1

loading...

Friday, October 27, 2017

MAKALAH ILMU SEJARAH DAN KEBUDAYAAN

MAKALAH ILMU SEJARAH DAN KEBUDAYAAN 
“PENDIDIKAN SEJARAWAN DAN ILMU-ILMU SOSIAL”




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pada saat krisis nasional, seperti jaman perang atau masa penyesuaian sesudah perang, sejrawan akan memperoleh tekanan-tekanan untuk menuliskan kisah perkembangan negerinya secara sentimentil jika perlu dengan sedikit mengorbankan kebenaran. Pengajaran sejarah memang dapat dipergunakan untuk melatih warganegara yang setia jika memang kisah tanah airnya dapat menimbulkan rasa bangga pada diri kaum patriot atau jika kisah itu dapat demikian diubah dan disesuaikan sehingga nampaknya lebih mulia.

2.1      RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana hubungan sejarah dengan humaniora dan ilmu-ilmu sosial
2.      Bagaimana hubungan sejarah dengan persoalan-persoalan masa kini
3.      Apasaja nilai dari metode sejarah bagi ilmuwan sosial




BAB II
PEMBAHASAN

A.     PENDIDIKAN SEJARAWAN DAN ILMU-ILMU SOSIAL
2.1  SEJARAWAN SEBAGAI ILMUWAN SOSIAL
Kenyataan bahwa spencer dan banyak tokoh filsuf terkemuka lainnya sama pentingnya bagi ilmuwan humaniora, dan ilmuwan sosial, disamping adanya fakta-fakta lain, menyebabkan kita cenderung kepada kesimpulan bahwa dua jenis sarjana ini terkadang lebih berbeda dalam hal titik berat dan waktu daripada dalam hal pokok pembahasan dan tujuan.  Sejarawan humaniora tidak perlu, tetapi dapat menjadi ilmiawan sosial bagi masa lampau. Ia tidak perlu menjadi ilmiawan sosial bagi masa lampau, karena cukup terdapat minat kepada masa lampau demi masa lampau itu sendiri, banyak tuntutan akan pemeliharaan warisan budaya, yakni pengalaman, pikiran, adat istiadat, sopan santun, agama, lembaga, tokoh-tokoh, sastra, seni musik, ilmu dan kearifan dari pada masa lampau, untuk membenarkan sikap ilmiawan humaniora yang inginn mencurahkan dirinya kepada contoh unik, wilayah-wilayah yang terisolasi, masa-masa yang jauh, atau garis perkembangan yang khusus. Tetapi ia dapat menghubungkan contoh, wilayah, zaman, dan garis perkembangan itu kepada konsep-konsep dan generalisasi sosialyang lebih luas jika ia mau dan berani melakukan usaha tambahan.

Alcibiades secara yang dapat dibenarkan boleh diperlakukan hanya sebagai seorang jenderal dan politikus Junani, tapi ia dapat pula dipelajari sebagai contoh daripada jenis personalitas militer dan politik. Perang salib kanak-kanak di lukiskan hanya sebagai kisah mengenai peristiwa yang patetis dalam tahunn 2012, tetapi dapat pula dipergunakan untuk memberi ilustrasi bagi sejumlah konsepsi mengenai psikologi kanak-kanak, perilaku sosial, dan pengalaman keagamaan, puisi John  Dryden menimbulkan kepuasan apabila diperiksa hanya untuk “scansion”, kosa kata atau “phrasing” tetapi puisi itu dapat pula dipergunakan sebagai sumber bagi sejarah gagasan dan bagi suasana intelektual sezaman atau sebagai bagian daripada ideologi yang kontinyu umat manusia.
2.2  SEJARAH BERHUBUNGAN DENGAN HUMANIORA MAUPUN ILMU-ILMU SOSIAL
Disini ditegaskan, bahwa rekonstruksi-rekonstruksi itu harus di bangun sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Jika aturan-aturan itu diterapkan, sejarawan tidak hanya akan bertindak secara ilmiah dalam mempergunakan metode untuk  mengumoulkan data elementer, melainkan juga dapat mengusahakan pemakaian prosedur ilmiah (dalam batas-batas yang sangat jelas) dalam usaha menghimpun data, hal ini diketengahkan tanpa melibatkan pengarang kepada salah satu pihak dalam rangka debat yang telah berabat-abat lamanya. Apakah sejarah adalah atau seharusnya hanyalah termasuk golongan humaniora atau ilmu-ilmu sosial. Pada hemat kami, salah satu mungkin benar atau dua-duanya mungkin benar. Sejarah dapat memiliki sifat ilmu-ilmu sosial, dan dapat kita harapkan bahwa dalam hal itu akan dapat diperoleh kemajuan-kemajuan. Tetapi sejarah juga menaruh minat kepada masa lampau demi masa lampau itu sendiri beserta manusia individual dan beserta tindakan khusus atau garis perkembangan khusus manusia, karena manusia menarik hati sebagai manusia.

Jika sejarawan yang menganggap dirinya pengawal daripada warisan budaya dan penafsir daripada perkembangan manusia, juga ingin memperoleh generalisasi-seneralisasi yang nampaknya sah serta memberikan keterangan-keterangan yang berguna mengenai perkembangan masa kini, fikiran, sopan santun, dan lembaga maka oleh usaha tambah itu ia tidak berkurang kedudukannya selaku sejarawan, jikapun tidak malahan bertambah. Jika ia lebih suka untuk tidak melakukan usaha tambahan itu, ia masih merupakan sejarawan yang baik. Sejarawan sebagai ilmiawan sosial dan sejarawan ilmiawan humaniora, tidak perlu menjadi dua orang yang terpisah dengan mudah bisa menjadi satu. Dan manfaat dari pada yang satu itu, kepada baik humaniora maupun ilmu-ilmu sosial akan sangat bertambah jika ia tidak bertindak schizophrenis.





2.3  HUBUNGAN ANTARA HUMNIORA DAN ILMU-ILMU SOSIAL
Karena beda antara humaniora dan ilmu-ilmu sosial dengan mudah dapat dilebih-lebihkan. Pokok pembahasan yang semestinya daripada kedua bidang itu adalah manusia sebagai makhluk budaya, makhluk intelektual, dan makhluk sosial. Kedua bidang ini menemukan generarisasi-generalisasi, meskipun ilmuwan sosial biasanya lebih berminat kepada ramalan dan pengendalian, dibandingkan dengan homaniora yang biasanya lebih berminat kepada contoh yang baik, terlebih-lebih lagi yang luar biasa, dibandingkan dengan ilmuwan sosial. Kedua bidang berminat kepada masa lampau, masa kini, dan masa depan, (meskipun ilmuwan humaniora cenderung untuk menitik beratkan diri kepada masa lampau sedangkan ilmuwan sosial lebih menitikberatkan diri kepada masa kini dan masa depan).

Dalil filologi Grimm mengenai persesuaian konsonan tidak kalah sifatnya sebagai generalisasi ilmiah daripada dalil sosiologi Vierkandt mengenai pergantian tahapan destruktif dan konstruktif didalam revolusi atau dalil ekonomi Gresham mengenai hubungan antara uang baik dan uang buruk, dan tidak pula tanpa arti bagi ilmuwan sosial. Bahkan sesungguhnya dalil itu lebih tergantung kepada observasi ahli daripada dalil Vierkandt dan Gresham dan lebih jauh daripada obrolan pinggir jalan.

Mereka yang tidak mau mengakui hubungan yang erat antara humaniora dan ilmu-ilmu sosial besar kemungkinannya tidak banyak mengetahui mengenai ilmu sosial yang baik yang telah dikemukakan pada masa lampau oleh para filsuf dan sastrawan, atau mengenai akal yang sehat yang sekarang diajukan oleh ilmuwan sosial. Baik ilmuwan humaniora maupun ilmuwan sosial tidak akan berani mengabaikan filsuf Herbert Spencer.akan tetapi andaikata ia kebetulan menjadi penting sebelum sosiologi yang pada masa sekarang akan mengabaikannya, dan andaikata ia menulis pada masa sekarang, maka banyak ilmuwan humaniora yang akan menganggap sepi kepadanya, untuk beberapa tahun kemudian menuliskan karangan-karangan ilmiah mengenai dia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang pada hari ini akann diajukan mengenai oleh sarjana sosiologi, sedangkan para ahli sosiologi pada dasawarsa yang akan datang itu, yang sudah mulai melupakannya, akan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama mengenai tokoh yang lebih hampir sezaman.

2.4  SEJARAWAN DAN MASALAH-MASALAH MASA KINI
Telah dikatakan bahwa “suatu Gesetzwissenschaft mempergunakan suatu kasus tunggal semata-mata untuk membantunya mengerti suatu prinsip umum, sedangkan suatu Gesetzwissenschaft mempergunakan suatu prinsip umun semata-mata untuk membantunya mengerti satu kasus tunggal”. Pentingnya mengerti prinsip-prinsip umum, yakni mengetahui apakah kasus-kasus tunggal yang mereka bahas cocok di dalam salah satu generalisasi atau typikasi, sering luput dari perhatian sejarawan. Itulah sebab mengapa sejarawan kadang-kadang tidak lebih daripada hanya antn ia tidak antiquarianisme saja, suatu usaha untuk mneceritakan suatu kisah selengkap-lengkapnya mengenai sesuatu dalam masa lampau yang mungkin menarik sejarawan, meskipun ia tidak mampu atau tidak merasa terpanggil untuk menerangkan mengapa harus pula menarik minat orang lain. Penggunaan ilmu-ilmu sosial yang lebih banyak oleh sejarawan dalam usahanya untuk memberikan ilustrasi atau menguji dan menyesuaikan atau mengambil alih generalisasi-generalisasi dan klasifikasi-klasifikasi dari pihak sarjana-sarjana sosiologi pada waktu akhir ini telah di anjurkan oleh beberapa sejawan, terutama oleh sejarawan Amerika Serikat.

2.5  SEJARAH DAN PENGERTIAN-PENGERTIAN ILMU SOSIAL
Meskipun ada terdapat kekhawatiran-kekhawatiran yang tegas dan luas namun penggunan daripada generalisasi-generalisasi ilmu sosial oleh sejarawan terus bertambah. Misalnya, bukanlah suatu kebetulan bahwa pada masa yang akhir-akhir ini telah terdapat demikian banyak perhatian terhadan sejarah kota, kereta api dan perniagaan, kepada sejarah harga-harga dan pemikiran sosial, kepada sosial ekonomi daripada perang, serta kepada pengembangan lembaga-lembaga internasional.

Lingkupan perhatian sejarawan cenderung untuk dikuasai oleh hukum permintaan dan penyediaan, sedangkan kebutuhan disiplin-disiplin lain akan data jenis tertentu. Mendorong sejarawan untuk berusaha memenuhi kebutuhan itu. Dengan melakukan hal itu ia berusaha* untuk menemukan kasus-kasus tunggal yang akan memberikan ilustrasi kepada generalisasi ilmu sosial.** untuk menemukan kasus-kasus tunggal yang akan membantah suatu generalisasi ilmu sosial dan*** untuk menerapkan sebuah generalisasi ilmu sosial kepada suatu trend sejarah atau suatu seri daripada peristiwa-peristiwa yang bersamaan. Didalam ketiga usaha itu sambil bekerjasama dengan  Gesetzwissenschaft yang bersangkutan, sejarawan berusaha untuk mengubah, memperkuat, atau mengajukan perkecualian terhadap suatu gagasan umum yang dipinjam dari disiplin-disiplin sosial lain biasanya dengan harapan bahwa dalil sosiologi akan sedikit menyinari hubungan kausal di antara gejala-gejala sejarah.

2.6  NILAI DARIPADA METODE SEJARAH BAGI ILMUWAN SOSIAL
Sejarawan juga membuat sejumlah besar generalisasi yang bersifat metodologi yang diabaikan oleh sarjana-sarjana ahli masyarakat, dengan akibat yang merugikan. Bahkan Thomas dan Znaniecki menggunakan otobiografi dan surat-surat kepada redaksi surat kabar tanpa menyelidiki secara cermat otensitas atakukredibilitasnya ilmuwan sosial yang kurang kalibernya lebih banyak lagi berbuat salah dalam hal ini.

Ilmuwan sosial lebih sering daripada sejarawan berbuat salah dalam menggunakan questionaire yang “menyesatkan”. Mereka juga sering, lebih daripada sejarawan, cenderung untuk mempercayai dokumen-dokumen pemerintah secara tidak kritis dan menerima baik sejarah-sejarah resmi tanpa kecurigaan. Tambahan pula, terkadang mereka menggunakan karangan sejarah yang bersifat sekunder tanpa analisa yang seksama mengenai mutu dan sumber-sumber informasinya atau tanpa mempertimbangkan adanya madzab-madzab pemikiran yang bertentangan. Misalnya saja, satu studi mengenai sejarah alamiah daripada revolusi yang semata-mata didasarkan atas hasil karya sejarawan-sejarawan liberal, patut di kritik sebagai berat sebelah. Bahkan pernah dikatakan, barangkali tidak secara sepenuhnya beralasan, bahwa jika seorang sejarawan jarang menerima baik sesuatu pertelaan sekunder  kecuali sebagai suatu titik tolak bagi pertelan yang lebih baik, maka seorang ilmuan sosial mungkin menerimanya sebagai sumber data secara tidak kritis.

Kadang-kadang ilmuwan sosial sama sekali mengabaikan informasi sejarah. Sekali-kali kita mempunyai perasaan bahwa ilmuwan sosial mengharap bahan-bahan yang dikenal secara ruet sebagaimana yang dikatakan seseorang yang sinis. Mereka menghabiskan ribuan sinyal untuk mengetahui lokasi rumah-rumah pelacuran padahal “survival” atau kesaksian yang lebih awal  mungkin akan dapat memberikan informasi yang dikehendaki secara sederhana. Jika sejarawan sering memperlihatkan hasrat yang partikularistis akan antiquwarianisme yang kering, maka sejarah sosiologi seringkali memperlihatkan preferensi terhadap statistik, qwantum dan pengukuran-pengukuran yang pengeterapannya nampaknya jauh daripada faedah sosial maupun makna sejarah.
Tambahan pula, sejarawan terkadang mempunyai perasaan bahwa beberapa generalisasi sosialogi yang menyangkut jenis atau siklus, paling jauh hanya merupakan “Hunches” atau perumpamaan dan bukan merupakan hipotese kerja.




















BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Pada dasarnya, sejarawan-sejarawan memiliki keterkaitan dan hubungan yang erat dengan ilmu-ilmu sosial dan humaniora.  Metode-metode sejarah yang digunakan para sejarawan  memiliki nilai terhadap ilmu-ilmu sosial. Dapa perkembangangannya, sejarah juga memiliki pengaruh besar bagi perkembangan zaman yang semakin modern atau masakini. Dan para sejarawanjuga mengkaji masalaah-masalah masa kini. Sejarah juga memiliki hubungan dengan humaniora dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Sehingga menyebabkan mereka memiliki keterkaitan yang kuat diantara masing-masing.

3.2  SARAN
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca dan Dosen Pengampuh Program Studi Sejarah dan Kebudayaan, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan manfaat serta dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca.







DAFTAR PUSTAKA

Notosunanto, Nugroho, Mengerti Sejarah, (Jakarta:  Penerbit  Universitas Indonesia,1985, Cetakan Kelima)


No comments:

Post a Comment