MAKALAH EKONOMI MAKRO ISLAM KELAS III D
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ekonomi Islam atau Ekonomi berbasis Syariah adalah
sebuah sistem ekonomi yang memiliki tujuan utama untuk kesejahteraan umat.
Sistem ekonomi syariah berpedoman penuh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hukum-hukum yang melandasi prosedur transaksinya sepenuhnya untuk kemaslahatan
masyarakat, sehingga tidak ada satu pihak yang merasa dirugikan. Kesejahteraan
masyarakat dalam Ekonomi Islam tidak hanya diukur dari aspek materilnya, namun
mempertimbangkan dampak sosial, mental dan spiritual individu serta dampak yang
ditimbulkan bagi lingkungan.
Syariat Islam telah mengajarkan tatacara manusia
dalam menjalankan hidupnya dari segala aspek. Tidak hanya dalam aspek
religious, tetapi juga mengatur perilaku manusia sebagai mahluk sosial, menjaga
hubungan antar sesama manusia, hubungan manusia dengan alam, dan menghindarkan
dari perilaku-perilaku menyimpang agar dapat tercipta kedamaian dan
ketentraman.
Syariat Islam mengatur segala hal yang berkaitan
dengan kegiatan ekonomis manusia, sehingga tidak hanya berorientasi pada
kebahagiaan dunia, tetapi juga kebahagiaan di Akhirat kelak. Dalam memenuhi
keperluan hidup, syariat Islam menganjurkan untuk saling bekerjasama dan tolong
menolong selama dalam hal kebaikan dan terhindar dari kemungkaran seperti yang
akan pemakala bahas dalam makalah ekonomi makro Islam ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu teori
perdagangan internasional ?
2.
Apa itu
Perdagangan nasional dan limperatur islam ?
3.
Bagaimana
pemikiran Abu Daud ?
4.
Apa itu
perdaganagn dan pertumbuhan ekonomi ?
C.
TUJUAN MAKALAH
1.
Memahami apa itu
teori perdagangan internasional.
2.
Memahami apa itu
perdaganagn nasional dan limperatur islam.
3.
Memahami
bagaimana pemikiran dari Abu Daud.
4.
Memahami apa itu
perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
TEORI
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Secara etimologis, perdagangan adalah
segala bentuk kegiatan menjual dan membeli barang atau jasa di suatu tempat,
yang disana teerjadi keseimbangan anatara kurva permintaan dengan penawaran
pada satu titik yang biasa dikenal dengan nama titik ekuilibrium. Sedangkan
internasional berarti dunia yang luas dan global, bukan persial ataupun satu
kawasan tertentu. Maka, perdagangan internasional dapat diartikan, sejumlah
transaksi perdagangan/jual beli diantara pembeli dan penjual (yang dalam hal
ini satu Negara dengan Negara yang lain yang berbentuk ekspor dan impor) pada
suatu pasar, demi mencapai keuntungan yang maksimal bagi kedua belah pihak.
Beberapa ratus tahun yang lalu, aliran
markantilis mengira bahwa perdagangan internasional merupakan transaksi
utang-rugi atau win-lose deal. Menurut aliran ini, ekspor adalah sesuatu yang
menguntungkan(win) sedangkan impor adalah sebuah hal yang merugikan (lose)
sehingga Negara harus mengejar ekspor dan menghindari impor. Namun, sejak
permulaan abad ke-19, para ekonom pasar berpendapat sebaliknya. Mereka
mengatakan bahwa perdagangan internasional merupakan transaksi yang saling
menguntungkan atau win-win deal, karena beberapa alasan berikut:
1.
Perdagangan
internasional menyangkut dua transaksi ketika dua Negara saling melakukan
ekspor dan impor yang saling menguntungkan. Sebagai contoh, jika Indonesia sama
sekali tidak mengimpor barang dari Australia, maka Australia pun tidak dapat
membeli barang yang kita ekspor ke Negara tersebut, karena Australia tidak
memiliki uang rupiah. Uang rupiah ini baru diperoleh jika ausrtalia mengekspor
barang atau jasa ke Indonesia.
2.
Perdagangan
internasioanl memberikan keanekaragaman barang dan jasa. Kita dapat
membayangkan jika Indonesia tidak mempunyai hubungan perdagangan internasioanl
dengan Negara lain di dunia. Keanekaragaman barang dan jasa yang diperdagangkan
dipasa dalam negeri Indonesia akan sangat terbatas.
3.
Perdagangan
internasioanal dapat mendatangkan efisiensi. Suatu Negara yang mencoba memenuhi
segala kebutuhan barang dan jasanya sendiri (self-sufficient economies) tidak
akan mencapai efisiensi dalam perekonomiannya.
B.
PERDAGANGAN
NASIONAL DAM LIMPERATUR ISLAM
Sebagai sebuah agama dan idieologi,
islam memiliki sejumlah regulasi mengenai perdagangan internasional yang sangat
kontras dengan perdagangan internasional.
Pertama, aktivitas perdagangan merupakan
hal yang mubah. Hanya saja, karena perdagangan internasional melibatkan Negara
dan juga warga Negara asing, maka Negara islam, dalam hal ini khalifah,
bertanggung jawab untuk mengontrol, mengendalikan dan mengaturnya sesuai dengan
ketentuan syariah. Membiarkannya internasional tanpa adanya control dan
inter-vensi Negara sama membatasi kewenangan Negara untuk mengtur rakyatnya.
Padahal rosulullah bersabda: “ imam itu adalah pemimpin dan ia bertanggung
jawab atas apa yang dipimpinnya.
Kedua, seluruh barang yang halal pada
dasarnya dapat diperniagakan ke Negara lain. Meski demikian ekspor komoditas tertentu
dapat dilarang oleh khalifah jika menurut ijtihadnya bisa memberikan dharar
bagi Negara islam. Misalnya ekspor senjata atau baha-bahan yang bisa memperkuat
Negara luar seperti uranium dll.
Ketiga, hukum perdaganagn internasional
dalam islam disandarkan pada kewarganegaraan pedagang (pemilik barang), bukan
pada asal barang. Jika pemilik barang adalah warga Negara islam, baik muslim
mauapun kafir dzimmi, maka barang yang dimpor tidak boleh dikenakn cukai.
Rosulullah SAW bersabda, “tidak akan masuk surga orang yang memungut cukai”[1].
Keempat, perdagangan dari Negara kafir
mu’ahid (Negara kafir yang memiliki perjanjian damai dengan Negara islam),
ketika memasuki wilayah Negara islam akan diperlakukan sesuai isi perjanjian
yang disepakati antara kedua belah pihak. Akan tetapi pedagang dari Negara
kafir harbai (Negara kafir yang memerangi Negara islam, seperti AS, inggris,
idia, cina, Israel, dll), ketika memasuki wilayah Negara islam harus memiliki
izin (paspor) khusus.
C.
PEMIKIRAN ABU
DAUD
Jauh sebelum
teori perdagangan internasional ditemukan dibarat. Islam telah menerapkan
konsep-konsep perdagangan internasional. Adalah ulama besar yang bernama abu
ubaid bin Salam bin Miskin bin zaid al-azdi telah menyoroti praktik perdagangan
internasional ini, khususnya impor dan ekspor. Lahir tahun 774 M dan wafat 838
M, abu ubaid merupakan orang pertama yang memotret kegiatan perekonomian di
zaman rosulullah SAW, khulafaur Rasyidin, para sahabat dan tabiin-tabiin.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ini dapat
dilihat dalam kitab-nya, Al Amwaal yang ditulisnya hamper 1000 tahun sebelum
Adam smith(1723-1790) menelurkan teori keunggulan absolutnya. Pemikiran Abu
Ubaid tentang ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga bagia, yaitu tidak
adanya nol tarif dalam perdagangan internasional, cukai bahan makanan pokok
lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai
a.
Tidak adanya nol
tarif
Pengumpulan cukai merupakan
kebiasaan pada zaman jahiliah dan telah dilakukan oleh para raja bangsa Arab
dan non Arab tanpa pengecualian. Sebab, kebiasaan mereka adalah memungut cukai
barang dagangan impor aras harta mereka, apabila masuk kedalam negeri mereka.
Dari Abdurrahman bin Maqil, ia berkata, “saya pernah bertanya kepada ziyad bin
hubadair, siapakah yang telah kalian pungut cukai barang impornya? Ia berkata,
“kami mengenakan cukai atas para pedagang kafir harbi, sebagaimana mereka telah
memungut cukai atasnya.”
Dari uraian diatas, Abu Ubaid
mengambil kesimpulan bahwa cukai merupakan adat kebiasaan yang senantiasa
diberlakukan pada zaman jahiliyah. Kemudian allah membatalkan sistem cukai
tersebut dengan pe-ngutusan Rosulullah dan agam islam. Lalu, datanglah
kewajiban membayar zakat sebanyak seperempat dari usyur (25%).[2]
Yang
menarik, cukai merupakan slah satu bentuk merugikan orang lain, yang sekarang
ini didengungkan oleh penganut perdagangan internasionl (international trade),
bahwa tidak boleh ada tariff barrier pada suatu Negara. Barang dagangan harus
internasional masuk dan keluar kesuatu Negara. Dengan kata lain, bea masuknya
nol persen. Untuk barang impor kaum muslim dikenakan zakat yang besarnya 2.5%.
sedangkan non muslim, dikenakan cukai 5% untuk ahli dzimmah (kafir yang sudah
melakukan perdamaian dengan islam) dan 10% untuk kafir harbi (yahudi dan
nasrani).
b.
Cukai bahan
makanan pokok
Untuk
minyak dan gandum yang merupakan bahan makanan pokok, cukai yang dikenakan
bukan 10% tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa makanan pokok banyak
berdatangan ke madinnah sebagai pusat pemerintahan saat itu.
c.
Ada batas
tertentu untuk cukai
Yang menarik
tidak semua barang dagangan dipungut cukainy. Ada batas-batas tertentu dimana
kalau kurang dari batas tersebut, maka cukai tidak akan dipungut. Dari ruzaiq
bin hayyan addamisyqi (dia adalah petugas cukai diperbatasan mesir pada saat
itu) bahwa umar bin abdul aziz telah menulis surat kepadanya, yang isinya
adalah, “ barang siapa yang melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka
pungutlah barang dagangan impor mereka. Yaitu,pada setiap dua puluh dinar mesti
dikenakan cukai sebanyak satu dinar.[3]
D.
PERDAGANGAN
INTERNASIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Bagi
sebuah bangsa atau Negara, pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi seperti yang
direncanakan atau diperkirakan, keberhasilan mengurangi angka pengangguran dan
menciptakan stabilisasi inflasi merupakan suatu ukuran keberhasilan kebijakan
dalam perekonomian Negara tersebut. Oleh karena hal tersebut maka Negara
berusaha untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal dengan cara
melakukan berbagai kebijakan dalam perekonomian. Dalam rangka mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tentunya aka nada sector-sektor yang akan
menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi.
Ada
beberapa hal atau komponen pembentuk gross domestic produk (GDP) yang dapat
menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi atau peningkatan GDP. Oleh
karena itu kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah suatu Negara
tentunya diupayakan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang mampu membuat
beberapa hal atau komponen, yang diyakini dapat menjadi motor penggerak bagi
peningkatan GDP, mencapai kondisi optimal sehingga pertumbuhan ekonomi yang
diinginkan dapat dicapai.
Peran
perdagangan internasional dalam pertumbuhan ekonomi Menurut ahli ekonomi klasik
maupun neo-klasik perdagangan internasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
sutu Negara. Perdagangan internasional merupakan “motor pertumbuhan (engine of
growth)”. Pendapat klasik ini dapat ditelusi mulai dari david hume, Ricardo,
marshall, edgewoth sampai harbeler.
Beberapa
kritik terhadap pandangan klasik ini, antara lain : pertama, teori klasik masih
bersifat statis sehingga tidak dapat menjelaskan proses pertumbuhan yang pada
dasarnya bersifat dinamis. Kedua, perdagangan internasional justru menyebabkan
ketidakmerataan antar Negara miskin dengan Negara maju, sehingga menimbulkan
ketidakseimbangan internasional. Ketiga, perdagangan internasional
menyebabkan nilai tukar (term of trade)
Negara berkembang mengalami penurunan. Hal ini disebabkan ekspornya masih
terbatas pada barang primer, sedangkan barang impornya berupa barang munafakur.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu Negara lain
atas dasar kesepakatan bersama. Pada perdagangan internasional memiliki
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan harus dipatuhi setiap Negara.
Perdaganagn internasional ternyata tidak hanya memiliki dampak positif, tetapi
juga memiliki dampak negative.
B.
SARAN
Sebagai
orang muslim, dalam melakukan kegiatan apapun termasuk dalam melakukan
perdagangan internasional, sebaiknya dalam melakukan kegiatan ini kita juga
harus melihat dari segi islam agar sesuai dengan ajaran agama yang ada pada
islam
DAFTAR PUSTAKA
Naf’an,
2014. Ekonomi makro tinjauan ekonomi
syariah, Yogyakarta: Geraha ilmu
[1]
Naf,an, ekonomi makro (Yogyakarta:graha
ilmu,2014), halaman 263
[2]
Naf,an, ekonomi makro (Yogyakarta:graha ilmu,2014),
halaman 265
[3]
Naf,an, ekonomi makro (Yogyakarta:graha ilmu,2014),
halaman 26
No comments:
Post a Comment