1

loading...

Friday, November 23, 2018

MAKALAH KONTEMPORER


MAKALAH KONTEMPORER "KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM TERPADU"

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan islam memainkan peranan yang sangat penting  dalam mempersiapkan generasi  menghadai era yang penuh dengan tantangan. Pendidikan islam  harus mampu  menyelengarakan proses pembekalan pengetahuan, penanaman nilai, pembentukan sikap dan karakter, pengembangan bakat, kemampuan dan keterampilan, menumbuhkembangkan potensi akal, jasmani dan rohani yang optimal, seimbang  dan sesuai dengan tuntuan zaman.
Kenyataanya pendidikan islam khusunya diindonesia telah berjalan dalam lorong krisis yang panjang.  Pendidikan islam telah kehilangan pijakan filosofisnya yang hakiki, yang kemudian  berdampak pada  tidak jelasnya arah  dan tujuan yang hendak dicapai.  Pendidikan islam juga  tertatih-tatih dan gagap dalam menghadapi laju perkembangan zaman dan arus globalisasi.  Akibatnya, output pendidikan  islam, yang mestinya melahirkan generasi  “imamul mutaqien” malah melahirkan generasi yang gagap: gagap teknologi, gagap pergaulan global, gagap zaman bahkan gagap moral.  Perlu strategi yang tepat  dalam membangun pendidikan islam yang sebenarnya. Melihat permasalahan yang ada maka dalam tulisan ini kami mencoba untuk membahas masalah konsep pendidikan  islam terpadu yang akhir-akhir ini sedang tumbuh  dan berkembang dan mungkin menjadi harapan baru untuk kebangkitan pendidikan islam di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karekteristik pendidikan islam terpadu ?

II.  PEMBAHASAN
A. LADASAN TEORI
1.  Konsep Pendidikan Islam Pada Sekolah Umum Berciri Khas
Ibn Khaldun berpandangan bahwa manusia sebagai makhluk berfikir, dengan kemampuannya dapat memetik dan memahami hal-hal yang berada di luar dirinya. Pada mulanya, kemampuan itu masih berbentuk potensi. Dia menjadi actual (mencapai suatu titik perkembangan) melalui al-ta‘lim (pendidikan) dan al-riyadat (latihan) yang sesuai dengan gerak perkembangan fizikal dan mentalnya. Atas dasar inilah, pengaruh dunia luar terprogram dan dapat mengoptimalkan potensi manusia ke arah yang lebih sempurna.
Secara semula  potensi manusia tumbuh dan berkembang dalam tahap demi tahap. Proses tersebut berlangsung berlanjutan sejak dalam kandungan sampai meninggal dunia. Searah dengan itu, pendidikan bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh itu, Ibn Khaldun meletakkan pendidikan dalam kerangka tamadun (al-‘Umran). Pendidikan merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan dari tamadun. Tamadun itu sendiri adalah isi pendidikan. Tamadun merupakan konsekuensi logik aktivitas manusia. Melalui kemampuan berfikirnya, manusia bukan hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian kepada pelbagai cara memperoleh arti hidup. Proses inilah yang melahirkan upaya pendidikan dan tamadun. Daya olah fikiran manusia dibentuk oleh persekitaran, lama kelamaan membentuk suatu sistem. Kristalisasi sistem itulah membentuk kebudayaan.
Bagi Ibn Khaldun, kebudayaan (al-thaqafat) adalah suatu aspek kemanusian. Kebudayaan mengacu pada masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan terbentuk sebagai hasil kecenderungan semula jadi manusia untuk bekerja sama. Dia merupakan alat untuk keperluan manusia. Melalui penciptaan budaya manusia meningkatkan kondisi hidup sesuai dengan persekitarannya. Dari segi ini pendidikan dituntut untuk dapat memajukan kebudayaan dan tamadun umat. Pendidikan dapat mengarah pada pencapaian tingkat hidup yang lebih baik dengan tingkat kebudayaan dan tamadun lebih maju. Berdasarkan pemikiran Ibn Khaldun tersebut, maka dapat diketahui bahawa dia mempunyai pemikiran pendidikan yang optimis. Pemahaman ini didasarkan pada pendapatnya, bahawa manusia mempunyai potensi yang dapat tumbuh dan dikembangkan melalui pendidikan. Demikian pula pendidikan merupakan salah satu sarana perubahan budaya, yang dapat mengubah aturan hidup menjadi lebih baik.
2.  Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Mutahhari
Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof dan ilmuan Islam sebagaimana dikutif oleh Mulyana yusuf dalam tulisanya Konsep pendidikan dalam islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju kearah kebenaran dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia.  Tetapi di lain pihak  manusia selalu ingin dan memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu, sekarang dan masa mendatang (yang merupakan cirri khas sains).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita tangkap karena iman dan ilmu  merupakan karakteristik insani  yang bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan,  maka pemisahan antara keduanya justru akan menurunkan martabat manusia.  Di samping itu adanya kemunduran adagium bahwa iman tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme  dan kemunduran, takhayul serta kebodohan dan sebaliknya ilmu tanpa iman akan digunakan untuk mengumbar nafsu, kerakusan, ekspansionisme, ambisi, kesombongan, penindasan, pebudakan, penipuan dan kecurangan semakin menguatkan pendapat di atas.   Dengan kata lain, iman tanpa ilmu akan menjadi lemah sebaliknya ilmu tanpa iman  akan menjadi buta.
Pemisahan dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi  tidak mengakar pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi  oleh asas agama dan akhlak atau etika yang baik akan  berkembang menjadi liar dan menimbulkan dampak yang merusak.  Karenanya konsep pendidikan  dalam islam menawarkan suatu sistem  pendidikan yang holistic dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain.
3.  Konsep Pendidikan Menurut Mohammad Natsir
Pemikiran Muhammad Natsir tentang pendidikan islam adalah berlandaskan kepada : pertama, landasan normative yaitu pemikiran yang berlandaskan pemikiran islam yang memisahkan antara yang haq dan yang batil, menegakan yang haq dan mencegah yang batil.  Kedua, landasan historis yaitu  pemikiran yang diterapkan merupakan pengalaman yang didapat semasa hidup Muhammad Natsir, pendidikan dalam menuntut ilmu, pendidikan yang tidak membedakan kasta, ras ekonomi dan lain sebagainya, serta tidak ada dikotomi dalam menuntut ilmu. Ketiga kebenaran filosofis yaitu kebenaran yang hakiki adalah kebenaran Tuhan yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah namun setiap muslim wajib berijtihat untuk mencari kebenaran jika dalam Al-Qur’an dan As Sunnah tidak ditemukan dasar hukum, dan seorang muslimin tidak diperbolehkan taqlid buta.
Muhammad Natsir merumuskan pendidikan yaitu : universal, integral dan harmonis. Pendidikan integralistik tersebut berdasarkan tauhid dan bertujuan untuk menjadikan manusia yang  mengabdikan diri kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya dengan misi mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.  Muhammad Natsir memandang Islam  bukan hanya dalam pengertian yang sempit melainkan ajaran tentang tata hubungan manusia dengan tuhan (Hablumminallah), pandangan hidup dan sekaligus jalan hidup way of  life.
Konsep pendidikan tersebut memang berasal dari ijtihad dan renungan Muhammad Natsir yang digali langsung dari Al-Qur’an dan Hadist.  Serta  berbagai tuliasan di majalah dan surat kabar dan didalam  konteks yang berbeda-beda disamping ceramah.  Akan tetapi  disisi lain adalah karena reaksi dan refleksi dari kenyataan histories dan sosiologis yang Muhammad Natsir temui yakni dimana konsep tersebut secara empiris sudah dilaksanakan di masa klasik tetapi saat itu sudah  jarang ditemui dimasyarakat islam dimana-mana.
Akibat dunia islam sekian lama berada didalam kegelapan karena di dominasi oleh pemikiran tasawuf  dan berada dalam penjajahan barat selama berabad-abad, maka konsep yang dipakai justru sebaliknya.  Yang ditemukan bukanlah universal, integral dan harmonis, tetapi konsep aprochcial, differensial, dikotomis dan disharmonis.
4. Konsep Pendidikan Menurut An Nahlawi
Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai konsep-konsep dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang konsep-konsep dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut
Pertama, Konsep Integrasi. Suatu konsep yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi…” (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat ini menunjukkan kepada konsep integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
Kedua, konsep Keseimbangan. Karena ada konsep integrasi, konsep  keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al-Ashr: 1-3, “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh.
Ketiga, konsep Persamaan. konsep ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala” (HR. Bukhori).
Keempat, Konsep Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya konsep ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya…” (QS. Al Maidah: 39).
Kelima, konsep Keutamaan. Dengan konsep ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,” (HR. Nasa’i)
Dari keempat konsep pendidikan di atas dalam konteks pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa pendidikan hendaknya menjadikan Al-quran dan Assunnah sebagai rujukan dan manhaj asasi  (pedoman dasar) bagi penyelenggaraannya dan proses pendidikan. Memadukan antara agama dan sains sebagai suatu yang saling berkaitan dan saling mendukung, harus bersifat universal, integral, harmonis, dan berlangsung sepanjang hayat

B.  Konsep Pendidikan  Islam Pada Sekolah Islam Terpadu
1.  Pengertian Sekolah Islam Terpadu
Sekolah islam terpadu pada hakekatnya adalah sekolah yang meng implementasikan konsep pendidikan islam berlandaskan Al-Qur’an dan As Sunnah. Dalam aplikasinya sekolah islam terpadu diartikan sebgai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan  dengan memadukan  pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi suatu jalinan kurikulum. Sekolah islam terpadu juga menekankan  keterpaduan dalam metode pembelajaran  sehingga dapat mengoptilmalkan ranah kognitif, afektif dan konatif. Sekolah islam terpadu juga memadukan  pendidikan aqliyah, ruhiyah dan jasaddiyah.  Dalam penyelenggaraannya  memadukan keterlibatan dan partisipasi aktif  lingkungan belajar yaitu sekolah, rumah dan masyarakat.
Dengan sejumlah pengertian diatas dapatlah ditarik suatu pengetian umum yang komprehensif bahwa sekolah  islam terpadu adalah sekolah islam  yang diselenggarakan dengan memadukan  secara integrative  nilai dan ajaran islam  dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang  efektif  dan pelibatan  yang optimal  dan koperatif   antara guru dan orang tua, serta masyarakat  untuk membina karakter dan kompetisi murid.
Sekolah Islam Terpadu yang muncul sebagai alternatif solusi dari keresahan sebagian masyarakat muslim yang menginginkan  adanya sebuah institusi pendidikan islam yang berkomitmen mengamalkan  nilai-nilai islam  dalam sistemnya, dan bertujuan agar siswanya mempunyai kompetensi seimbang antara ilmu kauniayah dengan ilmu qauliyah, antara fikriyah, Ruhiyyah dan Jasadiyyah, sehingga mampu  melahirkan generasi muda muslim yang berilmu, berwawasan luas dan bermanfat bagi ummat.  Dengan tujuan menciptakan siswa yang memiliki  kecerdasan  Intelektual (Intelegen Quotient/IQ), Kecerdasan Emosional ( Emotional Quotient/EQ) dan kecerdasan Spritual (Spritual Quotient/SQ) yang tinggi serta  kemampuan beramal (kerja) yang ihsan.

No comments:

Post a Comment