1

loading...

Friday, November 2, 2018

MAKALAH CITRA DA’I

MAKALAH CITRA DA’I

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
             Masyarakat merupakan salah satu miniatur pemerintahan sebuah negara. Karena di masyarakatlah sebuah sistem keteraturan diberlakukan. Sistem keteraturan yang dimaksud adalah tata nilai yang masih dipertahankan seperti etika dan moral dalam cakupan agama. Bersentuhan dengan nilai dalam ajaran agama, maka masyarakat perlu mengetahui dan mengerti dengan benar persepsi terhadap penyampaian ajaran agama tersebut. Secara sederhana dalam Islam penyampaian ajaran agama biasanya disebut dakwah dan orang yang berperan sebagai penyampai ajarannya disebut Da’i.
            Di kalangan umat muslim sendiri sebutan Da’i sudah memasyarakat. Sosok Da’i mereka kenal sebagai orang yang mengerti dan memahami betul seluk beluk ajaran agama Islam. Bukan hanya itu, melalui prilaku keseharian Da’i yang patut diteladani oleh masyarakat. misalnya peduli dengan keresahan dan kebimbangan masyarakat dalam memaknai kehidupan beragama. Dan diharuskan setiap muslim hendak menyampaikan dakwah secara profesional seyogyanya memiliki kepribadian yang baik untuk menentukan keberhasilan suatu dakwah, dari kepribadian yang bersifat rohani maupun yang bersifat fisik.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan citra Da’i?
2.      Bagaimana teori citra Da’i?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan citra Da’i
2.      Untuk mengetahui teori citra Da’i

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Citra Da’i
            Secara bahasa citra dapat diartikan sebagai gambar atau gambaran, sedangkan secara istilah citra adalah gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, maupun produk atau citra dapat juga diartikan suatu kesan kuat yang melekat pada banyak orang tentang seseorang, sekelompok orang atau tentang suatu institusi.
            Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa citra da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik secara individu kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (mubaligh) atau istilah lain orang yang menyampaikan ajaran Islam dengan kesan kuat  yang melekat pada banyak orang tentang seseorang. Sekelompok orang atau tentang suatu institusi secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik atau berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa orang tersebut adalah sosok yang baik dan hebat.
            Seseorang yang secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik atau berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa orang tersebut adalah sosok yang baik dan hebat. Sebaliknya jika seseorang dalam kurun waktu yang lama menampilkan perilaku yang tidak konsisten. Maka akan tertanam kesan buruk orang tersebut di dalam hati masyaraktnya. Dalam perspektif ini maka citra dapat dibangun. Orang yang ingin memiliki citra baik di dalam keluarganya atau dilingkungannya, maka ia harus bisa menunjukkan sebagai orang baik secara konsisten.
            Citra atau kesan terbangun melalui proses komunikasi interpesonal dimana orang banyak mempersepsi kepada kita atau sebaliknya. Citra dipersoalkan biasanya hanya pada seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannya. Meski demikian tidak semua perbuatan dipersepsi kepada kita atau sebaliknya. Citra dipersoalkan biasanya hanya pada seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannya, meski demikian tidak semua perbuatan dipersepsi secara tidak benar, karena persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor. Komunikasi interpesonal adalah proses penyampaian pesan yang terjadi antara satu orang komunikator baik secara verbal maupun non verbal. Ciri-ciri komunikasi interpesonal.
·         Komunikasi interpesonal biasanya terjadi secara spontan dan tanpa tujuan terlebih dahulu. Maksudnya, bahwa biasanya komunikasi interpesonal terjadi secara kebetulan tanpa rencana sehingga pembicaraan terjadi secara spontan.
·         Komunikasi interpesonal biasanya berlangsung berbalasan. Salah satu ciri khas komunikasi interpesonal adalah adanya timbal balik bergantian saling memberi maupun menerima informasi antara komunikator dan komunikan secara bergantian sehingga tercipta suasana dialogis.
·         Komunikasi interpesonal biasanya dalam suasana kedekatan atau cenderung menghendaki keakraban. Untuk mengarah kepada suasana kedekatan atau keakraban tentunya kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan harus berani membuka hati, siap menerima keterusterangan pihak lain.
            Salah satu tujuan komunikasi interpesonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpesonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.
            Komunikasi interpesonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita adalah sangat menyenangkan apabila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain.

            Sedangkan Da’i itu adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik secara individu kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (mubaligh) atau istilah lain orang yang menyampaikan ajaran islam. Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengamalannya dalam perikehidupan perseorangan, perikehidupan berumah tangga (usrah) perikehidupan bermasyarakat dan perikehidupan bernegara (pengertian dakwah menurut Muhammad Natsir, dalam tulisannya yang berjudul fungsi Dakwah Islam dalam rangka Perjuangan). [1]
            Dakwah itu adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar atau sengaja. Usaha yang diselenggarakan itu adalah berupa:[2]
·         Mengajak orang untuk beriman dan mentaati Allah swt atau memeluk agama Islam.
·         Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat
·         Nahi munkar
            Mengingat semua itu, maka dakwah yang sesungguhnya sangat mengharuskan da’i-da’i agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran yang akan didakwahinya. Mempunyai wawasan yang luas dan berkemampuan mengesankan serta menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam hati setiap umat islam.  

B.     Teori  Citra Da’i
            Makna dakwah tidak hanya sekedar menyeru atau mengajak manusia, tetapi juga mengubah manusia sebagai pribadi maupun kelompok agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Dalam rangka menegakkan dakwah sehingga ajaran Islam diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh umat diperlukan juru dakwah yang berkualitas. Juru dakwah tersebut adalah orang yang mengerti hakikat Islam dan mengetahui apa yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat. keberhasilan kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh kualitas dan kepribadian seorang da’i akan mendapatkan kepercayaan dan citra yang positif dimata seseorang atau masyarakat.
            Kata citra pada pemahaman mayoritas seseorang adalah suatu kesan dan penilaian terhadap seseorang, kelompok, lembaga dan lain-lain. Citra yang berhubungan dengan seorang da’i dalam perspektif  komunikasi sangat erat kaitannya dengan dengan kredibilitas yang dimilikinya. Kredibilitas sangat menentukan citra seseorang. Teori citra da’i menjelaskan penilaian mad’u terhadap kredibilitas da’i apakah da’i mendapatkan penilaian positif atau negatif, dimata mad’unya. Persepsi mad’u baik positif maupun negatif sangat berkaitan erat dengan penentuan penerimaan informasi atau pesan yang disampaikan da’i. Semakin tinggi kredibilitas da’i maka semakin mudah mad’u menerima pesan-pesan yang disampaikannya. Begitu juga sebaliknya.
            Kredibilitas seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, tidak secara instan, tetapi harus dicapai melalui usaha yang terus menerus, harus dibina dan dipupuk, serta konsisten sepanjang hidup. Dakwah dalam salah satu bentuknya melalui lisan, ada empat cara seorang da’i dinilai oleh mad’unya :
Seorang da’i dinilai dari reputasi yang mendahuluinya, apa yang sudah seorang da’i lakukan dan memberikan karya-karya, jasa dan sikap akan memperbaiki atau menghancurkan reputasi seorang da’i. Mad’u menilai da’i melalui informasi atau pesan-pesan yang disampaikan seorang da’i. Cara memperkenalkan diri seorang da’i juga berpengaruh dengan pandangan kredibilitas seorang da’i oleh mad’u. Ungkapan kata-kata yang kotor, tidak berarti atau rendah menunjukkan kualifikasi seseorang. Cara penyampaian pesan dari da’i kepada mad’u sangat penting untuk pemahaman pesan yang ditangkap mad’u, sebab apabila cara penyampaiannya tidak sistematis maka akan kurang efektif di mata mad’u. Penguasaan materi dan metodologi juga kemestian yang harus dimiliki seorang da’i. Dari cara-cara diatas menyimpulkan bahwa seorang da’i harus sikap yang baik agar menjadi suri tauladan bagi mad’unya bahkan dari cara memperkenalkan dirinyapun dinilai, bertutur kata yang baik, menyampaikan pesan dengan sistematis, efektif dan memiliki penguasaan materi, seperti dalam firman Allah surat At-Taubah : 122.
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. Al-Taubah :122 [8] ).
            Kredibilitas juga erat kaitannya dengan kharisma, walau demikian kredibilitas dapat ditingkatkan sampai batas optimal seorang da’i yang berkredibilitas tinggi adalah seseorang yang mempunyai kompetesi di bidangnya, integritas kepribadian, ketulusan jiwa, serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi. Apa kredibilitas ini dimiliki seorang da’i, maka da’i tersebut akan memiliki citra positif dihadapan mad’unya. Seorang da’i yang kreatif harus memiliki wawasan manajemen Muhammad, Manajemen Manajemen adalah perkawinan substansi metode Nabi Musa yang kukuh dalam menggenggam aspirasi kebenaran dengan Nabi Isa yang lemah lembut dan indah.
            Dalam rangka mengoptimalkan kredibilitas dan membangun citra positif seorang da’i perlu melingkupi tiga dimensi, diantaranya yaitu kebersihan batin, kecerdasan mental, keberanian mental. Rasulullah Muhammad SAW sosok figur da’i yang paling ideal, beliau memiliki tiga kriteria di atas. Sehingga beliau memiliki citra positif di masyarakat. beliau selalu memberikan solusi yang adil ketika terjadi perselisihan. Ketika diangkat menjadi Rasul beliau menjadi suri tauladan dalam berbagai aspek seperti aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak, terpancar kesejatian, menjadi figur nyata bagi masyarakatnya, dan segala kesempurnaan yang dimilikinya, beliau mampu menjadi pemimpin agama sekaligus negara. Kurang dari 23 tahun beliau mampu melakukan perubahan dari kejahiliyah kepada peradaban dunia yang tinggi.
            Bersentuhan dengan nilai dalam ajaran agama, maka masyarakat perlu mengetahui dan mengerti dengan benar persepsi terhadap penyampai ajaran agama tersebut. Secara sederhana dalam islam penyampaian ajaran agama biasanya disebut dakwah dakwah dan orang yang berperan sebagai penyampai ajarannya disebut da’i. Di kalangan umat muslim sendiri sebutan sebutan da’i sudah memasyarakat. Sosok da’i mereka kenal sebagai orang yang mengerti dan memahami seluk beluk ajaran agama islam. Bukan hanya itu, melalui prilaku keseharian da’i yang patut diteladani oleh masyarakat. misalnya, peduli dengan keresahan dan kebimbangan masyarakat dalam memaknai kehidupan beragama. Namun, masyarakat sebagian mengenal da’i hanya sebatas yang kerap mereka jumpai dikehidupan sehari-hari mereka. ada sekelompok jamaah yang menamakan diri mereka pendakwah (da’i) dengan aktifitas berceramah dari masjid ke masjid, masuk dan keluar desa, mengajak penduduk setempat untuk ikut berdakwah bersama mereka. sehingga, dakwah yang dikenal hanya terfokus pada persoalan keakhiratan. Seperti keutamaan amal ibadah mahdhah (shalat, zakat, shadaqah, membaca Al-Qur’an, zikir dan lainnya). Dan dapat diacungi jempol bahwa dengan metode seperti ini, mereka dengan mudah merekrut orang lain untuk bergabung bersama mereka. Sebab, mad’u yang mereka ajak juga difungsikan sebagai da’i paling tidak untuk diri dan keluarganya ketika sepulang dari berdakwah di daerah lain. Akan tetapi sebagian masyarakat lainnya kurang menerima dakwah seperti itu. Menurut mereka dakwah tidaklah cukup sebatas menyampaikan kebenaran ajaran agama yang diyakini. Lebih dari itu, masyarakat juga perlu bimbingan mengenai ajaran yang telah disampaikan untuk bisa diaplikasikan secara baik dan benar sesuai dengan ajaran da’i teladan umat islam yakni Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Biasanya pendapat yang kedua tersebut dilontarkan oleh masyarakat yang sudah mengalami pendidikan atau mengkaji betul ilmu tentang dakwah. Bahkan sebagai da’i tidaklah cukup hanya ilmu agama yang harus diberikan. Karena keilmuan dan pemahaman masyarakat sangatlah berbeda. Sehingga, selain ilmu agama da’i juga harus memiliki wawasan yang cukup luas tentang ilmu umum. Misalnya dengan pendekatan disiplin ilmu sosial (sosiologi, antropologi, psikologi dan lainnya) da’i akan mampu menyampaikan pesan dakwahnya ke masyarakat yang heterogen. Sedangkan masyarakat (mad’u)[3] dapat memahami dan menerima pesan dakwah tersebut. Bukan berdasarkan pengalaman dan asas menduga-duga pada saat terjun ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, seorang da’i juga memahami asas keilmiahan dalam berdakwah. Jika tidak memperhatikan dan mempertimbangkan asas keilmiahan tersebut, maka akan terjadi kesalahpahaman baik terhadap dakwah maupun juru dakwahnya (da’i).
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Dakwah yang sesungguhnya sangat mengharuskan da’i-da’i agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran yang akan didakwahinya, mempunyai wawasan yang luas dan berkemampuan mengesankan serta menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam hati setiap umat islam. Berarti bahwa da’i itu sendiri haruslah lebih dahulu mengerti dari dakwahnya dari pada pendengarnya. Dengan begitu dia akan mampu menjadi penggerak dan pengendali dari dakwah tersebut. Oleh karena itu, melaksanakan dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah, baik dari sisi penerima seruan. Sebab dakwah tidak bisa di terima oleh setiap manusia atau mad’u.

B.     SARAN
            Sebagai masyarakat yang baik harus mengetahui dan melestarikan agama dengan baik. Dan sebagai pemakalah kami menerima jika pembaca memberikan kritik serta saran.

DAFTAR PUSTAKA

Sholeh, rosyad. 2010. Manajemen Dakwah Islam. Yogyakarta : SURYA SARANA GRAFIKA
Faizah, S.Ag, M.A. 2006. Pikologi Dakwah. Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP



[1] Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Islam. Hlm 8-9
[2] Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Islam. Hlm 9
[3] Faizah, S.Ag. Psikologi Dakwah. Hlm 70

No comments:

Post a Comment