1

loading...

Wednesday, March 28, 2012

Bukhari Manusia Super

Bukhari Manusia Super



Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !
Tidak ada kesepakatan sunni – syi’ah tentang keorisinilan semua hadis Nabi SAW, ini berbeda dengan masalah ayat ayat Al Quran
Karena hadis sunni tidak dihapal dan tidak dicatat sejak awal secara sistematis, maka ahlul hadis sunni kebingungan untuk memastikan mana hadis yang betul betul berasal dari Nabi (orisinil) dan mana hadis yang dibuat buat…
Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi
Pertanyaan :
  1. Apakah Bukhari maksum sehingga kitab hadisnya 100% benar ?
  2. Ada hadis hadis dalam kitab Bukhari yang saling bertentangan, Apakah masuk akal Nabi SAW mengucapkan sabda sabda yang saling saling berlawanan alias plin plan ??? Ingat, Nabi SAW itu maksum (infallible)
Legenda :
1. Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits)
tapi  hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ????????????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
2. Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ?????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !
3. Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya juga gemar mengedit dan meringkas ringkas hadis…. Kenapa hadis sunni diedit dan diringkas ??? ya agar mazhab sunni tetap tegak, segala bau syi’ah dibuang dari hadis
.
Bukhari manusia super ??? 16 tahun adalah 8.409.600 menit, jika dalam tempo 16 tahun Bukhari mampu mengumpulkan 600 ribu hadis saja berarti Bukhari adalah manusia super yang mampu mencari, menyeleksi dan menshahihkan 1 hadis dalam tempo 14 menit !!! itu belum dipotong waktu makan – shalat – tidur – perjalanan… Wow !!
60 minit x 24 jam x365hari x 16 tahun =8.409.600 minit (16 tahun)
hadis yang dikumpul 600,000 dalam tempoh 16 tahun.
8.409.600 dibahagi 600.000 =14,016 minit untuk 1 hadis
adakah imam bukhari mampu mencari,menyeleksi dan mensahihkan hadith itu dalam tempoh 14,016 minit?
itu belum ditolak waktu tidur,makan,solat,aktiviti memanah dan lain lain.jika ditolak waktu itu mungkin masanya lagi kurang mungkin sekitar 7 minit saja masa yang tinggal.
belum dikira lagi masa perjalanan dari kota ke kota lain dalam mencari hadith.
kita selalu diberikan angka angka ini untuk mewujudkan kekaguman kepada imam bukhari.tapi adakah angka ini betul setelah dikira berasaskan matematik
Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah lepasan Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah.
Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, Bukhari menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim).
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.
Sesuai  dengan fitrahnya yang selalu ingin mendapatkan yang terbaik untuk dirinya dan selalu ingin bersama kebenaran kapanpun dan dimanapun ia berada, manusia dalam mengarungi kehidupannya selalu berfikir dan merenungi fenomena-fenomena yang terjadi di planet bumi ini. Proses tersebut menumbuhkan benih-benih pemikiran yang dapat membuahkan sesuatu yang bernama ilmu. Tetapi yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah, apakah ilmu itu sebenarnya? Lebih dalamnya lagi, apakah hakikat ilmu itu sebenarnya? Kemudian bagaimanakah cara untuk mendapatkan ilmu tersebut? dan apa konsekuensi yang muncul setelah mendapatkan ilmu tersebut? Apa yang akan dicapai manusia dengan ilmu yang telah diperolehnya? dan pertanyaan terakhir adalah, buah ilmu yang sebenarnya itu apa? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang selalu dicari jawabannya oleh setiap manusia.
Ilmu dan hakikat ilmu
Jikalau kita ingin mengetahui sesuatu, maka yang pertama kali harus kita lakukan  adalah menganalisa objek yang ingin kita ketahui tersebut, mulai dari keberadaannya, sifat-sifat yang disandangnya, keistimewaan dan kekurangannya, dan begitu seterusnya sampai pada pertanyaan terakhir apakah buah yang dapat dihasilkan oleh pengetahuan terhadap objek tersebut. Adalah sesuatu yang pasti bahwasanya hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan dapat di lakukan oleh setiap manusia, hanya mereka yang mencintai pengetahuan serta mau berjalan seiring dengan kodrat yang ditentukan oleh Yang Maha Kuasa pada dirinya, dan yang mau menggerakkan fasilitas kodrat tersebut sebagai jalan untuk mencapai hakikat sajalah yang dapat melakukannya, sehingga pada akhirnya proses tersebut dapat mengantarkannya kepada kebahagian dunia dan akhiratnya kelak.
Kita beranjak dari pertanyaan yang pertama, apakah ilmu itu, dengan kata lain apakah hakikat ilmu itu? Untuk menjawab pertanyaan pertama ini, kita membutuhkan kepada beberapa analisa masalah. Jika kita menengok kembali peradaban manusia mulai dari Nabi Adam as hingga sekarang, maka kita akan menemukan begitu banyak persepektif tentang ilmu dari para ilmuwan yang hidup sepanjang sejarah.
Terlepas dari siapakah ilmuwan tersebut, sebagian mereka mengungkapkan bahwa ilmu adalah kebisaan seseorang untuk melakukan suatu hal, sebagian yang lain menyatakan bahwa ilmu adalah suatu kekuatan yang dapat mengantarkan manusia pada tujuannya dan sebagian lagi meyakini bahwa ilmu adalah ruh yang dapat menghidupkan manusia. Masih banyak lagi persepektif lainnya tentang definisi ilmu tersebut, sampai pada masa kejayaan Yunani kuno, di mana kejayaan tersebut berhasil menembus dunia Islam yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh filosof ternama.
Apabila kita masuk kepada wilayah filosofis, yang mana akar-akar pemikirannya banyak bergantung pada akal murni (Logical Knowledge), maka di situpun kita akan menemukan berbagai persepektif dalam mendefinisikan ilmu yang satu sama lain berbeda. Namun sampai sekarang ini kalau kita kembali merujuk pada buku-buku logika, maka kita akan menemukan definisi yang kurang lebih baku tentang ilmu, definisi tersebut mengatakan ilmu yaitu hadirnya suatu gambaran ke dalam benak manusia, akan tetapi definisi ini masih bisa kita diskusikan dan kita pertanyakan kembali, apakah gambaran yang masuk ke dalam benak manusia itu merupakan hakikat ilmu itu sendiri, atau hanya sekedar bentuk dzhohirinya ilmu saja?
Kalu kita melihat literatur khazanah Islam, maka di situ kita akan menemukan bahwa Islam itu sendiri membagi ilmu menjadi dua bagian, yaitu ada hakikat (asli), dengan kata lain dzat ilmu itu sendiri, dan ada pula dzohir atupun far’i (cabang), nah jika yang dimaksud hadirnya gambaran sesuatu di atas tadi adalah hakikat ilmu itu sendiri, maka konsekuensinya adalah gambaran yang masuk ke benak tadi akan membawa manusia tersebut kepada kesempurnaan maknawi, yang mana kesempurnaan tersebut dapat diaplikasikan di berbagai sisi kehidupan manusia. Akan tetapi kita menemukan begitu banyak maklumat yang masuk ke benak manusia, yang saking  banyaknya sampai-sampai tidak dapat kita hitung dengan angka nominal, tetapi gambaran (ilmu) tersebut tidak bisa mengantarkan manusia kepada kesempurnaan, bahkan sebaliknya gambaran (ilmu) tersebut justru mengantarkan manusia pada jurang kehancuran.
Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa gambaran yang masuk ke dalam benak manusia bukanlah hakikat ataupun dzat ilmu,  melainkan bentuk dzohiri ataupun kulit ilmu  itu sendiri, karena Islam menjelaskan bahwa ilmu memiliki jauhar (substansi), dan jauhar tersebutlah yang memberi arti pada ilmu sehingga manusia dengan ilmunya dapat menjadi manusia seutuhnya yang dapat berbakti pada sesama manusia dan meyampaikannya pada puncak kesempurnaan. Apabila jauhar tadi hilang, maka ilmu tersebut tidaklah berarti lagi dan tidak ada bedanya dengan kebodohan, sebagaimana Imam Ali (as) menjelaskan hal ini dalam kata mutiara beliau:
“Berapa banyak orang alim, akan tetapi kebodohannya telah membunuhnya dan ilmu yang bersamanya tidaklah bermanfaat sama sekali”.
Dari pernyataan beliau bisa kita ambil kesimpulan bahwa ilmu adalah sesuatu dan hakikat ilmu sesuatu yang lain. Akan tetapi apabila manusia dapat mengaplikasikan kulit atau gambaran ilmu tersebut dengan baik maka melalui sebuah proses maknawiah, manusia tersebut akan sampai kepada hakikat ilmu, sekarang apa sebenarnya hakikat ilmu itu? Bagaimana mungkin seseorang yang sudah menuntut ilmu puluhan tahun bahkan seumur hidup tapi yang di dapat hanya kulitnya dan sama sekali tidak pernah merasakan intisarinya!
Hakikat dan buah ilmu dalam perspektif Islam
Untuk mendapatkan definisi ilmu yang hakiki, maka kita harus merujuk pada Sohib hakikat yang mengetahui dzohir dan batinnya segala sesuatu, yang ilmunya tidak akan pernah salah dan tidak terbatas, karena jika kita mengkaji ilmu mantiq (logika) kita akan menemukan bahwa sampai saat ini bahkan sampai hari kiamat nanti, tidak ada satu manusiapun baik ia pakar logika ataupun filosof yang dapat mendefinisikan sesuatu dengan definisi yang hakiki kecuali para manusia suci yang merupakan pengejawantahan ilmu Ilahi. Hal ini tidak lain dikarenakan keterbatasan manusia dalam pengetahuan, oleh karena itulah mereka membuat suatu konsep dengan berbagai penjelasan dan perinciannya yang sesuai dengan daya faham yang mereka miliki dan tidak lebih dari itu! Jika kita kembali pada nas (baik itu ayat ataupun riwayat), maka kita akan menemukan definisi hakiki dari ilmu itu sendiri.
Kita sering mendengar hadis dari Rasulullah saww yang mana beliau bersabda:  “Ilmu adalah cahaya yang Allah swt letakkan di hati hamba-Nya yang Ia iginkan.”
Jadi hakikat ilmu menurut paling sempurnanya manusia di alam jagat raya ini adalah sebuah cahaya dan bukan gambaran sesuatu yang masuk ke dalam benak manusia, sebagimana kita ketahui bahwa cahaya adalah suatu zat yang suci, dan hal yang suci tidak akan bertemu dengan dengan sesuatu yang kotor, oleh karena itu dalam proses penerimaan cahaya diperlukan tata cara yang khusus dan tidak semua orang mempunyai potensi untuk hal itu.
Adapun gambaran-gambaran yang masuk ke dalam benak manusia merupakan salah satu perantara untuk menerima cahaya tersebut, yang kemudian gambaran-gambaran tersebut direnungkan dan difahami serta diamalkan dengan baik dan ikhlas sehingga pada akhirnya sampai pada cahaya itu sendiri, jikalau gambaran-gambaran yang masuk ke benak manusia adalah hakikat ilmu itu sendiri maka kita tidak akan menemukan kefasadan (kerusakan) serta kehancuran di muka bumi ini, akan tetapi sangat disayangkan bahwa mayoritas manusia hanya bisa mengambil gambaran ilmu tersebut tanpa bisa merealisasikannya hingga menjadi cahaya kesempurnaan.
Dari sinilah kita harus bisa menerima realitas dan janganlah kita terkejut jikalau kita menemukan manusia yang bertahun-tahun menuntut ilmu, bahkan sampai orang terkagum-kagum dengan hasil penemuannya, dan mereka mampu menciptakan berbagai teori yang manusia di zamannya tidak dapat mencernanya dengan baik, akan tetapi perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma kemanusian, dengan berbagai macam teori dan konsep yang ia ketahui ia berani melanggar ketetapan-ketetapan agama, bahkan sampai berani mengorbankan status sosialnya hanya karena ingin mencapai tujuan dan manfaat pribadinya.
Kondisi yang lebih memprihatinkan kita adalah, realitas tersebut justru menimpa mereka yang memiliki status sebagai pelajar agama, mereka yang memiliki peran begitu besar untuk membangun kondisi spiritualitas bangsa dan negara, kehadiran mereka sebagai pelita-pelita yang dapat menerangi kegelapan, kemanapun mereka pergi maka di situ akan terpancarkan cahaya sehingga manusia yang ada di sekitarnya tidak lagi merasa kegelapan dan pada akhirnya mereka dapat menyampaikan manusia yang berada di sekelilingnya tersebut pada tujuan mereka.
Akan tetapi apa daya dan upaya kita, ternyata realitas berbicara lain, kita melihat dan menemukan dengan mata kepala kita sendiri bahwa begitu banyak orang-orang yang mengaku sebagai pecinta ilmu dan berstatus sebagai pewaris para Nabi dalam menyampaikan misi-misi suci Ilahi, ternyata telah menyelewengkan fungsi ilmu itu sendiri. Mereka mempelajari khazanah ilmu-ilmu Islam akan tetapi mereka tidak mengamalkan apa yang mereka dapatkan selama masa belajarnya. Mereka memperdalam ilmu tapi bukan untuk mencapai keridhoan Ilahi melainkan demi mencapai tujuan dan manfaat pribadi.
Mereka pintar dan dapat mengagumkan setiap orang dalam berargumen akan tetapi pada saat yang sama mereka melupakan jati diri mereka, karena kepintaran mereka bukan semata-mata untuk membimbing orang lain menuju ke jalan Allah melainkan mereka ingin mendapatkan posisi yang sesuai dengan kecerdasan yang mereka miliki. Jika Islam mengajarkan untuk tidak memandang kemuliaan manusia hanya dari banyak dan lamanya ia belajar, maka  hari ini realitas itu telah barubah, mereka mengukur kemuliaan manusia hanya dari kuantitas dan lamanya ia belajar, walaupun sering sekali kita menemukan orang-orang yang banyak dan lama belajar cenderung meremehkan orang lain dan menganggap orang lain tidak tahu apa-apa dan menganggap merekalah yang paling bisa.
Mereka tidak lagi memperhatikan ucapan dan garak gerik mereka yang bertentangan dengan akhlak islami, hal inilah yang dari jauh-jauh hari telah diperingatkan oleh Imam Shodiq as:
” Bukanlah ilmu itu dikarenakan banyaknya belajar, sesungguhnya ilmu adalah cahaya yang mana Allah swt meletakkannya di dalam hati hamba-Nya yang Ia inginkan”.
Hal ini merupakan khayalan orang-orang yang menganggap bahwa mereka sudah berilmu, padahal mereka telah lalai akan hakikat dan buahnya ilmu itu sendiri. Ilmu hakiki tidaklah membuahkan sesuatu yang lain kecuali rasa takut pada Allah swt, sebagimana Allah menerangkan dalam Al-qur’an bahwa buah dari ilmu yang hakiki adalah rasa takut kepada-Nya
” Sesungguhnya hanya dari hamba-hamba-Nya yang berilmu yang takut kepada-Nya”(Al-Fathir:28)
Dan jika kita merujuk kembali kepada nas, maka di situ makna hakikat ilmu dan siapa saja yang menyandang hakikat tersebut, serta bagaimana kriteria orang-orang yang menyandang ilmu hakiki akan semakin jelas, sehingga kita bisa membedakan mana orang yang benar-benar berilmu dengan orang yang berkhayal bahwa ia berilmu. Wahai para pecinta ilmu! Marilah kita merenungi kembali apa sebenarnya hakikat ilmu itu, sehingga kita ataupun mereka yang mengaku pecinta ilmu dan pecinta kebenaran tidak terjerumus ke dalam jurang kehancuran yang akibat dari semua itu adalah murka Allah swt, Rasul-Nya dan para penerusnya yang di sucikan oleh Allah swt dari segala dosa dan kesalahan.[]
Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !
Tidak ada kesepakatan sunni – syi’ah tentang keorisinilan semua hadis Nabi SAW, ini berbeda dengan masalah ayat ayat Al Quran
Karena hadis sunni tidak dihapal dan tidak dicatat sejak awal secara sistematis, maka ahlul hadis sunni kebingungan untuk memastikan mana hadis yang betul betul berasal dari Nabi (orisinil) dan mana hadis yang dibuat buat…
Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi..
Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat  antek antek  raja zalim !!
Pertanyaan :
  1. Apakah Bukhari maksum sehingga kitab hadisnya 100% benar ?
  2. Ada hadis hadis dalam kitab Bukhari yang saling bertentangan, Apakah masuk akal Nabi SAW mengucapkan sabda sabda yang saling saling berlawanan alias plin plan ??? Ingat, Nabi SAW itu maksum (infallible)
Legenda :
1. Imam Ahmad bin Hanbal yg hafal 1.000.000 hadits (1 juta hadits)
tapi  hanya sempat menulis sekitar 20.000 hadits saja, maka 980.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ????????????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
2. Bukhari hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya dimasa mudanya, namun beliau hanya sempat menulis sekitar 7.000 hadits saja pada shahih Bukhari dan beberapa kitab hadits kecil lainnya, dan 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman ?????? Apakah yang hilang itu benar benar hilang atau cuma mitos legenda ???
Syi’ah dan Sunni sepakat tentang keorisinilan Al Quran. Syi’ah tidak sepakat tentang keorisinilan semua hadis sunni yang “berlabel shahih”. Logika : Bukhari mengumpulkan 600.000 hadis   tetapi Cuma 7000 yang dia anggap orisinil pasca seleksi ? Nah dari 7000 itulah syi’ah menseleksi dan meninjau ulang mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat buat !
3. Albani bukan pula Hujjatul Islam, yaitu gelar bagi yg telah hafal 300.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, bagaimana ia mau hafal 300.000 hadits, sedangkan masa kini jika semua buku hadits yg tercetak itu dikumpulkan maka hanya mencapai kurang dari 100.000 hadits.
AL Imam Nawawi itu adalah Hujjatul islam, demikian pula Imam Ghazali, dan banyak Imam Imam Lainnya juga gemar mengedit dan meringkas ringkas hadis…. Kenapa hadis sunni diedit dan diringkas ??? ya agar mazhab sunni tetap tegak, segala bau syi’ah dibuang dari hadis
.
Bukhari manusia super ??? 16 tahun adalah 8.409.600 menit, jika dalam tempo 16 tahun Bukhari mampu mengumpulkan 600 ribu hadis saja berarti Bukhari adalah manusia super yang mampu mencari, menyeleksi dan menshahihkan 1 hadis dalam tempo 14 menit !!! itu belum dipotong waktu makan – shalat – tidur – perjalanan… Wow !!
60 minit x 24 jam x365hari x 16 tahun =8.409.600 minit (16 tahun)
hadis yang dikumpul 600,000 dalam tempoh 16 tahun.
8.409.600 dibahagi 600.000 =14,016 minit untuk 1 hadis
adakah imam bukhari mampu mencari,menyeleksi dan mensahihkan hadith itu dalam tempoh 14,016 minit?
itu belum ditolak waktu tidur,makan,solat,aktiviti memanah dan lain lain.jika ditolak waktu itu mungkin masanya lagi kurang mungkin sekitar 7 minit saja masa yang tinggal.
belum dikira lagi masa perjalanan dari kota ke kota lain dalam mencari hadith.
kita selalu diberikan angka angka ini untuk mewujudkan kekaguman kepada imam bukhari.tapi adakah angka ini betul setelah dikira berasaskan matematik
Bukhari lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Badrdizbah Al-Ju’fiy Al Bukhari, namun beliau lebih dikenal dengan nama Bukhari. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, turunan Persi yang masih beragama Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-Yaman el-Ja’fiy.
Tempat beliau lahir kini termasuk wilayah lepasan Rusia, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Bagdad. Daerah itu pula yang telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah.
Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci Mekkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadits. Pada usia 18 tahun beliau menerbitkan kitab pertamanya “Qudhaya as Shahabah wat Tabi’ien” (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien).
Bersama gurunya Syekh Ishaq, Bukhari menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi disaring lagi menjadi 7275 hadits. Diantara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbali, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Faryabi, Maki bin Ibrahim Al Bakhi, Muhammad bin Yusuf al Baykandi dan Ibnu Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim bin Al Hajjaj (pengarang kitab Shahih Muslim).
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Diantara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hapal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat / pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami’ as-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Kepada para perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, “perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam dari hal itu” sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan “Haditsnya diingkari”. Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan”.
Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7275 hadits. Selain itu ada hadits-hadits yang dimuat secara berulang, dan ada 4000 hadits yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin An Nawawi dalam kitab At-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fathul Bari (yakni syarah atau penjelasan atas kitab Shahih Bukhari) menulis, semua hadits shahih yang dimuat dalam Shahih Bukhari (setelah dikurangi dengan hadits yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadits yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain, bersambung) namun marfu (diragukan) ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadits shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadits tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadits.

No comments:

Post a Comment