1

loading...

Tuesday, October 23, 2018

MAKALAH POLITIK ETIKA

MAKALAH POLITIK ETIKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   LATAR BELAKANG
Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup,kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia.inilah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat di kembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuaan lahiriya dan kebahagiaan rohaniyah.dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang di cita-cita kan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian dari pancasila ?
2.      Apakah pengertian dari politik ?
3.      Bagaimana awal munculnya etika politik ?
4.      Apakah yang dimaksud dengan etika politik ?
5.      Bagaimana peran Pancasila sebagai etika politik di Indonesia
1.3 TUJUAN PENULISAN
Para pembaca akan mengetahui tentang awal munculnya etika politik, memahami pengertian dari etika dan memahami pengertian dari politik, karena sebelum kita mempelejari apa itu yang dimaksud dengan etika politik kita harus memahami dulu apa pengertian dari Etika. Dan juga dengan membaca makalah kami ini pembaca dapat memahami apa yang di maksud dengan etika politik, mengetahui serta memahami pengertian dari nilai, norma dan moral.
BAB II
PEMBAHASAN
 2.1 Pengertian Etika.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaiman dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno,1987).Menurut Bartens, ada tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup manusia perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk (sama dengan filsafat moral).Etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan  dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. [1]
Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan pandangan moral.
1.      Pengertian Nilai,Norma,dan Moral
a.       Pengertian Nilai
Nilai atau “velue” (bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai di bahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai {Axiology, Theory of value}Filsafat juga sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai.
b.      Hakikat Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan tentang hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masing dan menentukan tentang pengertian serta hakikat nilai.Misalnya kalangan tenalis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai material.Kalangan Hedonisme berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah kenikmatan.Pada hakikatnya segala sesuatu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut bagi manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut sangat beraneka ragam,tergantung dalam sudut pandang dalam rangka penggolangan tersebut.
2.      Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praksis
Dalam kaitanya dengan derivasi atau penjabarabya maka nilai-nilai dapat dikelompokan menjadi 3 macam yaitu niali dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
a.       Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak bisa diamati oleh indra manusia ,namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa ilmiah di sebut dasar ontogilis) yaitu merupakan hakikat esensi,intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut.
b.      Nilai Instrumental
Untuk direalisasikan dalam suatu kehidupan praksismaka nialai dasar tersebut di atas harus memiliki formasi atau parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat di arahkan.bilamana nilai instrumental itu berkaitan dengan dalam tingakah laku manusia dalamdalam kehidupan sehari-hari maka hal itu adalah suatau knorma moral.namun jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi dan Negara maka nilai instrumental-instrumental itu merupakan nilai arahan,kebijaksanaan atau strategi yang bersumber dari niali dasar.
c.       Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut tentang nilai instrumental dalam kehidupan yang nyata.sehingga nilai praksisi ini meruakan perwujudan dari nilai instrumental itu.atau bahkan tidak bisa bertentangan.artinya oleh karena Dapat pula dimungkinkan berbeda-beda wujudnya,namun demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak bisa bertentangan.artinya oleh karena nilai dasar,nilai instrumental,dan nilai praksis itu merupakan suatu perwujudantidak boleh menyimpang dari system tersebut.
3.      Hubungan Nilai,Norma,dan Moral
Nilai berbeda dengan fakta,dimana fakta dapat diobservasi suatau verifikasi empiris,sedangkan niali abstrak yang hanya dapat dipahami,dimengerti,dan dihayati oleh manusia.nilai berkaitan juga dengan harapan,cita-cita,impian dan segala sesuatu pertimbangan internal(batiniah) manusia.Nilai demikian bukan merupakan nilai yang kongkrit yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia,dan nilai dapat bersifat subjektif dan objektif.Bersifat subjektif manakala niali tersebut diberikan oleh subjek
Sebagai pendukung pokok nilai.                                                                                                                                                                                       
2.3 Pengertian Politik.
Menurut Miriam budiardjo Politik adalah macam-macam kegiatan seseorang,  sekelompok orang, dan lembaga-lembaga dalam suatu Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu di tentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat. Politik juga menyangkut berbagai kegiatan kelompok  termasuk partai politik.Menurut soutau politik adalah ilmu yang mempelajari Negara tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antar Negara dan warga negaranya serta dengan Negara lain. Menurut davideaston politik adalah bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi kebijakan dan pihak yang berwenang, yang di terima untuk suatu masyarakat, dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu.
Pengertian politik berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara” yang menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada.  Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Secara operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionsmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian (distributions) serta alokasi (allocation).Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa, maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam pengertian yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
a.       Dimensi Politik Manusia
Berbagai paham antropologi filsafat memandabg sifat kodrat manusia,dari kacamata yang berbeda-beda.paham induvidualisme yang merupakan cikal bakal dari paham liberalism,memandang manusia sebagai makhluk induvudu yang luas dan bebas.kosekuensinya dalam setiap kehidupan masyarakat,bangsa maupun Negara dasar ontologism ini merupakan dasar morak politik bangsa.segala hak dan kewajiban bersama selalu diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma kodrat manusia sebagai individu.selanjutnya kalangan kolektivisme yang meruopakan cikal bakal dari paham sosialisme dam komunisme memendang sifat kodrat manusia sebagai makhlik social saja.individu menurut paham kolektivisme di anggap sebagai sarana bagi masyarakat.oleh karena itu konsekuensiny adalah segala spek dalm kehidupan manusia,bangsa dan Negara,paham kolektivisme  mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk social.segala hak dan kewajiban baik moral maupun hokum,dalam hubunagan masyarakat,bangsa dan Negara selalu diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makahluk social.
b.      Dimensi politik kehidupan manusia
dalam kehidupan manusia secara alamiah,jaminan kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun social sulit untuk di laksanakan,karena terjadi pembenturan kepentingan di antara mereka sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat.dalam inilah manusia membutuhkan masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya,dan masyarakat itulah yang di sebut Negara.oleh karena itu kodrat manusia sebagai makhluk individu dan social,dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan hokum dan Negara,system-sitem nilai serta ideology yang memberikan legitimasi kepadanya.
c.       Politik dan Hukum
Politik dan hukum dapat diibaratkan sebagai dua sisi dari salah satu mata uang logam pengibaratan itu member makna bahwa hubungan antara politik dan hokum sangatlah erat.bila kita membahas atau membicarakan penyelenggaran Negara atau pemerinthan baik di tingkat pusat maupun daerah maka politik dan hokum selalu mendapat tempat yang utama.pada masa orde baru bidang hokum selalu disatukan dengan bidang politik atau pembangunan hukum menjadi bagian dari pembnagunan politik.hal tersebut bukan berarti bidang politi dan hokum atau masing-masing bidang tersebut tidak erat kaitannya dengan bidang-bidang lainnya seperti ekonomi,social budaya,hankam,luar negri dan sebagainya.tetapi hubunagan hokum dan politik melibihi keertan hubungan kedua bidang tersebut dengan bidang-bidang laninya itu.hukum selau menjadi saran politil dari politik untuk mempengrihi,membangun dan mengembangkan bidang-bidang lainnya.dalam hal inilah berlaku tesis bahwa “hukum adalah utusan politi”(law is a political decision).
Agar lebih memehami politik hukum itu maka perlu di kemukakan  terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan politik dan apa yang di maksud dengan hukum.
d.      Negara,system politik,format politik,dan konfigurasi politik
1.      Negara dan Pemerintahannya
Negara demokrasi konstisional atau Negara hukum dan demokratis,umumnya system politiknya adalah sisitem politik yang demokratis,sedang pada Negara kekuasaan (machpsstaat)sisitem politik yang di anut adalah sisitem politik yang otoriter atau autokrasi atau nondemokrasi.
Ciri dari Negara demokrasi konstisional adalah para pemerintahannya adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
Negara kekuasaan(machpsstaat)atau wikursstaat adalah Negara yang memerintah menurut kehendaknya sendiri
Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk. Dengan runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan tentang masyarakat dan negara, seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di tata dan siapa yang harus menata, apa tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya. Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan hierarkis kosmos tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum, negara dan hak raja untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak jelas pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik. Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut refleksi filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika politik lebih berperan pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum. Filsafat politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis bagi kepentingan tertentu.Al-Ghazali merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad pertengahan yang memiliki corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan relevan dengan hal tersebut. Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik) seperti dalam teorinya bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan moral yang memenuhi beberapa kriteria yang al-Ghazali idealkan.
 Masih dimungkinkan sebagai referensi dalam menata sebuah negara pada masa sekarang dari beberapa teori tentang filsafat politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.Konsepsi etika politik al-Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan masyarakat dan aparatur negara yang mempunyai moral yang baik dengan ditopang oleh agama sebagai dasar negara. Seorang pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah seorang yang mengerti tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus diterapkan dalam menjalankan sistem pemerintahan.
2.4 Awal Munculnya Etika Politik
Etika politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk. Dengan runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan tentang masyarakat dan negara, seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di tata dan siapa yang harus menata, apa tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya. Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, etika politik bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan hierarkis kosmos tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum, negara dan hak raja untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak jelas pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik. Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut refleksi filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika politik lebih berperan pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum. Filsafat politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis bagi kepentingan tertentu.
Al-Ghazali merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad pertengahan yang memiliki corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan relevan dengan hal tersebut. Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik) seperti dalam teorinya bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan moral yang memenuhi beberapa kriteria yang al-Ghazali idealkan. Masih dimungkinkan sebagai referensi dalam menata sebuah negara pada masa sekarang dari beberapa teori tentang filsafat politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.Konsepsi etika politik al-Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan masyarakat dan aparatur negara yang mempunyai moral yang baik dengan ditopang oleh agama sebagai dasar negara. Seorang pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah seorang yang mengerti tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus diterapkan dalam menjalankan sistem pemerintahan.
2.5  Etika Politik
Pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika, yakni manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan politik.
Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus nilai objektif juga) hasil kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan .
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk menuntut pertanggung jawaban. Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

2.5  Peran Pancasila sebagai Sumber Etika Politik di Indonesia
Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias ditukar-balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila Pancasila.
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan legitimasi moral.
2.      Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan penyelenggaran negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.
3.      Persatuan Indonesia
Persatuan berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keuthan negara dan kebaikan besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi moral.
4.      Kerakyatanyang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki “legitimasi demokratis”.

5.      Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip “legalitas”. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau slaah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.
Etika politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Dalam penerapan etika politik Pancasila di Indonesia tentunya mempunyai beberapa kendala-kendala, yaitu :
1.      Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari kelemahan-kelemahan dan kekurangannya, baik secara konseptual maupun praksis. Hingga muncul sebuah keyakinan bahwa etika politik menjadi satu-satunya cara yang efektif dan efisien dalam mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah ideologi tersendiri.
2.      Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih lengkap disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan membuahkan apa-apa.
















BAB III
PENUTUP
 3.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari analisis permasalahan dalam makalah ini adalah Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsaIndonesia yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam sila-silanya. yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuaidengan kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh pancasilatelah terukir berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas moralitas, politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan dan kesatuan.Seluruh aspek tersebut senafas, sejiwa, merupakan suatu totalitas saling hidup menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.
3.2 Saran
Kita sebagai para calon penerus masa depan untuk Negara yang kita cintai ini tanah air Indonesia sudah sepatutnya bahwasannya kita berkewajiban mempelajari serta menjunjung tinggi pancasila, karena pancasila sebagai landasan dalam kehidupan manusia , pancasila sebagai etika dalam berpolitik. Jadi akan menciptakan masyarkat yang beretika serta taat pada aturan yang ada. Bagi para mahasiswa maupun para pembaca bisa menerapkan setiap sila-sila pancasila yang sangat bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari dalam bidang akademik maupun non akademik pun juga bisa diterapkan.



Daftar Pustaka
Suseno Von Magnis. 1978. Etika Politi., Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern.  Jakarta : PT. Gramedia.
Hasan, M. Iqbal, M.M. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Gusmansyah Wery. 2015. Resume Mata Kuliah Pancasila. Bengkulu : Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.




[1] Wery gusmansyah, pancasila, hlm 13

No comments:

Post a Comment