MAKALAH
AKHLAK
TASAWUF
BAB I
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAKRIFAT
Ma’rifat
berasal dari kata “AL Ma’rifah” yang berarti mengenal atau mengetahui yaitu
mengenal atau mengetahui akan allah SWT dengan cara memperhatikan segala hasil
ciptaan-NYA.Yaitu mengenal allah dengan budi daya mengerahkan segala potensi
akal dan batin.Dasar yang diberikan oleh rosulullah adalah sebuah hadist yang
bunyinya
Artinya
: Hai Abu Dzar! Sembahlah allah seolah-olah engkau melihat kepada-NYA.Bila
engkau tidak melihat allah maka yakin kan (dalam hati) bahwa allah melihat
engkau (al hadist).
Ma’rifat
dalam istilah berarti mengenal allah ketika shufi mencapai maqam dalam
tasawuf.kemudian istilah ini dirumuskan defenisinya oleh berberapa ulama
tasawuf antara lain:
a. Dr. Mustafa Zahir mengemukakan salah
satu pendapat ulama tasawuf yang mengataakan ma’rifat adalah ketetapan hati
(dalam mempercayainya hadirnya)wujud yang wajib adanya (allah) yang
menggambarkan segala kesempurnaannya.
b. Asy-syekh ihsan Muhammad dahlan
al-kadiriy mengemukakan ma’rifat adalah hadirnya kebenaran allah (pada shufi)
dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan nur ilahi
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan ma’rifat
membuat ketenangan hati sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam
akal pikiran).Barangsiapa yang mengingat ma’rifatnya ,maka mengingat pula
ketenangan hatinya.
Ma’rifat secara umum adalah yang dilakukan orang
alim yang sesuai dengan maksud dan tujuan ilmu sendiri.sedangkan ma’rifat
menurut ahli shufi ialah rasa kesadaran kepada allah akan sifat dan
asma-NYA.Ma’rifat sebagai pengetahuan yang hakiki dan menyakinka,menurut Al Gazali tidak
didapatkan lewat pengalaman
inderawi,juga tidak dicapai lewat penalaran rasional,tetapi lewat qalbu yang
mendapatkan ilham atau limpahan nur dari tuhan sebagai pengalaman sufistik.
Tersingkap segala realitas yang tidak dapat ditangkap oleh indera dan tidak
terjangkau oleh akal (rasio).
Sumber dan tingkatan ma’rifat menurut Al-Gazali
1. Pancaindra menurutnya,pancaindra adalah
termasuk juga sumber ma’rifah.Tetapi berkerjanya hanya dalam berberapa sumber
dan tidak dalam hal lain.
2. Akal sebagaimana pancaindra,akal juga
adalah merupakan salah satu sumber ma’rifah dalam berberapa sumber ,dan ia bukanlah
segala-galanya.menganggap dan memberikan cangkupan yang luas terhadap akal
sebagai sumber ma’rifah dapat menyebabkan penyepelehan terhadap Al-Qur’an
sebagai yang utama.
3. Wahyu menurutnya wahyu adalah sumber
tersebar bagi ma’rifah.Wilayah cangkupnya sangat luas,sesuai dengan posisinya
sebagai sumber pertama dan utama bagi ajaran islam.
4. Kasyf menurutnya,kasyf adalah cahaya
yang dihujamkan tuhan ke dalam hati hamba sehingga hatinya dapat melihat dan
merasakan sesuatu dengan ain al-yaqin.Kasyf adalah sumber kedua bagi ma’rifah
yang terbesar setelah wahyu.
Tidak semua orang yang menuntut ajaran tasawuf dapat
sampai kepada tingkatan ma;rifah.karena
itu sufi yang sudah mendapatkan ma’rifah ,memiliki tanda-tanda tertentu
sebagaimana keterangan dzun nun al-mishir yang mengatakan ada berberapa tanda
yang dimiliki oleh sufi bila sudah sampai kepada tingkatan ma’rifah antara lain
a. Selalu memancarkan cahaya ma’rifah
padanya dalam segala sikap dan perilakunya karena itu sikap wara selalu ada
pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu
yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata,karena hal-hal yang nyata menurut
ajaran tasawuf belum tentu benar.
c. Tidak menginginkan nikmat allah yang
banyak buat dirinya karena hal itu bisa membawahnya kepada perbuatan yang haram.
Dari sini lah kita kita dapat melihat bahwa para
shufi tidak membutuhkan kehidupan yang mewah ,kecuali tingkatan kehidupan yang
sekedar dapat menunjang kegiatan ibadahnya kepada allah SWT.Sehingga asy syekh
Muhammad bin al fadhal mengatakan bahwah ma’rifah yang dimiliki sufi cukup
dapat memberikan kebahagian batin
padanya karena mereka merasa selalu bersama-sama dengan tuhannya.
Jalan ma’rifat yaitu
a. Qolbi fungsinya dapat mengetahui sifat
tuhan.
b. Ruh fungsinya untuk dapat dicintai.
c. Sir fungsinya untuk melihat tuhan.
Kedudukan sir lebih halus dari ruh dan qolbi. Dan
ruh lebih halus dari qolbi.Qolbi di samping sebagai alat untuk merasa juga
sebagai alat untuk berpikir. Bedanya qolbi dengan aql ialah kalau aql kalau
aaql tidak dapat menerima pengetahuan tentang hakikat tuhan. Tetapi kalau qolbi
bisa mengetahui hakikat dari segala yang ada dan manakalah dilimpahi suatu
cahaya dari tuhan bisa mengetahui rahasia-rahasia tuhan.
Posisi sir bertempat da dalam ruh dan ruh sendiri
berada didalam qolbi sir akan menerima pantulan cahaya dari tuhan apabila qolbi
dan ruh benar-benar suci, kosong dan tidak berisi suatu apapun. Pada suasana
yang demikian itu tuhan akan menurunkan cahaya-NYA kepada mereka (shufi).Dan
sebaliknya mereka melakukan (orang sufi) yang dilihat hanyalah allah.
Ada 2 Macam Ma’rifat
a. Ma’rifat ta’limiyat yang berarti mencari
pengetahuan atau dalam arti lain memperoleh ilmu pengetahuan.sedangkan orang
yang sedang mencari ilmu disebut mu’taklim.Oleh karena itu ma’rifat limiyat
yaitu berjalan untuk mengenal allah dari jalan yang biasa “mulai dari bawah
hingga keatas”.
b. Ma’rifat Laduniyah yaitu yang langsung
dibukakan oleh allah dengan keadaan kasf, mengenal kepadanya.jalanya langsung
dari atas dengan menyaksikan dzat yang suci, kemudian turun dengan melihat
sifat-sifatnya,kemudian kembali bergantung kepada nama-namanya.
B. AL’ITTIHAD
Jika
tahab al-baqa telah tercapai maka dengan sendirinya tercapai pula tahap
ittihad.Dalam tingkatan ini seorang
shufi telah merasa bahwa dirinya bersatu dengan tuhan antara yang mencintai dan
yang dicintai menyatu baik jauhar (substansi) maupun perbuatannya.Dalam keadaan demikian maka petunjukan antara ia dengan yang lain
adalah sama lebih lanjut disebutkan bahwa segala sesuatu yang ada ini
disebutkan bahwa segala sesuatu yang ada ini dilihat sebagai wujud yang satu
itu sendiri demikian pula sebaliknya.Abu Yazid kelihatan,sangat merindukan keadaan. Ittihad ini sebagaimana terungkap
dalam syatahannya ketika ia sedang
bedialog dengan tuhan.
Menurut
Abu yazid tingkatan ini diperolehnya setelah melalui proses yang lama ,30
tahun.Selama itu ia absen dari allah hanya berzikir kepadanya.Namun setelah itu
aku menemukan dalam setiap keadaan,sehingga seolah-olah.Dia adalah diriku
sendiri.
A
Nicholson mendefenisikan ittihad sebagai “identiknya sifat manusia dan sifat
tuhan “. Apabila seorang shufi telah mencapai tingkatan ini maka ada
kemungkinan dia akan mengeluarkan ucapan-ucapan yang ganjil (syahadat ),dan
biasanya tidak dapat diterima oleh kaum muslimin.
Ketika
menafsirkan baris-baris syair ib al-farid mengenai ittihad.Nicholson mengatakan
ittihad berarti bahwa wujud yang mutlak melebur dalam wujud makhluk individual
semedikian rupa sehingga menghilangkan kemampuan menggunakan
fakultas-fakultasnya tampaknya ia berkehendak dan berbuat namun sesungguhnya
dia hanyalah alat melalui siapa tuhan berkehendak dan berbuat.
Tentang
pengalaman al-ittihad,sebagaimana dituturkan oleh al-atthar ketika yazid
menjalani perjalanan mi’raj-nya, ia bercerita dan berdialog panjang dengan
tuhan yang akhirnya sampai pada bagian berikut “setelah dia melihat betapa
sifat-sifatku lebur kedalam sifat-sifatnya maka dihadiahkan-nya kepada ku
sebuah nama dari hadirat-Nya sendiri dan dia berkata kepadaku dalam wujud-NYA
sendiri.Maka terciptannya peleburan dan punahlah keterpisahan”. Riwayat lain
menyebutkan,ketika ia berm’raj pada waktu sampai arsy,ternyata di sana kosong
tak ada siapa pun hanya dirinya sendiri ia jumpai maka ia bertanya :”Tuhanku,di
manakah aku mencarimu ?”maka tersingkaplah hijib aku lihat diriku adalah aku
dan aku adalah aku.Aku melihat kea rah yang kucari maka ke mana saja aku
berjalan tidak ada lain kecuali aku”
Dalam
kesempatan lain dia mengatakan:”aku pergi dari allah ,sehingga dia berseru dari
aku di dalam diriku “wahai engkau yang adalah aku”
Diceritakan
pula ,tuhan pernah berkata”wahai abu yazid semua mereka kecuali engkau adalah
makhluk-ku ,kecuali engkau”akupun berkata”aku adalah engkau dan engkau adalah
aku”
C. Al Fan’na
Dari
segi bahasa al-fana berhati hilangnya wujud sesuatu.Fana adalah dari berhenti
wujudnya.Adapun artinya fana menurut kalangan shufi adalah hilangnya kesadaran
pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada
diri.Menurut pendapat lain fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan
dengan sifat-sifat yang tercela.
Dalam
pada itu Mustafa zahri mengatakan bahwa yang dimaksud fana adalah lenyapnya
indrawi atau kebasyariahaan,yakni sifat sebagai manusia biasa yang suka pada
syhwat dan hawa nafsu.Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan sehingga
tiada lagi melihat dari pada alam baharu,alam rupa dan wujud ini maka dikatakan
ia telah fana dari alam cipta atau dari alam makhluk.Selain itu fana juga dapat
berarti hilangnya sifat-sifat buruk lahir batin.
Adapun
menurut para ahli Al Thusi fana adalah “fananya sifat jiwa” sementara itu Al
Qur’an merumuskannya dengan “sirnanya sifat-sifat tercelah”lebih lanjut ,ia
menambahkan dengan hilangnya sifat-sifat tercelah tersebut maka diisi dengan
sifat-sifat terpuji.Kedua sifat tersebut senantiasa ada pada manusia dan tidak
mungkin ada alternatif ketiga.Jika seseorang fana dari sifat-sifat tercela
,maka yang muncul adalah sifat-sifat terpuji ,dan barang siapa yang cenderung
kepada sifat tercela ,maka sifat terpujinya tertutupi ,dan demikian pula
sebaliknya.Abu bakr al-kalabazi (w.378 H /998 M) menjelaskan pengertian al-fana
,sebagaimana dimaksudkan dalam tasawuf ,adalah “hilangnya semua keiginan hawa
nafsu seseorang tidak ada ,pamrih dari
segala perbuatan manusia ,sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat
membedakan sesuatu secara sadar ,dan ia telah
menghilangkan semua kepentingan dalam ia berbuat sesuatu”.
Dalam
rumusan lain disebutkan ,fana diartikan sebagai kesirnaan manusia dari
kehendaknya ,dan kekekalan kehendaknya
dengan kehendak allah sebagaimana dijelaskan oleh al-thusi :”fana berarti
sirnanya pandangan seseorang terhadap tindakan-tindakannya,karena allah
menghendaki itu terhadapnya”.
Penghancur
diri (al fana) juga berarti sebagai kemanusiaan ,berganti dengan sifat-sifat
ketuhanan.Sebab di kalangan suhfi di kenal ungkapan “dia fana dari sifat-sifat
kemanusiaan yang ada pada dirinya dan akan baqa dalam sifat-sifat yang maha Haq
.
Pengertian
fana menurut para ahli :
1. Al qusyairi fana adalah gugurnya
sifat-sifat tercelah sedangkan baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji.
2. Junaidi al bagdadi tauhid bisa dicapai
dengan membuat diri fana dari dirinya
sendiri dan alam sekitarnya ,sehingga keinginannya dikendalikan oleh allah.
3. Ibnu al farabi fana dalam pengertian
mistik adalah hilangnya ketidaktauan dan baqa pengetahuan yang pasti/sejati
yang diperoleh dengan intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
4. Abu bakar m.kalabadzi fana adalah suatu
keadaan yang di dalamnya seluruh hasrat atau keinginan luruh dan hancur darinya
,sehingga para sufi tidak mengalami perasaan apa-apa dan kehilangan kemampuan
membedakan.
Tingkatan –Tingkatan fana
a. Fana fi af-alillah
Fana dari
tingkat pertama ini ,seseorang telah mulai dalam situasi dimana akal pikiran
mulai tidak berjalan lagi,melainkan terjadi sebagai “ilham” tiba-tiba nur ilahy
terbit dalam hati sanubari muhadara atau kehadiran hati berserta allah dalam
situasi mana, gerak dan diam telah lenyap menjadi gerak dan diamnya.
b. Fana Fissifat
Fana pada
tingkatan dua ini,seseorang mulai dalam situasi putusnya diri dari alma indrawi
dan mulai lenyapnya segala sifat kebendaan ,artinya dalam situasi menafikan
diri dan meng-istimbatkan sifat allah memfanakan sifat-sifat diri kedalam
kebaqaan allah yang mempunyai sifat sempurna.
c. Fana Fil-asma
Fana pada
tingkatan tiga ini ,seseorang telah dalam situasi fananya segala sifat-sifat
keinsanannya.Lenyap dari alam wujud yang gelap ini,masuk ke dalam alam ghaib atau
yang penuh dengan nur cahaya.
d. Fana Fizzat
Fana pada tingkatan
keempat ini ,seseorang telah beroleh perasaan batin pada suatu keadaan yang tak
berisi ,tiada lagi kanan dan kiri, tiada lagi muka dan belakang, tiada lagi
atas dan bawah, pada ruang yang terbatas tidak bertepi.Dia telah lenyap dari
dirinya sama sekali ,dalam keadaan mana hanya dalam kebaqaan allah
semata-mata.Dapat disimpulkan bahwa segal-galanya telah hancur lebur,kecuali
wujud yang mutlak.
Sejumlah Sufi mengisyaratkan Fana’ pada gugurnya
sifat-sifat tercela, sementara baqa’ diisyaratkan sebagai kejelasan sifat-sifat
terpuji. Kalau pun seorang hamba tidak terlepas dari salah satu sifat tersebut
, maka dapatlah dimaklumi, sebenarnya, salah satu bagian apabila tidak dijumpai
dalam diri manusia, maka dapatlah ditemui sifat satunya lagi. Barangsiapa fana’
dari sifat-sifat tercela, maka yang tampak adalah sifat-sifat terpuji.
Sebaliknya, jika yang mengalahkan adalah sifat-sifat yang hina, maka
sifat-sifat yang terpuji akan tertutupi.
D. Al Mahabah
Mahabah
berasal dari kata ahabba ,yuhibbu,mahabatan
yang secara harifah berarti mencintai secara mendalam.Dalam mu’jam al-falsafi ,jamil
shaliba mengatakan mahabah adalah lawan dari al-baghd yakini cinta lawan dari
benci.Al mahabbah dapat pula berarti al wadud yakni yang sangat kasih atau
penyayang.Al Mahabah adalah perasaan kasih sayang atau cinta kepada allah SWT.
Mahabbah
pada tingkat selanjutnya dapat pulaberarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran
yang mutlak yaitu cinta kepada tuhan.Kata mahabah selanjutnya digunakan untuk
menunjukan pada suatu paham atau aliran dalam tasawuf yang artinya kecintaan
yang mendalam secara ruhaniah pada tuhan.
Pengertian
mahabbah dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan al qusyairi sebagai
berikut:al mahabbah adalah merupakan hal(keadaan)jiwa yang mulia yang bentuknya
adalah disaksikannya (kemutlakan)allah SWT oleh hamba ,selanjutnya yang
dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihinya dan yang seorang
hamba mencintai allah swt.
Harun
Nasution mengatakan mahabbah adalah cinta yang dimaksud adalah cinta kepada
tuhan antara lain sebagai berikut
1. Memeluk kepatuhan pada tuhan fdan
membenci sikap melawan pada-NYA
2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang
dikasihi
3. Mengosongkan hari dari segala-galanya
kecuali diri yang dikasihi allah.
Dilihat
dari tingkatannya mahabbah sebagai dikemukakan al sarraj sebagai dikutip harun
nasution ada tiga macam yaitu :
1. Mahabbah orang biasa yaitu selalu
mengingat allah dengan zikir ,suka menyebut nama-nama allah dan memperoleh
kesenangan dalam berdialog dengan tuhan.
2. Mahabbah orang shidiq yaitu cinta orang
yang kenal pada tuhan ,kebesarannya ,kekuasaannya ,ilmu nya dan lain-lain.
3. Mahabbah orang arif adalah cinta yang
tau betul kepada tuhan.
Kedudukan
Mahabbah
Al
Mahabbah adalah satu istilah yang hampir selalu berdampingan dengan ma’rifah
baik dalam kedudukan maupun pengertiannya.Ma’rifah adalah merupakan tingkatan
pengetahuan kepada tuhan melalui mata hati(qolbi) ,maka mahabbah adalah perasaan
kedekatan dengan tuhan melalui cinta (roh).Rasa cinta itu tumbuh karena
pengetahuan dan pengenalan kepada tuhan sudah sangat jelas mendalam,sehingga
yang dilihat dan dirasakan bukan lagi cinta ,tetapi diri yang dicintai.Oleh
karena itu, menurut al gazali mahabbah itu menifestasi dari ma’rifah kepada
tuhan dengan demikian kedudukan mahabbah
lebih tinggi dari ma’rifah
E. Az Zauk
Dzauq dalam tasawuf adalah proses merasakan kelezatan nilai-nilai
Ilahiyan sebagai hasil dari proses suluk (salikin) yang dilaksanakan. Makna ini
bernilai positif karena berkaitan dengan kenikmatan seseorang dalam mencapai
hakikat dan maqom yang lebih tinggi ke
hadirat Allah Swt. Dalam Al Qur’an kata
dzauq tidak selalu bernilai positif. Banyak dari Firman Allah Swt berkenaan
dengan kata dzauq ini yang berhubungan dengan siksa (adzab). Sebagaimana
didapat dalam Qur’an :
(Dikatakan
kepada mereka): "Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta
untuk disegerakan."
Dalam ayat lain :
“ Maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku”
Semua ini menunjukkan bahwa ada
perbedaan arti dalam pemakaian istilah antara tasawuf dan di dalam Al Qur’an. Pada ayat yang pertama, di dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan
adzab yang disegerakan itu berkaitan dengan Nabiyullah Yunus. Dimana Nabi Yunus
mempunyai seorang istri yang sangat galak yang selalu memarahi beliau. Ketika
hal itu ditanyakan oleh pengikutnya mengapa istri beliau bersikap demikian,
Nabi Yunus mengatakan bahwa hal ini merupakan ujian Allah Swt kepadanya sebagi
bentuk pengabulan atas doa yang ia panjatkan.
Nabi Yunus pernah berdoa, “ Ya Allah, andaikat aku Kau taqdirkan untuk
disiksa di neraka, maka segerakanlah siksa itu di dunia agar aku tak
merasakannya lagi di akhirat.” “Rupanya inilah siksa dunia yang diberikan Allah
Swt kepadaku sebagai ganti siksaku di
akhirat” terang Nabi Yunus kepada sahabatnya.
Perbedaan
penggunaan makna antara Al Qur’an dan tasawuf bukanlah perbedaan yang
meninggikan dan merendahkan satu dengan lainnya. Al Qur’an adalah sumber
tertinggi di dalam dunia Islam, termasuk dalam khazanah tasawuf. Sebagaimana
inti dari tasawuf adalah pembentukan akhlak mulia yang digali dari
nilai-nilai Al Qur’an. Sehingga
Rasulullah dalam kaitannya dengan akhlak dikatakan sebagai Al Qur’an yang
berjalan. Tasawuf sebagai salah satu
disiplin ilmu tetap tunduk kepada Al Qur’an. Tasawuf yang tidak berpijak pada
Al Qur’an dan menyalahi sumber hukum tertinggi itu, akan dikatakan sebagai ajaran yang
menyimpang.
Perbedaan
yang terjadi tidak menyentuk masalah hakikat, hanya sebatas penggunaan term
pada istilah-istilah tertentu. Dan ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah
tasawuf sendiri sebagai disiplin ilmu
yang harus dijaga kemurniannya. Dengan menggunakan istilah dan term yang secara harfiah
bertentangan itu, sebenarnya tasawuf ingin menghindarkan dari penafsiran keliru orang yang awan. Sebagai contoh kata mabuk
dan anggur yang sering dipakai dalam dunia tasawuf. Arti dari
keduanya tentu berbeda dengan mabuk dan anggur yang dimaksudkan dalam Al Qur’an. Anggur
dalam dunia tasawuf adalah dzikir, sedangkan mabuk adalah keadaan dalam
mencapai keadaan menuju Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
Ris’an Rusli ,2013.Tasawuf dan
Tarekat.jakarta.PT RajGrafindo Persada
http://fariskayosi.blogspot.com/2014/07/konsep-tasawuf-fana-dan-baqa.html?
http://arial001.blogspot.co.id/2014/04/makalah-pengertian-ittihad-dan-hulul.html?m=1