MAKALAH
LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
“Pegadaian Syariah”
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sampai saat ini masih ada kesan dalam masyarakat,
kalau seseorang pergi ke pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara
menggadaikan barnag, adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah
sangat menderita. Karena itu banyak diantara masyarakat yang malu menggunakan
fasilitas pengadaian. Lain halnya jika kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan
terlihat lebih prestisius, walaupun dalam prosesnya memerlukan waktu yang
relatif lebih lama dengan persyaratan yang cukup rumit.
Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank,
BMT, dan asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal yang
mengilhami dibentuknya pegadaian syariah atau rahn lebih dikenal sebagai produk
yang ditawarkan oleh Bank syariah, dimana Bank menawarkan kepada masyarakat
dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan.
Oleh karena itu dibentuklah lembaga keungan yang
mandiri yang berdasarkan prinsip syariah. Adapun pada makalah yang kami bahas
ini isinya pengertian Pegadaian Syariah
secara lebih rinci mulai dari pengertian pegadaian syariah, Dasar hukum yang
digunakan di pegadaian syariah, Sejarah berdirinya pegadaian syariah, tujuan
didirikannya pegadaian syariah, rukun yang digunakan di pegadaian syariah, jasa
dan produk yang ditemui di pegadaian syariah, perbedaan pegadaian syariah dan
pegadaian konvensional dan terakhir mekanisme kerja yang diterapkan dipegadaian
syariah.
Kami
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami cantumkan dalam rumusan
masalah dari kutipan-kutipan laman website di google, sumber bacaan lain berupa
artikel, majalah islam dan buku referensi terkait ekonomi islam Semoga apa yang
kami tuangkan dalam makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan
menambah wawasan pembaca makalah.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian Pegadaian Syariah
2. Bagaimana cerita atau sejarah berdirinya Pegadaian
Syariah
3. Apa Landasan Hukum yang digunakan dalam Pegadaian
Syariah
4. Apa persamaan dan perbedaan Pegadaian Syariah dengan
Pegadaian Konvensional
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memaparkan pengertian Pegadai
Syariah
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah berdirinya
Pegadaian Syariah
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan landasan
hukum yang digunakan dalam pegadaian Syariah
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan Persamaan dan
Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pegadaian Syariah
Pegadaian
menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan “Gadai adalah
suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang
bergerak,yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain
atas namanya,dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu
untuk mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang yang berpiutang lainnya,dengan pengecualian biaya untuk melelang barang
terrsebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah
barang itu digadaikan,biaya-biaya mana yang harus dikeluarkan.”
Pegadaian Syariah
adalah Pegadaian yang dalam menjalankan operasioanlnya berpegang kepada prinsip
syariah.Payung hukum dalam gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip
syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002
yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang
dalam bentuk rahn dibolehkan,dan fatwa No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn
Tasjily.Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk
Gadai dalam fiqh disebut rahn yang
menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan.
Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.[1]
Pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu
benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi dari harganya,
apabila yang berutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.[2]
Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia tidak
terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang
disebut dengan pegadaian syariah. Pegadaian syariah didirikan pada tahun 2003,
ide pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga
dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah serta realitas
di masyarakat bahwa pegadaian konvensional mampu memberikan kontribusi aktif
dalam membantu masyarakat. Secara umum tujuan ideal dari perum pegadaian adalah
penyediaan dana dengan prosedur yang sederhana kepada masyarakat luas terutama
kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi, produksi,
dan lain sebagainya. Keberadaan perum pegadaian juga diharapkan untuk menekan munculnya
lembaga keuangan non formal yang cenderung merugikan masyarakat seperti
renternir. Lembaga keuangan non formal tersebut cenderung memanfaatkan
kebutuhan dana mendesak masyarakat, keterbatasan informasi masyarakat dan
keterisolasian masyarakat di daerah tertentu untuk memperoleh tingkat
keuntungan sangat tinggi secara tidak wajar.[3]
B. Sejarah berdirinya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal
kebangkitan pengadaian,satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10
menegaskan misi yang harus diemban oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI
tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep
syari’ah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang
menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian
panjang akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai
langakah awal pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi modern
yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang diselaraskan dengan
nilai islam.
Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor
Cabang Pengadain Syariah /Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu
unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum Pengadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah
pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal. Pengadaian Syariah pertama kali
berdiri di jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) kemudian
berkembang dikota-kota besar seperti, semarang, surabaya.[4]
C. Landasan Hukum
Landasan konsep pengadaian syariah juga mengacu kepada syariah islam yang
bersumber dari Al Quran dan Al Hadist, adapun dasar hukum yang dipakai adalah:
(Q S Al Baqarah Ayat 283).
Artinnya:
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu
tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagaian kamu mempercayai
sebagaian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh SWT dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Alloh maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Al-Hadits
“ Aisyah r.a berkata bahwa
Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju
besi.” (HR. Bukhari no. 1926, Kitab al-Buyu, dan Muslim).[5]
Landasan hukum berikutnya, dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw
dengan roti dari gandum dan sungguh Rasululloh Saw telah menaguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang
Yahudi.”(HR. Anas ra ).
Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum mubah(boleh) perjanjian
gadai.
Adapn mengenai prinsip Rahn (gadai) telah memiliki fatwa dari dewan syariah
Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan fatwa Dewan
Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan Syarat
Transaksi Gadai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pegadaian
Syariah adalah Pegadaian yang dalam menjalankan operasioanlnya berpegang kepada
prinsip syariah.Payung hukum dalam gadai syariah dalam hal pemenuhan
prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002
tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang
sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan,dan fatwa
No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily.
Fungsi operasi
pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain
Syariah /Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit organisasi di
bawah binaan Divisi Usaha lain
DAFTAR PUSTAKA
Ø Fatwa
DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Ø Iqbal,
Muhaimin. 2006. Asuransi Umum Syariah. Jakarta:Gema
Insani.
Ø Soemitra
Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana.
[1]
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia), 2007, hal. 156
[2]
Ibid., hal. 157
[3]
Sigit Triandanu dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, (Jakarta: Salemba
Empat), 2008, hal. 212
[4]
https://jamilkusuka.wordpress.com/tag/hukum-gadai-syariah/
[5]
Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani), 2001, hal. 128-129
[6]
Ibid., hal. 167
No comments:
Post a Comment