MAKALAH ULUMUL HADITS
Kitab Hadits Imam An-Nasa’i dan
Biografi Penyusunnya
BAB I
PENDAHULUAN
Hadits
adalah segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrirnya. Hadis menjadi sumber hukum yang dedua setelah al-quran. Hadis
diterima oleh sahabat dari nabi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sahabat atau orang yang meriwayatkan hadis disebut juga rawi. Oleh karena itu
kita harus mengetahui kehidupan par perawinya dengan baik dengan mengetahui
kehidupan para perawinya kita akan mengetahui hadis itu shahih atau tidak.
Ilmu
yang membahas tentang perawi hadis ini mulai dari kekurangan hingga
kelebihannya apakah hadis itu sahih atau tidak, disebut juga ilmu rijalul
hadis. Pada pembahassan kali ini pemakalah akan mencoba membahas perawi tentang
An-Nasa’i. Bagaimana silsilahnya, penyebaran intelektualnya, guru dan muridnya.
Untuk lebih jelasnya pemakalah akan membahas pada BAB berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Biografi
Imam an-Nasa’i
Nama
Imam an-Nasa`i adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr. Kuniyah
Imam an-Nasa`i: Abu Abdirrahman
Nasab Imam an-Nasa`i: An Nasa`i dan An Nasawi, yaitu
nisbah kepada negeri asal Imam an-Nasa`i, tempat Imam an-Nasa`i di lahirkan.
Satu kota bagian dari Khurasan. Beliau diahirkan pada tahun 215 hijriah.
Sifat-sifat Imam an-Nasa’i
An-Nasa`i
merupakan seorang lelaki yang ganteng, berwajah bersih dan segar, wajahnya
seakan-akan lampu yang menyala. Beliau adalah sosok yang karismatik dan tenang,
berpenampilan yang sangat menarik.
Kondisi
itu karena beberapa faktor, diantaranya; dia sangat memperhatikan keseimbangan
dirinya dari segi makanan, pakaian, dan kesenangan, minum sari buah yang halal
dan banyak makan ayam.
Aktifitas Imam an-Nasa’i dalam menimba ilmu
Imam
Nasa`i memulai menuntut ilmu lebih dini, karena Imam an-Nasa`i mengadakan perjalanan
ke Qutaibah bin Sa’id pada tahun 230 hijriah, pada saat itu Imam an-Nasa`i
berumur 15 tahun. Beliau tinggal di samping Qutaibah di negerinya Baghlan
selama setahun dua bulan, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menimba ilmu darinya
begitu banyak dan dapat meriwayatkan hadits-haditsnya.
Imam
Nasa`i mempunyai hafalan dan kepahaman yang jarang dimiliki oleh orang-orang
pada zamannya, sebagaimana Imam an-Nasa`i memiliki kejelian[1]
dan keteliatian yang sangat mendalam. Imam an-Nasa`i dapat meriwayatkan
hadits-hadits dari ulama-ulama besar, berjumpa dengan para imam huffazh dan
yang lainnya, sehingga Imam an-Nasa`i dapat menghafal banyak hadits,
mengumpulkannya dan menuliskannya, sampai akhirnya Imam an-Nasa`i memperoleh
derajat yang tinggi dalam disiplin ilmu ini.
Beliau
telah menulis hadits-hadits dla’if, sebagaimana Imam an-Nasa`ipun telah menulis
hadits-hadits shahih, padahal pekerjaan ini hanya di lakukan oleh ulama
pengkritik hadits, tetapi imam Nasa`i mampu untuk melakukan pekerjaan ini,
bahkan Imam an-Nasa`i memiliki kekuatan kritik yang detail dan akurat,
sebagaimana yang digambarkan oleh al Hafizh Abu Thalib Ahmad bin Sazhr; ‘ siapa
yang dapat bersabar sebagaimana kesabaran An Nasa`i? dia memiliki hadits Ibnu
Lahi’ah dengan terperinci – yaitu dari Qutaibah dari Ibnu Lahi’ah-, maka dia
tidak meriwayatkan hadits darinya.’ Maksudnya karena kondisi Ibnu Lahi’ah yang
dha’if.
Dengan
ini menunjukkan, bahwa tendensi Imam an-Nasa`i bukan hanya memperbanyak riwayat
hadits semata, akan tetapi Imam an-Nasa`i berkeinginan untuk memberikan nasehat
dan menseterilkan syarea’at (dari bid’ah dan hal-hal yang diada-adakan).
Imam Nasa`i selalu berhati-hati dalam mendengar hadits
dan selalu selektif dalam meriwayatkannya. Maka ketika Imam an-Nasa`i mendengar
dari Al Harits bin Miskin, dan banyak meriwayatkan darinya, akan tetapi Imam
an-Nasa`i tidak mengatakan; ‘telah menceritakan kepada kami,’ atau ‘telah
mengabarkan kepada kami,’ secara serampangan, akan tetapi dia selalu berkata;
‘dengan cara membacakan kepadanya dan aku mendengar.’
Para
ulama menyebutkan, bahwa faktor imam Nasa`i melakukan hal tersebut karena
terdapat kerenggangan antara imam Nasa`i dengan Al Harits, dan tidak
memungkinkan baginya untuk menghadiri majlis Al Harits, kecuali Imam an-Nasa`i
mendengar dari belakang pintu atau lokasi yang memungkinkan baginya untuk
mendengar bacaan qari` dan Imam an-Nasa`i tidak dapat melihatnya.
Para
ulama memandang bahwa kitab hadits Imam an-Nasa`i “Sunan an-Nasa`i” sebagai
kitab kelima dari Kutubussittah setelah Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Jami’ at-Tirmidzi.
Rihlah Imam an-Nasa’i
Imam
Nasa`i mempunyai lawatan ilmiah cukup luas, Imam an-Nasa`i berkeliling ke
negeri-negeri Islam, baik di timur maupun di barat, sehingga Imam an-Nasa`i
dapat mendengar dari banyak orang yang mendengar hadits dari para hafizh dan
syaikh.
Di
antara negeri yang Imam an-Nasa`i kunjungi adalah sebagai berikut; Khurasan,
Iraq; Baghdad, Kufah dan Bashrah, Al Jazirah; yaitu Haran, Maushil dan
sekitarnya, Syam, Perbatasan; yaitu perbatasan wilayah negeri islam dengan
kekuasaan Ramawi, Hijaz, Mesir.
Guru-guru Imam an-Nasa’i
Kemampuan
intelektual Imam Nasa’i menjadi matang dan berisi dalam masa lawatan ilmiahnya.
Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa
dikesampingkan begitu saja, karena di daerah inilah, Imam an-Nasa`i mengalami
proses pembentukan intelektual, sementara masa lawatan ilmiahnya dinilai
sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.[2]
Di antara guru-guru Imam an-Nasa`i, yang teradapat
didalam kitab sunannya adalah sebagai berikut;
- Qutaibah bin Sa’id
- Ishaq bin Ibrahim
- Hisyam bin ‘Ammar
- Suwaid bin Nashr
- Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi
- Abu Thahir bin as Sarh
- Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri
- Ishaq bin Rahawaih
- Al Harits bin Miskin
- Ali bin Kasyram
- Imam Abu Dawud
- Imam Abu Isa at Tirmidzi, dan yang lainnya.
Murid-murid Imam an-Nasa`i
Murid-murid
yang mendengarkan majlis Imam an-Nasa`i dan pelajaran hadits Imam an-Nasa`i
adalah;
- Abu al Qasim al Thabarani
- Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi
- Hamzah bin Muhammad Al Kinani
- Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i
- Al Hasan bin Rasyiq
- Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi
- Abu Ja’far al Thahawi
- Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti
- Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi
- Abu Basyar ad Dulabi
- Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni, dan yang
lainnya.
Kesaksian para ulama terhadap Imam an-Nasa’i
Dari
kalangan ulama seperiode Imam an-Nasa`i dan murid-muridnya banyak yang
memberikan pujian dan sanjungan kepada Imam an-Nasa`i, di antara mereka yang
memberikan pujian kepada Imam an-Nasa`i adalah;
Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i
adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia
menuturkan; Imam an-Nasa`i adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada
pertentangan.’
Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; ‘aku ridla
dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.’
Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; ‘Imam
an-Nasa`i adalah salah seorang imam kaum muslimin.’
Abu Sa’id bin yunus menuturkan; ‘ Imam an-Nasa`i
adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.’
Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i
adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.’
Ad Daruquthni menuturkan; ‘Abu Abdirrahman lebih di
dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada
masanya.’[3]
Al Khalili menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang
hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas
kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai
sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.’
Ibnu Nuqthah menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah
seorang imam dalam disiplin ilmu ini.’
Al Mizzi menuturkan; ‘Imam an-Nasa`i adalah seorang
imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang terkenal.’
Hasil karya Imam an-Nasa`i
Imam
Nasa`i mempunyai beberapa hasil karya, di antaranya adalah;
- As Sunan Ash Shughra
- As Sunan Al Kubra
- Al Kuna
- Khasha`isu ‘Ali
- ‘Amalu Al Yaum wa Al Lailah
- At Tafsir
- Adl Dlu’afa wa al Matrukin
- Tasmiyatu Fuqaha`i Al Amshar
- Tasmiyatu man lam yarwi ‘anhu ghaira rajulin wahid
- Dzikru man haddatsa ‘anhu Ibnu Abi Arubah
- Musnad ‘Ali bin Abi Thalib
- Musnad Hadits Malik
- Asma`u ar ruwah wa at tamyiz bainahum
- Al Ikhwah
- Al Ighrab
- Musnad Manshur bin Zadzan
- Al Jarhu wa ta’dil
Wafatnya Imam an-Nasa’i
Setahun
menjelang wafatnya, Imam an-Nasa`i pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya
tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal Imam an-Nasa`i. Al-Daruqutni
mengatakan, Imam an-Nasa`i di Makkah dan dikebumikan di antara Shafa dan
Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah
al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara
ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia
mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina.
Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i)
dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i
meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Semoga
jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah SAW guna menyebarluaskan
hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amin.[4]
PENUTUP
A. Kesimmpulan
Imam an-Nasa’i yang memiliki nama
lengkap Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Bahar bin Sinan bin Dinar
an-Nasa’i adalah seorang ulama hadis terkenal
Dilahirkan di satu desa yang bernama
Nasa’ di daerah Khurasan pada tahun 215 H. Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun
303 H. Ia adalah periwayat hadis yang terkenal.
B. Kritik dan Saran
Dalam penulisan makalah ini banyak
sekali terdapat kesalahan dan kekurangannya, maka dari itu pemakah minta kritik
dan sarannya untuk perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Farid Ahmad, 60 Biografi ulama Salaf. Jakarta,
Pustaka al-Kautsar, 2006
2. .Arifin Bey, AL-Muhdhor Ali yunus,Terjemah Sunan AN-Nasa’iy.CV.ASY Syifa:Semarang.1992
3. Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah. Pustaka al-Kautsar,2008
5. Abdul Qadir Ahmad Atha, Adabun Nabi, Pustaka
Azzam. Jakarta, 2002.
Bey
Arifin,yunus Ali Mahdhor,Terjemah Sunan AN-Nasa’iy.CV.ASY Syifa:Semarang.1992
[2]
Syaik Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah. Pustaka al-Kautsar,2008. Hal 353
[4]
Abdul Qadir Ahmad Atha, Adabun Nabi, Pustaka
Azzam. Jakarta, 2002. Hal 10.
No comments:
Post a Comment