MAKALAH OBLIGASI SYARIAH/ SUKUK
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Obligasi syariah
atau sukuk semakin disukai karena ada upaya investor terutama Timur Tengah
untuk menarik modal yang terkumpul di lembaga perbankan barat kembali ke
lembaga kuangan islam. Dukungan solidaritas untuk aktivitas pasar modal syariah
ini berdasarkan kesamaan ideology-spirit dari Negara-negara yang tergabung
dalam OKI. Pasar modal syariah pun mulai diterima secara umum dengan masuknya
investor nonn muslim di pasar sukuk. Sukuk dipandang sebagai sasaran baru yang
lebih menguntungkan. Kepopuleran dari sukuk ini juga tidak terlepas dari akses
modal secara global sudah terbuka, sehingga terjadilah manajemen likuiditas
lintas batas.
Indonesia
sebagai salah satu Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memiliki
potendi yang sangat besar bagi masuknya dana dari Timur Tengah yang memiliki
likuiditas keuangan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta
orang dan proyek investasi jangka panjang, Indonesia merupakan Negara yang
memiliki potensi bagi berkembangnya ekonomi islam secara dinamis. Melihat
potensi yang begitu besar, Malaysia berharap dapat menjadi pintu gerbang bagi
aliran dana dari Timur Tengah yang menuju Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
masuknya investor Malaysia ke dunia perbankan Indonesia.
Penerbitan sukuk
di Indonesia saat ini lebih didsarai pada perkembangann institusi syariah
seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan reksadana syariah yang
membutuhkan alternative investasi obligasi syariah. Sukuk pemerintah
diperkirakan akan berkembang dengan mulai berlakunya UU no 19 tahun 2008
tentang surat berharga syariah Negara.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
obligasi syariah (Sukuk)?
2.
Apa saja jenis
obligasi syariah?
3.
Apa saja
Landasan sukuk?
4.
Bagaimana
prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah?
5.
Siapa pihak yang
terlibat dalam penerbitan sukuk?
6.
Bagaimana perbedaan
antara obligasi syariah dan konvensional ?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas bahwa tujuan penulisan untuk mengetahui: Apa pengertian
obligasi syariah (Sukuk)?, Apa saja jenis obligasi syariah?, Apa saja Landasan
sukuk?, Bagaimana prosedur melaksanakan investasi obligasi syariah?, Siapa
pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk?, Bagaimana perbedaan antara
obligasi syariah dan konvensional ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Obligasi Syariah
Obligasi atau bond, adalah
surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh peminjam, dengan kewajiban
untuk membayar kepada bond holder (pemegang obligasi) sejumlah bunga tetap yang
telah ditetapkan sebelumnya.[1]
Obligasi
syariah (Sukuk) menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.[2]
Sedangkan
menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut
organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang
direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat,
dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan
atas aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu
atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu. [3]
Pada
prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok
antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa
sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya akad
atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara
instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan
merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penertaan dana
(investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika menggunakan akad
mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad hutang piutang melainkan
penyertaan.
B.
Jenis
- Jenis Obligasi Syariah (Sukuk)
1.
Sukuk Mudharabah
Obligasi syariah (sukuk) mudharabah
adalah kerja sama dengan skema bagi hasil pendapatan atau keuntungan antara
pemilik modal dengan pengelola modal. Beberapa alasan yang mendasari pemilihan
struktur mudharabah ini, diantaranya:
a.
Bentuk padanan
yang paling sesuai untuk investasi dalam jumlah besar dan jangka yang relative
panjang.
b.
Dapat digunakan
untuk padanan umum seperti pendanaan modal kerja ataupun pendanaan capital
expenditure.
c.
Mudharabah
merupakan percampuan keja sama antara modal dan jasa (kegiatan usaha) sehingga
membuat strukturnya memungkinkan untuk tidak memerlukan jaminan atas asset yang
spesifik. Hal ini berbeda dengan struktur yang menggunakan dasar akad jual beli
yang mensyaratkan jaminan atas asset yang didanai.[4]
2.
Sukuk ijarah
Sukuk ijarah adalah akad pemindahan
hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
Pemegang sukuk ijarah akan mendapatkan keuntungan berupa fee (sewa) dari
asset yang disewakan. Penerbitan
sukuk al-ijarah dimulai dari suatu akad jual beli asset (misalnya gedung
dan tanah) oleh pemerintah atau perusahaan kepada suatu perusahaan yang
ditunjuk,
CONTOH
-
PT
X, untuk suatu jangka waktu tertentu dengan janji membeli kembali setelah
jangka waktu tersebut berakhir. Dalam hal ini, Bank syariah adalah pemilik
asset yang menjualnya kepada PT X sebagai SPV, untuk jangka waktu tertentu
dengan janji membeli kembali setelah jangka waktu tersebut berakhir. Akad jual
beli ini pada saat bersamaan diikuti dengan akad penyewaan kembali asset
tersebut oleh PT X kepada bank syariah selama jangka waktu tersebut. Dengan
demikian, akad ini tidak mengubah pemanfaatan terhadap asset tersebut. Dalam
istilah keuangan, transaksi seperti ini dikenal dengan back-to-back-lease, dan
untuk itu PT X diperlukan sebagai SPV, yaitu perusahaan yang khusus didirikan
dalam penerbitan sukuk ini.
[5]
Ketentuan akad ijarah
sebagai berikut:
1.
Objeknya dapat
berupa barang (hata fidik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan)
maupun berbentuk jasa.
2.
Manfaat dari
objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan di sepakati oleh kedua belah
pihak.ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyaakan secara
spesifik.
3.
Penyewa harus
membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
4.
Pemakai manfaat
(penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap
terjaga.
5.
Pembeli sewa
haruslah pemilik mutlak.
3.
Sukuk Musyarokah
Sukuk musyarakah yaitu sukuk yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah, yaitu dua pihak atau
lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiyayai kegiatan usaha. Keuntungan
ataupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah
partisipasi modal masing masing pihak. Sukuk musyarakah ini merupakan
sertifikat kepemilikan permanen, yang dimiliki oleh sebuah perusahaan ataupun
unit bisnis dengan pengawasan dari pihak manajemen.
4.
Sukuk Istisna
Sukuk instisna’ yaitu sukuk yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’, yaitu para pihak
menyepakati jual beli dalam rangka pembiyayaan suatu proyek atau barang. Harga,
waktu penyerahan, dan spesifikasi barang atau proyek ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
CONTOH
- Pembangunan sebuah
gedung yang menghabiskan dana sebesar US$ 150 Juta dan ditambah mark-up sebesar
10%. uang sebesar itu harus kembali tanpa adanya prinsip diferensiasi dan
diskon (coupon). Dana sejumlah ini dapat dibuat menjadi sebuah
sertifikat utang yang tidak dapat diperdagangkan yang mirip dengan zero-coupon
bound dalam beberapa fiturnya. Sebagaimana disebutkan bahwa islam melarang
perdagangan utang, sertifikat ini tidak bisa di perdagangkan.
5.
Suku Salam
Dalam bentuk ini dana dibayarkan
dimuka dan komuditas menjadi utang. Dana juga dalam betuk sertifikat yang
mempresentasikan utang. Sertifikat ini juga tidak bisa diperdagangkan.
C.
Landasan
Sukuk
a)
Al-Qur’an, Adapun dalil
yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (Obligasi Syariah) adalah :
Artinya : “Orang-orang
yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Baqarah: 275).[6]
b)
Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits
yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
عن عمرو بن عوف المزاني قال رسول الله ص م : الصّلْح جائز بين الْمسلمين الا
صلْحا حرّم حلالا أَو أَحلّ حراما والْمسلمون علَى شروطهِم إلا شرطا حرّم حلالا أو
أحلّ حراما (رواه امام الترمذى)
“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
D.
Prosedur
Melakukan Investasi Obligasi
1.
Membuka rekening
Tahap awal yang harus dilakukan
dalam proses transaksi obligasi adalah memilih perusahaan sekuritas yang
memiliki devisi fixed income yang menangani pembelian dan penjualan obligasi.
Pilih perusahaan yang pengalaman, tim yang solid ataupun riset atau fee yang
kompetitif.
2.
Memahami produk
obligasi
Pada tahap ini, investor dianjurkan
untuk mempelajari seluk-beluk informasi yang dibutuhkan mengenai obligasi, baik
mengenai investasinya sendiri, potensi resiko yang terkandung, maupun potensi
keuntungannya. Hal ini dapat diperoleh dengan mempelajarinya secara mandiri,
bertanya kepada bagian riset perusahaan sekuritas, di mana investor membuka
rekening atau melalui internet.
3.
Melakukan
analisis
Analisis yang dilakukan, agar
keputusan yang diambil sesuai dengan apa yang diinginkan, yaiitu kestabilan
pendapatan. Aspek-aspek yang dibutuhkan seperti kupon, jangka waktu, nilai
penerbitan, dan peringkat. Latar belakang serta profil penerbit juga menjadi
pertimbangan sndiri. Dengan informasi yang lengkap, diharapkan keputusan yang
diambil tidak menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dianjurkan untuk
membandingkan antara obligasi sejenis.
4.
Memberikan
amanat beli
Setelah melalui analisis, investor
memperoleh jenis oligasi yang ingin dibeli. Tahap selanjutnya yaitu memberikan
amanat pembelian kepada trender atau broker obligasi yang telahkita pilih.
Pihak trender akan melakukan pembelian obligasi sesuai dengan jenis serta harga
yang diinginkan.
5.
Menyiapkan dana
Membeli obligasi membutuhkan dana yang
tidak sedikit. Satuan pembelian obligasi biasanya bernilai Rp 1 miliar,
sehingga sulit bagi investor individu untuk dapat ikut berinvestasi dalam
obligasi.
6.
Menyelesaikan
pembayaran obligasi
Pembayaran dana membelian obligasi
dilakukan melalui transver ke rekening perusahaan sekuritas tersebut. Setelah
pembayaran selesai, maka investor sebagai pembeli tinggal menunggu proses
settlement atau transaksi tersebut. Obligasi yang telah dibeli akan tercantum
didalam rekening perusahaan sekuritas yang tercatat di KSEI (Kustodian Sentral
Efek Indonesia).
Pemindatanganan
hak atas obligasi akan sangat mudah dilakukan secara elektronik, karena saat
ini fiik obligasi tidak lagi brupa sertifikat, namun sudah scriptless (tahap
warkat). Administrasi pembukuan akan dilakukan oleh bank custodian perusahaan
sekuritas. Untuk hal ini, temtunya bank bersangkutan akan memungut biaya
tertentu.[7]
E.
Pihak
Yang Terlibat Dalam Penerbitan Suku
1.
Obligor
Adalah pihak yang bertanggung jawab
atas pembayaran imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan
sukuk jatuh tempo.
2.
Special Purpose
Vehisle (SPV)
Adalah badan hokum yang didirikan
khusus untuk penerbitan sukuk sertifikat dengan fungsi:
a.
Sebagai penerbit
sukuk
b.
Menjadi
counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan asset
c.
Bertindak
sebagai wali amanah untuk mewakili kepentingan investor.
d.
Investor
Adalah pemegang
sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai nominal sukuk sesuai
partisipasi masing-masing.
F.
Perbedaan
Obligasi Syariah dan Konvensional
Adapun perbedaan Obligasi syariah
(Sukuk) dengan obligasi konvensional adalah sebagai berikut:
Variabel
Pembeda
|
Obligasi
Syariah (Sukuk)
|
Obligasi
Konvensional
|
|
Mudharabah
|
Ijarah
|
||
Akad
|
mudharabah
|
Ijarah
|
Tidak
ada
|
Jenis
transaksi
|
Uncertainty
contact
|
Certainty
contact
|
-
|
Sifat
Instrumen
|
Sertifikat
kepemilikan penyertaan atas suatu asset
|
Sertifikat
kepemilikan penyertaan atas suatu asset
|
Instrumen
pengakuan utang
|
Penerbit
|
Pemerintah,
korporasi
|
Pemerintah,
korporasi
|
Pemerintah,
korporasi
|
Pihak
yang terkait
|
Obligor,
SPV, Investor
|
Obligor,
SPV, Investor
|
Obligor,
Investor
|
Harga
penawaran
|
100%
|
100%
|
100%
|
Kupon
|
Bagi
hasil
|
Imbalan
|
Bunga
|
Pembayaran
pokok
|
Bullet
atau amortisasi
|
Bullet
atau amortisasi
|
Bullet
atau amortisasi
|
Jangka
waktu
|
Pendek-menengah
|
Pendek-menengah
|
Menengah-Panjang
|
Pengembalian
|
Indikatif
berdasarkan pendapatan
|
Ditentukan
sebelumnya
|
Float
atau tetap
|
Jenis
investor
|
Syariah
|
Syariah
|
Konvensional
|
Akibat
|
Halal
|
Halal
|
Haram
|
Hukum
|
Maslahat
dunia dan akhirat
|
Maslahat
dunia dan akhirat
|
Madharat
|
Harga
|
Harga
pasar
|
Harga
pasar
|
Harga
pasar
|
Penggunaan
hasil penerbitan
|
Harus
sesuai syariah
|
Harus
sesuai syariah
|
Bebas
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Obligasi syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip-prinsip yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten
untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Akad yang dapat
digunakan dalam penerbitan obligasi syariah meliputi mudharabah, musyarakah,
salam, istisna, dan ijarah. Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang obligasi
syariah sesuai akad yang digunakan. Pemindahan kepemilikan obligasi syariah
juga mengikti akad-akad yang digunakan.
Obligasi syariah
(Sukuk) berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, Prosedur melakukan investasi obligasi
meliputi Membuka rekening, memahami produk obligasi, melakukan analisis,
memberikan amanat beli, menyiapkan dana dan menyelesaikan pembayaran obligasi. Pihak
yang terlibat dalam sukuk adalah obligor, SPV (Special Purpose Vehisle),
dan Investor. Perbrdaan Obligasi syariah (Sukuk) dan obligasi konvensional
adalah penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga
B.
Saran
Alhamdulilah,
akhirnya penelitian
ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga dapat bermsanfaat dan menjadi
berguna untuk menambah wawasan didalam ilmu pengetuhuan. Penulis berharap apabila
ada kesalahan didalam penulisan, mohon dimaafkan. Besar harapan untuk para
pembaca semmoga dapat memberikan saran dan kritik demmi kesempurnaan hasil penelitian ini. Dan semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Manan, 2012, Hukum Eonomi Syariah
(Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), Kencana Prenada Medi Group:
Jakarta.
Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank syariah, Raja
Grafindo Persada: Jakarta.
Khaerul Umam, 2013, Pasar Modal Syariah dan
Praktek Pasar Modal syariah, Pustaka Setia: Bandung.
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, 2013, Lembaga
Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis, PT Fajar Interpratama
Mandiri: Jakarta.
Nurul huda dan Mustafa Edwin nasution, Current
Issues Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2009
(Q.S.
al-Baqarah: 275).
[2]
Nurul
huda dan Mustafa Edwin nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,
(Kencana, Jakarta: 2009), hlm., 314.
[3]
Khaerul
Umam, Pasar Modal Syariah dan Praktek Pasar Modal syariah, (Pustaka Setia,
Bandung: 2013), hlm,. 173.
[4] Nurul Huda dan
Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan Praktis,
(PT Fajar Interpratama Mandiri, Jakarta: 2013), hlm., 239-244.
[7]Abdul Manan, Hukum
Eonomi Syariah (Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama), (Kencana
Prenada Medi Group, Jakarta: 2012), hlm., 334-338.
No comments:
Post a Comment