KOMUNIKAN PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADIST
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Komunikan atau Mad’u merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan berhasil atau tidaknya suatu dakwah, menurut penulis komunikan atau
mad’u perspektif Al-Qur’an dan hadist mengenal hipologi manusia adalah salah
satu faktor penentu suksesnya dakwah sehingga penulis tertarik untuk
membahasnya, karena masih banyak orang yang kurang memahami apa yang dimaksud
“komunikan perspektif al-Qur’an dan Hadist” Semoga Pembaca tertarik dengan
pembahasan atau menikmati isi makalah yang penulis bahas.
2.
Rumusan Masalah
2.1
bagaimana
Pola strata mad’u sebagai landasan normatif
2.2
mengapa
kita harus mengenal rumpun mad’u
3.
Tujuan
3.1
agar
pembaca mengetahui strata mad’u
3.2
supaya
pembaca memahami rumpun mad’u
BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKAN PERSPEKTIF AL-QURAN DAN HADIST
Salah satu tanda kebesaran Allah di
alam ini adalah keragaman mahluk yang bernama manusia. Allah SWT berfirman :
Artunya :
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarad : 3)
Dalam ayat lain Allah berfirman :
Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang Mengetahui. (QS. Ar-Ruum)
Ayat ini
menjelaskan kepada kita bahwa keragaman jenis kelamin, suku, bangsa warna
kulitdan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti dengan
seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk selunjutnya
menentukan pola interaksi buat msing-masing kelompokyang berbeda. Mengenal
tipologi manusia adalah salahsatu faktor penentuan seksesnya tugas dakwa, dan
merupakan salah satu fenomena alam yang hanya bisa ditangkap oleh orang alim.
A.
MENGENAL STRATA MAD’U SEBAGAI LANDASA NORMATIF
Salah satu
makna hikmah dalam berdaqwa adalah nempatkan manusia sesuai dengan kadar yang
telah ditetapkan Allah. Disaat terjuan di sebuah komunitas, atau melakukan
kontakdengan seseorang mad’u, da’I yang baik harus mempelajari terlebih dahulu
data riil tentang komunikasi atau pribadi yang bersangkutan.
Berikut ini
beberapa landasan normatif tentang pola komunikasidan interaksi dengan beragam
manusia.
Ø Allah berfirman
Artinya :
Maka mulailah
Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya
sendiri, Kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya.
Demikianlah kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. tiadalah patut Yusuf
menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya.
kami tinggikan derajat orang yang kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang
yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui. (QS. Yusuf : 76)
Hasan al Bashri
berkata: "Tidak ada seorang alim pun kecuali di atasnya ada orang alim
lagi sampai berakhir kepada Allah."' Ayat ini memberikan informasi kepada
kita bahwa kadar ilmu pengetahuan manusia bertingkat. Informasi ini sekaligus isarat
kepada kita bagaimana membangun komunikasi dengan berbagai level manusia
tersebut.
Ø Ali bin Abi Thalib berkata :
حَدِّثُواالنَّا
سَ بِمَا يَعْرِ فُوْنَ, اَتَّحِبَّوْنَ اَنْ يَّكَذّنَ الله وَرَسُوْ لَهُ
Berbicaralah dengan orang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka,
apakah engkau sutra Allah dan Rasul-Nya didustakan?
Ali sangat
memahami karakter manusia, dakwah yang dilakukan tanpa memandang strata mad'u
bisa berakibat fatal, ayat Allah dan sabda Rasul bisa menjadi bahan olok-olokkan
orang yang tidak paham.
Ø Dari Aisyah ra., beliau berkata :
اَمَرَ
نَارَ سُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ نُتَرِلَ انْ نُتَرِلَ
النَّا سَ مَنَازِ لَهُمْ
Rasulullah SAW.
memerintahkan kepada kami untuk menempatkan manusia sesuai dengan
kedudukannya.
Ø Ketika mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, Rasulullah SAW.
membekali beliau dengan ilmu dakwah. Rasulullah
SAW. bersabda:
عَنِ
ابْنِ عَبَّا سٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَا لَ, قَلَ رَسّوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلضيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِبْنِ جَبَلِ حِيْنَ بَعَثَهُ ِالَى الْيَمَنِ : اِنَّكَ سَتَأ
تِى قَوْمًااَهْلَ كِتَبٍ فَاِذَاجِثَتَهُمْ فَادْعُهُمْ اِلَى اَنْ يَثْهَدُوْاَنْ
لاً ِالَهَ اِلاً اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدَّارَّسُولُ اللهِ,
فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لَكَ نِذَا لَكَ فَاَ خْبْرَهُمْ اَنْ
اللهَ قَدْ فَرَ ضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ, فَاِنْهُمْ اَطَا عُوْالَكَ
بِذَ الِكَ فَاِ خْبِرْ هُمْ اَنً الله قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُوْخَذُمِنْ اَغْنِيَاءِهِمْ فَتُرَدَّ عَلَى فَقُرَاءِهِمْ,
فَاِنْ هُمْ اَطَاعُوْا لَكَ بِذَالِكَ فَاِيَّكَ وَكَرَانَمَ امْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ اْلْمَظْلُوْمِ
فَاِنَّهُ لَيْننَ بَيْنَهُ اللهِ حِجَابٌ
Rasulullah berkala kepada Mu'adz bin Jabal sebelum beliau
melepasnya ke Yaman : "Sesungguhnya engkau akan mendatangi negeri yang
pendudukiga Abli Kitab. Jika kamu telah sampai ke sana, dakwahilah mereka untuk
mengikrarkan kalimat syahadat. Jika mereka merespon dakwahmu, maka sampaikan
kepada mereka babuwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima maktu sehari
semalam. Jika mereka menaati perintah ini, sampaikan kepada mereka bahnwa Allah
mewajibkan kepada mereka Zakat yang diambil dari orang kaya untuk didistribusikan
kepada orang miskin di antara mereka. Jika mereka menaati perintah ini, maka
berhati-hatilah dengan harta-harta berharga mereka, dan berhati-hatilah dengan
doa orang yang berzalimi, karena doa mereka tidak berbijab untuk sampai kepada
Allah.
Rasulullah
membekali Mu'adz dengan informasi mad'u yang akan dihadapi Mu'adz dan apa yang
harus disampaikan, dan bagaimana langkah setelah mereka merespon ajakan pertama
atau menolak.
Ø Rasulullah
SAW. berkata kepada Aisyah :
“Wahai Aisyah, andaikan bukan karena kaummu baru masuk Islam, pasti
aku akan merombak Ka'bah, dan aku jadikan dua pintu, pintu untuk masuk dan
pintu untuk keluar." Dalam menjelaskan hadits ini, Ibnu Hajar al-Asqalani
berkata : "Orang Quraisy sangat mengagungkan Ka'bah. Rasulullah SAW, berencana
untuk merubah bangunannya, tetapi beliau khawatir disangka macam-macam oleh
penduduk Quraisy yang baru masuk Islam, akhirnya beliau mengurungkan
rencananya.”
Inilah
beberapa contoh aplikatif Rasulullah SAW. melaksanakan perintah Allah agar
berdakwah dengan hikmah.
B.
MENGENAL RUMPUN MAD'U
Tidak ada
kesepakatan di antara peneliti dakwah tentang jumlah dari rumpun mad'u.
Beberapa pendapat yang dapat kami himpun sebagai berikut :
1.
Di
awal surah al-Baqarah, mad'u dikelompokkan dalam tiga rumpun, yaitu: mukmin,
kafir, dan munafik. Mujahid berkata : “empat ayat di awal Surah al-Baqarah mendeskfipsikan
tentang sifat orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan
tiga belas ayat berikutnya mendeskripsikan sifat orang munafik”. Dalam istilah
M. Natsir, kelompok mad'u ada tiga, yaitu” kawan yang setia sehidup semati,
dari awal sampai akhir dan lawan yang secara terang-terangan memusuhinya dari
awal sampai akhir; dan lawan yang bermain pura-pura menjadi kawan, sambil
menunggu saat untuk menikam dari belakang
2.
Secara
umum mad'u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan dalam delapan
rumpun, yaitu
a.
Para
ulama
b.
Ahli
zuhud dan ahli ibadah
c.
Penguasa
dan pemerintah
d.
Kelompok
ahli perniagaan, industri dan sebagainya
e.
Fakir
miskin dan orang lemah
f.
Anak,
istri dan kaum hamba
g.
Orang
awam yang taat dan yang berbuat maksiat
h.
Orang
yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.'
3.
Abdul
Karim Zaidan dalam Usbul al-da’wa mengelompokkan mad'u dalam empat rumpun,
yaitu :
a.
Jumbur
al-nas
b.
Munafiqun
c.
Abli
maskiyah
4.
Muhammad
Abu al-Path al Bayuni mengelompokkan mad'u dalam dua rumpun besar, yaitu:
a.
Rumpun
muslimun atau mukminun atau umat lstijabab (umat yang telah menerima
dakwah),
b.
Non-muslim
atau umat dakwah (umat yang perlu sampai kepada mereka dakwah Islam). umat
lstijabab dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
Ø Sabiqun bi al-khairat (orang yang saleh dari bertakwa),
Ø Dzalimun linafsib (orang fasik dan ahli maksiat)
Ø Muqtasbib (Ma’du yang labil keimanannya), sedangkan Umat da’wah
dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
ü Atheis
ü Musyrikun
ü Ahli kitab
ü Munafiqun
5.
Sa'id
bin Ali bin Wahf al-Qahthani melakukan pembagian Yang hampir sama dengan
al-Bayanuni, yaitu membagi mad'u dengan kategori muslim dan non-muslim. Mad'u
dari rumpun
muslim dibagi dua, yaitu :
1.
Muslim
yang cerdas dan siap menerima kebenaran, dan
2.
Muslim
yang siap menerima kebenaran, tetapi mereka sering, lalai dan kalah dengan hawa nafsu. Sedangkan non-muslim,
pembagiannya sama dengan al-Bayanuni, tetapi beliau tidak memasukkan munafik
dalam kelompok non-muslim."
6.
M.Bahri
Ghazali mengelompokkan mad'u berdasarkan tipologi dan klasifikasi masyarakat. Berdasarkan
tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu :
a.
Tipe
innovator, yaitu masyarakat yang memiliki
keinginan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat
agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.
b.
Tipe
pelopor, yaitu masyarakat yang selektif
dalam menerima pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan dapat
membawa perubahan yang positif. Untuk menerima atau menolak ide pembaharuan,
mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam menggapai pembaharuan itu.
c.
Tipe
pengikut dini, yaitu
masyarakat sederhana yang kadang-kadang kurang siap mengambil resiko dan
umumnya lemah mental. Kelompok masyarakat I'm umumnya adalah kelompok kolas dua
di masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas
kemasyarakatan.
d.
Tipe
pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga berdampak
kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap pembaharuan. Karma faktor
kehati-hatian yang berlebih, maka setiap gerakan pembaharuan memerlukan waktu
dan pendekatan yang sesuai untuk bisa masuk.
e.
Tipe
kolot, yaitu tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar terdesak
oleh lingkungannya.
Sedangkan berdasarkan klasifikasi,
masyarakat dapat dihampiri dengan dua pendekatan, yaitu :
a.
Pendekatan
kondisi sosial budaya, yang terbagi dalam masyarakat kota dan desa;
b.
Pendekatan
tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok masyarakat maju
(industri), dan kelompok masyarakat terbelakang."
Berdasarkan
data-data rumpun mad'u di atas, dapat dikelompokkan dengan lima tinjauan,
yaitu:
a.
Mad'u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam, terbagi
dua, yaitu muslim dan non-muslim.
b.
Mad'u ditinjau dari segi tingkat pengamalan ajaran agamanya, terbagi
tiga, dzalimun linafsih, muqtashid dan sabiqun bilkhairat.s
c.
Mad’u
ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama,
pembelajaran dan awan.
d.
Mad’u
ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga : pemerintah (al-Mala),
masyarakat maju (al-mufrathin) dan terbelakang (al-mustadh’afin).
e.
Mad’u
ditinjau dari perioritas dakwa, dimulai dari sendiri,
keluarga,masyarakat, dan seterusnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu
makna hikmah dalam berdakwah adalah menempatkan manusia sesuai dengan kadar
yang telah di tetapkan Allah, maka dari itu sebelum berdakwah yang harus
diperhatikan oleh seorang pendakwah yaitu harus mengenal strata mad’u sebagai
landasan normative serta harus mengenal rumpun mad’u agar dakwah yang
disampaikan mudah diterima dan diserap oleh mad’u.
3.3
Saran
Kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan makalah
yang akan dating, penulis dengan penuh rasa kerendahan hati meminta pembaca
untuk bersimpati untuk memberukan kritik dan sarannya. Atas kritik dan sarannya
penulis ucapkan ribuan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
M. Yunan Yusuf, 2003. Metode Dakwah.
Jakarta. Prenada Media
No comments:
Post a Comment