MAKALAH STUDI ISLAM “MUHAMMAD SALALAHU ALAIHI WASSALAM” (MASA KECIL NABI MUHAMMAD SALALAHU ALAIHI WASSALAM)
A. Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa
Kecil
1. Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi
Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya
disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah
berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat
kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara
padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian,
tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat
ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya
tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi
Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak berselang beberapa hari, banyak kejadian yang
terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah tampak kelihatan
berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wa’ Salam bertambah banyak, kambing miliknya
bertambah gemuk dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira
setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan sesudah
beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya,
Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira,
tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa
kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan
sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu
diterima baik, kemudian Nabi Salallahu
Alaihi Wa’ Salam, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad
sampai berumur empat tahun.
2. Kejadian yang Aneh
Sebuah
hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril mendatangi
Muhammad Salallahu Alaihi Wa’ Salam di saat beliau sedang bermain-main
dengan anak-anak lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan,
dibedah dadanya lalu dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal
darah hitam, lalu Malaikat Jibril berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam
tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor
kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau
ditutup kembali.
Anak-anak
lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan
bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang ke tempat
beliau dan mereka melihat Muhammad Salallahu
Alaihi Wa’ Salam dalam
keadaan cemas dan pucat pasi.
3. Kematian Ibu
Dengan
adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap
keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau
hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah
merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara
mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh
perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad Salallahu Alaihi Wa’ Salam, disertai pembantu wanitanya, Ummu
Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama sebulan di
Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke Makkah. Dalam
perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’,
yang terletak antara Makkah dan Madinah.
4. Kematian Kakek
Kemudian
beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih
sayang didalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin
terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama.
Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya
sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang
kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.
Pada
usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul
Muththolib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu
Thalib, saudara kandung bapak beliau.
5. Dibawah Asuhan Abu Thalib
Abu
Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap
seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau
daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga
berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib,
hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan
orang lain demi membela diri beliau.
6. Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu
Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di
Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,”
Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita
berdoa meminta hujan.”
Maka
Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah
matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan
pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia
memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah.
Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung,
tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang
sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu
Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri
meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.
No comments:
Post a Comment