MAKALAH
FILSAFAT ILMU
“KONSEP
FILSAFAT DAN DASAR BERPIKIR FILSAFAT”
BAB
I
A. Latar Belakang
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya
ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah
kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan
untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan
radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses
atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu,
oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada
filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam
secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan
upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik
itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan
manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang
tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai
pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
a)
Apa
Pengertian Filsafat ?
b)
Bagaimana
Objek dan Struktur Filsafat Filsafat?
c)
Bagaimana
Sejarah Kelahiran Filsafat?
d)
Apa
Sikap Dasar Berfikir Filsafat?
a)
Untuk
Mengetahui Pengertian Filsafat .
b)
Untuk
Mengetahui Objek dan Struktur Filsafat Filsafat
c)
Untuk
Mengetahui Sejarah Kelahiran Filsafat
d)
Untuk
Mengetahui Sikap Dasar Berfikir Filsafat
BAB II
Apakah filsafat itu? Bagaimana definisinya? Demikianlah pertanyaan
pertama yang kita hadapi tatkala akan mempelajari ilmu filsafat. Istilah
“filsafat” dapat ditinjau dari dua segi, yakni: · Segi semantik: perkataan
filsafat yang berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’
= cinta, suka (loving), dan ‘sophia’ = pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi
‘philosophia’ berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran.[1] Maksudnya, setiap orang yang berfilsafat
akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut
‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan ialah orang
yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya, atau perkataan lain,
mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara
mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Dilihat dari
pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam pikiran’ atau ‘alam berpikir’.
Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua berpikir bererti berfilsafat.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah
semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar
juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan itu tidak
benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah filsuf. Filsuf hanyalah
orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan
mendalam. Tegasnya: Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan
memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain: Filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu.
Beberapa
definisi Kerana luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak
mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara
berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat
dan Timur di bawah ini: · Plato (427SM – 347SM) seorang filsuf Yunani yang
termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan: Filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang berminat mencapai
kebenaran yang asli)[2]. · Aristoteles (384 SM – 322SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat
menyelidiki sebab dan asas segala benda). Marcus Tullius Cicero (106 SM – 43SM)
politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan: Filsafat adalah pengetahuan
tentang sesuatu yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya. · Al-Farabi
(meninggal 950M), filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan :
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya. · Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut
raksasa pikir Barat, mengatakan : Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
” apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
” apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika)
” sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi) ·
Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan:
Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari
radiksnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan
dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan yang universal. Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu
filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan
bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
1)
Objek
Pembahasan Filsafat
Isi filsafat ditentukan oleh objek apa yang dipikirkan. Objek yang
dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada, jadi
luas sekali. Objek yang diselidiki oleh filsafat ini disebut :[3]
a)
Objek
material, yaitu segala yang ada dan mungkin ada. Tentang objek materia ini
banyak yang sama dengan objek materia sains. Bedanya ialah dalam dua hal.
Pertama, sains menyelidiki objek materia yang empiris; filsafat menyelidiki
objek itu juga, tetapi bagian yang abstraknya. Kedua, ada objek materia
filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains, seperti Tuhan, hari akhir,
yaitu objek materia yang untuk selama-lamanya tidak empiris.
b)
Objek
formal ialah penyelidikan yang mendalam, filsafat ingin tahu bagian dalamnya.
Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan
sains tidak mendalam karena ia hanya ingin tahu sampai batas objek itu dapat
diteliti secara empiris. Objek penelitian sains ialah pada batas dapat diriset,
sedangkan objek penelitian filsafat adalah pada daerah tidak dapat diriset,
tetapi dapat dipikirkan secara logis. Sains menyelidiki dengan riset, filsafat
meneliti dengan memikirkannya.
2)
Struktur
Pembahasan Filsafat
Pembahasan filsafat meliputi tiga ranah pembahasan, yang disebut
epistemology, ontology, dan aksiologi.
a)
Epistemologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia baru lahir, ia tidak mempunyai
pengetahuan sedikit pun. Nanti, tatkala ia 40 tahunan, pengetahuannya banyak
sekali sementara kawannya yang seumur dengan dia mungkin mempunyai pengetahuan
yang lebih banyak daripada dia dalam bidang yang sama atau berbeda. Bagaimana
mereka itu masing-masing mendapat pengetahuan itu? Mengapa dapat juga berbeda
tingkat akurasinya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi.[4]
b)
Ontologi
Setelah
mengkaji cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya
untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai
pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan juga teori hakikat.
Ada yang menama kan bagian ini ontologi.
Bidang
pembicaraan terkait hakikat luas sekali, segala yang ada dan yang mungkin ada,
yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori
tentang keadaan.
Apa itu
hakikat? Hakikat ialah realitas; realitas ialah kerealan; "real"
artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi, hakikat adalah kenya-taan yang
sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan
yang menipu, bukan keadaan yang berubah. [5]
c)
Aksiologi
Untuk mengetahui kegunaan filsafat, kita dapat memulainya dengan
melihat filsafat sebagai tiga hal :
1)
Filsafat
sebagai kumpulan teori, filsafat digunakan untuk memahami dan
mereaksi dunia pemikiran. Sebagai contoh : jika Anda-umpamanya tidak
senang pada komunisme maka Anda harus mengetahui lebih dahulu teori-teori
filsafat Marxisme karena teori filsafat dalam komunisme itu ada di dalam
filsafat Marxisme.
2)
Filsafat
sebagai philosophy of life. filsafat dipandang sebagai pandangan
hidup, fungsinya mirip sekali dengan agama. Nah, filsafat sebagai
"agama" itu apa gunanya? Ya, gunanya sama dengan kegunaan agama.
Dalam posisi ini filsafat itu menjadi jalan kehidupan.
3)
Yang
amat penting ialah yang ketiga, yaitu filsafat sebagai methodology dalam
memecahkan masalah. Menyelesaikan masalah itu melalui cara sains, pusat
perhatiannya pada fakta empirik; biasanya penyelesainnya tidak utuh karena
fakta empirik tidak pernah utuh. Alternatif orang menyelesaikan masalah melalui
cara filsafat, berdasarkan hati nurani.[6]
Pengertian-pengertian
tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun
karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang
eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh
antara filsafat dan ilmu.
Sehubungan
dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada
bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan
lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini
senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai
teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Filsafat ilmu
menurut Surajiyo merupakan cabang filsafat yang membahas tentang ilmu. Tujuan
filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya.
Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses penyelidikan ilmiah itu
sendiri[7].
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi
pengembangan ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu,
tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan manusia Oleh karena itu, diperlukan
perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu
bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu
kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau
mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento
Wibisono filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek
sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang
filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah
hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
Lebih lanjut
Koento Wibisono mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah keyakinan
ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah “ada” (being, sein, het zijn) itu. Inilah
awal-mula sehingga seseorang akan memilih pandangan yang
idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan lain sebagainya,
yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana
yang akan dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.[8]
Adapun tujuan
mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar adalah:
a)
Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakekat dan tujuan ilmu.
b)
Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga
kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c)
Menjadi
pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d)
Mempertegas
bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Bagi mahasiswa
dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah
1)
seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan
cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
2)
seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat
dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu
ekonomi dan sebagainya) tetapi juga persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan
manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik
dan sebagainya.
3)
Seseorang
(peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah
(penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh
bidang medis, teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab
dan implikasi etis. Contoh dampak tersebut misalnya
masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis dan problematik,
penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap hak atas
kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.[9]
Filsafat,
terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke-7 SM.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai memikirkan dan berdiskusi akan keadaan
alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri
kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan. Secara singkat
periodesasi perkembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut:
1)
Pra
Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Bangsa Yunani
merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir.
Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi sebab meluasnya
tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani. Kebebasan berpikir Yunani
disebabkan sebelumnya tidak pernah ada agama yang didasarkan pada kitab suci.
Evolusi ilmu
pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi
di Yunani,Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2)
Zaman
Yunani kuno (abad-7-2 SM)
Zaman Yunani
kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada masa ini orang
memiliki kebebasan untuk mengeluarkan ide-ide atau pendapatnya, Yunani pada
masa itu dianggap sebagai gudangnya ilmu dan filsafat, karena Yunani pada masa
itu tidak mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa Yunani juga tidak dapat
menerima pengalaman-pengalaman yang didasarkan pada sikap menerima saja
(receptive attitude) tetapi menumbuhkan anquiring attitude (senang menyelidiki
secara kritis). Sikap inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai
ahli-ahli pikir yang terkenal sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada
masa ini antara lain : Thales, Demokrates dan Aristoteles.[10]
3)
Zaman
Pertengahan (Abad 2- 14 SM)
Zaman
pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan
ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga
aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain
kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada
masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama).
4)
Masa
Renaissance (14-17 M)
Renaisance
merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung
arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan
gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi gereja katolik Roma, bersamaan
dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan
kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa,
Leonardo Da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) oleh kolumbus
memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali
sastra di Inggris, Prancis, dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer,
Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, seni musik juga mengalami perkembagan.
Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi
dasar munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran
ilmu dan filsafat.
Tidaklah mudah
membuat garis batas yang tegas antara zaman Renaisance dengan zaman modern.
Sementara orang menganggap bahwazaman modern hanyalah perluasan Renaisance.
Akan tetapi, pemikiran ilmiah membawa manusia lebih maju kedepan dengan
kecepatan yang besar, berkat kemampuan-kemampuan yang dihasilkan oleh masa-masa
sebelumnya. Manusia maju dengan langkah raksasa dari zaman uap ke zaman
listrik, kemudian ke zaman atom, elektron, radio, televisi, roket dan zaman
ruang angkasa.
5)
Perkembangan
Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini
ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai
aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme
Yunani. Paham – paham yang muncul dalam garis besarnya adalah
Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa
akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga
tokoh penting pendukung rasionalisme ini, yaitu Descartes, Spinoza, dan
Leibniz. Sedangkan aliran Idialisme
mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini merupakan ide Plato yang
memberikan jalan untuk memperlajari paham idealisme zaman modern. Para pengikut
aliran/paham ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat
kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai
penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling,
filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif . Kedua Idealisme ini
kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.[11]
Filsafat adalah
ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat adalah
1)
Keheranan;
2)
Kesangsian;
3)
Kesadaran
akan keterbatasan karena merasa dirinya sangat kecil, sering menderita, dan
sering mengalami kegagalan.
Hal ini mendorong pemikiran bahwa di luar manusia yang terbatas,
pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dalam kehidupan, adakalanya kita dapat menggolongkan manusia
kedalam beberapa jenis berdasarkan pengetahuannya, yaitu:
Ø Orang yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
Ø Orang yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya;
Ø Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
Ø Orang yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.
Ø Orang dapat memperoleh pengetahuan yang benar apabila orang
tersebut termasuk golongan 1) dan sekaligus 2) yaitu Orang yang mengetahui
tentang apa yang diketahuinya sekaligus Orang yang mengetahui apa yang tidak
diketahuinya. Dengan demikian maka filsafat didorong untuk mengetahui apa yang
telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui. Pengetahuan diperoleh dari
rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai
dari kedua-duanya.
Tidak semua orang mampu berfilsafat, orang yang akan mampu
berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena memahami bahwa tidak
semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan
kebesaran alam semesta. Filsuf Faust mengatakan : ”Nah disinilah aku, si bodoh
yang malang, tak lebih pandai dari sebelumnya”. Socrates menyadari kebodohannya
dan berkata “yang saya ketahui adalah bahwa saya tak tahu apa-apa”. Sifat
selanjutnya adalah bersedia untuk mengoreksi diri dan berani berterus terang
terhadap seberapa jauh kebenaran yang sudah dijangkaunya. Ilmu merupakan
pengetahuan yang kita alami sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan
dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang
kepada diri sendiri mengenai:[12]
Ø Apakah yang sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?;
Ø Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang
bukan ilmu?;
Ø Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar?;
Ø Kriteria apa untuk menentukan kebenaran?;
Ø Mengapa kita harus mempelajari ilmu?;
Ø Apakah kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang berfilsafat diibaratkan seperti
seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat bintang-bintang
yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya dalam lingkungan alam semesta. Hamlet
berkata “Ah Horaito, masih banyak lagi di langit dan di bumi, selain yang
terjaring dalam filsafatmu”. Inilah
karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu “menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat
tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan orang
lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang berfilsafat
seolah-olah memandang langit sembari merenungkan bahwa betapa kecil dirinya
dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit masih ada langit,
dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Seperti Socrates yang
berkata ”Ternyata saya tak tahu apa-apa”. Selanjutnya Socrates berpikir
filsafati yakni dia tidak percaya bahwa ilmu yang sudah dimilikinya itu benar
dan bertanya-tanya mengenai apakah kriteria untuk menyatakan kebenaran?, apakah
kriteria yang digunakan tersebut sudah benar?, dan apakah hakekat kebenaran itu
sendiri?. Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam dan ini merupakan
karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu “mendasar”.[13]
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dan melingkar yang
seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir. Namun bagaimana menentukan
titik awal?. Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita hanya bisa
berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu
“spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan yang sekarang ada
dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi kita dapat memilih buah
pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan
pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter berpikir filsafat yaitu
meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.
BAB III
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang
yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas
dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar
adalah:
a)
Mendalami
unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber,
hakekat dan tujuan ilmu.
b)
Memahami
sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga
kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
c)
Menjadi
pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.
d)
Mempertegas
bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.
Landasan berpikir filsafat adalah untuk mencari hakikat kebenaran
sesuatu yang sesungguhnya, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika
(berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian). Filsafat memiliki beberapa
ciri-ciri tertentu yaitu: radikal, universal, konseptual, koheren dan
konsisten, Sistematik, komprehensif, dan bertanggung jawab.
B. Saran
Penulis tahu bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar bisa membuat
makalah yang lebih baik untuk kedepannya.
Anwar,Muhammad.2015.Filsafat
Pendidikan Islam.(Jakarta: Prenada Media Group.
Bakhtiar,
Amsal. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Berten,
K. 2006. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Burhanuddin,
Salam. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.,
Surajiyo
. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta:
Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S. 2003.Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: PT
Total GrafikaIndonesia.
Tafsir,
Ahmad, 2010.Filsafat Umum .Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
[9] Amsal Bakhtiar. Filsafat
Ilmu (edisi revisi). (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.2008.)hlm.20-21
[12] Suriasumantri, Jujun S. Filsafat
Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta: PT Total
GrafikaIndonesia.2003)hlm.23