1

loading...

Tuesday, November 27, 2018

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Pegadaian Syariah”


 BAB I PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
            Sampai saat ini masih ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi ke pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barnag, adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita. Karena itu banyak diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas pengadaian. Lain halnya jika kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan terlihat lebih prestisius, walaupun dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan persyaratan yang cukup rumit.
            Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, BMT, dan asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal yang mengilhami dibentuknya pegadaian syariah atau rahn lebih dikenal sebagai produk yang ditawarkan oleh Bank syariah, dimana Bank menawarkan kepada masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan.
            Oleh karena itu dibentuklah lembaga keungan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syariah. Adapun pada makalah yang kami bahas ini isinya pengertian Pegadaian Syariah secara lebih rinci mulai dari pengertian pegadaian syariah, Dasar hukum yang digunakan di pegadaian syariah, Sejarah berdirinya pegadaian syariah, tujuan didirikannya pegadaian syariah, rukun yang digunakan di pegadaian syariah, jasa dan produk yang ditemui di pegadaian syariah, perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional dan terakhir mekanisme kerja yang diterapkan dipegadaian syariah.
Kami mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kami cantumkan dalam rumusan masalah dari kutipan-kutipan laman website di google, sumber bacaan lain berupa artikel, majalah islam dan buku referensi terkait ekonomi islam Semoga apa yang kami tuangkan dalam makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan menambah wawasan pembaca makalah.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Pegadaian Syariah
2.      Bagaimana cerita atau sejarah berdirinya Pegadaian Syariah
3.      Apa Landasan Hukum yang digunakan dalam Pegadaian Syariah
4.      Apa persamaan dan perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional
C.   Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui dan memaparkan pengertian Pegadai Syariah
2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan sejarah berdirinya Pegadaian Syariah
3.   Untuk mengetahui dan menjelaskan landasan hukum yang digunakan dalam pegadaian Syariah
7.      Untuk mengetahui dan menjelaskan Persamaan dan Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional

BAB II
PEMBAHASAN
       A.    Pengertian Pegadaian Syariah
         Pegadaian menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak,yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya,dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil perlunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya,dengan pengecualian biaya untuk melelang barang terrsebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan,biaya-biaya mana yang harus dikeluarkan.”
              Pegadaian Syariah adalah Pegadaian yang dalam menjalankan operasioanlnya berpegang kepada prinsip syariah.Payung hukum dalam gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan,dan fatwa No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily.Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk  
           Gadai dalam fiqh disebut rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.[1]
            Pengertian rahn menurut Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitab al-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berutang tidak sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang.[2]
            Perkembangan produk-produk berbasis syariah kian marak di Indonesia tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis syariah yang disebut dengan pegadaian syariah. Pegadaian syariah didirikan pada tahun 2003, ide pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah serta realitas di masyarakat bahwa pegadaian konvensional mampu memberikan kontribusi aktif dalam membantu masyarakat. Secara umum tujuan ideal dari perum pegadaian adalah penyediaan dana dengan prosedur yang sederhana kepada masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi, produksi, dan lain sebagainya. Keberadaan perum pegadaian juga diharapkan untuk menekan munculnya lembaga keuangan non formal yang cenderung merugikan masyarakat seperti renternir. Lembaga keuangan non formal tersebut cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak masyarakat, keterbatasan informasi masyarakat dan keterisolasian masyarakat di daerah tertentu untuk memperoleh tingkat keuntungan sangat tinggi secara tidak wajar.[3]
              
B.       Sejarah berdirinya Pegadaian Syariah
            Terbitnya PP Nomor 10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pengadaian,satu hal yang perlu dicermati bahwa PP Nomor 10 menegaskan misi yang harus diemban oleh pengadaian untuk mencegah praktik riba. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pengadaian Pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syari’ah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit layanan Gadai Syariah sebagai langakah awal pembentukan divisi khusus yang menagani kegiatan usaha syariah.
            Konsep operasi Pengadaian Syariah mengacu pada sistem aadministrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas,yang diselaraskan dengan nilai islam.
            Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain Syariah /Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain Perum Pengadaian.
            ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara stuktural terpisah pengelolaanya dari usaha gadai konvensinal. Pengadaian Syariah pertama kali berdiri di jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) kemudian berkembang dikota-kota besar seperti, semarang, surabaya.[4]

      C.        Landasan Hukum
            Landasan konsep pengadaian syariah juga mengacu kepada syariah islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadist, adapun dasar hukum yang dipakai adalah: (Q S Al Baqarah Ayat 283).
Artinnya:
            Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagaian kamu mempercayai sebagaian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Alloh SWT dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Alloh maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Al-Hadits
 Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Bukhari no. 1926, Kitab al-Buyu, dan Muslim).[5]
            Landasan hukum berikutnya, dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasululloh Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi.”(HR. Anas ra ).
            Landasan hukum berikutnya adalah ijma’ ulama atas hukum mubah(boleh) perjanjian gadai.
            Adapn mengenai prinsip Rahn (gadai) telah memiliki fatwa dari dewan syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Rukun dan Syarat Transaksi Gadai.

    
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pegadaian Syariah adalah Pegadaian yang dalam menjalankan operasioanlnya berpegang kepada prinsip syariah.Payung hukum dalam gadai syariah dalam hal pemenuhan prinsip-prinsip syariah berpegang pada Fatwa DSN MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan,dan fatwa No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn Tasjily.
Fungsi operasi pengadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pengadain Syariah /Unit layanan Gadai Syariah itu (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha lain
       
DAFTAR PUSTAKA


Ø  Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Ø  Iqbal, Muhaimin. 2006. Asuransi Umum Syariah. Jakarta:Gema Insani.
Ø  Soemitra Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana.




[1] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia), 2007, hal. 156
[2] Ibid., hal. 157
[3] Sigit Triandanu dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat), 2008, hal. 212
[4] https://jamilkusuka.wordpress.com/tag/hukum-gadai-syariah/
[5]  Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani), 2001, hal. 128-129
[6] Ibid., hal. 167

No comments:

Post a Comment