MAKALAH CITRA DA’I
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masyarakat
merupakan salah satu miniatur pemerintahan sebuah negara. Karena di
masyarakatlah sebuah sistem keteraturan diberlakukan. Sistem keteraturan yang
dimaksud adalah tata nilai yang masih dipertahankan seperti etika dan moral
dalam cakupan agama. Bersentuhan dengan nilai dalam ajaran agama, maka
masyarakat perlu mengetahui dan mengerti dengan benar persepsi terhadap
penyampaian ajaran agama tersebut. Secara sederhana dalam Islam penyampaian
ajaran agama biasanya disebut dakwah dan orang yang berperan sebagai penyampai
ajarannya disebut Da’i.
Di
kalangan umat muslim sendiri sebutan Da’i sudah memasyarakat. Sosok Da’i mereka
kenal sebagai orang yang mengerti dan memahami betul seluk beluk ajaran agama
Islam. Bukan hanya itu, melalui prilaku keseharian Da’i yang patut diteladani
oleh masyarakat. misalnya peduli dengan keresahan dan kebimbangan masyarakat
dalam memaknai kehidupan beragama. Dan diharuskan setiap muslim hendak
menyampaikan dakwah secara profesional seyogyanya memiliki kepribadian yang
baik untuk menentukan keberhasilan suatu dakwah, dari kepribadian yang bersifat
rohani maupun yang bersifat fisik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan citra Da’i?
2.
Bagaimana teori citra Da’i?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan citra Da’i
2.
Untuk mengetahui teori citra Da’i
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Citra Da’i
Secara bahasa citra dapat diartikan sebagai gambar atau
gambaran, sedangkan secara istilah citra adalah gambaran yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, maupun produk atau citra dapat
juga diartikan suatu kesan kuat yang melekat pada banyak orang tentang
seseorang, sekelompok orang atau tentang suatu institusi.
Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa citra da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah
baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik secara individu kelompok
atau berbentuk organisasi atau lembaga (mubaligh) atau istilah lain orang yang
menyampaikan ajaran Islam dengan kesan kuat
yang melekat pada banyak orang tentang seseorang. Sekelompok orang atau
tentang suatu institusi secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku
baik atau berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya
bahwa orang tersebut adalah sosok yang baik dan hebat.
Seseorang
yang secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik atau
berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa orang
tersebut adalah sosok yang baik dan hebat. Sebaliknya jika seseorang dalam
kurun waktu yang lama menampilkan perilaku yang tidak konsisten. Maka akan
tertanam kesan buruk orang tersebut di dalam hati masyaraktnya. Dalam
perspektif ini maka citra dapat dibangun. Orang yang ingin memiliki citra baik
di dalam keluarganya atau dilingkungannya, maka ia harus bisa menunjukkan
sebagai orang baik secara konsisten.
Citra
atau kesan terbangun melalui proses komunikasi interpesonal dimana orang banyak
mempersepsi kepada kita atau sebaliknya. Citra dipersoalkan biasanya hanya pada
seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannya. Meski demikian tidak semua
perbuatan dipersepsi kepada kita atau sebaliknya. Citra dipersoalkan biasanya
hanya pada seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannya, meski demikian
tidak semua perbuatan dipersepsi secara tidak benar, karena persepsi
dipengaruhi oleh banyak faktor. Komunikasi interpesonal adalah proses
penyampaian pesan yang terjadi antara satu orang komunikator baik secara verbal
maupun non verbal. Ciri-ciri komunikasi interpesonal.
·
Komunikasi interpesonal biasanya terjadi secara spontan dan tanpa tujuan
terlebih dahulu. Maksudnya, bahwa biasanya komunikasi interpesonal terjadi
secara kebetulan tanpa rencana sehingga pembicaraan terjadi secara spontan.
·
Komunikasi interpesonal biasanya berlangsung berbalasan. Salah satu ciri
khas komunikasi interpesonal adalah adanya timbal balik bergantian saling
memberi maupun menerima informasi antara komunikator dan komunikan secara
bergantian sehingga tercipta suasana dialogis.
·
Komunikasi interpesonal biasanya dalam suasana kedekatan atau cenderung
menghendaki keakraban. Untuk mengarah kepada suasana kedekatan atau keakraban
tentunya kedua belah pihak yaitu komunikator dan komunikan harus berani membuka
hati, siap menerima keterusterangan pihak lain.
Salah
satu tujuan komunikasi interpesonal adalah menemukan personal atau pribadi.
Bila kita terlibat dalam pertemuan interpesonal dengan orang lain kita belajar
banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.
Komunikasi
interpesonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang
kita sukai, atau mengenai diri kita adalah sangat menyenangkan apabila
berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan
membicarakan diri kita dengan orang lain.
Sedangkan
Da’i itu adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan
ataupun perbuatan yang baik secara individu kelompok atau berbentuk organisasi
atau lembaga (mubaligh) atau istilah lain orang yang menyampaikan ajaran islam.
Usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh
umat konsepsi islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini,
yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara
yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengamalannya dalam perikehidupan perseorangan,
perikehidupan berumah tangga (usrah) perikehidupan bermasyarakat dan
perikehidupan bernegara (pengertian dakwah menurut Muhammad Natsir, dalam
tulisannya yang berjudul fungsi Dakwah Islam dalam rangka Perjuangan). [1]
Dakwah itu adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu
usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar atau sengaja. Usaha yang
diselenggarakan itu adalah berupa:[2]
·
Mengajak orang untuk beriman dan mentaati Allah
swt atau memeluk agama Islam.
·
Amar ma’ruf, perbaikan dan pembangunan masyarakat
·
Nahi munkar
Mengingat semua itu, maka dakwah yang sesungguhnya sangat
mengharuskan da’i-da’i agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran yang akan
didakwahinya. Mempunyai wawasan yang luas dan berkemampuan mengesankan serta
menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam hati setiap umat islam.
B.
Teori Citra Da’i
Makna dakwah tidak hanya sekedar menyeru atau mengajak
manusia, tetapi juga mengubah manusia sebagai pribadi maupun kelompok agar
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Dalam rangka menegakkan
dakwah sehingga ajaran Islam diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan
oleh umat diperlukan juru dakwah yang berkualitas. Juru dakwah tersebut adalah
orang yang mengerti hakikat Islam dan mengetahui apa yang sedang berkembang
dalam kehidupan masyarakat. keberhasilan kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh
kualitas dan kepribadian seorang da’i akan mendapatkan kepercayaan dan citra
yang positif dimata seseorang atau masyarakat.
Kata
citra pada pemahaman mayoritas seseorang adalah suatu kesan dan penilaian
terhadap seseorang, kelompok, lembaga dan lain-lain. Citra yang berhubungan
dengan seorang da’i dalam perspektif
komunikasi sangat erat kaitannya dengan dengan kredibilitas yang
dimilikinya. Kredibilitas sangat menentukan citra seseorang. Teori citra da’i
menjelaskan penilaian mad’u terhadap kredibilitas da’i apakah da’i mendapatkan
penilaian positif atau negatif, dimata mad’unya. Persepsi mad’u baik positif
maupun negatif sangat berkaitan erat dengan penentuan penerimaan informasi atau
pesan yang disampaikan da’i. Semakin tinggi kredibilitas da’i maka semakin
mudah mad’u menerima pesan-pesan yang disampaikannya. Begitu juga sebaliknya.
Kredibilitas
seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, tidak secara instan, tetapi harus
dicapai melalui usaha yang terus menerus, harus dibina dan dipupuk, serta konsisten
sepanjang hidup. Dakwah dalam salah satu bentuknya melalui lisan, ada empat
cara seorang da’i dinilai oleh mad’unya :
Seorang da’i dinilai dari reputasi yang mendahuluinya,
apa yang sudah seorang da’i lakukan dan memberikan karya-karya, jasa dan sikap
akan memperbaiki atau menghancurkan reputasi seorang da’i. Mad’u menilai da’i
melalui informasi atau pesan-pesan yang disampaikan seorang da’i. Cara
memperkenalkan diri seorang da’i juga berpengaruh dengan pandangan kredibilitas
seorang da’i oleh mad’u. Ungkapan kata-kata yang kotor, tidak berarti atau
rendah menunjukkan kualifikasi seseorang. Cara penyampaian pesan dari da’i
kepada mad’u sangat penting untuk pemahaman pesan yang ditangkap mad’u, sebab
apabila cara penyampaiannya tidak sistematis maka akan kurang efektif di mata
mad’u. Penguasaan materi dan metodologi juga kemestian yang harus dimiliki
seorang da’i. Dari cara-cara diatas menyimpulkan bahwa seorang da’i harus sikap
yang baik agar menjadi suri tauladan bagi mad’unya bahkan dari cara
memperkenalkan dirinyapun dinilai, bertutur kata yang baik, menyampaikan pesan
dengan sistematis, efektif dan memiliki penguasaan materi, seperti dalam firman
Allah surat At-Taubah : 122.
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. Al-Taubah :122 [8] ).
Kredibilitas
juga erat kaitannya dengan kharisma, walau demikian kredibilitas dapat ditingkatkan
sampai batas optimal seorang da’i yang berkredibilitas tinggi adalah seseorang
yang mempunyai kompetesi di bidangnya, integritas kepribadian, ketulusan jiwa,
serta mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi. Apa kredibilitas
ini dimiliki seorang da’i, maka da’i tersebut akan memiliki citra positif
dihadapan mad’unya. Seorang da’i yang kreatif harus memiliki wawasan manajemen
Muhammad, Manajemen Manajemen adalah perkawinan substansi metode Nabi Musa yang
kukuh dalam menggenggam aspirasi kebenaran dengan Nabi Isa yang lemah lembut
dan indah.
Dalam
rangka mengoptimalkan kredibilitas dan membangun citra positif seorang da’i
perlu melingkupi tiga dimensi, diantaranya yaitu kebersihan batin, kecerdasan
mental, keberanian mental. Rasulullah Muhammad SAW sosok figur da’i yang paling
ideal, beliau memiliki tiga kriteria di atas. Sehingga beliau memiliki citra
positif di masyarakat. beliau selalu memberikan solusi yang adil ketika terjadi
perselisihan. Ketika diangkat menjadi Rasul beliau menjadi suri tauladan dalam
berbagai aspek seperti aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak, terpancar
kesejatian, menjadi figur nyata bagi masyarakatnya, dan segala kesempurnaan
yang dimilikinya, beliau mampu menjadi pemimpin agama sekaligus negara. Kurang
dari 23 tahun beliau mampu melakukan perubahan dari kejahiliyah kepada
peradaban dunia yang tinggi.
Bersentuhan
dengan nilai dalam ajaran agama, maka masyarakat perlu mengetahui dan mengerti
dengan benar persepsi terhadap penyampai ajaran agama tersebut. Secara sederhana
dalam islam penyampaian ajaran agama biasanya disebut dakwah dakwah dan orang
yang berperan sebagai penyampai ajarannya disebut da’i. Di kalangan umat muslim
sendiri sebutan sebutan da’i sudah memasyarakat. Sosok da’i mereka kenal
sebagai orang yang mengerti dan memahami seluk beluk ajaran agama islam. Bukan
hanya itu, melalui prilaku keseharian da’i yang patut diteladani oleh
masyarakat. misalnya, peduli dengan keresahan dan kebimbangan masyarakat dalam
memaknai kehidupan beragama. Namun, masyarakat sebagian mengenal da’i hanya
sebatas yang kerap mereka jumpai dikehidupan sehari-hari mereka. ada sekelompok
jamaah yang menamakan diri mereka pendakwah (da’i) dengan aktifitas berceramah
dari masjid ke masjid, masuk dan keluar desa, mengajak penduduk setempat untuk
ikut berdakwah bersama mereka. sehingga, dakwah yang dikenal hanya terfokus
pada persoalan keakhiratan. Seperti keutamaan amal ibadah mahdhah (shalat,
zakat, shadaqah, membaca Al-Qur’an, zikir dan lainnya). Dan dapat diacungi
jempol bahwa dengan metode seperti ini, mereka dengan mudah merekrut orang lain
untuk bergabung bersama mereka. Sebab, mad’u yang mereka ajak juga difungsikan
sebagai da’i paling tidak untuk diri dan keluarganya ketika sepulang dari
berdakwah di daerah lain. Akan tetapi sebagian masyarakat lainnya kurang
menerima dakwah seperti itu. Menurut mereka dakwah tidaklah cukup sebatas
menyampaikan kebenaran ajaran agama yang diyakini. Lebih dari itu, masyarakat juga
perlu bimbingan mengenai ajaran yang telah disampaikan untuk bisa diaplikasikan
secara baik dan benar sesuai dengan ajaran da’i teladan umat islam yakni
Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Biasanya pendapat yang kedua
tersebut dilontarkan oleh masyarakat yang sudah mengalami pendidikan atau
mengkaji betul ilmu tentang dakwah. Bahkan sebagai da’i tidaklah cukup hanya
ilmu agama yang harus diberikan. Karena keilmuan dan pemahaman masyarakat
sangatlah berbeda. Sehingga, selain ilmu agama da’i juga harus memiliki wawasan
yang cukup luas tentang ilmu umum. Misalnya dengan pendekatan disiplin ilmu
sosial (sosiologi, antropologi, psikologi dan lainnya) da’i akan mampu
menyampaikan pesan dakwahnya ke masyarakat yang heterogen. Sedangkan masyarakat
(mad’u)[3]
dapat memahami dan menerima pesan dakwah tersebut. Bukan berdasarkan pengalaman
dan asas menduga-duga pada saat terjun ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata
lain, seorang da’i juga memahami asas keilmiahan dalam berdakwah. Jika tidak
memperhatikan dan mempertimbangkan asas keilmiahan tersebut, maka akan terjadi
kesalahpahaman baik terhadap dakwah maupun juru dakwahnya (da’i).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dakwah yang sesungguhnya sangat mengharuskan da’i-da’i
agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran yang akan didakwahinya,
mempunyai wawasan yang luas dan berkemampuan mengesankan serta menghidupkan
nilai-nilai keislaman dalam hati setiap umat islam. Berarti bahwa da’i itu
sendiri haruslah lebih dahulu mengerti dari dakwahnya dari pada pendengarnya.
Dengan begitu dia akan mampu menjadi penggerak dan pengendali dari dakwah
tersebut. Oleh karena itu, melaksanakan dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah,
baik dari sisi penerima seruan. Sebab dakwah tidak bisa di terima oleh setiap
manusia atau mad’u.
B.
SARAN
Sebagai masyarakat yang baik harus mengetahui dan
melestarikan agama dengan baik. Dan sebagai pemakalah kami menerima jika
pembaca memberikan kritik serta saran.
DAFTAR PUSTAKA
Sholeh,
rosyad. 2010. Manajemen Dakwah Islam. Yogyakarta : SURYA SARANA GRAFIKA
Faizah,
S.Ag, M.A. 2006. Pikologi Dakwah. Jakarta : PRENADA MEDIA GROUP
No comments:
Post a Comment