MAKALAH BUDIDAYA IKAN PATIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi
masyarakat Indonesia ikan Ptin merupakan salah satu jenis ikan konsumsi yang
cukup digemari oleh masyarakat. Umumnya ada 2 jenis patin yang ada dipasaran
saat ini, yaitu patin lokal dan patin siam. Patin lokal adalah patin asli Indonesia
dari sungai-sungai besar Sumatera dan Kalimantan, sedangkan patin siam
merupakan jenis patin yang diproduksi di Thailand.
Ikan patin
merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak
dengan punggung berwarna kebiru‐biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek
cerah, karena memiliki harga jual yang tinggi. Ikan patin memiliki rasa yang
lezat dan dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti pindang, digoreng
atau diolah menjadi hidangan lainnya. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin
mendapat perhatian dan diminati oleh para pengusaha untuk membudidayakannya.
Dibeberapa
daerah sentra penghasil patin lokal, seperti Sumatera dan Kalimantan. Ikan
patin ini dengan mudah ditemui disungai-sungai atau danau. Selain
mengandalkankan penangkapan diperairan umum patin merupakan jenis ikan budidaya
potensial yang banyak dipelihara pembudidaya ikan dipulau Jawa sampai dikawasan
timur Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran patin sudah
hampir mencakup seluruh wilayah tanah air.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Ikan Patin ?
2. Bagaimana
Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup dari Ikan Patin ?
3.
Apa saja Jenis-Jenis Patin ?
4.
Bagaimana Pengendalian hama penyakit dalam budidaya Ikan Patin dan Apa saja penyakit yang menyerang
Ikan Patin ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari Ikan Patin.
2. Untuk
mengetahui Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup dari Ikan Patin.
3.
Untuk mengetahui Jenis-Jenis
Patin.
4.
Untuk mengetahui pengendalian hama penyakit dalam budidaya Ikan
Patin dan penyakit yang menyerang
Ikan Patin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ikan Patin
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan panjang
berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru‐biruan. Ikan patin
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang
tinggi. Ikan patin memiliki rasa yang lezat dan dapat diolah menjadi berbagai
jenis makanan seperti pindang, digoreng atau diolah menjadi hidangan lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh
para pengusaha untuk membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap
pemberian makanan tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan
patin bisa mencapai panjang 35‐40 cm. Sebagai keluargaPangasidae, ikan ini tidak membutuhkan perairan
yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang tidak mengalir
dengan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi syarat untuk membesarkan
ikan ini.
Ikan patin berbadan panjang untuk
ukuran ikan tawar lokal, warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru‐biruan. Kepala
ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah
(merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang
kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.[1]
Dibeberapa
daerah sentra penghasil patin lokal, seperti Sumatera dan Kalimantan. Ikan
patin ini dengan mudah ditemui disungai-sungai atau danau. Selain
mengandalkankan penangkapan diperairan umum patin merupakan jenis ikan budidaya
potensial yang banyak dipelihara pembudidaya ikan dipulau Jawa sampai dikawasan
timur Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penyebaran patin sudah
hampir mencakup seluruh wilayah tanah air.
1.
Bergizi Tinggi
Selain rasanya
yang enak, nilai protein daging patin juga tergolong tinggi, mencapai 69,6%.
Kandungan gizi lainnya adalah lemak 5,8%, abu 3,5%, dan air 59,3%. Adapun bobot
ikan setelah disiangi sebesar 79,7% dari bobot awalnya. Sedangkan filet yang
diperoleh dari bobot ikan seberat 1-2 kg mencapai 61,7%.
2.
Harga jual yang Menjanjikan
Patin termasuk jenis ikan air tawar
yang memiliki nilai bernilai ekonomi penting. Harga jualnya cukup menjanjikan
umumnya diatas harga jual rata-rata ikan konsumsi yang lain. Mahalnya harga
jual patin karena rasa dagingnya yang enak, lezat, dan gurih. Dari semua jenis
ikan keluarga lele lelean rasa daging patin boleh dibilang termasuk yang sangat
enak. Tidak mengherankan jika saat ini banyak rumah makan atau restoran yang
menyediakan olahan ikan patin sebagai menu utamanya.
Bahkan, tidak sedikit orang yang
menjadi fanatik mengkosumsi daging patin khusus di Sumatra, menu patin yang
paling terkenal adalah “patin asam pedas” yang menjadi masakan favorit masyarakat
etnis melayu dan terkenal hingga kenegara tetangga, seperti Malaysia,
Singapura, dan Brunai Darussalam, menu lainnya adalah pepes dan sup patin.
3.Mudah Dibudidayakan
Sebenarnya, budidaya patin tidaklah
sesulit dan serumit yang dibudidayakan selama ini. Selain dapat dipelihara
dikolam biasa seperti yang umun dilakukan pada pembudidayaan ikan lain.
Pemeliharaan ikan patin juga dapat dilakukan diberbagai media lain dilokasi
yang terbatas. Misalnya, didalam bak tembok atau bak fiberglass yang diletakkan
didalam ruangan, dikolam tanah yang dilapisi terpal, atau disaluran air yang
diberi pembatas agar ikan tidak kabur. Sama seperti ikan lele-lele lainnya,
patin tidak memiliki sisik, bentuk kepalanya relative kecil, mulutnya terletak
diujung kepala sebelah bawah. Disudut mulutnya terdapat dau pasang kumis yang
berfungsi sebagai alat pencari pakan dan peraba saat berenang.
B.
Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup
1. Kebutuhan
suhu dan alkalinitas
Patin sangat toleran terhadap
derajat keasaman (pH) air. Ikan ini dapat bertahan hidup di perairan dengan
derajat keasamaan yang agak asam (pH rendah) sampai basa (pH tinggi) dengan
angka pH 5-9. Pada dasarnya, patin akan tumbuh optimal jika kandungan oksigen
(O2) yang terdapat dalam air berkisa 3-6 ppm, kadar karbondioksida (CO2)
9-20 ppm, tingkat alkalinitas 80-250, dan suhu air 28-300 C.
2. Termasuk
Hewan Nokturnal
Di habitat aslinya, ikan ini selalu
bersembunyi didalam lubang-lubang, sebagai ikan nocturnal (aktif pada malam
hari), patin baru keluar dari liang persembunyiannya ketika hari mulai gelap.
Kebiasaan lain, ikan ini lebih banyak menetap didasar perairan daripada muncul
dipermukaan air. Karena itu, patin digolongkan sebagai ikan dasar perairan
(demersal). Hal ini dapat dibuktikan dari bentuk mulutnya yang melebar, seperti
mulut ikan-ikan demersal pada umumnya.
3.
Makanan Alami
Secara
alami, makanan patin dialam bebas berupa ikan-ikan kecil, cacing detritus
(mikroba pengurai didasar perairan), serangga, udang-udangan, moluska, dan
biji-bijian. Berdasarkan jenis makananya yang beragam tersebut, patin
dikategorikan sebagai ikan pemakan segala (omnivora).[2]
C. Jenis-Jenis
Patin
a) Patin
Bangkok
Pada awalnya, jenis patin yang populer
dibudidayakan di Indonesia adalah patin Bangkok atau jambal siam
atau patin siam (Pangasius hyphopthaimus). Patin jenis tersebut
merupakan jenis patin yang diproduksi dari Thailand. Sehingga sering juga
disebut dengan lele Bangkok. Patin Bangkok memiliki keunggulan menghasilkan
banyak telur, sehingga secara otomatis menghasilkan benih yang juga banyak.
Namun sayang dagingnya yang merah tidak begitu disukai oleh pasar ekspor.
b) Patin
Jambal
Patin jambal merupakan jenis patin lokal.
Patin ini banyak terdapat dibeberapa sungai besar di Sumatra dan Kalimantan.
Keunggulan patin ini terletak pada ukuran tubuhnya yang besar dan dagingnya
yang berwarna putih, sehingga disukai oleh pasar ekspor. Namun, jumlah telurnya
tidak begitu banyak, sehingga hasil benihnya pun sedikit.
c) Patin Super Harapan
Pertiwi (Pasupati)
Untuk
menutupi kekurangan pada kedua jenis patin sebelumnya, para ahli akhirnya
mengawinsilangkan patin siam betina dengan patin jambal jantan. Dari perkawinan
silang ini, dihasilkan patin unggul (Hibrida) yang disebut dengan patin super
harapan pertiwi (pasupati). Keunggulan patin pasupati diantaranya memiliki
daging yang berwarna putih, kadar lemak yang relative rendah, laju pertumbuhan
tubuh yang relatif cepat, dan jumlah telur yang relative banyak. Daging
berwarna putih dan bobot tubuh yang besar diturunkan dari patin jambal,
sedangkan jumlah telur yang relative banyak diturunkan dari patin siam.
D.
Pengendalian Hama penyakit dalam
Budidaya Ikan Patin dan Penyakit yang Menyerang Ikan Patin
Penyakit ikan patin
ada yang disebabkan infeksi dan non‐infeksi.
Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor
yang bukan patogen. Penyakit non‐infeksi
ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena
gangguan organisme patogen.
1)
Penyakit
akibat infeksi
Organisme
patogen yang menyebabkan infeksi biasanya berupa parasit, jamur, bakteri, dan
virus. Produksi benih ikan patin secara masal masih menemui beberapa kendala
antara lain karena sering mendapat serangan parasit Ichthyoptirus multifilis
(white spot) sehingga banyak benih patin yang mati, terutama benih yang berumur
1‐2 bulan. Dalam usaha pembesaran patin belum ada laporan yang
mengungkapkan secara lengkap serangan penyakit pada ikan patin, untuk
pencegahan. Beberapa penyakit akibat
infeksi berikut ini sebaiknya diperhatikan.
a.
Penyakit
parasit
Penyakit
white spot (bintik putih) disebabkan oleh parasit dari bangsa protozoa dari
jenis Ichthyoptirus multifilis Foquet. Pengendalian: menggunakan metil biru
atau methilene blue konsentrasi 1% (satu gram metil biru dalam 100 cc air).
Ikan yang sakit dimasukkan ke dalam bak air yang bersih, kemudian kedalamnya
masukkan larutan tadi. Ikan dibiarkan dalam larutan selama 24 jam. Lakukan
pengobatan berulang‐ulang selama tiga kali
dengan selang waktu sehari.
b.
Penyakit
jamur
Penyakit
jamur biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyakit ini
biasanya terjadi akibat adanya luka pada badan ikan. Penyebab penyakit jamur
adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp. Pada kondisi air yang jelek, kemungkinan
patin terserang jamur lebih besar. Pencegahan penyakit jamur dapat dilakukan
dengan cara menjaga kualitas air agar kondisinya selalu ideal bagi kehidupan
ikan patin. Ikan yang terlanjur sakit harus segera diobati. Obat yang biasanya
di pakai adalah malachyt green oxalate sejumlah 2‐3
g/m air (1 liter) selama 30 menit. Caranya rendam ikan yang sakit dengan
larutan tadi, dan di ulang sampai tiga hari berturut‐ turut.
c.
Penyakit
Bakteri
Penyakit
bakteri juga menjadi ancaman bagi ikan patin. Bakteri yang sering menyerang
adalah Aeromonas sp. dan Pseudo‐monas sp. Ikan yang
terserang akan mengalami pendarahan pada bagian tubuh terutama di bagian dada,
perut, dan pangkal sirip. Penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan patin
adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan‐ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan
Pseudomonas sp. Ikan patin yang terkena penyakit akibat bakteri, ternyata mudah
menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera
dimusnahkan. Sementara yang terinfeks, tetapi belum parah dapat dicoba dengan
beberapa cara pengobatan. Antara lain:
1.
Dengan
merendam ikan dalam larutan kalium permanganat (PK) 10‐20 ppm selama 30‐60
menit,
2.
Merendam
ikan dalam larutan nitrofuran 510 ppm selama 12‐24
jam, atau
3.
merendam
ikan dalam larutan oksitetrasiklin 5 ppm selama 24 jam.[3]
2)
Penyakit
non‐infeksi
Penyakit
non‐infeksi banyak diketemukan adalah keracunan dan kurang gizi.
Keracunan disebabkan oleh banyak faktor seperti pada pemberian pakan yang berjamur
dan berkuman atau karena pencemaran lingkungan perairan. Gejala keracunan dapat
diidentifikasi dari tingkah laku ikan.
a)
Ikan akan lemah, berenang megap‐megap dipermukaan air.
Pada kasus yang berbahaya, ikan berenang terbalik dan mati. Pada kasus kurang
gizi, ikan tampak kurus dan kepala terlihat lebih besar, tidak seimbang dengan
ukuran tubuh, kurang lincah dan berkembang tidak normal.
b)
Kendala yang sering dihadapi adalah serangan parasit Ichthyoptirus multifilis (white
spot) mengakibatkan banyak benih mati, terutama benih yang berumur 1‐2 bulan.
c)
Penyakit ini dapat membunuh ikan dalam waktu singkat.
d)
Organisme ini menempel pada tubuh ikan secara bergerombol sampai ratusan
jumlahnya sehingga akan terlihat seperti bintik‐bintik
putih.
e)
Tempat yang disukai adalah di bawah selaput lendir sekaligus merusak selaput
lendir tersebut.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di kolam bapak Baduwi
tepatnya di Desa Paret Tiga Riak Siabun 1.
Waktu penelitian pada
hari Minggu 14 -21 Oktober 2018 pukul 14.00 Wib.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Budidaya Ikan
Patin di Desa Paret Tiga Riak Siabun 1.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1.
Melalui wawancara dengan pemilik kolam
Budidaya Ikan Patin.
2.
Melakukan observasi melalui
internet dan langsung kelapangan.
3.
Melakukan dokumentasi.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Datang ketempat penelitian.
2. Wawancara dengan
pemilik kolam Budidaya Ikan Patin
3. Melihat
pemilik kolam memberikan makan pada ikan patin.
4. Melihat
budidaya Ikan Patin.
HASIL PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan pada tanggal
14-21 Oktober 2018, pukul 14.00 Wib, di kolam bapak Baduwi yaitu “Budidaya Ikan Patin”
tepatnya di Desa Paret Tiga Riak Siabun 1. Budidaya Ikan patin ataupun kolam
ikan patin bapak baduwi ini dirintis
pada bulan Mei 2016 sampai dengan sekarang 2018. Pada awalnya bapak Baduwi
membeli benih ikan patin dengan tetangga yang berumur 1 bulan sebanyak 600 ekor
benih ikan, tidak semuanya hidup dan sekarang sudah mencapai 800 ekor. Selama
masa pembudidayaan ikan patin ini terdapat ikan yang mati itu sebanyak 3 ekor. Ikan
patin yang dibudidayakan oleh pak Baduwi adalah jenis Ikan patin lokal yang berbadan panjang untuk ukuran ikan tawar lokal,
warna putih seperti perak, punggung berwarna kebiru‐biruan. Kepala
ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah.
Kolam ikan Bapak Baduwi berukuran 6x2m2,
dalam setiap 1 m2 itu bisa menampung ikan sebanyak 100 ekor¸ jadi
muatan atau penampung ikan di kolam bapak Baduwi mencapai 1200 ekor. Makanan
yang diberikan oleh bapak baduwi pada ikan patinnya yaitu pur, untuk
tambahannya berupa sawit, usus ayam itu semenjak umur dua bulan. Pak baduwi
memberikan makanan pada ikan patinnya itu sebanyak 2kali sehari yaitu pada pagi
hari dan sore hari. Jika panen maka pak baduwi menjualnya ke pasar dengan harga
Rp 15.000/kg. Hasil Pemanenan ikan patin dilakukan dalam 4 bulan sekali. Dan
pembersihan kolam dilakukan dalam seminggu sekali hanya untuk membuang
sisa-sisa makanan saja tidak menguras kolamnya. Dan kolam ini pun tepatnya
tidak jauh dari kediaman bapak baduwi, kolam ini terletak di samping rumah
bapak baduwi.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ikan patin merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan
panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiru‐biruan. Ikan patin
dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga jual yang
tinggi. Ikan patin memiliki rasa yang lezat dan dapat diolah menjadi berbagai
jenis makanan seperti pindang, digoreng atau diolah menjadi hidangan lainnya.
Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati oleh
para pengusaha untuk membudidayakannya. Patin juga mengandun gizi tinggi, selain rasanya yang enak, nilai protein daging
patin juga tergolong tinggi, mencapai 69,6%. Kandungan gizi lainnya adalah
lemak 5,8%, abu 3,5%, dan air 59,3%. Adapun bobot ikan setelah disiangi sebesar
79,7% dari bobot awalnya. Sedangkan filet yang diperoleh dari bobot ikan
seberat 1-2 kg mencapai 61,7%. Syarat Hidup dan Kebiasaan Hidup ikan patin
antara lain: Kebutuhan suhu dan alkalinitas, Termasuk Hewan Nokturnal dan
makanan alami. Terdapat jenis jenis patin antara lain: Patin Bangkok, Patin
Jambal, dan Patin Super Harapan Pertiwi (Pasupati).
Penyakit ikan patin ada yang disebabkan
infeksi dan non‐infeksi. Penyakit noninfeksi adalah penyakit yang timbul
akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non‐infeksi ini tidak menular. Sedangkan
penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
DAFTAR
PUSTAKA
Susanto, Heru. 1999. Budi Daya Ikan Patin. Jakarta:Penebar Swadaya.
http://rianablog1.blogspot.com/2014/05/budidaya-ikan-patin.html. akses
25 Oktober 2018, pukul 17.00 Wib.
No comments:
Post a Comment