1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH ILMU EKONOMI ISLAM : KONSEP RIBA

MAKALAH ILMU EKONOMI ISLAM : KONSEP RIBA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Hukum Islam mengatur tatacara melaksanakan kehidupan yang mencakup bidang ibadat dan kemasyarakatan, sedang tata cara berkeyakinan  kepada Tuhan dan sebagainya serta tata cara bertingkah laku dalam ukuran-ukuran akhlak, lazimnya tidak dibicarakan dalam hukum Islam.
Dengan demikian dalam hukum Islam terdapat aturan-aturan tentangtatacara melakukan ibadat, perkawinan, kewarisan, perjanjian-perjanjian muamalat,hidup bernegara yang mencakup kepidanaan, ketatanegaraan, hubungan antarnegara dan sebagainya.
Dalam makalah ini akan membahas tentang salah satu bagian dari perjanjian muamalat yang dilarang oleh agama dalam hutang piutang, yakni riba. Dengan demikian bentuk hutang piutang yang berlawanan dengan bentuk hutang piutang yang sehat dilarang oleh agama. Mengenai riba, Islam bersikap keras dalam persoalan ini karena semata-mata demi melindungi kemaslahatan manusia baik dari segi akhlak, masyarakat maupun perekonomiannya. Karena, Pada hakekatnya riba (kredit lunak berbunga besar), atau pinjaman yang salah penerapannya akan berakibat “meningkatnya harga barang yang normal menjadi sangat tinggi, atau berpengaruh besar terhadap neraca pembayaran antar bangsa, kemudian berakibat melejitnya laju inflasi, akibatnya akan dirasakan pada semua orang pada semua tingkah penghidupan.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud Riba ?
2.      Bagaimana konsep riba?
3.      Bagaimana Praktek Riba Pada Bank Syariah?
4.      Apa definisi Riba dalam perspektif Ekonomi?
5.      Bagaimanakah hukum Riba dalam Islam?
6.      Sebutkan jenis-jenis Riba!
7.      Apa saja hikmah dan manfaat menghindari Riba?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud Riba.
2.      Untuk mengetahui konsep riba.
3.      Untuk mengetahui Praktek Riba Pada Bank Syariah.
4.      Untuk mengetahui definisi Riba dalam perspektif Ekonomi.
5.      Untuk mengetahui hukum Riba dalam Islam.
6.      Untuk mengetahui jenis-jenis Riba.
7.      Untuk mengetahui hikmah dan manfaat menghindari Riba.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Riba
Ditinjau dari Bahasa Arab riba memiliki makna tambahan, tumbuh, danmenjadi tinggi. Riba menurut bahasa adalah menambah dan berkembang,sedangkan menurut istilah adalah tambahan dalam hal-hal tambahantertentu.[1]
Adapun pengertian riba menurut beberapa Ulama adalah sebagai berikut :
a)      Menurut Mughni Muhtaj oleh Syarbini, riba adalah suatu akad atau transaksiatas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
b)      Menurut Al-Jurnaini merumuskan definisi riba yaitu kelebihan atau tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan yang disyariatkan dari salah seorang bagi dua orang yang membuat akad.
c)      Menurut Imam Ar-Razi dalam tafsir Al-Qur’an, riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti rugi, sebab orang yang meminjamkan uang 1000 rupiah mengganti dengan 2000 rupiah, maka ia mendapat tambahan1000 rupiah tanpa ganti.[2]
d)     Menurut Ijtima Fatwa Ulama Indonesia, riba adalah tambahan tanpa imbalanyang terjadi karena penanggungan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya atau biasa disebut dengan riba nasi’at.

B.     Konsep riba dalam fikih
Riba menurut bahasa artinya lebih atau bertambah, dan yang di maksud disini menurut syara’ : “ akad yang terjadi dalam pertukaran barang-barang yang tertentu, tidak di ketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya.Hukum riba haram sebagai mana firman Allah SWT :
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Pada hal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” ( Q.S Al-Baqarah : 275 )
1.      Macam- macam Riba
Secara umum riba di bagi menjadi dua yaitu :
a.       Riba jual beli
Riba jual beli ialah riba yang timbul karena terjadinya transaksi jual beli, riba jual beli di bagi menjadi dua, yaitu :
1)      Riba fadl
Riba fadl di sebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis ang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi mistlin),sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahanya (yadan biyadin). Pertukaran seperti ini mengandung gharar yaitu ketidak jelasan bagi kedua belah pihak akan nilai masing masing barang yang di pertukarkan. Ketidak jelasan ini dapat menimbulkan tindakan dzalim terhadap salah satu pihak.
2)      Riba Nasiah
Riba nasiah juga di sebut riba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama biaya (alkharaj bi dhaman), transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung biaya karena berjalanya waktu, riba nasiah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainya. 
b.      Riba utang piutang
Riba utang pitang adalah riba yang timbul karena terjadinya transaksi pinjam meminjam. Riba utang piutang di bagi menjadi dua, yaitu :
1)      Riba qard adalah riba pinjam meminjam dengan syarat ada keuntungan lebih yang din syaratkan oleh orang yang berpiutang atau yangmeminjamkan kepada orang yang berhutang atau yang meminjam.
2)      Riba jahiliyah ialah kelebihan pembayaran atas hutang pokok karena yang berhutang tidak membayar pada saat jatuh tempo.
2.      Sebab - Sebab Haramnya Riba
Sebab di haramkanya riba, berikut rincian sebab sebab di haramkanya riba :
a)      Karena Firman Allah dan Rasul-Nya mengharamkan atau melarangnya, seperti firman Allah :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. ( QS. Al-Imran : 130) 
Artinya : “Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta bendaorang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang- orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”. (QS- Anisaa :161)
b)      Karena riba menghendaki pengambilan harta orang lain dengan tidak baik dengan tidak ada imbangnya seperti seorang menukar uang kertas Rp.1000 dengan uang recehan Rp 900 maka nilai uang seniali Rp. 100 tidak ada imbangnya, maka uang yang Rp. 100 adalah riba.
c)      Dengan melakukan riba orang tersebut menjadi malas berusaha dengan syah menurut syara’, jika riba sudah mendarah daging pada seseorang, orang tersebut lebih suka berternak uang, karena ternak uang akan mendapat keuntungan besardari pada dagang, dan tidak di kerjakan dengan susah payah, seperti orang yang memiliki uang Rp. 1.000.000 cukup disimpan di bank dan akan memperoleh Bungan 2% tiap bulan. Maka orang tersebut memperoleh uang tanpa kerja keras tiap bulanya dari bank tempat menyimpan uangnya.
d)      Riba menyebabkan putusnya hubungan baik sesama manusia dengan cara utang  piutang atau menghilangkan faedah utang piutang sehingg riba lebih cenderung memeras orang miskin dari pada menolong orang miskin.

C.    Praktek Riba Dalam Perbankan Syari’ah
1.      Dasar Pemikiran
Yang di maksud dengan bank Islam disini adalah bank yang didirikan oleh kelompok orang Islam dengan ciri-ciri tanpa bunga, lazim di sebut “bank bagi hasil” lembaga yang menjadi pelopornya ialah Islamic development bank (IDB), secara resmi IDB didirikan pada 20 oktober 1975 dengan jumlah anggota 22 negara anggota ( termasuk Indonesia ) dari organisasi komperensi Islam. Munculnya upaya mendirikan lembaga ini di dasarkan atas pemahaman bahwa bunga bank yang ditimbulkan dari transaksi simpan-pinjam di bank konvensional adalah riba, sebagaimana di larang dalam Islam. Pembahasan secara resmi tentang gagasan didirikanya IDB untuk pertama kalinya di adakan di Karachi, Desember 1970,ketika para mentri luar negri organisasi komperensi Islam (OKI) mengadakan konferensi.
Beberapa keberatan dengan adanya pranata bunga uang di kemukakan oleh para pendukung bank Islam. Dari segi fungsi uang sebagai alat tukar, bunga menyebabkan likuiditas uang. Jika akan lenyap. Di pihak lain elastisitas subsitusi uang adalah nol, sehingga suatu peningkatan dalam permintaan pasti meningkat bila bunga. Demikian pandangan Mahmud Akhmad, kalau tidak di katakana bahwainflasi adalah konsekuensi bunga utang, tetapi bunga utang di nilai mempunyai adildalam lajunya inflasi, padahal ciri stabilitas ekonomi adalah terkendalinya inflasi.
Dengan demikian, transaksi peminjaman “bunga bank” ikut mengendalikan inflasi berdasarkan teori ini.
2.      Aktifitas bank Islam
Menurut Solihin Hasan, pejabat pada bank Islam di jedah, kegiatan usaha perbankan Islam meliputi semua kegiatan perbankan konvensional, kecuali pinjaman dengan bunga. Ia menerima simpanan dan memberi pinjaman, tetapi tidak menerima dan membayar bunga.Sebagai sumber dana, bank Islam dapat melaksanakan dua jenis usaha, pertama memberi modal sepenuhnya atau sebagian kepada kaum usahawan pencari modal dengan perjanjian berbagai keuntungan, medua, menawarkan jasa tertentu dengan memungut biaya administrasi dan komisi. Jenis usaha yang pertama dapat di pisahkan menjadi :
(1)   pemberian modal penuh dan
(2)   penyertaan modal apabila wirausahawan sudah mempunyai sebagian modal.
Dalam hal bank berperan sebagai modal sepenuhnya. Konsep mudharobah diterapkan. Dalam praktek mudharobah, pemilik harta menyerahkan harta kepada para pekerja untuk di perdagangkan, labanya di bagi antara mereka sesuai dengan perjanjian. Di sebut mudharobah karena pelakunya berkelana kemana-mana untuk mendapatkan laba. Transaksi ini sudah di kenal sebelum Islam.
Contoh yang bias di ambil dalam kasus ini adalah “kerja sama” antara nabi Muhammad dengan siti khatijah dalam usaha dagang, di mana nabi sebagai pelerja, sedangkan khadijah sebagai pemodal, beberapa waktu lau sebelum perkawinan mereka.
3.      Cara memberantas Riba
Riba merupakan salah satu yang harus di perangi oleh masyarakat muslim, karena itu seluruh umat muslim harus berusaha untuk mengurangi bahakan memberantas segala bentuk-bentuk dari praktek riba dalam segala bidang. Adapuncara yang dapat di lakukan untuk memerangi dari praktek riba tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
a.       Menyuburkan dan memakmurkan sedekah, karena memang sedekah sangatdi anjurkan sekali dalam agama Islam (QS Al- Baqarah : 276)
b.      Dana dari sedekah tadi di gunaka untuk memfasilitasi segala bidang-bidang yang telah terkena apraktik riba, sehingga dengan bantuan dari dana sedekah tersebut masyarakat di tuntut untuk menggunakan uangnya untuk keperluan-keperluan yang produktif saja dan bukan di gunakan untukkeperluan yang bersifat konsumtif.
c.       Mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai penggunaan dana syariahyang dapat di gunakan untuk mendanai proyek dan kegiatan yang bias didanai secara syariah, misalnya mengenai asuransi syariah dan perkreditansyariah

D.    Hukum Riba dalam Islam
Dalam Islam memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman haram. Riba diharamkan dalam keadaan apapun dan dalam bentukapapun. diharamkan atas pemberian piutang dan juga atas orang yang berhutang darinya dengan memberikan bunga baik yang berhutang itu adalah orang miskin atau orang kaya. Berkaitan dengan hal tersebut,hukum riba telah dipertegas dala Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai berikut :
1.      Dalam surah al-Baqarah ayat 275, Allah berfirman “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah samoai kepadanya larangan Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yangtelah diambil dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang-orang yang mengukangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya ”.
2.      Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 278-279, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tingalkan sisa riba (yang belumdipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka permaklumkanlah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kami tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
3.       Dalam surah Ali Imran:130 Allah berfirman, “hai orang-orang yang beriman, janganlah kammu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.[3]
4.      Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Jauhilah 7 hal yang membinasakan, pertama melakukan kemusyrikan kepada Allah, kedua sihir, ketiga membunuh jiwa yang telah diharamkan kecuali dengan cara yang haq. Keempat makan riba, kelima memakan harta anak yatim, keeenam melarikan diri pada hari pertemuan dua pasukan, dan ketujuh menuduh berzina dengan perempuan baik-baim yang tidak tahu menahu tentang urusan ini dan beriman kepada Allah.[4]
5.      Dari Jabir ra Rasulullah saw melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya, dan penulisnya. Dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
6.      Dari Abdullah bin Hazhalah ra dari Nabi saw bersabda, “satu dirham yang riba dimakan seseorang padahl ia tahu adalah lebih berat daripada tiga puluh enam pelacur”.
7.      Dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Nabi saw bersabda, “riba itu memounyai tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan (dasarnya) seperti seorang anak menyetubuhi ibunya”.

E.     Jenis-Jenis Riba[5]
1.      Riba Fudul
Penukaran dua barang sejenis dalam jumlah yang tidak sama. Contoh : menukar 2 gram emas dengan 2,5 gram emas yang sama. Riba Qardi Riba dalam bentuk hutang piutang atau pinjaman dengan syarat ada tambahan atau keuntungan bagi yang memberi pinjaman. Contoh : si Amemberikan pinjaman uang Rp 10.000 kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan sebesar Rp 11.000.
2.      Riba Yad
Riba yang dilakukan dalam transaksi jual beli yang belum diserah terimakan namun oleh si pembeli sudah dijual lagi kepada orang lain. Contoh : si A menjual motor kepada si B tetapi si B belum menerima motor tersebut, tetapisi B sudah menjual motor tersebut kepada si C
3.      Riba Nasa (Nasiah)
Riba dengan cara melipat gandakan tambahan karena penundaan waktu pembayaran. Contoh : si A memberikan pinjaman kepada si B sebesar Rp100.000 dan harus dikembalikan minggu depan, dan ketika sudah jatuh tempo si B tidak bisa mengembalikannya maka si A memperpanjang waktu pembayarannya menjadi satu minggu lagi dengan syarat si   harus mengembalikan sebesar Rp 110.000.

F.     Sebab-sebab Riba Diharamkan
Ada beberapa alasan mengapa Islam sangat melarang keras riba dalam perekonomian Islam adalah :
1)      Bahwa kehormatan harta manusia sama dengan kehormatan darahnya. Olehkarena itu mengambil harta kawannya tanpa ganti sudah pasti haram
2)      Bergantung pada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan kerja sebab jika si pemilik uang yakin bahwa degan melauli riba dia akan memperolehtmabahan uang baik kontan maupun berjangka, maka ia akan memudahkan persoalan mencari penghidupan sehingga hampir-hampir dia tidak mau menanggung beratnya usaha, dagang, dan pekerjaan yang berat
3)      Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma’ruf) antara sesama dalam bidang pinjam meminjam. Sebab jika riba itu haram maka seseorang akan merasa senang meminjamkan uang 1000 rupiah dan kembalinya 1000rupiah juga. Sedangkan riba jika riba dihalalkan maka sudah pasti kebutuhan orang akan menganggap berat denga pinjamannya 1000 rupiah diharuskan mengembalikan 2000 rupiah.
4)      Pada umumya pemberi piutang adalah orang kaya sedangkan peminjam adalah orang miskin. Maka pendapat yang membolehkan riba berarti meberikan jalan kepada orang kaya untuk mengambil harta orang miskin yanglemah sebagai tambahan. Sedangkan tidak layak berbuat demikian sebagai sarana memperoleh rahmat dari Allah swt. Dengan begitu yang kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah miskin dalam masa krisis saat ini, orang kaya malah bertambah kaya karena bunga deposito dan simpanan dolarnya.[6]

G.    Hikmah Diharamkannya Riba
Beberapa hikmah yang amat besar dengan diharamkannya riba’ antara lain karena :
1.      Riba’ menghilangkan faedah berhutang piutang yang menjadi tulang punggung gotong royong atas kebajikan dan taqwa.
2.      Riba’ menimbulkan dan menanamkan jiwa permusuhan antara beberapa individu manusia.
3.      Riba’ melenyapkan manfaat dan kepentingan yang wajib disampaikan kepada orang yang sangat membutuhkan dan menderita.
4.      Riba’ menimbulkan mental orang yang suka hidup mewah dan boros serta ingin memperoleh hasil besar tanpa kerja keras diatas kesusahan orang lain.
5.      Riba’ merupakan jalan atau cara untuk menjajah orang karena yang meminjam tidak dapat mengembalikan pinjamannya.

H.    Manfaat Berekonomi Tanpa Dengan Riba
Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapanya memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat Islam. Pertama umat Islam bisa menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya menggiringnya kepada pengamalan Islam secara utuh. Kedua, menerapkan dan mengamalkan system ekonomi sayariah mendapat dua keuntungan, yaitu duniawi dan ukhiawi.
Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala ibadah melalui pengamalan syariah Islam dan terhindar dari dosa riba. Ketiga, memajukan ekonomi Islam lewat lembaga keuangan syariah, berarti umat Islam berupaya mengentaskan kemiskinan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsungtidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahankedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.
2.      Dalam perspektif ekonomi, Riba biasa disebut dengan bunga. Hampir seluruh jasa-jasa perbankan konvensional sekarang ini terkait dengan bunga yang secara sadar ataupun tidak sadar turut dinikmati masyarakat. Selain bank, riba juga bisa dijalankan oleh lembaga-lembaga keuangan lainnya seperti koperasi simpan pinjam, asuransi, pegadaian, dana pensiun.
3.      Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsiphasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.
4.      Prinsip hasil bagi dalam ekonomi sayariah memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang di dapat kemudiandibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan bunga bank, ditetapkannya akad di awal jadi ketika nasabah sudah menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu,maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.
B.     Saran
Pada zaman ini kita harus memperhatikan perekonomian global agar kitamengetahui bagaimana situasi perekonomian dunia. Disamping itu juga, dalamkehidupan sekarang dimana telah terjadi perkembangan dalam aktivitas ekonomiseperti bank, asuransi, transaksi obligasi, transaksi valas, dll, kita dihadapkan padakondisi yang serba sulit, karena hampir sebagian besar aktivitas ekonomimengandung unsur riba. Jika kita tidak hati-hati, kita bisa terjebak riba. Hal ini bisaterjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam yang menjamin dan menjaga kehidupan kaum muslimin dan umat lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Aswar Karim, Adiwarman. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Hajar Al ‘Asqalāni, Ibnu. 1991. Bulughul Marām. Alih Bahasa. Ahmad Hassan. Bandung: CV Diponegoro.
M. Umer, Chapra. 2000. Sistem Moneter Islam, diterjemahkan: Ikhwan AbidinBasri, The Islamic Faoundation, Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia.
Muhamad. 2000.Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer . Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Rahman, Afzalur. 2002. Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Sura’i Abdul Hadi, Abu. 1993.Bunga Bank dalam Islam. Surabaya: Al Ikhlas.
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001.Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani.





[1] Umar M. Chapra, Sistem Moneter Islam, Diterjemahkan: Ikhwan Abidin Basri, The IslamicFoundation, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000). Hal. 22
[2] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,2002) hal. 70
[3] Al Quran Surat Al Baqarah (275,278-279) dan Ali Imran (130)
[4] Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Marram, Alih Bahasa, A. Hassan (Bandung: CV Diponegoro,1991. Hal. 350
[5] Abu Sura’I Abdul Hadi, Bunga Bank dalam Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993) hal. 27
[6] Adiwarman Aswar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer , (Jakarta: Gema InsaniPress, 2001) hal.71

No comments:

Post a Comment