Makalah Hukum Islam Dalam Periode Pembaharuan
A. Pendahuluan
Secara
garis besar, sejarah Islam dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.
Periode
Klasik (650-1250), merupakan zaman kemajuan. Periode ini dapat dibagi menjadi
dua bagian, pertama, fase esxpansi, integrasi, dan puncak kemajuan terjadi
kira-kira pada tahun 650-1000. kedua, fase disintegrasi, terjadi kira-kira pada
tahun 1000-1250.
2.
Periode
pertengahan (1250-1800), terdiri atas dua fase, pertama, fase kemunduran
(1250-1500), kedua, fase tiga kerajaan besar (1500-1800), yang mengalami zaman
kemajuan pada tahun 1500-1700, dan zaman kemunduran pada tahun 1700-1800.
3.
Periode
modern (1800-sekarang), yaitu peride kebangkita Islam, pemikiran Islam pada
zaman inilah yang disebut pemikiran modern Islam atau pemikiran modern dalam
Islam. Pada abad ke-18 M, muncul (reformasi) untuk melepaskan diri dari taklid
dikalangan umat Islam.
Usaha ini timbul setelah kaum muslimin sadar
akan kelemahan dan kemunduran mereka akibat perselisihan dikalangan umat Islam
sendiri. Menurut Harun Nasution dalam buku “materi pendidikan agama Islam”
dipihak lain ada juga usaha-usaha nonmuslim yang ikut menyokong kehancuran umat
Islam. Bersamaan dengan itu banyak Negara-negara Islam ditundukan barat dibawah
kekuasaannya. Selain itu dunia barat yang semula jauh ketinggalan dibandingkan
dengan dunia Islam, mulai maju dengan pesatnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka capai, sehingga peradaban yang dahulunya berada ditangan muslim
beralih ke barat. Umat Islam merasa tergugah kembali untuk meraih kesuksesan
yang pernah diraihnya itu. Kebangkitkan umat islam muncul di Turki dan Mesir
yang memulai usaha-usaha dibidang pendidikan. Di Mesir pada awal abad ke-13 H,
Muhammad Ali Pasya tampil untuk memajukan ilmu pengetahuan, kemudian
dilanjutkan oleh Al-Tahtawi dengan usaha penerjemahan buku-buku barat tentang
berbagai macam pengetahuan modern dan penulisan buku-buku baru serta penerbitan
berbagai surat kabar dan majalah ilmu pengetahuan. Mesir juga berusaha keras
untuk menguasai ilmu-ilmu pengetahuan modern. Mahasiswa-mahasiswa mesir
dibiayai untuk belajar di negeri barat. Kembalinya dari negeri barat tersebut mereka
melihat situasi di negerinya jauh ketinggalan dengan negeri-negeri barat. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang melatarbelakangi perlunya
pembaharuan hukum islam, tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekknologi serta kedinamisan hukum islam pada saat itu.
B.
Pengertian Modernisasi
Sumber ajaran Islam adalah Al-qur’an dan Hadist.
Al-qur’an dan Hadist lalu ditafsirkan. Tafsir itu merupakan hasil pemikiran
mufasir (ahli tafsir). Pemikiran itulah sebenarnya yang membentuk sikap dan
perilaku kaum muslimin. Tatkala suatu pemikiran dimunculkan dan dianggap sesuai
dengan keadaan zaman, pemikiran tersebut diterima oleh masyarakat Islam masa
itu tetapi lama kelamaan situasi berubah. Pemikiran tadi ada kalanya tidak
sesuai lagi dengan keadaan yang baru. Maka para pemikir memikirkan kembali
hasil pemikiran lama itu untuk disesuaikan dengan zaman modern, hasil pemikiran
itu disebut Modernisasi pemikiran Islam. Pembaharuan dalam Islam dilakukan
berdasarkan pemikiran baru tersebut, jadi pada hakikatnya, istilah pembaharuan
atau modernisasi itu sama saja. Yaitu penerapan pemikiran modern dalam
memajukan Islam dan umat Islam.
C.
Pembaharuan Hukum
Islam Dalam
system hukum apapun, dimananpun di dunia ini, hukum tersebut mengalami
perubahan-pembaharuan. Bagi hukum tanpa kitab suci atau wadh’i, perubahan atau
pembaharuan hukum itu dilakukan untuk menyesuaikan hukum dengan perkembangan
social dan kebutuhan masyarakat. Ini tentu terkait dengan sifat dasar dan ruang
lingkup hukum (wadh’i) itu sendiri, yaitu aturan yang dibuat oleh manusia untuk
mengatur hubungan hidup antar manusia dengan msnusia serta penguasa dalam
masyarakat. Oleh karena itu pembaharuan hukum merupakan keharusan sejarah
karena fenomena social kemasyarakatan tidaklah statis melainkan dinamis atau
berubah. Jadi, selain bersifat permanent hukum juga berubah. Alasan perubahan
hukum wadh’i tersebut tentu dapat juga diterima sebagai alasan perubahan hukum
Islam (fiqih), tetapi menjadi alasan pembaharuan hukum itu (wadh’i) sebagai
satu-satunya alasan dan metode bagi pembaharuan hukum Islam tentu tidak
bijaksana, bukan saja karena hukum Islam mempunyai kitab suci yang tetap tidak
berubah, tetapi produk ilmu atau pemikiran Islam mempunyai bentuk yang lebih
beragam, daripada produk hukum wadh’i atau barat. Jika produk hukum wadh’i
terdapat dua bentuk yaitu undang-undang dan keputusan-keputusan lembaga
peradilan serta tak tertulis (hukum adat). Maka produk pemikiran hukum Islam
terdapat dalam empat bentuk, yaitu perundangan-perundangan, keputusan-keputusan
lembaga peradailan, kitab-kitab fiqih, dan fatwa-fatwa ulama. Hal lain yang
membuat hukum Islam perlu diperbaharui antara lain menurut Ahmad Zaki Yamami,
adalah karena hukum Islam merupakan hasil pemikiran (fiqih) para ulama yang
tidak lepas dari tuntutan zaman dan tempat yang lebih spesifik, yang belum
tentu cocok dengan tuntutan zaman sekarang, oleh karena itu, menurut yamami
hukum Islam dalam kitab-kitab fiqih para ulama atau fuqaha terdahulu tidaklah
mengikat.
D.
Pergerakan modernisasi di dunia islam
1.
Jamaluddin
Al-Afgani (1839-1897)
a.
Biografi
Nama panjang Jamaluddin Al-Afgani adalah Muhammad Jamaluddin Al-Afgani, di
lahirkan di Asadabad Afganistan pada tahun 1254 H/1838 M. ayahanda beliau
bernama Sayyid Safdar Al-husainniyah, yang nasabnya bertemu dengan Sayyid Ali
Al-turmudzi dengan nasab Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Pada usia 8
tahun Al-afgani telah memperlihatkan kecerdasan yang luar biasa, beliau tekun
mempelajari bahasa Arab sejarah, matematika, filsafat, fiqih dan ilmu keIslaman
lainnya. Dan pada usia 18 tahun ia telah menguasai hampir seluruh cabang ilmu
pengetahuan meliputi filsafat, hukum sejarah dan metafisika. Al-afgahani segera
dikenal sebagai profil jenius yang penguasaanya terhadap ilmu pengetahuan bak
ensiklopedia. Setelah membekali dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan
ditimur dan barat Al-afghani mempersiapkan misinya membangkitkan Islam. Pertama
ia masuk ke India Negara yang sedang melintasi periode yang kritis dalam
sejarahnya. Kebencian kepada kaolisme yang telah membara didalam dadanya makin
berkecambuk ketika Afghani menyaksikian India yang berada di dalam tekanan
Inggris. Al- Afghani turut ambil bagian dari periode genting ini, dengan
bergabung dalam peperangan kemerdekaan India pada bulan mei 1857. Al-Afghani
menghabiskan sisa umurnya dengan bertualang keliling Eropa untuk berdakwah.
Bapak pembaharu Islam ini tidak memiliki rintangan bahasa karena ia menguasai
enam bahasa dunia (Arab, Inggris, Prancis, Turki,, Persia dan Rusia).
Al-afghani menghembuskan nafasnya yang terakhir karena kanker yang dideritanya
sejak tahun 1897 di Istambul Turki dan dimakamkan disana. Jasadnya dipindahkan
ke Afghanistan pada tahun 1944. Ustad Abu Rayyah dalam bukunya “Al-afghani,
sejarah, Risallah dan Perinsip-Perinsipnya”, menyatakan bahwa Al-Afghani
meninggal akibat diracun, dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ada
rencana sultan untuk membinasakannya.
b.
Pemikiran
Hukum Islam Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) Jamaluddin Al-Afghani adalah
pemimpin pembaharu Islam yang tempat tinggal dan aktivitasnya berpindah dari
satu Negara ke Negara lain. Awalnya ia menjadi pembantu pangerang dost Muhammad
Khan di Afghanistan. Pada tahun 1864, ia menjadi penasehat Sher Ali Khan.
Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam Khan menjadi perdana
menteri Afghanistan. Karena alasan keamanan, pada tahun 1869 ia pindah ke
India. Di India pun ia tidak bebas karena para pemimpin India khawatir pengaruh
Afghani akan menyebabkan pergolakan rakyat melawan pemerintah colonial mereka, pada
tahun 1871 ia pindah ke Mesir. Di Mesir ia giat memberikan diskusi-diskusi.
diantara murid-murid Al-Afghani itu yang kelak menjadi tokoh kenamaan di Mesir
ialah Mohammad Abuh dan Sa’ad Zaghlul. Ketika itu, ide-ide yang disiarkan
At-Tahtawi melalui buku-buku terjemahan dan karangannya sudah meluas dikalangan
masyarakat Mesir. al-Afghani melihat telah tiba waktunya untuk membentuk sebuah
partai politik, maka pada tahun 1879, atas usahanya, terbentukalah partai
nasional (Hizb Al-Watan) dengan selogan “Mesir untuk orang Mesir”. Selama 8
tahun di Mesir, Al-Afghani telah memberikan pengaruh yang besar disana.
Al-Afghani telah membangkitkan gerakan berpikir sehingga Negara itu dapat
mencapai kemajuan. Menurut Ibrahim Madkur (filsuf Mesir) “Mesir modern” adalah
hasil usaha Jamaludin Al-Afghani. Dari Mesir ia ke Perancis, disana ia
mendirikan perkupulan “Al-Urwah Al-Musqa”. Tujuannya antara lain memperkuat
rasa tali persaudaraan Islam, membela Islam, dan membawa umat Islam menuju
kemajuan. Atas undangan Sultan Abdul Hamid yang masih mempertahankan otokrasi,
tidak dapat dicapai. Karena takut terhadap pengaruh Al-Afghani yang begitu
besar, maka kebebasan Al-Afghani dibatasi Sultan. Ia tidak boleh keluar dari
Istanbul ia tetap tinggal disana hingga wafat pada tahun 1897. Melihat kegiatan
dan pemikirannya, dapat disipulakan bahwa Al-Afghani lebih terkenal sebagai
pemimpin politik daripada sebagai pemikir pembaharu Islam. Al-Afghani sedikit
sekali memikirkan masalah-masalah agama, ia lebih memusatkan pemikiran dan
aktivitasnya di bidang politik. Tapi menurut Harun Nasution, kegiatan politik
Al-Afghani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaruan dalam Islam.
Ia adalah pemimpin politik sekaligus pemimpin pembahruan. Pemikiran pembaruan
Al-Afghani didasarkan atas keyakinannya bahwa Islam adalah agama yang sesuai
untuk semua bangsa, semua zaman, dan semua keadaan. kalau kelihatan ada
pertentangan antara ajaran Islam dengan kondisi yang dibawa perubahan zaman,
penyesuaian dapat diperoleh dengan mengadakan interpretasi baru atas ajaran
Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadist. Untuk interprestasi itu
diperlukan ijtihad. Karena pintu ijtihad harus terbuka. Menurut pendapatnya,
umat Islam mundur karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sejati.
Al-afghani bisa dikatakan aktivis umat yang hampir kehidupannya dihabiskan
untuk berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain demi untuk
merealisasikan cita-citanya yaitu mempersatukan umat dan bersama mengusir
penjajah dari bumi timur. Al-Afghani hidup di zaman ketika umat islam berada
dalam keadaan lemah akibat penjajahan yang berkepanjangan. Afghani lalu
mempelajari penyakit yang diderita umat. Sebagai seorang doctor umat al-afgani
sangat hati-hati dalam pengobatan ini karena pengobatan yang salah akan berakabat
penyakait umat akan bertambah parah. Afgani akhirnya menyimpulkan bahwa
penyakit umat saat itu adalah akibat umat Islam yang tidak memahami dan
mengamalkan ajaran Islam secara benar, dan obat paling mujarab adalah mengajak
umat Islam unutk bersatu dan kembali ke ajaran agama mereka sebagaimana ucapan
Amar Syakib Arselan, bahwa kemunduran yang dicapai umat Islam karena menjauhi
agama mereka yaitu agama Islam.
2.
Muhammad
Abduh (1849-1905)
a.
Biografi
Muhammad Abduh bernama lengkap Muhammad bin Hasan Khairullah. Beliau dilahirkan
didesa Mahallat Nashr Al-Buhaoiroh. Mesir pada tahun 1849 Muhammad Abduh adalah
seorang pemikir muslim dari mesir dan salah satu penggerak gagasan modernisasi
Islam. Beliau belajar tentang filsafat dan logika di universitas Al-Azhar Kairo.
Beliau juga merupakan murid dari Jamal Al-din Al-afghani, seorang filsafat dan
pembaharu yang mengusung gerakan panislamisme untuk menentang penjajah Eropa di
Negara-negara Asia Afrika. Dalam waktu 2 tahun ia dapat menghapal Al-Qur’an.
Abduh juga disuruh orang tuanya mempelajari bahasa arab. Karena tidak puas
dengan metode menghapal diluar kepala itu, Abduh lari meninggalkan pelajarannya
di Tanta, karena ia yakin mempelajari tidak akan bermanfaat baginya maka ia
berniat menjadi petani pada tahun 1865, saat usia 16 tahun ia menikah.
b.
pemikiran
hukum Islam muhammad abduh Sewaktu masih belajar di Al-Azhar, Jamaludin
Al-Afghani datang ke Mesir. Dalam perjalanannya ke Istanbul, di sinilah Abduh
untuk pertama kalinya berjumpa dengan Al-Afghani. Ketika Al-afgani datng ke
Mesir lagi untuk menetap (1877) Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling
setia. Pada tahun 1877, abduh menyelesaikan studinya di Al-Azhar, kemudian di
Darul Ulum dan di rumahnya sendiri. Menurut Abduh, sebab kemunduran umat Islam
adalah kejumudan yang terdapat di kalangan umat Islam. Sikap ini menurut Abduh
dimasukan ke dalam Islam oleh orang-orang non Arab yang merampas puncak
kekuasaan politik didunia Islam sebagaimana pemikiran Al-Afgani, Abduh juga
berpendapat bahwa masuknya berbagai macam bid’ah kedalam Islam merupakan
penyebab umat Islam melupakan ajaran Islam yang sebenarnya. untuk menghilangkan
bid’ah itu umat Islam harus kembali ke ajaran Islam yang sejati sebagaimana
pada zaman salaf, yaitu zaman sahabat dan ulama-ulama besar. Ajaran Islam harus
dikembalikan kapada aslinya dengan interpretasi yang disesuaikan dengan keadaan
modern, untuk itu pintu ijtihad perlu dibuka, dengan sendirinya taklid (tunduk
membabi buta ) kepada pendapat ulama tidak perlu dipertahankan. Pendapat tentang
pemberantasan taklid dan pembukaan pintu ijtihad itu didasarkan kepada
keyakinan terhadap kemampuan akal. menurutnya, Al-Qur’an bukan berbicara kepada
hati manusia melainkan kepada akal. Amat menarik pendapatnya yang mengatakan
bahwa iman seseorang tidak sempurna jika tidak berdasarkan akal.. Hanya dalam
Islam katanya, agama dan akal untuk pertama kali menjadi pengikat tali
persaudaraan. Akal adalah pembantu paling utama dari naqli menjadi sendi paling
kokoh. kepercayaannya kepada akal membawa paham kepada khadariah yaitu paham
kebebasan berkehendak dan bertindak. ia juga setuju dengan analis yang
mengatakan bahwa umat Islam mundur Karena paham jabariah. Sebagai konsekuensi
dari ajarannya yang mengatakan pengetahuan penting maka ia pun mementingkan
pendidikan, ia mengusahakan perubahan kurikulum Al-Azhar, ilmu modern ia
masukan kedalan kurikulum Al-Azhar. modernisasi sistem pendidikan Al-Azhar,
menurut pendapatnya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan usaha
pembaharuan dalam Islam .
E.
Usaha-Usaha Pembaharuan Islam
1.
Penafsiran kembali sumber-sumber tasy’ri (Al-Qur’an dan sunnah) Dalam
rangka usaha-usaha pembaruan islam, para ulama berusaha menafsirkan kembali
sumber-sumber tasy’ri hal ini diambil karena para mufassir terdahulu sebagian
besar terpengaruh dongeng-dongeng israiliyat dan nasraniyat, karena banyak
orang yahudi dan nasrani yang masuk islam, seperti ka’bul anhar, wahab bin
munabbi, Abdullah bin salam, dan ibnu Juraiz. Dalam penafsiran ini Muhammad
Abduh senantiasa berusaha mencari persesuaian antara al-Qur’an dan teori-teori
ilmu pengetahuan modern. Beliau berpendapat bahwa al-Qur’an tidak mungkin
mengandung ajaran-ajaran yang berlawanan dengan hakikat ilmu. Bahkan, al-Qur’an
mencakup teori-teori ilmu pengetahuan modern yang akhir ini. Disamping itu,
para mujtahid juga berusaha menafsirkan sunnah rasul disesuaikan dengan laju
peradaban modern, sehingga sumber-sumber tasyri yang pokok itu tetap menjadi
pegangan pembuat undang-undang di zaman mutakhir
2.
Memadukan pendapat yang bertentangan mujtahid tidak terikat pada salah
satu mazhab mereka mengambil pendapat dari berbagai ulama ahli hukum yang lebih
sesuai dengan kemaslahatan umat dan masyarakat di alam modern. Sikap seperti
ini dikenal dengan istilah “talfik” yakni mengamalkan suatu hukum furu’ yang
zhanniy menurut ketentuan dua mazhab atau lebih. Misalnya, seorang bertanya
kepada ulama Malikiyah tentang batal wudhu karena keluar darah. Maka ulama itu
mengatakan tidak batal. Kemudian orang itu bertanya kepada ulama hanafiyah
tentang batal wudhu karena menyentuh kemaluan. Maka ulama itu mengatakan
wudhunya tidak batal. Apabila orang itu mengamalkan fatwa itu didalam wudhunya,
yaitu beri’tikad wudhunya tidak sah menurut Malikiyah lantaran menyentuh
kemaluan dan tidak sah pula menurut ulama Hanafiyah lantaran mengeluarkan
darah, maka orang demikian telah mengamalkan “talfik”.
3.
Pemurnian tasyri’ Islam dari bid’ah dan khurafat Bid’ah dapat diartikan
menjalani syari’at yang tidak sesuai dengan ajaran Allah dan sunnah Rasulullah,
baik dengan cara mengurangi maupun menambah ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Nash. Khufafat diartikan sebagai keyakinan atau I’tikad yang menyalahi
kehendak Al-Qur’an dan sunnah. Dalam memperbaharui tasyri’ islam, para mujtahid
berusaha memurnikan tasyri’ islam dari bid’ah dan khurafat, karena selama
tasyri’ masih diikuti bid’ah dan khurafat umat tidak akan mengalami kemajuan
apalagi kejayaan sebagaimana yang dialami pada masa rasulullah dan masa
sahabat. Persoalannya sekarang bisakah tasyri’ islam kembali mengalami masa gemilang
seperti pada masa Rasul dan sahabat? Tentu kembali kepada kaum muslimin
sendiri. Kalau mereka mau bekerja keras dan berijtihad dan beramal seperti yang
dilakukan kaum muslimin pada awal sejarah, mereka akan meraih kegemilangan itu.
F.
Kesimpulan
Latar
belakang perlu adanya pembaruan hukum islam yaitu adanya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kedinamisan hukum islam pada saat itu. Hal lain
yang membuat hukum islam perlu diperbaharui antara lain. Menurut Ahmad Zaki
Yamani, karena hukum islam merupakan hasil pemikiran para ulama yang tidak
lepas dari tuntunan zaman dan tempat yang lebih spesifik yang belum tentu
sesuai dengan keadaan sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA
Supiana dan
Kariman. 2004. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
One.Indoskripsi.com/click/78/0
Dahlan,
Abdul Azis. 2002. Ensiklopedi Islam. Jakarta; PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.
http://
cooleha. Wordpress.com/2008/04/26/JamaludinAl-Afghani.
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad.Abduh.
No comments:
Post a Comment