MAKALAH PMDI (Pembaharuan Di Mesir Pada Masa Qasim Amin)
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepeduliannya untuk
melakukan pembaharuan dalam masyarakat, dalam segala bidang dan tampaknya
memperbaiki nasib wanita lebih diutamakan,
Kepeduliaanya yang demikian tinggi terhadap masalah perempuan dan
masyarakat.
Dari beberapa ide
mengenai kebebasan wanita tersebut di
atas, tentu ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju , akan tetapi usaha meningkatkan wanita itu kini dirasakan hasilnya. Begitu
tingginyaa keinginan Amin ingin merubah nasib kaum perempuan. Dan ingin
mengangkat tinggi harkat dan martabat perempuan, bahwa perempuan itu ber hak
mendapatkan pendidikan layak dan bebas mengeluarkan pendapat. Dan Amin sangat
menentang dengan ajaran yang di terapkan pada masyarakat Mesir, yang menganggap
perempuan itu hanya sebagai pengundang nafsu, dan di wajibkan untuk menutup
seluruh tubuhnya termasuk muka dan telapak tangan. Tetapi menurut Amin ajaran
yang di terapkan pada masyarakat Mesir ini telah melenjeng dari syariat islam.
Amin juga menegaskan bahwa perempuan juga harus memiliki hak sebagaimana laki-laki.
Bertujuan agar mendapatkan generasi penerus yang berkuwalitas tinggi.
B.
Rumusan
Masalah
-
Pada
saat pemerintahan Qasim Amin di Mesir apa-apa saja perubahan yang di lakukan
oleh Qasim Amin
-
Apakah
ada pertentangan antara Qasim Amin dengan masyarakat Mesir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
hidup Qasim Amin
Qasim
Amin di lahirkan di kota Cairo paada
tahun 1863, dari seorang ayah Muhammad Beik Amin yang berdarah Turki dan
Ibundanya berdarah Mesir Kelahiran Sha’id. Keluarga Muhammad Beik berasal dari
keluarga penguasa negara dan tergolong kaya.
Muhammad
Beik juga merupakan sosok pratisi yang tergolong ilmuan dan kaya dengan
pengalaman praktis, terutama dari pengalaman
sebagai pegawai tinggi Turki,
Beliau juga turut
berperan dalam karir Amin. Karena sang ayah tidak rela jika anaknya hanya
sekedar mempunyai kemampuan teoritis.
Cara Beliau mewujudkan kepeduliannya yaitu
dengan cara menjalin hubungan yang baik dengan Mustafa Fahmi. Yaitu dengan cara
,menitipkan putranya untuk dilatih secara praktis di kantor pengacara tersebut.
Pendidikan awal diperoleh Amin di Madrasah
Ra’sul Altin di Iskandariyah, kemudian pendidikan menengah diperoleh di
Madrasah Tajhziyah di Cairo Dan pendidikan tingginya ia mengambil jurusan hukum
di Madrasah al Huquq al-Hudawiyah dan memperolah gelar Lience pada tahun 1881 di
samping itu juga Ia rajin membaca buku-buku barat, sehingga
cakrawala berpikirnya jauh ke depan dan dapat mengetahui mana tulisan obyektif
dan tidak, namun ia tidak menutup mata kenyataan bahwa umat islam terdapat
banyak kejelekan-kejelekannya itu di sebabkan oleh silih bergantinya penjajah menduduki
Mesir.
oleh sebab itu
ia berusaha mengadakan pembaharuan dalam masyarakat, dalam segala bidang
dan tampaknya memperbaiki nasib wanita lebih diutamakan. Kepeduliaanya yang
demikian tinggi terhadap masalah perempuan dan masyarakat.
Wanita
yang terbelakang dan jumlahnya sekitar seperdua dari jumlah penduduk Mesir,
merupakan hambatan dalam
pelaksanaan pembaharuan, karena itu
kebebasan dan pendidikan wanita perlu mendapat perhatian.
Ide-ide
kebebasan wanita tersebut di atas, tentu
ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju , akan tetapi usaha meningkatkan wanita itu kini dirasakan hasilnya.
Adapun
karya yang di hasilkan Amin diantaranya, Mishr
wa al-Misriyyum wa al-Nataij wa akhlaq al-Waiz, Tarbiyyat al-Mar’at wa al-Hijab
dan Mar’at al-Muslimat.
Dari
sekian karyanya, terlihat betapa Amin termotivasi dan mencoba mengembangkan
gagasan Abduh tentang kemakmuran masyarakat dan kepentingan bersama.
B.
QASIM
AMIN TENTANG EMANSIPASI WANITA
Usaha
Amin memberdayakan dan mengangkat martabat perempuan, di mata Amin, adalah
usaha untuk menegakkan apa yang di pandangnya
sebagai prinsip ideal Islam vis
avis realitas sosial perempuan Mesir, dan juga demi sebuah kemajuan bangsa.
Gagasan
ini muncul sebagai refleksi dan wujud kepedulisn intelektual Amin terhadap
realitas perempuan Mesir, Ia juga melihat perempuan di Mesir tidak telah dipinggirkan dalam relasi
laki-laki.
Ide emansipasi wanita yang dicetuskan oleh
Qasim Amin timbul karena sentakan tulisan wanita prancis Duc. D’ Haorcourt yang mengkritik struktur sosial masyarakat Mesir, terutama
keadaan perempuan di sana. Lalu ia mengkaji status wanita di Barat dan di
Timur, dan akhirnya ia berkesimpulan bahwa :
1.
Merasa
perhatian atas nasib kaum wanita, di Barat yang sangat bebas pergaulannya
sehingga merendahkan martabat itu sendiri dan di Mesir sangat terkengkang
sehingga menghilingkan kebebasan wanita.
2.
kaum
wanita mencapai setengah penduduk di setiap negeri dan tidak mungkin memajukan
negara (umat islam) tanpa mengikuti sertakan wanita.
3.
Masyarakat
menganggap bahwa pendidikan wanita tidak peting. Bahkan masih ada yang
mempertanyakan apakah boleh menurut syara’ mendidik wanita.
4. Masyarakat (arab) waktu itu memandang
wanita hanya sebagai objek seksual dan menjadi
pengganggu kaum pria. Untuk itu mereka harus di pingit jika akan keluar
dari rumah, dan mereka juga harus menutup seluruh tubuhnya.
5. Para ulama berpendapat bahwa aurat kaum wanita
adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan.
6. Pandangan masyarakat terhadap wanitapun
menjadi rendah, boleh di madu semau hati, dan bila sudah tidak suka dengan
mudah bisa di ceraikan.
Selanjutnya ada beberapa pendapat Qasim
Amin di antaranya adalah:
1. Wanita memegang posisi penting dalam
mempersiapkan generasi penerus yang baik melalui, pendididkan anak-anak di
rumah tangga sebagai pendamping suami dan berperan akan kehidupan sosial yang
kesemuanya itu dapat dilakukan dengan
baik jika wanita di beri pendidikan. Dan wanita juga bisa seperti pria yang
mempunyai potensi yang besar dalam
menempu pendidikan dan mempunyai kesempatan mengembangkan kemampuan atau
kreatifitas yang di milikinya.
2. Hijab untuk menutup muka dan telapak
tangan dan dilarangnya wanita keluar rumah, itu sudah menjadi tradisi
masyarakat yang menghalangi kebenasan bergerak bagi wanita. Tetapi dalam
Al-Quran dan hadist tidak melarang wanita menampakan muka dan telapak tangan di
depan umum.
3. Pengertian para ulama tentang akad
nikah adalah kurang tepat. Sebab
definisi itu lebih mengarah kepada meletakkan wanita dalam perkawinan sebagai
objek sosial.
4. Asas perkawinan dalam islam adalah poligami hanya di izinkan dalam
keadaan khusus yang di benarkan dalam syara’
bukan dengan alasan untuk maemberi
kesempatan kepada pria untuk melampiaskan nafsu syahwad.
Adapun
perubahan yang di lakukan Qasim Amin pada masa itu diantaranya:
1. Pendidikan untuk kaum perempuan
Qasim
Amin begitu menaruh harapan kepada kaum
perempuan untuk dapat menempuh pendidikan. Karena terdapat hubungan yang positi
antara pendidikan perempuan dengan kemajuan perempuan, pendidikan untuk
perempuan di yakini sebagai salah satu
cara untuk melepaskan kaum perempuan Mesir dari perlakuan diskriminatif.
Untuk
itu, Amin memcoba merumuskan beberapa
strategi dan prinsip pendidikan yang di tawarkan Amin adalah:
Ø
Perempuan
harus di beri pendidikan dasar yang setara dengan laki-laki, tujuanya untuk
mendapat generasi yang tanggap dan
selektif dalam menerima pendapat yang datang dari luar, maka perlu di berikan
pengetahuan yang layak yang diberikan di sekolah menengah
Ø
Selain
memberikan pendidikan, maka pengetahuan umum dan keahlian-keahlian lain perlu
di berikan kepada perempuan, agar mereka tidak terlalu bergantung pada
laki-laki.
Ø
Pendidikan
Akhlaq dan budi pekerti juga harus di berikan sedini mungkin perempuan dapat
menanamkan jiwa kemanusiaanya,pergaulan dalam keluarga dan kerabat menjadi lebih sempurna
Ø
Pendidikan
yang ideal menurut Amin adalah pendidikan yang berlangsung seumur hidup, karena
pada hakikatnya pendidikan adalah proses belajar yang tidak boleh berhenti.
Ø
Selain
itu juga pendidikan seni perlu diberikan kepada perempuan, karena seni dalam
pandangan Amin, dapat melatih jiwa menjadi halus dan peka.
2. Hijab dan perempuan
Tradisi Mesir pada waktu itu, dimaknai
sebagai keharusan perempuan untuk menutup seluruh tubuh termasuk muka dan
telapak tangan dan pakaian khas, dan harus berada dalam rumah.
Dalam pandangan Qasim Amin, ijab yang
di kenal masyarakat Mesir ini, jelas-jelas tidak sesuai dengan syariat islam.
Oleh karena itu memurut Qasim Amin
perlu di lakukan pengkajian ulang dalam masalah hijab ini, selain itu Amin
mencoba melihat hijab dalam aspek ajaran agama dan aspek sosial.
Oleh karena itu Amin mencoba menggugat
tradisi hijab di kalangan masyarakat Mesir. Yang di gugat yang pertama kali
adalah, kebiasaan menutup seluruh anggota tubuh, termasuk muka dan kedua
telapak tangan. Kedua, tradisi hijab yang di kaitkannya dengan kebiasaan mengurung perempuan di
rumah.
3. Perempuan dan Bangsa
Menurut
Amin bangsa mesir perlu menghimpun kekuatan untuk mengimbangi kekuatan asing
terutama kekuatan non materi, berupa landasan dari segala kekuatan. Untuk
menjelaskan hal ini, Amin mencoba meminjam kerangka Darwin, dengan menyebutkan
bahwa survei masyarakat tidak hanya
terkait tinggi rendahnya nilai keagamaan
dan akhlaq yang mereka punyai, tetapi juga sejauh mana kesiapan
masyarakat dalam menerima tingkah laku
perkembangan itu sendiri.
Jika
ilmuan beranggapan bahwa agama merupakan penyebab kemunduran umat islam, maka
amin dengan tegas menolak pendapat ini. Karena tubuh umat islam telah di rasuki
berbagai bid’ah itu saja tidak cukup untuk menjelaskan ketertinggalan umat
islam. Penyebab paling mendasar menurut Amin adalah meluaskan kebodohan di
kalangan mereka yang di sebut Amin sebagai penyakit sosial yang berbahaya dalam
sebuah masyarakat. Untuk itu perlu mempersiapkan generasi yang lebih baik.
4. Tentang perkawinan
Gagasan
ini berasal dari kondisi umum tata perkawinan yang di jumpai pada masyarakat
Mesir yang menempatkan perempuan pada
posisi yang tidak sesuai dan menganggap perempuan tidak mempunyai harga diri.
Tradisi memandang rendah terhadap kedudukan perempuan tidak hanya mengakar pada
masyarakat bawah, akan tetapi juga berkembang di kalangan berpendidikan dan
ulama. Selain itu juga praktek poligami liar juga berkembang di Mesir, itu juga
tidak lepas dari kritik Amin, menurut Amin itu sebagai penyebab kemerosotan
harkat dan martabat perempuan, karena semakin tinggi harkat dan martabat
seorang perempuan maka semakin menurun pula praktek poligami.
5. Tentang perceraian
Pandangan
Amin tentang hal ini berawal dari
meluasnya praktek perceraian bebas di kalangan masyarakat mesir. Amin menyebutkan bahwa hukum asal dari
mengakhiri perkawinan (talak) itu adalah haram. Pandangan ini juga di kuatkan
Amin dengan sejumlah dalil. Amin tidak berhenti sampai di situ tetapi dia juga memberi kan jalan berupa RRU
perceraian yang terdiri dari lima pasal yang di lihatnya bertentangan dengan
al-Quran. Amin juga berharap hak-hak dan perlindungan hukum terhadap kaum
perempuan dan terhindar dari perlakuan talak bebas kaum laki-laki. Prinsip
ideal islam yang menunjang tinggi lembaga perkawinan yang berkeadilan dan menjunjung
kebersamaan,serta perlindungan terhadap Amin, dalam hal ini adalah sebagaimana
laki-laki, perempuan juga di beri hak cerai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah membahas tentang masa
pemerintahan Mesir pada masa Qasim Amin penyusun dapat menyimpulkan bahwa
gagasan pembaharuan Amin ini berasal dari ketidakpuasannya setelah ia melihat realitas sosial; perempuan
dan perlakuannya.
Untuk menyiapkan kenyataan ini, Amin
mencoba menawarkan alternatif pada tingkat intelektual dan pada tingkat praktis
sosial untuk alternatif yang pertama Amin menawarkan perlu di lakukan upaya
mengembalikan martabat seorang perempuan
dan desakralitas untuk perempuan sebagai jalan untuk mewujudkan visi ideal islam tentang perempuan
itu.
Disamping itu cara ini juga di yakini
Amin sebagai salah satu cara untuk Mesir sebagai sebuah negara.
Di lihat dari cara kerja
pembaharuannya, sepertinya Amin lebih cebderung menggunakan pendekatan kultur dalam mewujudkan
pikiran-pikiran pembaharuannya. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat
perempuan yang tidak bisa dipisahkan dengan
pemberdayaan masyarakat bangsa secara
umum sebagai jalan menuju citi-cita pembaharuannya.
No comments:
Post a Comment