1

loading...

Tuesday, October 30, 2018

MAKALAH FILSAFAT HUKUM

MAKALAH     Filsafat hukum  Hubungan antara hukum dengan kekuasaan dan hubungan antara nilai-nilai sosial budaya
BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku manusia. Sehingga hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan perilaku
Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara hukum dan kekuasaan saling berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama lain. Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik
Nilai itu merupakan keadaan yang dapat kita ketahui, namun sifatnya abstrak. Dalam situasi hukum, nilai tersebut diturunkan kembali menjadi suatu asas dengan bentuk pilihan seperti asas hukum. Asas hukum inilah memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum dari nilai-nilai etis yang dijunjung tinggi
Paton menyebut bahwa asas hukum sebagai sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang sehingga hukum bukan sekedar sebagai kumpulan peraturan melainkan dengan mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
Nilai yang merupakan sesuatu yang abstrak dan merupakan suatu kehendak manusia yang mempunyai suatu ide atau gagasan yang diproses sehingga menghasilkan suatu keputusan yang mengandung sesuatu yang berguna seperti nilai materiil, nilai vital dan nilai kerohanian. Kemudian hukum adalah suatu aturan dalam suatu masyarakat yang dibuat oleh masyarakat sehingga masyarakat menjadi teratur dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi. Dalam makalah ini Kami menghubungkan bagaimana hubungan hukum dengan nilai sosial dalam masyarakat sehingga menjadi penyebab seseorang mentaati atau mamemtuhi hukum.



B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana  hubungan hukum terhadap kekuasaan ?
2.      Bagaimana fungsi hukum terhadap kekuasaan?
3.     Apa yang dimaksud dengan hukum serta apa yang dimaksud dengan nilai dan nilai sosial?
4.     Bagaimana hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial serta mengapa orang harus mentaati hokum?


C.   Tujuan Penulisan
1.  Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Hukum
2.  Ingin mendeskripsikan hubungan hukum terhadap kekuasaan
3.  Ingin mengetahui fungsi hukum terhadap kekuasaan
4.  Ingin menjelaskan fungsi kekuasaan terhadap hukum




















BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN HUKUM DAN KEKUASAN

A.       Pengertian Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Para ahli hukum dalam pandangan mereka mengemukakan tentang hukum berbeda satu sama lain. Perbedaan pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka kemukakan. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok.
Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya Viktor Hugo yang mengartikan hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Grotiusmengemukakan bahwa hukum adalah suatu aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum dalam konteks nilai-nilai berarti memahami hukum secara filosofi karena nilai -nilai merupakan abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.
Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan masyarakat definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond yang mengatakan “hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam peradilan”
Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur perilaku lahir dan berdasarkan pertimbang.

B.     Tujuan Hukum
Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapa
mengenai tujuan hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. vanApeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan
3. Geny :
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.


C.  Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).
Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja, kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).
Menurut Lasswell dan Kaplan kekuasaan adalah hubungan atau relasi antara seseorang atau kelompok terhadap kelompok lainnya dimana salah satu individu atau kelompok mampu mendeterminasi pengaruh yang lain. Van Doorn menyatakan bahwa kekuasaan adalah kemungkinan membatasi alternatif-alternatif tingkah laku orang-orang atau kelompok-kelompok lain sesuai dengan tujuan-tujuan seseorang atau suatu kelompok. Valkenvurgh menambahkah kekuasaan adalah suatu hubungan yang melahirkan kemungkinan membatasi alternatif-alternatif tingkah laku dari orang atau kelompok yang lain.
Penggunaan kekuasaan adalah salah satu sarana yang paling banyak digunakan dan yang paling bervariasi dalam politik. Apabila tujuan utama suatu kebijaksanaan politik adalah memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, maka kita sebenarnya membicarakan politik kekuasaan. Namun, terlalu menyamaratakan atau menyederhanakan bila kita menganggap bahwa semua politik adalah politik kekuasaan. Kekuasaan kadang-kadang bukan menjadi tujuan, tetapi sarana atau tujuan untuk tujuan-tujuan lainnya. Kekuasaan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan tujuan-tujuan seseorang atau kelompok yang menjadi aktor.

D.    Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri, Menurut Lassalle, konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara” Pendapat Lassalle ini memandang konstitusi dari sudut kekuasaan. Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-hubungan kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, aturan-aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubungan-hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara. Hakekat hukum dalam konteks kekuasaan menurut Karl Olivercrona tak lain daripada “kekuatan yang terorganisasi”, hukum adalah “seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan”, dia mengingatkan “kekerasan fisik atau pemaksaan” sebagai demikian sama sekali tidak berbeda dari kekerasan yang dilakukan pencuri-pencuri dan pembunuh-pembunuh. Walaupun kekuasaan itu adalah hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum. Van Apeldronmengemukakan bahwa hukum adalah kekuasaan, akan tetapi ini berarti bahwa hukum tidak lain daripada kekuasaan belaka. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak semuanya hukum. “Mightis not right” pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa ia berhak atas barang itu. Kedua, adalah bahwa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Artinya hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang terpisah, tapi ada hubungan yang erat diantara keduanya. Hubungan itu dapat berupa hubungan dominatif dan hubungan resiprokal (timbal balik)
Menurut Mahmud MD, hubungan kausalitas antara antara hukum dan politi
atau tentang pertanyaan tentang apakah hukum yang mempengaruhi politik ataukah politik yang mempengaruhi hukum maka ada 3 macam menjelaskannya. Pertama, hukum determinan atas politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Kedua, politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil atau kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling bersaingan, Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, karena meskipun hukum merupakan produk keputusan politik, tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Mereka yang hanya memandang hukum dari sudut das sollen (keharusan) atau para idealis berpegang teguh pada pandangan, bahwa hukum harus merupakan pedoman dalam segala tingkat hubungan antar anggota masyarakat termasuk dalam segala kegiatan politik. Sedangkan mereka yang memandang hukum dari sudut das sein (kenyataan) atau para penganut paham empiris melihat secara realistis, bahwa produk hukum sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam perbuatannya, tetapi juga dalam kenyataan-kenyataan empirisnya. Kegiatan legislatif (pembuatan UU) dalam kenyataannya memang lebih banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan dengan menjalankan pekerjaan hukum yang sesungguhnya, lebih-lebih jika pekerjaan hukum itu dikaitkan dengan masalah prosedur. Tampak jelas bahwa lembaga legislatif (yang menetapkan produk hukum).
E.     Fungsi Kekuasaan terhadap Hukum
Kekuasaan merupakan sarana untuk membentuk hukum, khususnya pembentukan undang-undang (lawmaking). Kekuasaan untuk membentuk hukum dinamakan kekuasaan legislatif (legislatif power), yang merupakan kekuasaan parlemen atau badan perwakilan. Kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan pembentuk undang-undang berasal dari pemikiran John Locke dan Montesquieu.
Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, terdapat konvergensi kekuasaan pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang tidak lagi menjadi monopoli parlemen, tapi kerjasama antara parlemen dan pemerintah. kekuasaan merupakan alat untuk menegakkan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum adalah di sini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum. Kekuasaan merupakan media untuk melaksanakan hukum. Adapun yang dimaksud dengan pelaksanaan hukum adalah upaya menjalankan (eksekusi) putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan badan peradilan tidak akan banyak artinya bagi pengorganisasian kehidupan masyarakat jika tidak dilaksanakan secara konsekwen dan konsisten. Otoritas eksekusi merupakan kewenangan kejaksaan dan pengadilan.
F.     Fungsi hukum terhadap Kekuasaan
Hukum adalah media untuk melegalisasi kekuasaan. Legalisasi hukum terhadap kekuasaan berarti menetapkan keabsahan kekuasaan dari segi yuridisnya. Setiap kekuasaan yang memiliki landasan hukum secara formal memiliki legalitas. Namun yang sering menjadi masalah adalah bila kekuasaan yang legal itu adalah kekuasaan yang sewenang-wenang, tidak patut, dan tidak adil. Hal itu sebenarnya merupakan masalah legitimasi kekuasaan, yaitu pengakuan masyarakat terhadap keabsahan kekuasaan.[1]
Hukum adalah instrumen untuk mengatur kekuasaan. Hubungan-hubungan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara harus diatur sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan kekacauan di antara kekuasaan-kekuasaan negara yang ada atau antara kekuasaan pejabat yang satu dengan kekuasaan pejabat yang lain. Adanya kekuasaan yang  paradoks bukan hanya akan menimbulkan ketidakjelasan wewenang dan pertanggungjawabannya, tapi juga akan melahirkan ketidaksinkronan dan ketidakpastian hukum.Hukum adalah alat untuk membatasi kekuasaan.Pembatasan kekuasaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penumpukan atau sentralisasi kekuasaan pada satu tangan atau pada satu lembaga.
G.    Hukum dalam Mempengaruhi Kekuasaan
Kekuasaan tanpa suatu aturan maka akan mengkondisikan keadaan seperti hal nya hutan rimba yang hanya berpihak kepada yang kuat dalam dimensi sosial. Disnilah hukum berperan dalam membentuk rambu-rambu cara bermain pihak-pihak yang berada di lingkaran kekuasan. Hal tersebut bisa ditemui di konstitusi dimana konstitusi secara garis besar berisi tentang bagaimana mengatur, membatasi dan menyelenggarakan kekuasaan dan mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Peran hukum dalam mengatur kekuasaan berada dalam lingkup formil.
Masyarakat yang merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan. Selain sebagai kepentingan masyarakat, hukum dalam mempengaruhi kekuasaan juga berguna sebagai aturan bermain pihak-pihak yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan. Aturan tersebut berguna sebagai cara main yangfairyang bisa mengkordinir semua pihak yang terlibat dalam kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidak hanya mengatur masyarakat tetapi juga mengatur pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
H.    Kekuasaan dalam Mempengaruhi Hukum
Eksistensi hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat hukum menjadi mandul. Oleh karena itu perlunya suatu kekuasaan yang melatarbelakangi hukum. Muncul pertanyaan bagaimana kekuasaan yang hanya dipegang oleh segelintir orang bisa dipercaya untuk mempengaruhi hukum yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka bisa didekati dengan metode konseptual bukan empiris karena secara empiris kebanyakan hukum hanya digunakan untuk melegalkan kepentingan penguasa saja.
Secara konseptual, kekuasaan yang dimiliki oleh sebagian pihak berangkat dari rasa tidak nyaman masyarakat terhadap keadaan-keadaan yang dianggap bisa menggoyahkan kestabilan masyarakat. Hal ini sama saja baik dalam masyarakat yang liberal ataupun sosialis. Masyarakat tersebut sepakat untuk memberikan mandat kepada sekelompok orang untuk berkuasa dan memiliki kewenangan untuk mengatur mereka agar tetap tercipta kestabilan sosial. Kewenangan untuk mengatur masyarakat dari penguasa itulah terletak hukum.
Dalam perkembangannya tentu saja tidak dapat dihindari bahwa setiap rezim penguasa memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari karakteristik hukum yang menjadi produk politiknya. Karakteristik hukum ternyata berjalan linier dengan karakteristik rezim kekuasaan yang melatarbelakangi hukum. Apabila kekuasaannya demokratis, maka produk hukumnya berkarakter responsif sedangkan apabila kekuasaannya  otoriter, maka produk hukumnya berkarakter konservatif atau ortodoks.
I.       Pengertian Nilai
Hidup bermakna gerak. Bersamaan dengan hadirnya ruang dan waktu untuk mengeksiskan keduannya tentulah memiliki isi, yakni hidup itu sendiri. Manusia dalam hal ini berperan sebagai pelaku dan yang diperlakukan, lewat tindakan. Aristoles memulainya dengan mengatakan bahwa dalam perbuatannya senantiasa ada kehendak mengejar sesuatu yang baik. oleh sebab itu, baik merupakan sesuatu yang dikejar atau dituju. Jika Kita meninjau segala sesuatu yang dituju manusia dalam perbuatannya, maka nilai ada dua macam yaitu: nilai yang dikejar karena nilai itu sendiri, misalnya orang tidak mengejar uang untuk uangmelainkan uang untuk jual beli. Dan nilai kedua adalah nilai yang dikejar sebagai tujuan, nilai ini merupakan dorongan agar manusia menjadi makhluk yang berbudi sehingga mencapai kesempurnaan dalam pribadi manusia.
Nilai adalah sesuatu yang menarik bagi Kita, sesuatu yang Kita cari, diinginkan, disukai serta sesuatu yang baik. Nilai dapat diartikan sebagai sifat atas kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia baik secara lahir maupun batin. Max Scheler, mengelompokkan nilaimenjadi empat macam yaitu, nilai kenikmatan (rasa enak, nikmat, senang), nilai kehidupan (kesehatan, kesegaran, jasmaniayah), nilai kejiwaan (kebenaran, keindahan) dan nilai kerohanian (kesucian). Nilai berkaitan dengan kegiatan meninmbang, yakni menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kemudian dilanjutkan dengan memberikan keputusan yang mana orientasi dari keputusan dapat diartikan pada nilai materiil atau nilai kerohanian. Nilai tidak hanya bagian yang positif atau manfaat tetapi juga bagiannya yang dianggap negative dan tidak bermanfaat dalam satu penuh dengan keduannya. Nilai dianggap menjadi sosok yang nyata dan hidup seolah mengiringi sosok penilainnya untuk selalu dipertahankan dari sisi nilai lainnya yang membayangi. Kemudian menjadi sebuah argument bahwa nilai itu subjektif selalu memiliki dasar pertimbangan yang layak untuk dijadiakn penilaian.
J.      Hubungan Hukum dengan Nilai sosial
1.      Hukum sebagai sosial control
Setiap kelompok masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara yang ideal dan yang actual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang diharapkan atau yang seharusnya untuk dilakukan dan apa yang dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor yang menetukan tingkah laku individu.  Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat seperti, pencurian, penzinaan, ketidakmampuan membayar hutang, melukai orang lain, pembunuhan dan sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan perilaku menyimpang dan menimbulkan persoalan didalam masyarakat yang sederhana maupun yang modern. Dalam situasi demikian masyarakat dihadapkan dengan problem untuk menjamin ketertiban apabila kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistensinya.
Fungsi hukum sebagai control sosial, hal ini hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial adalah saling berkaitan dimana hukum sebagai penyelesai sedangakan nilai sosial adalah suatu hal yang dianggap sebagai problem yang harus diselesaikan. Hukum Nampak memiliki fungsi rangkap disatu pihak merupakan tindakan yang mungkin demikian melembaga yang kemudian dipakai oleh masyarakat untuk mecapai suatu tujuan. Dilain pihak sebagai tindakan yang berwujud reaksi kelompok itu terhadap perilaku menyimpang dan diadakan untuk mengendalikan tingkah laku yang menyimpangHukum sebagai pembaharuan masyarakat
Indonesia sedang mengalami masa transisi yang terjadi perubahan dari masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat modern. Namun dalam perkembangannya terjadi berbagai hambatan dikarenakan akan diganti nilai sepertia apa untuk merubah masyarakat. Mengubah masyarakat seperti yang dikemukakanoleh Rosceo Pound yang menganalogikan sebagai suatu proses mekanik. Hal ini terjadi karena adanya industry dan transaksi bisnis yang memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran pengubah tersebut dipegang oleh hakim melalui intrepretasi  dalam mengadili kasusu yang dihadapinyasecara seimbang “balance”. Intrpretasi tersebut dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
a.       Studi tentang aspek sosial yang actual dari lembaga hokum
b.      Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efekti
c.       Studi tentang sosiologi dalam memersiapkan hokum
d.      Studi tentang metedologi hokum
e.       Sejarah hokum
f.       Arti penting tentang alasan dan solusi dari kasus individual yang pada angktan terdahulu berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang abstrak.
Keenam langkah ini perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum dalam melakukan intrepretasi maka perlu ditegaskan bahwa memperhatikan temuan-temuan tentang keadaan sosial masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka perlu adanya nilai atau norma tentang hak individu yang harus dilindungi alam Dengan adanya sistem hukum maka terwujudlah proses administrasi hukum dan mengembangkan peradilan. Maka untuk mengembangkan ilmunya maka menggunakan cara sebagai berikut:
1)      Menetapkan suatu keputusan dengan dasar keadilan, penemuan hukum sangat penting bagi kasus yang harus diputuskan serta kekuatan ahli hukum untuk mempertahankan keputusan yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan individu.
2)      Memperhatikan prosos sosial control dan prosese peradilan.
3)      Hukum memuat prinsip, konsep, aturan, standar tingkah laku, dan etika profesi serta yang dilakoni oleh individu.
Pound mengemukakan bahwa agar hukum dijadikan sebagai perubahan sosial (agen of sosial change), maka pendaptnya dikuatkan oleh William James yang menyatakan bahwa ditengah-tengah dunia sangat terbatas dengan kebutuhan, manusia terus berkembang sehingga dunia tidak akan memuaskan kehidupan manusia. 
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi telah dikemukakan di muka, di Indonesia yang paling menonjol adalah perundang-undangan, Selain hukum sebagai sosial control, korelasi atau hubungan hukum dengan nilai sosial juga ditemukan sebagaimana nilai itu merupakan suatu keadaan yang kita ketahui, namun sifatnya abstrak. Dalam situasi hukum nilai tersebut diturunkan lagi dalam benttuk pilihan yang diberi nama asas hukum, sehingga nilai ini menjadi landasan dari keberadaan asas hukum. Asas hukum pada dasarnya berbentuk prinsip-prinsip umum, sehingga belum pula langsung dioperasionalkan. Untuk dapat dikonkritkan dalam masyarakat, maka sas hukum dijelmakanlah kedalam norma yang dikenal dengan nama peraturan hukum.
Nilai-nilai dasar dalam hukum menurut Franz Magnis-Suseno yang mengutip dari Reinhold Zippelius bahwa terdapat tiga nilai dasar yang harus direalisir di dalam hukum yaitu nilai kesamaan, kebebasan, dan solidaritas.
Nilai Kesamaan, nilai ini mendasarkan pada kriteria objektif yang berlaku bagi pihak kuat dan pihak yang lemah. Ini memandang bahwa setiap pihak dinggap sama dihadapan hukum. Hukum berlaku umum tidak berlaku bagi pihak-pihak terentu saja serta mempunyai kedududukan yang sama bagi anggota masyarakat. Sesuatu yang diinginkan  adalah keadilan
Nilai Kebebasan, hukum sangat melindungi kebebasan manusia, fungsinnya sebagai penjamin kebebasan manusia. Inti kebebasan adalah bahwa nbaik setiap orang atau kelompok orang berhak untuk mengurus dirinya sendiri dari dominasi pihak lain. Nilai kebebasan mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, hak memilih dserta memiliki pekerjaan dan sebagainya.
Nilai kebersamaan. Hukum adalah institusional dari kebersamaan manusia sebagai makhluk sosiaal dan hidup bersama berdampingan dengan masyarakat lain. Sehingga memerlukan tatanan hukum untuk mengatur hubungannya dengan sesame manusia.[2]








BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Dalam kehidupan masyarakat kekuasaan mempunyai arti penting bagi hukum karena kekuasaan bukan hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (lawmaking), tapi juga instrumen penegakan hukum (lawenforcement). Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal (formal authority) yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau pihak dalam suatu bidang tertentu. Mengingat bahwa hukum itu memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, hukum memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Tanpa kekuasaan, hukum itu tak lain akan merupakan kaidah sosial yang berisikan anjuran belaka. Sebaliknya, hukum berbeda dari kaidah sosial lainnya, yang juga mengenal bentuk-bentuk paksaan, dalam hal bahwa kekuasaan memaksa itu sendiri diatur oleh hukum baik mengenai ruang lingkup maupun pelaksanaannya. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan oleh batas-batasnya oleh hukum.
Ada tiga bentuk manifestasi hubungan hukum dan kekuasaan dalam konteks ini:
Pertama, hukum tunduk kepada kekuasaan. Maksudnya, hukum bukan hanya menjadi subordinasi kekuasaan, tapi juga sering menjadi alat kekuasaan, dengan kata lain, kekuasaan memiliki supremasi terhadap hukum. Oleh karena itu, definisi hukum yang dikemukakan oleh para ahli menempatkan hukum berada dibawah kontrol kekuasaan
Kedua, kekuasaan tunduk kepada hukum. Artinya, kekuasaan berada dibawah hukum dan hukum yang menentukan eksistensi kekuasaan. Dalam pikiran hukum, tunduknya kekuasaan kepada hukum merupakan konsep dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan
Ketiga, ada hubungan timbal balik (simbiotik) antara hukum dan kekuasaan. Dalam hal ini hubungan hukum dan kekuasaan tidak bersifat dominativedimana yang satu dominan atau menjadi faktor determinan terhadap yang lain, tapi hubungan pengaruh mempengaruhi yang bersifat fungsional, artinya hubungan itu dilihat dari sudut fungsi-fungsi tertentu dan dapat dijalankan di antara keduanya. Demikian, kekuasaan memiliki fungsi terhadap hukum, dan sebaliknya hukum mempunyai fungsi terhadap kekuasaan.
B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin.
























DAFTAR PUSTAKA


Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH. 2010. Filsafat Hukum.  Bandung. PT RefikaAditama.







































DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR......................................................................................................   i
DAFTAR ISI....................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................  1
A.  Latar Belakang.....................................................................................................    1
B.   RumusanMasalah.................................................................................................    1
C.   Tujuan...................................................................................................................    I
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................   2
A.      Pengertian hukum dengan kekuasaan................................................................... 2
B.      Hubungan hukum dengan nilai sosial...................................................................   2
BAB III PENUTUP......................................................................................    3
A.   Kesimpulan...........................................................................................................    3
B.   Saran.....................................................................................................................    3
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................        4










[1] Prof. Dr. H.R. Salman, Otje  S., SH.  Filsafat Hukum, (PT Refika Aditama,2010), H. 25-30 

No comments:

Post a Comment