1

loading...
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH ILMU TAUHID. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAKALAH ILMU TAUHID. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Januari 2019

MAKALAH ILMU TAUHID


MAKALAH ILMU TAUHID 

BAB I

PENDAHULUAN
            
1.1   Latar Belakang
Perihal mengenai Aqidah ataupun Tauhid tak akan lepas dari Arkanul Iman (Rukun Iman).Secara bahasa Aqidah diartikan dengan : Simpulan, ikatan dan sangkutan. Secara teknis diartikan dengan : Iman, kepercayaan dan keyakinan. Adapun pandangan Ulama’ Islam menetapkan : Aqidah adalah kepercayaan yang sesuai dengan kenyataan yang dapat dikuatkan dengan dalil.
Iman atau percaya kepada Tuhan merupakan fitrah manusia sebagai makhluk yang diciptakan,karena ia tak mampu hadir tanpa ada yang menghadirkan.Petunjuk akal telah menyatakan kewujudan Allah,karena seluruh makhluk yang ada ini, termasuk yang sudah berlalu maupun yang akan datang kemudian,sudah tentu ada pencipta yang menciptakannya.Yang artinya, tidak ada suatu hasil penciptaan tanpa Pencipta .”Apabila anda ditanya,dengan apa anda mengenala Rabb anda? Maka jawablah, dengan ayat-ayat dan makhluk-makhluk-Nya. Diantara ayat-ayat-Nya adalah malam, siang, matahari dan bulan. Diantara makhluk-makhluk-Nya adalah tujuh langit dan tujuh bumi beserta siapa saja yang berada didalamnya serta apa saja yang berada diantara keduanya.
Dasar iman orang-orang islam adalah ada enam iman yang harus selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan harus diyakini. Sesungguhnya, bagaimanapun besar kekuatan yang ada di jagat raya ini, ia dapat ditundukkan oleh satu kekuatan sepele yang diiringi oleh kemauan yang kuat, yang dilandasi oleh pengusaan terhadap seba-sebab penaklukan dan pengendalian terhadap kekuatan penghambat. Inilah yang dinamakan hukum alam kontinu.
Suatu akidah yang bersih lagi hak, jika telah melekat dengan mantap pada seseorang, pastilah membuat segala perilaku kehidupannya menjadi istiqamah. Dan, jika aqidah yang bersih lagi hak telah menaungi suatu masyarakat, maka akan tegaklah masyarakat tadi dan sanggup mencapai kesempurnaan puncak kemanusiaan.

1.2   Rumusan Masalah
1.Apa pengertian iman kepada allah?
2.Apa pengertian kepada malaikat?
3.Apa pengertian kepada kitab-kitab Allah?

1.3   Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan makalah:
1.      Menjelaskan iman kepada Allah
2.      Menjelaskan iman kepada Malaikat
3.      Menjelaskan iman kepada kitab-kitab Allah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Iman Kepada Allah
Iman yang wajib ditanam ke dalam diri muslim dengan ikhlas dan teguh yang disebut aqidah, maksudnya dalam bahasa kita ikatan, laksana mengikat sesuatu dengan simpulan yang teguh sehingga tidak dapat dirungkai lagi, Allah menjelaskan al Baqarah ayat 256.
“maka siapa yang tidak percayakan tanghut, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpulan (tali agama) yang teguh yang tidak akan putus dan (ingatlah), Allah maha mendengar, lagi maha mengetahui.)
Iman itu juga perlu menepati sebenar-benarnya dengan petunjuk Allah yang memandu akal, walaupun akal wajib digunakan tetapi ia tetap mengandungi kelemahan makhluk. Petunjuk itu pula berlandaskan wahyu yang diamanahkan kepada manusia pilihan Allah adalah mereka adalah para rasul dan nabi yang berakhir dengan Nabi Muhammad kesinambungan risalahnya dilaksanakan oleh para ulama yang beribawa dengan ilmu dan sifat para ulama muktabar.
Beriman kepada Allah adalah asas agama islam. Ia juga menjdi dasar rukun iman dan islam. Oleh itupengakuan “Tiada Tuhan yang sebenar melainkan Allah’’ menjadi bahagia pertama dua kalimat syahadah. Beriman kepada Allah menjadi rukun iman yang pertama.dalam surah al-baqarah ayat 177,beriman kepada Allah erletak pada kedudukan yang pertama. Begitu juga Allah terletak pada kedudukan yang pertama. Begitu juga dalam hadis yang dilaporkan oleh Umar bin Khatab dan direkodkan oleh muslim Nabi Muhammad.


Semua rukun iman yang lain dinyatakan bersamanya. Kita perlu memberi perhatian beriman kepada Allah bukan sekedar keperluan fitrah manusia sahaja. Manusia juga perlu memberi penekanan betapa perlunya beriman kepada Allah dalam menanamkan keseluruhan akidah yang betul. Penanaman akidah yang betul terhadap keseluruhan rukun iman dan membatalkan segala yang berlawanannya dengannya.
Akidah yang betul meningkatkan kedudukan mukmin itu ke peringkat kesempurnaan mengenal Allah atau juga dikenali dengan makrifatullah. Kesempurnaan mengenal kepada Allah ini menentukan peringkat takwa muslim itu. Peringkat takwa individu itu yang menjadinilai ukuran manusia dan kecintaannya terhadap Tuhannya.

2.2  Pengertian Iman Kepada Malaikat
Iman secara bahasa artinya percaya atau yakin.Iman dari segi istilah artinya meyakini setulus hati yang mengakar kuat,mengucapkan dengan lisan,dan mengamlakan dengan seluruh anggota badan.Menurut M.Quraish Shihab,kata malaikat berasal dari kata arab yaitu mala’ikah yang merupakan bentuk jamak dari kata malak yang terambil dari kata la’aka yang berarti “ menyampaikan sesuatu”. Jadi,malak /malaikat adalah makhluk yang menyampaikan sesuatu dari allah swt.Dari cahaya,sebagai utusan allah swt.yang taat,patuh,serta tidak pernah membangkang terhadap perintah-nya
Iman kepada malaikat adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwa allah swt menciptakan malaikat sebagai makhluk ghaib yang diutus untuk melaksanakan segala perintah-nya. Hukum beriman kepada malaikat Beriman kepada malaikat hukumnya adalah fardu’ain .

Ia merupakan salah satu rukun iman selain iman kepada Allah,kitab-kitab-nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan qada/qadar. Tentang penciptaan malaikat Sumber yang dapat dijadikan rujukan untuk mengetahui malaikat adalah degan berpedoman kepada al-qur’an dan hadis-hadis Rasulullah saw.
Perbedaan malaikat dengan manusia dan jin dari asal kejadian, malaikat berbeda dengan manusia dan jin, yaitu bahwa malaikat diciptakan dari nur atau cahaya sementara manusia dan jinmasing-masing diciptakan dari tanah dan api. Ciri-ciri malaikat, manusia, dan jin sebagai berikut:
Malaikat
Manusia
Jin
Gaib
Nyata
Nyata
Tidak memiliki nafsu
Memiliki nafsu
Memiliki nafsu

Jumlah malaikat
Karena sifatnya gaib,berapa jumlah malaikat secara terincisebgaiman manusia, hanya Allah swt dan rasul-rasul-Nyayang tahu. Dan ini lah penjelasan tentang malaikat:
a.       Malaikat Jibril
Malaikat jibril dikenal juga sebagai penghulu para malaikat. Ia adalah satu dari tiga malaikat yang namanya disebut dalam al-qur’an. Tugas utamanya adalah menyampaikan wahyu dari Allah Swt. Malaikat jibril pula yang menyampaikan berita kelahiran nabi isa as. Kepada ibunya Maryam dan menyampaikan al-qur’an kepada nabi Muhammad saw.
b.      Malaikat Mikail
Adalah malaikat yang diberi tugas untuk mengatur urusan makhluk Allah Swt. Sekaligus mengatur rezekiterutama kepada manusia.

c.       Malaikat Israfil
Diberi tugas untuk meniup sangkakala,israfil selalu memegang terompet suciyang terletak di bibirnya selama berabad-abad,menunggu perintah dari Allah swt.
d.      Malaikat Malik
   Bertugas untuk menjaga api neraka.
e.       Malaikat Raqib
   Bertugas untuk mencatat segala amal kebaikan manusia.
f.       Malaikat Atid
   Bertugas mencatat segala amal keburukan manusia.
g.      Malaikat Ridwan
Bertugas menjaga dan mengawasi surga serta menyambut semua hamba Allah swt.
Hikmah Beriman Kepada  Allah
1.      Menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
2.      Senantiasa hati-hati dalam setiap ucapan dari perbuatansegala apa yang dilakukan manusia tidak luput dari pengamatan malaikat Allah swt.
3.      Menambah kesadaran terhadap alam wujud yang tidak terjangkau oleh pancaindra.
4.      Menambah rasa syukur kepada Allah swt  karena melalui malaikat-malaikat-Nya manusia banyak memperoleh karunia.
5.      Menambah semangat dan ikhlas dalam beribadah walaupun tidak terlihat oleh orang lain ketika melakukannya.
6.      Menumbuhkan cinta kepada amal sleh karena malaikat selalu siap mencatat amal manusia.
7.      Semakin dalam berusaha karena tidak ada rezeki yang diturunkan oleh malaikat Allah swt tanpa usaha dan kerja keras.
2.3  Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
Iman kepada kitab-kitab Allah artinya mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menurunkan wahyu-Nya yang berupa kitab dan shuhuf kepada para nabi /rasul untuk disampaikan dan diajarkan kepda umat manusia.
Beriman kepada wahyu Allah Swt (kita dan shuhuf) mrupakan salah satu rukun iman. Oleh karena itu sebagia wujud keimanan itu, kita harus mengimani kitab dan shuhuf.
Jenis-jenis kitab:
1.      Kitab Taurat
Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa As. di bukit Tursina (Mesir) sekitar abad 12 Sebelum Masehi dalam bahasa tulisan orang Yahudi dan orang yang berpegang teguh kepadanya disebut kaum Yahudi. Firman Allah SWT dalam QS Al Maidah ayat 44 :
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya...”. 
Pokok ajaran kitab Taurat berisi tentang Aqidah (Tauhid) dan hukum-hukum syari’at yang dikenal dengan istilah The Ten Commandements (Sepuluh Perintah Tuhan), yaitu :
1.      Kewajiban meyakini keesaan Allah SWT
2.      Larangan menyembah berhala/patung
3.      Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia 
4.      Perintah mensucikan hari Sabtu (Sabat) 
5.      Kewajiban menghormati kedua orang tua 
6.      Larangan membunuh sesama manusia 
7.      Larangan berbuat zina 
8.      Larangan mencuri 
9.      Larangan menjadi saksi palsu 
10.  Larangan mengambil hak orang lain. 
2.      Kitab Zabur 
Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud As. di Yerussalem (Israel) sekitar abad 10 Sebelum Masehi dalam bahasa tulisan Nabi Dawud sendiri yaitu bahasa Qibty. Pokok ajaran kitab Zabur berisi tentang dzikir, nasehat dan hikmah tidak memuat hukum-hukum syari’at. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani kitab Zabur sekarang terdapat dalam kitab perjanjian lama (mazmur) dan terdiri atas 150 pasal. Kitab Zabur merupakan petunjuk bagi umar Nabi Dawud As. agar bertauhid kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam QS Al Isra ayat 55 :
” ... dan Sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud.”
3.      Kitab Injil 
Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa As. di Yerussalem (Israel) sekitar abad I Masehi dalam bahasa dan tulisan Ibrani dan orang yang berpegang teguh kepadanya disebut kaum Nasrani Pokok ajaran kitab Injil sama dengan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya tetapi sebagian menghapus hukum-hukum yang terdapat dalam kitab Taurat yang tidak sesuai dengan zaman itu. Sehingga kitab Injil yang asli tidak diketahui lagi keberadaanya.
 Firman Allah SWT dalam QS Al-Maidahayat46 :
”dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa”. 
4.      Kitab Suci Al Qur’an 
Kitab Suci Al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. di Makkah dan Madinah (Arab Saudi) pada abad VI Masehi dalam bahasa dan tulisan bangsa Arab suku Quraisy. Pokok ajaran kitab Suci Al Qur’an berisi tentang aqidah (Tauhid), hukum-hukum syari’at dan muamalat, sebagian isinya menghapus hukum-hukum syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu dan melengkapinya dengan hukum-hukum syari’at yang sesuai dengan perkembangan zaman. Firman Allah SWT dalam QS Yusuf ayat 2 :”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”.
Dari keempat kitab itu yang masih terjaga hanya tinggal Al Qur’an saja, sedangkan kitab Taurat, Zabur dan Injil hanya tinggal namanya saja. Ketiga kitab tersebut telah dinaskh oleh Suci Al Qur’an, artinya sejak kitab Suci Al Qur’an diturunkan maka ketiga kitab itu tidak berlaku lagi. Selain itu ketiga kitab tersebut telah banyak berubah atau diganti sehingga tidak asli atau suci lagi. Sedangkan kitab Suci Al Qur’an tetap terjaga kesuciannya sampai hari Kiamat sebab Allah SWT sendiri yang menjamin keasliannya.



Firman Allah SWT dalam QS Al Hijr ayat 9 :
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” 
Kedudukan-kedudukan al-Qur’an antara lain:
a.       Sebagai wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad     SAW
b.      Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
c.       Sebagai pedoman hidup manusia agar tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
d.      Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
Ada 3 macam tingkatan dalam beriman kepada kitab-kitab Allah Swt:
1.      Qotmil (membaca saja)
2.      Tartil (membaca dan memahami)
3.      Hafizh (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan).      

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan
   Iman kepada Allah Iman yang wajib ditanam ke dalam diri muslim dengan ikhlas dan teguh yang disebut aqidah, maksudnya dalam bahasa kita ikatan, laksana mengikat sesuatu dengan simpulan yang teguh sehingga tidak dapat dirungkai lagi, Allah menjelaskan al Baqarah ayat 256.
“maka siapa yang tidak percayakan tanghut, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpulan (tali agama) yang teguh yang tidak akan putus dan (ingatlah), Allah maha mendengar, lagi maha mengetahui.)
Iman kepada Malaikat Iman secara bahasa artinya percaya atau yakin.Iman dari segi istilah artinya meyakini setulus hati yang mengakar kuat,mengucapkan dengan lisan,dan mengamlakan dengan seluruh anggota badan.Menurut M.Quraish Shihab,kata malaikat berasal dari kata arab yaitu mala’ikah yang merupakan bentuk jamak dari kata malak yang terambil dari kata la’aka yang berarti “ menyampaikan sesuatu”. Jadi,malak /malaikat adalah makhluk yang menyampaikan sesuatu dari allah swt.
Iman kepada Kita-kitab Allah Iman kepada kitab-kitab Allah artinya mempercayai dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menurunkan wahyu-Nya yang berupa kitab dan shuhuf kepada para nabi /rasul untuk disampaikan dan diajarkan kepda umat manusia.
3.2  Saran
   kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki, baik dari segi tulisan maupun bahasa yang kami sajikan, oleh karena itu  kami berpesan ambilah sesuatu yang positif dari makalah yang kami buat, dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami maupun  pembaca. dan menjadi  wawasan kita dalam memahami bahasa kita sendiri dan sebagai kata,marilah terus berusaha untuk menggapai sebuah cita-cita yang luhur.
                                               DAFTAR PUSTAKA
       Anwar, Rosihon. 2008. Akidah Akhlak. Bandung : Pustaka Setia.
       Zaini, Syahminan. 1983. Kuliah Aqidah Akhlak. Surabaya : Al-Ikhlas.
      Moh. Rifai,Rs Abdul Azis, Ba Jalaludin. 1994. Akidah Akhlak. Semarang :     Wicaksana.
      Zainuddin, A dan Jamhari Muhammad. 1999. Al-Islam 1: Akidah dan    Ibadah. Bandung : Pustaka Setia.
     Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel. 1999. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung : Pustaka Setia.
       Afif Muhammad. 1986. Tauhid. Bandung : Bina Ilmu.



[1] Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 115
[2]  Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 115.
[3]  Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 120.
[4] Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 120.
[5] Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 120.
6 Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 121.
[6] Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 120.
[7]  Abdullah Zakiy Al-Kaaf dan Maman Abdul Djaliel, Mutiara Ilmu Tauhid, Pustaka Setia, Bandung. 1999, hlm 121.


Kamis, 01 November 2018

MAKALAH ILMU TAUHID: PENGARUH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR DALAM MENGHASILKAN DAYA KEKUATAN DAN PERKEMBANGAN ISLAM

MAKALAH ILMU TAUHID: PENGARUH IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR  DALAM MENGHASILKAN DAYA KEKUATAN  DAN PERKEMBANGAN ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT.Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan iman qada’ dan qadar?
2.      Apa fungsi beriman kepada qada’dan qadar Allah SWT?
3.      Bagaimana ciri – ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?
4.      Apa pengaruh pengaruh iman kepada qada’ dan qadar dalam menghasilkan daya kekuatan dan perkembangan Islam?
5.      Bagaimana hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?

C.    Tujuan Makalah
1.      Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar
2.      Untuk memahami fungsi iman kepada qada’ dan qadar
3.      Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
4.      Untuk mengetahui pengaruh iman kepada qada’ dan qadar dalam menghasilkan daya kekuatan dan perkembangan Islam.
5.      Untuk mengetahui hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan   qadar.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Iman Kepada Qadha’ Dan Qadar
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.
1.      Qadha’ dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika disebutkan qadha’ saja maka mencakup makna qadar, demikian pula sebaliknya.Namun jika disebutkan bersamaan, maka qadha’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qadha’.
Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan ridah-Nya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).[1]
2.      Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di antara keduanya
a.       Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”[2]
Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali.
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.
b.      Qadha’
Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah mencipta.[3]
c.       Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan. Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.


d.      Hubungan antara Qadha’ dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat .Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali.Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah.Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.[4]

B.     Fungsi Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah atau manfaat), yaitu antara lain :[5]
1.      Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkannya secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akherat.
2.      Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi. (lihat dan pelajari Q.S. Almujadalah, 58 : 11)
3.      Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam. (lihat dan pelajari Q.S. Ali Imran, 3 : 131 – 133).
4.      Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat Islam yang bertakwa ) tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup. Mengapa demikian? Coba kamu renungkan jawabannya! (lihat dan pelajari Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24)
5.      Mendorong umat manusia (umat Islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia (umat Islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).
C.    Ciri-Ciri Orang Yang Beriman Kepada Qada Dan Qadar
Seorang muslim yang percaya akan adanya ketentuan Allah swt pastinya memiliki tingkat ketaatan yang tinggi. Karena ketentuan Allah swt menyangkut hidup di dunia dan di akherat. Adapun ciri-ciri orang yang beriman kepada qada dan qadarnya Allah swt adalah :[6]
-          Mentaati perintah Allah swt dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah swt
-          Berusaha dan bekerja secara maksimal
-          Tawakkal kepada Allah swt secara menyeluruh dan berdoa
-          Mengisi kehidupan di dunia dengan hal-hal positif untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat
-          Memperhatikan dan merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt
-          bersabar dalam menghadapi cobaan

D.    Pengaruh Iman Kepada Qadha dan Qadar Dalam Menghasilkan Daya Kekuatan dan Perkembangan Islam
Menurut Abdul Mudhaffar Ibnus Sam’ani, cara mengetahui adanya qadha dan qadar, ialah melalui Al-Qur’an dan sunnah, bukan logika dan akal. Maka barang siapa tidak berpegang kepada Al-Qur’an dan as Sunnah, ia sesat dalam laut keheranan, tidak dapat menemukan penawar yang menyejukkan, mententramkan jiwa. Karena qadar itu adalah rahasia Allah, yang hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Allah menyembunyikan rahasia-rahasia itu dari penglihatan manusia dan ilmu mereka. Karena ada hikmat yang Allah sendiri yang mengetahuinya. Nabi dan malaikat tidak dapat mengetahuinya.
Perkataan ini sepintas lalu dapat dikatakan bertentangan awalnya dengan akhirnya. Akan tetapi pertentangan itu hilang apabila kita mengetahui mengenai qadha dan qadar ini. Dan dikehendaki dengan akhir ketetapan ini ialah apa yang Allah telah tetapkan bagi setiap makhluk-Nya.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar, sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka dalam berjuang mengembangkan agama Allah.[7]
Terkait masalah qadar, semua sahabat, tabi’in, ahlus sunnah dan ahli hadits, mereka sepakat bahwa apa saja yang terjadi di alam ini sampai hari kiamat semuanya telah tertulis di ummul kitab.
Pengaruh aqidah iman kepada qadha’ dan qadar ini sangat luar biasa bagi para sahabat. Mereka menyebar ke seantero bumi, tidak ada yang mereka takutkan. Karena qadha’ dan qadar sudah ada. Seorang Thariq bin Ziyad, ia tidak menyangka bahwa dia dapat menaklukan Eropa? Beliau tidak tahu. Beliau tempuh saja jalan kebenaran dan ia menyeberang dengan menggunakan kapal, setelah itu beliau membakar kapal sedangkan musuh ada di hadapannya. Seorang Muhammad al Fatih, ia tidak tahu akan dapat menaklukan Konstantinopel, atau sekarang disebut Istambul. Shalahuddin al Ayyubi, apakah ia tahu di tangannya Palestina bisa bebas dari salibis? Mereka hanya berjalan menjalankan perintah Allah. Waktu perang Afghanistan, syaikh Abdullah Azzam selalu mengatakan mengatakan, “Tidak perlu takut kepada CIA”. Korban yang dapat mereka bunuh adalah syaikh Abdullah Azzam sendiri, itu juga sudah menjadi qadar Allah Ta’ala, yang lainnya sudah menyebar dimana-mana. Menurut CIA, ada sekitar 500 mujahid yang siap bertempur di Suriah. Sejumlah ulama’ mengatakan bahwa Suriah ini awal dari bangkitnya khilafah. Kalau Suriah ini berhasil dikuasai oleh kaum muslimin sekarang ini, maka akan melebar ke Iraq, Palestina, Mesir, Turki, negara Teluk, dan lainnya, insya Allah. Kalau kita lihat benang merah dari rekayasa Allah di Afghanistan, maka apa yang terjadi di dunia Islam sekarang adalah buah dari jihad Afghanistan. Seperti Chechnya, Palestina dan sebagainya. Silahkan manusia merekayasa, tapi aqidah kita adalah iman qadha’ dan qadar. Yang bisa dikalahkan adalah yang sudah Allah takdirkan kalah. Maka cerita nabi itu ada menang ada kalah. Kalah dan menang itu tidak hakekat, itu hanya pandangan duniawi atau lahiriah saja. Apakah perang Uhud kalah dalam pengertian orang-orang masuk neraka? Itu hanya kalah materi saja. Karena kaum muslimin yang ikut dalam pertempuran itu sudah dijamin Allah masuk surga. Bagi Allah, itu semua sudah ada aturan-aturannya. Siapa yang harus menang dan siapa yang harus kalah. Siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka, itu juga sudah ada aturannya. Kalah dalam perang Uhud bukan berarti sahabat diklaim masuk neraka. Itu pelajaran saja, bahwa manajemen dan leadershipnya itu harus lebih ditingkatkan ke depan. Apa hanya para sahabat yang ikut perang badar saja yang masuk surga? Tidak. Mereka yang ikut perang Badar, Uhud dan Hunain, semuanya adalah para sahabat juga. Jangan terpengaruh dengan cara pandang materialisme. “Indonesia pasti kalah”. Ketahuilah, kalah di mata manusia belum tentu kalah di mata Allah, karena kalah di mata Allah adalah yang mati dalam keadaan kafir. Begitu juga dalam bidang bisnis. “Orang ini selalu gagal dalam berbisnis, kapan berhasilnya? Bukan. Orang yang gagal berbisnis itu adalah orang yang berbisinis dengan riba, dengan yang haram dan menipu. Bila ia berbisnis dengan jujur meski tidak mendapatkan untung satu rupiahpun, maka di mata Allah Ta’ala ia adalah orang yang menang. Karenanya pengaruh iman kepada qadha’ dan qadar sangat kuat sekali. Sebagaimana para sahabat, mereka membawa aqidah kemana-mana, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Ibnu Abbas: “Jagalah Allah niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya bersamamu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, jika engkau minta tolong, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, bahwasanya jika umat manusia bersatu untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu, dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering (tintanya)”.

Kalau seorang muslim mempunyai aqidah seperti ini, hidupnya jadi enteng, tidak banyak pertimbangan. Mau menikah pertimbangan, mau ini pertimbangan, mau ngaji saja pertimbangan. Orang seperti ini tidak memiliki ilmu terkait qadha’ dan qadar. Ia ragu dan takut. Bila di waktu kerja ia pergi ke mushalla saat adzan tiba, ia takut jikalau atasannya melihatnya. Pada acara walimah, bila pengunjung lelaki dan perempua dipisah apa kata orang? Tidak memakai musik, apa kata tamu? Orang-orang seperti ini tuhannya kebanyakan orang. Mereka bingung dan orang-orang seperti ini pasti merasa tersiksa. Makanya Rasulullah datang untuk membebaskan manusia dari ketersiksaan dan penjajahan ini, sehingga kita merdeka dan hanya cukup menjadi budak Allah subhanahu wa Ta’ala. Orang yang tidak bingung adalah orang yang bertauhid, karena ia hanya melihat Allah dan rasul-Nya. Buktikan hadits ini benar atau tidak? Ternyata yang terjadi pada diri kita merupakan qadar Allah Ta’ala. Tinggal kita memperbanyak sebab-sebab kebaikan, mengurangi sebab-sebab keburukan. Itu saja tugas kita.
Aqidah ini telah menuangkan ke dalam hati mereka rasa ketenangan. Orang yang gelisah dan kehilangan ketenangan hidup, berarti iman aqidah qadha’ dan qadarnya dipertanyakan. Orang yang memiliki keimanan kepada qadha dan qadar memiliki dasar izzah (kemuliaan). Izzah itu dari kata aziz. Apa arti kata aziz? Aziz itu lebih dari mulia. Jadi posisinya sangat terhormat. Missal, ketika kita transaksi dengan orang kafir, kita tidak pernah merasa lebih rendah dari dia, bahkan kita merasa lebih tinggi dari dia, dan kita tidak pernah menutup-nutupi. Bukan hanya karena berbisnis dengannya lalu kita tutup-tutupi jati diri kita, tidak. Tetap kita seorang mukmin. Ketika waktu shalat, kita bilang, “Maaf saya mau shalat, anda tunggu disini.” Jangan karena uang, lantas kita jadi budak manusia, apalagi budaknya orang kafir. Allah berfirman: “Apakah orang-orang munafik mencari kemuliaan kepada orang-orang kafir, katakanlah bahwa kemuliaan hanya milik Allah dan Rasul-Nya”. Jadi tanpa kita menurunkan standarisasi keIslaman kita, kita bisa bermuamalah dengan seluruh manusia.
Para sahabat tersebar pergi kemana-mana untuk menyampaikan dien ini kepada manusia, seluruh kekuatan yang ada di bumi ini mereka anggap kecil di hadapan iman mereka, semuanya dengan takdir Allah.
Sahabat Salman al Farisi ditanya: “Bagaimana pendapat manusia sampai mereka beriman kepada qadar baik dan buruknya?” Maka ia berkata: “Engkau harus tahu bahwa perbuatan salah yang engkau perbuat bukanlah itu yang membuat kamu dapat musibah, dan apa yang telah menimpamu bukan karena kamu itu yang salah. Jadi tidak ada kaitannya dengan kejadian, kejadian itu hanya Allah yang menentukan. Allah hanya memerintahkan kita untuk berikhtiar, dan kepastian itu tetap di tangan Allah subhanahu wa Ta’ala.”
Ini bukan hanya perkataan Salman saja, tapi juga ucapan seluruh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kebahagiaan apa gerangan yang akan diberikan ke dalam diri kita oleh aqidah ini? Kalau aqidah ini benar, kita akan mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa diraih dengan yang lain. Orang punya harta, rumah besar, mobil mewah, punya uang banyak, mungkin bahagia juga dalam dirinya, tapi tidaklah sebahagia orang beriman. Itu bahagia yang sifatnya juz’iyyah (parsial) dan sifatnya temporer. Betapa banyak orang kaya mati bunuh diri. Kenapa dia bunuh diri? Karena Ternyata dia tidak mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya.
Keberanian apa kira-kira yang terkandung dalam hati orang-orang beriman? Keyakinan bahwa segala sesuatu di tangan Allah subhanahu wa Ta’ala. Seluruh manusia tidak bisa menentukan, kekuatan bumi seluruhnya kalau bergabung tidak akan bisa berdiri kokoh di hadapan manusia yang membawa prinsip iman seperti ini. Dan iman ini yang meresap ke dalam diri dan melahirkan keberanian yang luar biasa.
Inilah pengaruh iman kepada qadha’ dan qadar. Pengaruhnya sangat besar dalam diri kita dan diri para sahabat. Jadi kalau kita masih takut-takut hidup di dunia menjalankan agama Allah, berarti iman qadha’ dan qadar kita masih lemah. Kalau kita takut-takut hidup, takut krisis ekonomi maka nanti tidak akan makan. Karenanya bekerja saja.
Menggantungkan nasib pada manusia, berarti iman qadha’ dan qadar kita masih tipis. Kalau kita takut berdakwah dengan haq, dengan cara-cara yang hikmah, kita takut nanti begini dan begini berarti iman kita kepada Allah, kepada qadha’ dan qadar lemah. Contoh-contoh jelas kita dapatkan dari para sahabat. Keunggulan para sahabat itu diantaranya disebabkan karena keimanan mereka kepada qadha’ dan qadar tepat dan sempurna.

E.     Hikmah Beriman Kepada Qada Dan Qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain: [8]
1.      Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
2.      Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
3.      Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
4.      Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw telah mencukupi dengan dalil-dalil yang diperoleh dari Al-Qur’an dan as sunnah. Dengan berpegang kepada Al-Qur’an dan as sunnah, mereka disegani. Keimanan mereka kepada qadar, sedikitpun tidak menghalangi mereka berusaha untuk mencapai kemajuan dunia dan kebajikan akhirat. Bahkan keimanannya kepada qadar, menambah keberanian mereka dalam berjuang mengembangkan agama Allah.

B.     Kritik Dan Saran
Kritik:
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan pada makalah ini, baik dari segi penulisan maupun materi yang disajikan. Oleh karenanya kritik dari Dosen pembimbing dan rekan-rekan sekalian yang bersifat membangun sangat penulis harapakan guna perbaikan makalah ini kedepannya.
Saran:
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu, saya menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita. Serta Kita harus senantiasa bersabar, berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.

DAFTAR PUSTAKA
Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
T. Ibrahim, H. Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri
Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
Majelis Tafaqquh Fiddin. 2013. Pengaruh Iman Kepada Qadha dan Qadar Bagi Seorang Muslim. Dikases melalui: https://mtf-online.com/pengaruh-iman-kepada-qadha-dan-qadar-bagi-seorang-muslim/. Pada tanggal 27 November 2017 Pukul 16.56WIB.
Muhamad Salim. 2013. Qadha dan Qadar. Diakses melalui http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/03/qadha-dan-qadar.html pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.35WIB.



[1] Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
[2] T.Ibrahim, H.Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri.
[3] Ibid, hal: 29.   
[4] Miftah Faridl. 2004. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
[5] Ibid, hal: 34
[6] Ibid, hal: 35.
[7] Muhamad Salim. 2013. Qadha dan Qadar. Diakses melalui http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/03/qadha-dan-qadar.html pada tanggal 27 November 2017 Pukul 15.35WIB.
[8] Miftah Faridl. 1999. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.