1

loading...

Tuesday, October 30, 2018

MAKALAH STUDI ISLAM (MASA KECIL NABI MUHAMMAD SALALAHU ALAIHI WASSALAM)

MAKALAH STUDI ISLAM  “MUHAMMAD SALALAHU ALAIHI WASSALAM”  (MASA KECIL NABI MUHAMMAD SALALAHU ALAIHI WASSALAM)


A.    Sejarah Kehidupan Nabi Muhammad Semasa Kecil
1.      Nabi Muhammad di Dusun Bani Sa'ad
Nabi Muhammad diserahkan kepada Halimah, seorang dari dusun Bani Sa'ad, supaya disusukan dan diasuh di dusun itu, sesuai dengan adat kebiasaan yang telah berlaku dalam lingkungan para bangsawan Quraisy pada masa itu.
Adat kebiasaan para bangsawan Quraisy bertujuan agar anak itu hidup didalam udara padang pasir yang bersih dan dalam suasana yang bebas merdeka. Dengan demikian, tubuh anak dapat tumbuh dengan segar dan sehat, kecerdasan pikirannya dapat ditunjang dengan semangat hidup yang bebas merdeka karena dalam pergaulannya tidak dipengaruhi oleh pergaulan hidup orang asing.
Nabi Muhammad disusukan dan diasuh oleh Halimah, tetapi tidak  berselang beberapa hari, banyak kejadian yang terjadi diantaranya, keadaan rumah tangga dan keluarga Halimah tampak kelihatan berbahagia. Air susunya yang untuk disusukan kepada Nabi Salallahu Alaihi Wa’ Salam bertambah banyak, kambing miliknya bertambah gemuk dan keadaan segala sesuatu miliknya bertambah baik.
Kira-kira setelah dua tahun Nabi Muhammad disusui dan diasuh oleh Halimah, dan sesudah beliau dihentikan menyusu, lalu oleh Halimah diantar kembali kepada ibunya, Aminah. Oleh Aminah, kedatangan anaknya itu disambut dengan sangat gembira, tetapi kepada Halimah dia meminta dan mengharap supaya anaknya itu dibawa kembali ke dusunnya karena Aminah khawatir tubuh anaknya yang tampak subur dan sehat itu akan terganggu penyakit di kota Makkkah. Oleh Halimah,permintaan itu diterima baik, kemudian Nabi Salallahu Alaihi Wa’ Salam, dibawa lagi ke dusun Bani Sa'ad sampai berumur empat tahun.
2.      Kejadian yang Aneh
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Anas mengatakan, bahwa Malaikat Jibril mendatangi Muhammad Salallahu Alaihi Wa’ Salam di saat beliau sedang bermain-main dengan anak-anak lainnya. Beliau kemudian diajak pergi, lalu dibaringkan, dibedah dadanya lalu dikeluarkan hatinya. Dari hati beliau diambil segumpal darah hitam, lalu Malaikat Jibril berkata: “Inilah bagian setan yang ada dalam tubuhmu!”. Hati beliau lalu di cuci dengan air Zamzam dalam sebuah bokor kencana, kemudian diletakkan kembali pada tempat semula, lalu dada beliau ditutup kembali.
Anak-anak lain yang bermain-main dengan beliau lari menemui ibu susuan dan memberitahukan bahwa Muhammad SAW mati dibunuh orang. Semua anggota keluarga datang ke tempat beliau dan mereka melihat Muhammad Salallahu Alaihi Wa’ Salam dalam keadaan cemas dan pucat pasi.


3.      Kematian Ibu
Dengan adanya peristiwa pembelahan dada itu. Halimah merasa khawatir terhadap keselamatan beliau hingga dia mengembalikannya kepada ibu beliau. Maka beliau hidup bersama ibunda tercinta hingga berumur 6 tahun.
Aminah merasa perlu mengenang suaminya yang telah meninggal dunia dengan cara mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Maka dia pergi dari Makkah untuk menempuh perjalanan sejauh 500 kilometer bersama putranya yang yatim, Muhammad Salallahu Alaihi Wa’ Salam, disertai pembantu wanitanya, Ummu Aiman. Abdul Muththalib mendukung hal ini. Setelah menetap selama sebulan di Madinah, Aminah dan rombongannya siap-siap untuk kembali ke Makkah. Dalam perjalanan pulang itu dia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia di Abwa’, yang terletak antara Makkah dan Madinah.
4.      Kematian Kakek
Kemudian beliau kembali ke tempat kakeknya, Abdul Muththolib di Makkah. Perasaan kasih sayang didalam sanubarinya terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk, cucunya yang harus menghadapi cobaan baru di atas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang, yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.
Pada usia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari dari umur Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kakek beliau meninggal dunia di Makkah. Abdul Muththolib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya, Abu Thalib, saudara kandung bapak beliau.
5.      Dibawah Asuhan Abu Thalib
Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anak sendiri. Bahkan, Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan beliau daripada anak-anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. Hingga berumur lebih dari 40 tahun beliau mendapat kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup di bawah penjagaannya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri beliau.
6.      Meminta Hujan dengan Wajah Beliau
Ibnu Asakir mentakhrij dari Julhumah bin Arfathah, dia berkata, “Tatkala aku tiba di Makkah, orang-orang sedang dilanda paceklik. Orang-orang Quraisy berkata,” Wahai Abu Thalib, lembah sedang kekeringan dan kemiskinan melanda.Marilah kita berdoa meminta hujan.”
Maka Abu Thalib keluar bersama seorang anak kecil, yang seolah-olah wajahnya adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Di sekitar Abu Thalib juga ada beberapa anak kecil lainnya. Dia memegang anak kecil itu dan memenempelkan punggungnya ke dinding Ka’bah. Jari-jemarinya memegangi anak itu. Langit yang tadinya bersih dari mendung, tiba-tiba mendung itu datang dari seluruh penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras, hingga lembah-lembah terairi dan ladang-ladang menjadi subur. Abu Thalib mengisyaratkan hal ini dalam syair yang dibacakannya, “Putih berseri meminta hujan dengan wajahnya penolong anak yatim dan pelindung wanita janda.


No comments:

Post a Comment