MAKALAH
PANCASILA
“SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA”
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dasar negara Republik Indonesia adalah
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam
Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD
1945.
Pancasila apabila dikaji secara ilmiah
memiliki pengertian-pengertian yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar
Negara, sebagai pandangan hidup Bangsa, sebagai kepribadian Bangsa, sebagai
ideologi Bangsa dan Negara, selain itu Pancasila secara kedudukan dan fungsinya
harus di pahami secara kronoligis. Kurangnya pemahaman tentang Pancasila baik
pengertian maupun kronologinya.
Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan
bangsa, seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang
sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan
dipertahankan sebagai ideologi negara. Oleh karena itu, pancasila sebagai dasar
filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam pembukaan UUD 1945 wajib
dipelajari dan dipahami, apa sebenarnya yang terkandung dalam ajaran Pancasila
itu.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana Latar Belakang Sejarah, Sosiologis
dan Filososfis Pancasila?
2.
Bagaimana Proses Perumusan- Perumusan Pancasila?
3.
Apa makna
lambang Burung Garuda Pancasila?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui latar belakang sejarah, sosiologis dan filososfis pancasila.
2.
Untuk
mengetahui proses perumusan- perumusan pancasila.
3.
Untuk
mengetahui makna lambang Burung Garuda Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA PANCASILA (HISTORIS/
SEJARAH, SOSIOLOGIS DAN FILOSOFIS)
1.
Historis/ Sejarah
Secara historis istilah “Pancasila” mula-mula
dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk agama Budha, Pancasila berarti
“lima-aturan” atau “Five Moral Principles” yang harus ditaati dan
dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) agama Budha, yang dalam bahasa
aslinya, yaitu bahasa pali “Panca-Sila”, yang berisi lima larangan atau lima
pantangan yang bunyinya menurut encyclopedia atau
kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut:
a. Panatipata veramani sikkhapadam
samadiyami. Artinya: Janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup: maksudnya
dilarang membunuh.
b.
Addinnadana
veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mengambil barang yang
tidak diberikan: maksudnya dilarang mencuri.
c.
Kameshu
micchacara veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berhubungan
kelamin yang tidak sah dengan perempuan: maksudnya dilarang berzina.
d.
Musawada
veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berkata palsu:
maksudnya dilarang berdusta.
e.
Sura-meraya
–majja-pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami.Artinya: Janganlah minum
minuman yang menghilangkan pikiran: maksudnya dilarang minum minuman keras.
Jadi pertama kali istilah “Pancasila”
digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar moral dalam agama Budha.
Pancasila berarti lima aturan tingkah laku yang baik, atau lima aturan moral.
Perkembangan selanjutnya istilah “Pancasila”
masuk dalam khazanah kesusasteraan Jawa Kuno pada zaman Majapahit di bawah raja
Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Istilah “Pancasila” terdapat dalam buku
keropak Negara kertagama yang berupa syair pujian ditulis oleh pujangga istana
bernama Empu Prapanca selesai pada tahun 1365, yakni di dalam sarga 53 bait ke
2 yang berbunyi sebagai berikut:
“Yatnanggeguani pancasyila
kertasangskarabhisekaka krama”.
Artinya: (Raja) menjalankan dengan setia
kelima pantang (Pancasila) itu begitu pula upacara-upacara ibadat dan
penobatan-penobatan.
Selain terdapat dalam buku Nagarakertagama
yang masih dalam zaman Majapahit istilah “Pancasila” juga terdapat dalam buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sotasoma ini istilah Pancasila di
samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sansekerta) juga
mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu:
a. Tidak boleh melakukan kekerasan
b.
Tidak boleh
mencuri
c.
Tidak boleh
berjiwa dengki
d.
Tidak boleh
berbohong
e.
Tidak boleh
mabuk minuman keras[1]
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang
panjang mulai zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya
penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa
yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup
serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa
yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding
father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip
(sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus
memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak
terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana
dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar
negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari
bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis Pancasila.[2]
Landasan historis bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Berketuhanan yaitu
percaya pada sesuatu yang berkuasa di luar diri manusia. Berkemanusiaan dalam
wujud cinta sesama manusia. Berpersatuan baik persatuan dalam kelompok suku
yang kemudian meluas menjadi bangsa. Berkerakyatan dalam kelompok kecil
berkekeluargaan kemudian meluas dalam negara disebut berkerakyatan. Berkeadilan
yaitu ingin diperlakukan secara adil baik dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
Kelima hal ini kemudian menjadi ciri khas dan
karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang kemudian direnungkan oleh
tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia, yang oleh Bung Karno diberi nama
Pancasila, yang selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan sebagai dasar
negara oleh PPKI.[3]
2.
Sosiologis
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan
terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000
pulau, secara sosiologis telah mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang
terkandung didalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan
fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan objektif ini
menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat
pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan
perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis
seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa
Indonesia yang tinggi, dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh
perbedaan, menyebabkan ideology Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali
ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok masyarakat, maka
nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk menyatukan
kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan
pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1
Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian
Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis
membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila
perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat
bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses
pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila
tersebut dapat dikembangkan secara terencana dan terpadu.[4]
3.
Filosofis
Landasan filosofis adalah landasan
yang berdasarkan atas filsafat atau pandangan hidup. Pancasila merupakan dasar
filsafat negara. Dalam aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada
nilai-nilai pancasila termasuk sistem perundang-perundangan.
Secara Filosofis bangsa Indonesia sebelum
mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan,
hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi
dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai
dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi,
politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.[5]
Dalam filsafat Pancasila terdapat 3 (tiga)
tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
1)
Nilai Dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai
dasar yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar
atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-Nilai dasar sendiri dalam Pancasila
adalah Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila. Nilai dasar itu mendasari semua
aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar
bersifat fundamental dan tetap.
2)
Nilai
Instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai
dasar. Umumnya terbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3)
Nilai Praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai Praksis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar
dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
B. PROSES PERUMUSAN PANCASILA
Secara historis-sosiologis Pancasila yang
sekarang kita miliki merupakan pandangan dan falsafah hidup hasil penggalian
dan pemikiran yang dalam oleh Bapak Pendiri Negara (the founding fathers).
Selanjutnya hal tersebut dikristalisasikan dan dirumuskan menjadi lima prinsip
dasar yang dinamakan Pancasila. Proses ini dimulai sejak Jepang secara resmi
menguasai Indonesia pada tanggal 9 maret 1942 setelah jenderal Ter Poorten
sebagai Panglima Tertinggi Angkatan darat Sekutu di Jawa menyerah tanpa syarat
di Kalijati. Setelah dua tahun menguasai Indonesia, secara pelan tapi pasti
Jepang mulai terdesak. Untuk menenangkan bangsa Indonesia agar tidak melakukan
pemberontakan, pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Jepang Kiso,
mengumumkan janji pemerintah Jepang kepada Indonesia bahwa Hindia Belanda akan
diberi kemerdekaan kelak dikemudian hari.
Untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari
bangsa Indonesia, sebagai realisasinya tanggal 1 maret 1945 di pantai utara
pulau Jawa, diumumkan antara lain dibentuk Dokuritsu Zyuunbi
Tioosakai atau badan untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan kemerdekaan
atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan penyelidik tersebut baru dibentuk
tanggal 29 April 1945, yaitu pada saat hari ulang tahun Tenno Heika, Maharaja
Jepang. Tanggal 28 Mei 1945 diadakan upacara pembukaan
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sususnan badan
penyelidik itu terdiri dari ketua Dr. Radjiman Wediodiningrat, ketu muda
Ichibangse (dari Jepang), Ketua Muda R.P Soeroso, dengan 60 orang snggota.
Sidang BPUPKI Tanggal 29 Mei sampai 1
Juni 1945 Membahas Dasar Negara. Sidang BPUPKI
ini dilaksanakan selama 4 hari berturut-turut, yang tampil berpidato
menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut :[6]
a.
Mr. Muh.
Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945,
beliau mengusulkan rumusan dasar negara yaitu sebagai berikut :[7]
1) Peri Kebangsaan
2)
Peri
Kemanusiaan
3)
Peri ketuhanan
4)
Peri
Kerakyatan
5)
Kesejahteraan
Rakyat (Keadilan Sosial)
Selain usulan tersebut, pada akhir pidatonya
Mr. Muh. Yamin menyerahkan naskah lampiran yaitu suatu rancangan usulan
sementara berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan pembukaan yang
rumusan dasar negaranya adalah sebagai berikut :
1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)
Kebangsaan dan
Persatuan Indonesia.
3)
Rasa
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
4)
Kerakyatan
yang di Pimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5)
Keadilan bagi
Seluruh Rakyat Indonesia.
Dari hasil yang dikemukakan oleh Mr. Muh.
Yamin ini, jelas bahwa beliau adalah penggali Pancasila yang lebih khusus,
yakni Pancasila sebagai Dasar Negara.
b.
Mr.
Soepomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945,
beliau lebih menekankan pengertian dasar negara
sebagai staatsidee (cita-cita) dengan konsep integralistik, yaitu
mampu mengatasi semua aliran. Adapun mengenai dasar negara, secara garis besar
disampaikan usulan sebagai berikut :
1) Paham negara persatuan (negara integralistik).
2)
Hubungan
antara agama dan negara harus terpisah. Warga negara hendaknya tunduk dan patuh
kepada Tuhan.
3)
Sistem badan
permusyawaratan.
4)
Sosialisme
negara.
5)
Hubungan
antarbangsa yang bersifat Asia Timur Raya.
c.
Ir.
Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar Negara dalam sidang BPUPKI
pertama berikutnya adalah dari Ir.Soekarno. Beliau mengusulkan rumusan dasar
negara yang diberi nama Pancasila yaitu sebagai berikut :
1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2)
Internasionalisme
(peri kemanusiaan)
3)
Mufakat
(demokrasi)
4)
Kesejahteraan
sosial
5)
Ketuhanan Yang
Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan)
Kelima dasar tersebut kemudian diberi
nama Pancasila yang menurut Bung Karno sendiri, atas petunjuk dari
teman beliau yang seorang ahli bahasa. Kemudian dengan suara bulat sidang
menerima Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang abadi. Dengan selesainya rapat tanggal 1 Juni,
selesai pula persidangan pertama Badan Penyelidik.
d.
Rumusan Dasar
Negara menurut Piagam Jakarta (tanggal 22 juni 1945)
Setelah sidang pertama selesai, dibentuk
panitia perumus yang tugasnya adalah menggolong-golongkan usulan-usulan pada
rapat BPUPKI pertama. Jumlah tim perumus tersebut adalah delapan orang. Pada
tanggal 22 juni 1945 diadakan pertemuan antara panitia kecil (tim perumus)
dengan sebagian anggota BPUPKI yang kebetulan ada acara di Jakarta. Disepakati
dibentuk panitia kecil yang jumlahnya sembilan orang yang terkenal dengan
Panitia Sembilan. Anggita panitia tersebut adalah:
1) Ir. Soekarno,
2)
Wachid Hasyim,
3)
Mr. Muh.
Yamin,
4)
Mr.Maramis,
5)
Drs Moh.
Hatta,
6)
Mr. Soebardjo,
7)
Kyai Abdul
Kahar Moezakir,
8)
Abikoesno
Tjokrosoejoso, dan
9)
Haji Agus
Salim.
Panitia sembilan ini setelah mengadakan pertemuan
secara masak dan sempurna telah mencapai suatu hasil yang baik yaitu suatu
modus atau persetujuan antara golongan islam dan golongan nasionalis. Modus
atau persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu rancangan pembukaan hukum
dasar, yang terkenal dengan Piagam Jakarta dengan rumusan dasar negara sebagai
berikut :
1) Ketuhanan dengan Kewajiban menjalankan
Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2)
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3)
Persatuan
Indonesia.
4)
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konsep itu diterima dengan suatu perubahan
penting, yakni sila pertama yang tercantum pada Pembukaan itu, yang semula
berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sehingga pada
pembukaan UUD 1945 yang telah ditetapkan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, rumusan Pancasila adalah sebagai
berikut :
1) Ketuhan Yang Maha Esa.
2)
Kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3)
Persatuuan
Indonesia.
4)
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5)
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesi
Dengan disahkannya UUD 1945 yang didalamnya
terdapat Pancasila sebagai dasar Negara, maka secara resmi Pancasila
sebagai dasar Negara Lahir.
Burung garuda
merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos tersebut
digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh
manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan
Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah
satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya di Desa
Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai
lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan, warna emas melambangkan
kejayaan. Karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana,
maka Posisi kepala garuda menoleh ke kanan.
Jumlah bulu
melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara
lain:
a. Jumlah bulu
pada masing-masing sayap berjumlah 17
b.
Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
c.
Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
d.
Jumlah bulu di leher berjumlah 45.
1.
Perisai
Perisai
merupakan lambang pertahanan negara Indonesia, gambar perisai tersebut dibagi
menjadi lima bagian, bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna
merah putih yang melambangkan warna bendera nasional Indonesia (merah berarti
berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai
yang besar berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal
yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat
melintasi Indonesia di tengah-tengah. Setiap gambar yang terdapat pada perisai
tersebut berhubungan dengan simbol-simbol dari sila Pancasila, yaitu.
2.
Bintang Lima
Sila ke-1 :
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai
hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan lima agama di
Indonesia, yaitu Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha.
3.
Rantai Emas
Sila ke-2 :
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai
yang tersusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia antara
satu dengan yang lain yang saling berhubungan.
4.
Pohon Beringin
Sila ke-3 :
Persatuan Indonesia. Pohon
beringin adalah sebuah pohon yang memiliki banyak akar yang menggelantung dari
ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan
yang memiliki berbagai budaya yang berbeda-beda.
5.
Kepala Banteng
Sila ke-4 :
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Banteng
adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia. Cetusan Presiden Soekarno
dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah),
gotong-royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
6.
Padi dan Kapas
Sila ke-5:
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas
yang menggambarkan sandang dan pangan merupakan kebutuhan pokok setiap
masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini
menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial antara
yang satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara
Indonesia menggunakan ideologi komunisme.
7.
Pita
Pita yang
dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu
“Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu”
yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
suku, budaya, adat-istiadat dan kepercayaan, namun tetap satu bangsa, bahasa,
dan tanah air.
8.
Warna
Warna putih memiliki arti sebuah kesucian, kebenaran dan kemurnian
Warna merah memiliki arti keberanian
Warna Hitam memiliki arti keabadian
Warna Hijau memiliki arti kesuburan dan kemakmuran
Warna kuning memiliki arti keluhuran, kebesaran dan kemegahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Secara
historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2.
Bangsa
Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan
Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan
kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat
Indonesia.
3.
Pancasila
merupakan dasar filsafat negara. Dalam aspek penyelenggaraan negara harus
bersumber pada nilai-nilai pancasila termasuk sistem perundang-perundangan. Secara Filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME.
4.
Pancasila
adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga
merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka
manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama
dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu
pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman
Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik
dipusat maupun di daerah.
5.
Garuda sebagai
lambang negara mempunyai makna tersendiri, dari gambar burung garuda
keseluruhan, jumlah bulu, gambar perisai hingga warna pada lambang garuda
tersebut mempunyai makna masing-masing seperti yang telah penulis jelaskan
sebelumnya.
B. Kritik dan Saran
Demikian pembahasan makalah yang dapat kami
susun. Pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan. Karenanya, sudilah kiranya pembaca budiman berkenan memberikan
saran guna perbaikan makalah ini kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan
Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No.
II/MPR/1987.
Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan
Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No.
II/MPR/1987.
Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan
Pancasila.
http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 06 November 2017 pukul
15.12 WIB.
Mas Min. 2016. Arti
dan Makna Lambang Simbol Negara. Diakses melalui :
http://www.pelajaran.co.id/2016/12/arti-dan-makna-lambang-simbol-negara-republik-indonesia.html
pada tanggal 06 November 2017 Pukul 14.33 WIB
[5] Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan Pancasila. http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 06 November 2017 pukul 15.12 WIB.
[6] NN. Tanpa
Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat
Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.
[7] Komunitas guru Pkn. 2017. Sejarah Perumusan Pancasila.
http://komunitasgurupkn.blogspot.com/2017/01/sejarah-perumusan-pancasila-sebagai.html.
Diakses pada 06 November 2017 pukul 15.12 WIB.
[8] Mas Min. 2016. Arti dan Makna Lambang
Simbol Negara. Diakses melalui :
http://www.pelajaran.co.id/2016/12/arti-dan-makna-lambang-simbol-negara-republik-indonesia.html
pada tanggal 06 November 2017 Pukul 14.33 WIB
No comments:
Post a Comment