Upa Santa. Tidak kurang dari 1000 prajurit Mataram gugur dalam perlawanan tersebut. Mataram segera mempersiapkan serangan kedua dipimpin Kyai Adipati Juminah, Kiai A. Puger, dan K. A Purbaya. Serangan dimulai tanggal 1 Agustus 1629 dan berakhir 1 Oktober 1629. Serangan kedua inipun juga gagal, selain karena faktor kelemahan serangan pertama, lumbung padi persediaan makanan, banyak dihancurkan Belanda. Disamping Sultan Agung, perlawanan juga dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi, dan Mas Said.
2.      Perlawanan Kesultanan Gowa
Dalam lalu lintas perdagangan, Gowa menjadi Bandar antara jalur perdagangan Malaka dan Maluku. Sebelum rempah-rempah dari Maluku dibawa sampai ke Malaka, maka singgah dahulu di Gowa, begitu juga sebaliknya. Melihat kedudukan Gowa yang begitu penting , maka VOC ingin sekali menguasai Bandar di Gowa. Usaha yang dilakukan adalah melakukan blokade terhadap Pelabuhan Sombaopu. Disamping itu, kapal-kapal VOC juga diperintahkan untuk merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal-kapal asing. Menghadapi perkembangan yang semakin genting itu , maka raja Gowa , Sultan Hasanuddin mempersiapkan pasukan dengan segala perlengkapan untuk menghadapi VOC. Beberapa kerajaan sekutu juga disiapkan. Benteng-benteng dibangun di sepanjang pantai kerajaan. Sementara itu, VOC dalam rangka menerapkan politik adu domba, telah menjalin hubungan dengan seorang pangeran Bugis dari Bone bernama Arung Palaka. Meletuslah perang antara VOC dengan Gowa pada 7 juli 1667. Tentara VOC dipimpin Spelman yang diperkuat pengikut Arung Palaka menggempur Gowa. Karena kalah persenjataan , benteng pertahanan tentara Gowa di Barombang dapat diduduki oleh pasukan Arung Palaka. Perselisihan ini diakhiri dengan ditandatanganinya perjanjian Bongaya , yang isinya sebagai berikut:
1.      Gowa harus mengikuti hak monopoli.
2.      Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah kekuasaan Gowa.
3.      Gowa harus membayar biaya perang.
4.       Di Makassar dibangun benteng-benteng VOC.        
C. Perlawanan Terhadap Penjajahan Belanda.
1. Perlawanan Rakyat Maluku (1817).
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda, hal itu disebabkan karena Belanda datang ke Nusantara untuk mendapatkan rempa-rempah dengan harga yang semurah-murahnya untuk keuntungan yang berlipat ganda. Sehingga semua itu sangatlah memberatkan rakyat. Hingga datanglah Inggris untuk mendapat simpati dari rakyat Maluku, dengan motif selalu membantu rakyat dari Belanda. Namun Belanda kembali berkuasa dari tangan inggris setelah diterapkannya Konvensi London tahun 1814. Dan pada tanggal 17 Mei 1817 pemuda Sapurua yang dipimpin Pattimura, memulai perlawanan terhadap Belanda untuk merebut benteng Duurstede. Bentengpun akhirnya dapat dikuasai dan Rasiden Van Der Berg ditembak mati. Serangan lain juga terjadi di daerah Maluku lain, sehingga hal itu mengacaukan Belanda.
Belandapun semakin meningkatkan ofensifnya menumpas gerakan perlawanan rakyat Maluku. Hingga terjadilah pertempuran sengit secara Sporadis antara rakyat Maluku dengan Belanda. Belandapun mendatangkan bantuan dari Batavia hingga pasukan Pattimura terdesak oleh Belanda. Pada bulan Agustus Pattimura menyingkir ke hutan dan melakukan perang Gerilya. Benteng Deverdijk dapat dikuasai lagi oleh Belanda. Pattimura sangatlah terdesak hingga dapat ditangkap Belanda dan dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon pada 16 Desember 1817. [2]
2.    Perlawanan Kaum Padri (1819-1832).
Awalnya kedatangan islam di daerah Minangkabau tidak mempengaruhi pola hidup kaum Adat. Tetapi setelah datangnya  tiga orang haji dari Mekah yaitu H. Miskin, H. Sumanik, dan H. Piabang yang ingin meluruskannya ajaran islam, hal itu membuat adanya tantangan dari kaum Adat. Sehingga terjadilah perang antara kaum Adat dengan kaum Padri. Dan setelah Belanda menerima penyerahan daerah Sumatra Barat dari Inggris, Belanda membantu kaum Adat melawan kaum Padri. Namun setelah adanya perlawanan Diponegoro Di Jawa, menyebabkan kesulitan bagi pemerintah Hindia Belanda, hingga pemerintah Belanda berhasil membujuk kaum Padri untuk berunding. Kolonel Stuers pada tanggal 29 Oktober 1825 yang ditandatangani tanggal 15 November 1825 berhasil mengadakan perdamaian dengan  kaum Padri yang diwakili Tuanku Keramat yang berisi :
a.       Belanda akan mengakui kekuasaan Tuanku-Tuanku di Lintau, Limapuluh Kota, Telawas, dan Agama.
b.      Kedua belah pihak akan melindungi orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan para pedagang.
c.       Kedua belah pihak akan melindungi orang-orang yang kembali dari pengungsian.
Peperangan masih berlanjut dengan yang serangan Belanda dipusatkan ke Bonjol. Belanda menggunakan siasat Devide at Empera dengan cara mendatangkan pasukan Sentot Prawirodirjo dari Jawa. Pertempuran antara kaum Padri dan kaum Adat terjadi di kota Lawas. Perang saudara ini di manfaatkan Belanda untuk menguasai Sumatra dengan membantu kaum Adat, namun kaum Adat sadar bahwa mereka hanya dimanfaatkan Belanda.Akhirnya kaum kaum Padri dan kaum Adat bersatu melawan Belanda. Perang padri akhirnya dimenangkan Belanda setelah benteng Bonjol berhasil direbut belanda. Imam Bonjol tertangkap pada tahun 1837 dan di buang ke Cianjur, dan tahun 1864 dipindahkan ke Manado hingga wafat. Namun setelah wafatnya imam Bonjol, peperangan masih tetaplah berlanjut di dhaerah Sumatra Barat.
3. Perlawanan  Diponogoro (1825-1830).
Pangeran diponogoro adalah bangsawan mataram yang berusaha membebaskan tanah mataram dari dominasi Belanda. Perlawanan terjadi antara tahun 1825-1830. perang yang terjadi, dilatar belakangi karena berbagai masalahyang muncul.
Masalah Umum :
a)    Kerajaan mataram semakin sempit kekuasaannya, akibat Belanda.
b)   Campur tangan belanda dalam urusan istana mataram.
c)    Penderitaan dan kesengsaraan mataram kerena banyak pajak yang dipungut Belanda.
d)   Kaum ulama kecewa karena berkembangnya budaya barat.
e)    Kaum bangsawan tidak diperkenankan menyewakan tanah.
Masalah yang khusus yaitu Belanda membuat jalan di Tegalrejo yang melalui makam leluhur  Dipenogoro tanpa izin terlebih dahulu. Perlawanan Diponegoro mendapat dukungan dari Kyai Maja, Sentot Prawiro Direjo, dan pangeran Mangku Bumi. Dalam perang, Dipenogoro melakukan siasat Perang Gerilya, sehingga Belanda kewalahan dalam menghadapinya. Belanda mengangkat Jendral De Koock untuk menghadapi Diponogoro dengan siasat Benteng Stelsel, artinya setiap daerah yang dikuasainya segera dibangun benteng, kemudian antara benteng yang satu dengan yang lainnya dihubungkan jalan untuk gerak cepat pasukan. Diponegoro ditangkap dalam perundingan dan di asingkan ke Batavia, kemudian ke Manado dan akhirnya ke Makassar sampai meninggal dunia pada 8 Januari 1855.
4.Perang Jagaraga.
Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Pantai Buleleng. Sesuai dengan hukum Tawan Karang, kapal itu disita oleh kerajaan Buleleng. Tetapi Belanda menuntut agar kapal itu dikembalikan dan seluruh kerajaan di Bali tunduk kepada Belanda. Tetapi Raja Beleleng menolaknya, sehingga pada tahun 1846, Belanda mendaratkan 1700 pasukan dan terjadilah pertempuran di Buleleng.  Kerajaan Buleleng dipimpin oleh Patihnya,Gusti Ktut Jelantik. Namun pertempuran itu gagal yang kekalahan itu dianggap sebagai tunduknya semua kerajaan di Bali terhadap Belanda.
Akhirnya Raja dan Patih Buleleng bersatu dengan kerajaan lain seperti Karangasem, Klungkung, Mengwi,dan Bandung sepakat untuk menyerang pos-pos Belanda yang dipimpin Gusti Ktut Jelantik. Sehingga pada tahun 1848 belanda mengirim pasukan 2300 orang. Belanda mengancam dan menuntut raja-raja di Bali. Namun, tuntutan itu tidak dihiraukan oleh raja dan rakyat Bali. Sehingga pada tahun 1849, pihak Belanda kembali mengirim pasukan yang lebih banyak, sekitar 5000 serdadu ke Bali. Selanjutnya, berkobarlah pertempuran sengit yang dikenal sebagai Perang Jagaraga (Perang Puputan) atau perang hingga seluruh pasukan Bali gugur. Benteng Jagaraga akhirnya dapat diduduki Belanda. Maka pada tahun 1849 semua kerajaan di Bali sudah berada di bawah kekuasaan Belanda.
5.Perang Banjar (1859-1863).
Pada tahun 1859 terjadi Perang Banjar. Perang itu timbul, karena :
a.       Dhaerah kekuasaan Belanda di Kalimantan Selatan semakin diperluas, dan dhaerah kerajaan makin dipersempit oleh Belanda.
b.      Rakyat hidup menderita karena beban pajak dan kewajiban kerja paksa.
c.       Pemerintah Belanda melakukan intervensi dalam urusan Kerajaan banjar.
Pada tahun 1857 terjadi konflik internal dalam pergantian raja. Belanda menunjuk Pangeran Tamjidillah sebagai sultan, yang tidak dikehendaki rakyat. Penangkapan Pangeran Prabu Anom dan pengambilalihan Kesultanan banjar oleh Belanda pada tahun 1859, yang menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kaum bangsawan dan rakyat, sehingga muncullah Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat memimpin perlawanan.
Pada bulan April tahun 1859, pasukan Banjar menyerang pos-pos Belanda, seperti di Martapura, sekitar sungai Barito, dan di Tabanio. Bahkan pasukan Pangeran Hidayat yang dipimpin Tumenggung Surapati berhasil membakar dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda. Sehingga pada tanggal 11 Juni 1860, Belanda secara resmi menghapus kesultanan Banjar dan Banjar diperintah oleh seorang penguasa Hindia Belanda.
Pangeran Antasari terus berjuang memimpin perlawanan, walaupun Kyai Damang Leman menyerah dan Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Cianjur. Bahkan ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin pada tanggal 14 maret 1862. Ia dibantu para pemimpin yang lalin, seperti Pangeran Miradipa, Tumenggung Surapati dan Gusti Umah untuk memutuskan pertahanan di Hulu Taweh. Perlawanan Antasari berakhir sampai ia meninggal pada 11 oktober 1862, yang kemudian perlawanannya dilanjutkan putranya, yaitu pangeran Muhamad Seman.
6. Perlawanan Rakyat Aceh (1873-1912).
Pertempuran ini dilatar belakangi karena :
a.       Aceh merupakan pusat perdagangan, sehingga Aceh banyakmenghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oeh karena itu Belanda berambisi untuk mendudukinya.
b.      Aceh semakin terancam dengan adanya Traktat Sumatera, yang berisi pemberian kebebasan bagi Belanda untuk memperluas daerah kekuasaan di Sumatera, termasuk Aceh.
c.       Aceh berusaha untuk memperkuat diri dengan mengadakan hubungan dengan Turki, Konsul Italia, dan Konsul Amerika Serikat di Singapura.
d.      Belanda khawatir, pada 26 Maret 1873 memaklumkan perang kepada Aceh.
e.       Strategi Belanda untuk mengalahkan Aceh:
1)      Menghancurkan seluruh ulama dan pemimpin dari pusat kegiatan.
2)      Membentuk pasukan gerak cepat.
3)      Semua pemimpin dan ulama yang tertangkap harus menandatangani perjanjian.
4)      Setelah melakuan operasi militer, Belanda mengikuti kegiatan perdamaian rehabilitasi (pasifkasi).
5)      Bersikap lunak terhadap para bangsawan.
Pada 8 April 1873, Belanda menguasai masjid Raya Aceh, banyak mengundang para tokoh dan rakyat untuk bergabungberjuang melawan Belanda, diantaranya Imam lueng Bata, Cut Banta, Tengku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan istrinya Cut Nyak Dien.Pada tahun 1874, Belanda berhasil menduduki istana kesultanan. Karena wilayah Aceh sangat kuat dalam militernya, maka Belanda malakukan politik Devide Et Impera (memecah belah dan menguasai). Pada bulan Agustus 1893, Teuku Umar menyatakan tunduk kepada Belanda tanpa sebab, tetapi ia keluar dari Belanda pada 30 Maret 1896, dikarenakan keluarganya. Militer Aceh berencana melakukan penyerbuan Terhadap Belanda, namun kekuatan militer Aceh masih belum cukup kuat untuk melawan, sehingga Teuku Umar, dan Panglima Polim terpaksa mundur dari peperangan.[3]
Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur karena terkena peluru ketika ia bersama pasukannya bersiap untuk pengepungan di Meulaboh, sehingga perjuangannya dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien, dan mereka terus melakukan gerilya. Akhirnya Cut Nyak Dien berhasil ditangkap dan dibuang ke Sumedang, serta meninggal pada 6 November 1905. Panglima Polim dan Sultan Daudsah dipaksa menyerah ketika Belanda bertingkah licik dengan menculik anggota-anggota keluarganya. Pada 1904, Sultan Aceh dipaksa untuk menandatangani plakat pendek yang isinya:
1.      Aceh mengakui kedaulatan Belanda atas daerahnya.
2.      Aceh tidak diperbolehkan berhubungan dengan bangsa lain selain Belanda.
3.      Aceh menaati perintah dan peraturan Belanda.
Dengan adanya plakat tersebut, maka Belanda semakin mudah menguasai seluruh wilayah Aceh.
7. Perlawanan Si Singamangaraja XII.
Pada tahun 1870, Patuan Bosar Ompu Pulo Batu raja kerajaan Bakkara (Daerah Tapanuli) atau Si Singamangaraja XII sangat berpengaruh dan dihormati rakyatnya di tanah Batak yang sangat anti penjajahan. Sehingga Belanda ingin menguasai tanah Batak tersebut. Tetapi Si Singamangaraja XII bergerak memimpin perlawanan. Yang dilatar belakangi :
a.       Si Singamangaraja XII menentang tindakan Belanda yang menyebarkan agama Kristen di Tapanuli dengan cara paksa.
b.      Pada tahun 1878 Belanda menduduki dhaerah Silindung dengan alasan melindungi para zending (lembaga penyebar agama Kristen) di tanah Tapanuli.
 BAB III
PENUTUP
    A.    Kesimpulan
Jadi dapat kita ketehui Konfrontasi antara dunia barat terhadap umat islam sebetulnya bukan hal yang baru. Hal ini terjadi sejak terjadinya perang salib pada masa Nabi Muhammad SAW pada abad ke 7 M. Dimulai dengan kejatuhan Konstantinopel di kerajaan Byzantium oleh tentara muslim yang berimbas pada perang salib. Setelah beberapa abad terjadinya perang salib, pandangan dunia barat semakin negatif terhadap umat Islam pasca serangan teroris yang dilakukan oleh Al Qaeda terhadap Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001.
 Dimana serangan teroris yang terkenal dengan sebutan tragedi 9/11 tersebut menghancurkan gedung World Trade Center (WTC) dan juga gedung pertahanan Amerika Serikat Pentagon. Selain penyerangan terhadap Amerika, di tahun 2004 gerakan Al Qaeda juga menyerang London, ibukota Inggris, dan pada tahun 2005 gerakan yang sama juga menyerang Madrid, ibukota spanyol. Hal inilah yang menyebabkan bangsa barat memandang islam sebagai agama yang keras. Kenapa terorisme yang dilakukan oleh gerakan Al Qaeda selalu dikaitkan dengan islam, hal ini 2 disebabkan karena Al Qaeda mengaku bahwa serangan yang mereka lancarkan terhadap bangsa barat dalah bentuk sebuah Jihad. Jihad oleh dunia barat selalu berkaitan dengan umat islam.
     B.     Saran  
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang kurang. Mohon kritik dan saran yang membangun sebagai bahan instropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah. 
Daftar Pustaka
·         Alek dan Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
·         http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia
·         http://rahmaekaputri.blogspot.com/2010/09/fungsi-dan-kedudukan-bahasa-indonesia.html
·         Kanzunnudin, Muhammad. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Rembang: Yayasan Adhigama.
·         Wayan, Badrika. 1999. Sejarah Nasional dan Umum Jilid 2. Jakarta; Erlangga


[1] Alek dan Achmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[2] Kanzunnudin, Muhammad. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Rembang: Yayasan Adhigama.

[3] Wayan, Badrika. 1999. Sejarah Nasional dan Umum Jilid 2. Jakarta; Erlangga