1

loading...

Wednesday, November 14, 2018

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH (MBS)


MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam memahami pendidikan secara utuh memang tidak dapat hanya dengan mengandalkan satu ilmu saja. Dalam memahami pendidikan tentu saja banyak ilmu yang harus kita pahami yang harus kita pahami. Salah satunya yaitu ilmu “Manajemen Berbasis Sekolah”.
Dalam pembahasan Manajemen Berbasis Sekolah dijelaskan tentang berbagai macam karakteritik yang harus dimiliki oleh pendidikan yang menerapkan Manajemen Berbasis sekolah. Di sini juga sudah dijelaskan manfaat Manajemen Berbasis Sekolah.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan MBS ?
2.    Sebutkan model-model MBS ?
3.    Apa pentingnya MBS tersebut ?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa itu MBS
2.      Untuk mengetahui macam-macam model MBS
3.      Untuk mengetahui apa pentingnya MBS
BAB II
PEMBAHASAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1.    Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata, yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah proses menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran.[1] Berbasis memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas.[2] Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran.[3] Berdasarkan makna leksikal tersebut, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah dalam proses pengajaran atau pembelajaran.[4]
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diartikan sebagai suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, pegawai sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkankebijakan pendidikan nasional.[5]
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan “school-based management”. Istilah ini muncul pertama kali di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma barupendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.[6]
MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi peserta didik .[7] Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para staf, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan.
Dalam konteks manajemen pendidikan menurut MBS, berbeda dari manajemen pendidikan sebelumnya yang semua serba diatur dari pemerintahan pusat. Sebaliknya, manajemen pendidikan model MBS ini berpusat pada sumber daya yang ada disekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah, yaitu  yang semula diatur ole biroksasi di luar sekolah menuju pengelolaan yang berbasis pada potensi internal sekolah itu sendiri.[8]
MBS dalam pengertian yang sama dikemukan oleh Myers dan Stonehill (1993) adalah strategi untuk memperbaiki pendidikan dengan mentransfer otoritas pengambilan keputusan secara signifikan dari pemerintah pusat dan daerah ke sekolah-sekolah secara individual.[9] MBS adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari disentralisasi pendidikan.
Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah), memberikan fleksibilitas/keluwesan kepada sekolah, mendorong partisipasi secara langsung dari warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha), dan meningkatkan mutu sekolah  berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.[10]

2.    Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat beberapa model yang dikembangkan dibeberapa negara diantaranya: Hong Kong, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Australia, Prancis, Nikaragua, Selandia Baru, El Salvador, Madagaskar, dan di Indonesia.
a)      Model MBS di Hong Kong
            Kondisi yang kurang baik yang terjadi di Hong Kong mendorong diberlakukannya MBS dengan tujuan terjadinya suatu perbaikan.[1] Di Hong Kong MBS disebut The School Management Initiative (SMI) atau manajemen sekolah inisiatif.
            Model MBS di Hong Kong ini, menekankan pentingnya inisiatif dari sumber daya sekolah sebagai pengganti inisiatif dari atas yang selama ini diterapkan.  Prinsip-prinsip MBS yang ditawarkan di Hong Kong adalah perlunya telaah ulang secara terus menerus terhadap pembelajaan anggran pemerintah, perlunya evaluasi secara sistematis terhadap hasil, definisi, yang lebih baik tentang tanggung jawab, hubungan erat antara tanggung jawab sumber daya dan tanggung jawab manajemen, perlu adanya organisasi dan kerangka kerja yang sesuai, hubungan yang jelas antara pembuat kebijakan dengan agen-agen pelaksana.
            Dengan adanya prinsip tersebut maka diperlukan suatu transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendidikan. Taransparansi dan akuntabilitas di sini meliputi penggunaan anggaran belanja sekolah dan penentuan hasil belajar siswa serta pengukuran hasilnya.

b)      Model MBS di Kanada
            Di kanada, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi di mana pemerintah daerah/kota sebagai unit administratif dan pengambilan kebijakan.
            Model  MBS di sana disebut School-site decision making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. Ciri-ciri MBS dikanada adalah sebagai berikut :
1)      Penentuan alokasi sumber daya ditentukan sekolah
2)      Anggaran pendidikan diberikan secara lupsum
3)      Alokasi anggaran pendidikan tersebut dimasukkan ke dalam anggaran sekolah
4)      Adanya program efektivitas guru
5)      Adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. (sungkowo: 2002).
Penekanan model MBS di kanada ini dalam hal pengambilan keputusan, yaitu pengambilan keputusan diserahkan kepada masing-masing sekolah secra langsung. Model ini pun hanya terbatas pada beberapa hal saja, yaitu yang menyangkut pengangkatan, promosi, penghargaan dan penghentian tenaga guru dan administrasi, pengadaan peralatan sekolah, pelayanan kepada sekolah. Sebelumnya  ketiga hal tersebut ditentukan oleh pusat.
Yang menjadi ciri lain dari MBS model kanada adalah peningkatan dan pengembangan profesionalisme tenaga kerja baik meningkatkan kemampuan guru maupun tenaga administrasi.

c)      Model MBS di Amerika Serikat
            Sistem pendidikan di Amerika Serikat mula-mula secara konstistusional pemerintah pusat (state) bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pemerintah daerah hanya sebagai pembuatan kebijaksanaan dan administrasi. Pemerintah federal memiliki peran yang terbatas bahkan semakin berkurang perannya. Perannya hanya dibatasi terutama pada area khusus, yaitu dukungan pendanaan.
            Model MBS di Amerika Serikat disebut dengan Site- based Management. Beberapa pendapat yang mendudkung diadakannya MBS menyarankan bahwa sebagai syarat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan maka otoritas pengambilan keputusan harus pada tingkat sekolah.
            Mereka yakin dengan diadakannya MBS dimana penyerahan sumber daya ke tingkat sekolah akan membuat kemajuan. Hal ini karena sekolah memiliki kebebasan mencurahkan energi kreatifnya dan sekolah dapat mengembangkan diversifikasi pendekatan strategi untuk mencapai tujuannya

d)     Model MBS di Inggris.
            Model MBS di Inggris disebut Grant Maintained School (GMS). Atau manajemen swakelola pada tingkat lokal. Dinamakan seperti itu karena, adanya undang-undang pendidikan tahun 1988, antara lain berisi adanya kurikulum inti nasional, adanya ujian nasional, serta pelaporan nasional. Kontrol terhadap anggaran sekolah diberikan kepada lembaga pengelola/pengawas beserta para kepala sekoalah menengah keatas dan sebagian sekolah dasar dalam waktu lima tahun. Juga memberikan pilihan pada orang tua dengan cara membantu mengembangkan diversifikasi, meninghkatkan akses, mengizinkan sekolah-sekolah negeri untuk keluar dari kontrol otoritas pendidikan lokal. Berdasarkan suara mayoritas orang  tua siswa.
            Dengan adanya undang-undang pendidikan tersebut terjadi enam perubahan struktural guna memfasilitasi pelaksanaan MBS sebagaimana dikemukakan oleh sungkowo (2002).
a.       kurikulum nasional untuk mata pelajaran inti ditentukan oleh pemerintah.
b.      Ujian nasional dilaksanakan atau diterapkan pada siswa kelas 7,11,14 dan 16.
c.       MBS di bentuk untuk mengembangkan otoritas pemerintah.
d.      Dibuatlah sekolah lanjutan tekhnik
e.       Kewenangan inner London Education dilimpahkan kepada tiga belas otoritas pendidikan.
f.       Skema manjemen sekolah lokal dibentuk dengan melibatkan beberapa pihak terkait.
e)      Model MBS di Australia
            Karakteristik MBS di Australia dapat dilihat dari aspek kewenangan sekolah yang meliputi.
Ø  menyusun dan mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa
Ø  melakukan pengelolaan sekolah yang dapat dipilih diantara tiga kemungkinan yaitu standard flexbility option (SO), Enchanced Flexibility Option-1(EO1), dan enchanced Flexibility-2(EO2).
Ø  membuat perencanaan, melaksanakannya dan mempertanggungjawabkannya.
Ø  adanya akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS
Ø  menjamin dan mengusahankan sumber daya manusia dan sumber daya keuangan.
Ø  adanya felksibilitas dalam sumber daya sekolah
seperti yang telah disebutkan di atas untuk melakukan pengelolaan sekolah dapat dilakukan dengan tiga kemungkinan yaitu SO, EO1 dan EO2.
Pengorganisasian pengelolaan sekolah menggambarkan kadar kewenangan yang diberikan kepada sekolah.
v  Standar Flexibility Option (SO)
Dalam bentuk ini peran dan dukungan kantor distrik lebih besar. Kepala sekolah hanya bertanggungjawab terhadap penyususnan rencana sekolah dan pelaksanaan pelajaran(implementasi kurikulum). Kantor distrik bertanggunjawab terhadap pengesahan dan monitoring serta bertindak sebagai penasehat dalam penyususnan school planing overview. Dalam pengelolaan MBS tipe SO ini, pemerintah negara bagian memberikan petunjuk pedoman dan dukungan.

v  Enchanced Flexibility Option-1 (EO1)
Dalam bentuk ini sekolah bertanggungjawab untuk menyususn rencana strategis sekolah. Untuk tiga tahun. Peran distrik sebagai 1)memberikan dukungan kepada sekolah dalam pelaksanaan monitoring internal ; 2) menandatangani isi rencana sekolah.
v  Enchanced Flexibility Option-2 (EO2)
Keterlibatan distrik, disini sangat sedikit, hanya berperan sebagai lembaga konsultasi.

f)       Model MBS di Indonesia.
            Model MBS di Indonesia disebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            MBS di Indonesia difokuskan pada peningkatan mutu, tetapi tidak jelas dalam hal mutu apa.

3.    Tujuan MBS
MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dam pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efesiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.[11] Peningkatan efisiensi, antara lain, diperoleh melalui keleluasaan mengelolah sumberdaya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan biroksasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh, antara lain, melalui partisipasi orangtua terhadap sekolah, flesibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif serta disensetif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
Tujuan lain penerapan MBS adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum baik itu menyangkut kualitas pembelajaran, kualitas kurikulum, kualitas sumber daya manusia baik guru maupun tenaga kependidikan lainnya, dan kualitas pelayanan pendidikan secara umum.[12]
Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tatapengelolaan sekolah yang baik, yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.[13]
Tujuan umum Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan unmtuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah dan mendorong partisipasi warga sekolah serta masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.[14]

4.    Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Levacic,seperti yang dikutip oleh Ibrahim Bafadhal menjelaskan bahwa dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS),ada tiga karakteristik yang menjadi ciri khas dan harus dikedepankan dari lain pada manajemen tersebut,yaitu sebagai berikut.[15]
a)      Kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan kepada para stakeholder sekolah.
b)      Domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan,mencakup kurikulum,kepegawaian,keuangan,sarana prasarana,penerimaan,dan siswa baru.
c)      Walaupun keseluruhan domain manajemen peningkatan mutu didesentralisasikan kepada sekolah-sekolah,diperlukan regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Adapun Edmon,seperti yang dikutip oleh B. Suryosubroto,mencoba untuk mengemukakan berbagai indikator yang menunjukkan karakteristik dari konsep Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini,antara lain sebagai berikut.
a)      Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
b)      Sekolah memiliki visi dan target mutu yang ingin di capai.
c)      Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat.
d)     Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah,guru,dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi.
e)      Adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK.
f)       Adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif,dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu.
g)      Adanya kumunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan masyarakat.[16]

5.    Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Kathleen penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi beberapa manfaat diantaranya yaitu[17]:
a)      Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan pembelajaran.
b)      Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting.
c)      Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran.
d)     Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah.
e)      Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah.
f)       Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level (Kathleen, ERIC_Digests, downloaded April 2002).

6.    Landasan Yuridis Penerapan MBS
Secara yuridis, penerapan MBS dijamin oleh peraturan perundang-undangan berikut[18]:
1)      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat (1) “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah,bdilaksanakn berdasarkan pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”;
2)      Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 pada Bab VII tentang Bagian Program Pembangunan Bidang Pendidikan, khususnya sasaran (3), yaitu “terwujudnya manjemen pendidikan yang berbasis sekolah dan masyarakat (school community based management)”;
3)      Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 44 Tahun 2002 tentang Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah;
4)      Kepmendiknas Nomor 087 tahun 2004 tentang Standar Akreditasi Sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah; dan
5)      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah, yaitu manajemen berbasis sekolah.


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai suatu model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, pegawai sekolah, orangtua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkankebijakan pendidikan nasional. Terdapat berbagai macam Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah yang menambah wawasan kita untuk mempelajari bagaimana memanajemen suatu pendidikan.

B.  Saran
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih terdapat banyak kekurangan yang kami miliki. Maka dari itu tentunya kami mohon kepada pembaca semuanya untuk  memberikan kritik dan saran yang membangun, sehingga kami bisa memperbaiki kesalahan yang ada di makalah ini.



[1] Sri Minarti, Manajemen Sekolah (Jakarta, Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 50.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid., hlm. 51
[6] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung, PT Remaja Rosdakarya), hlm. 24.
[7] Ibid.
[8] Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta, PT Grasindo, 2002), hlm. 1
[9] Ibid., hlm. 3
[10] Rohiat, Manajemen Sekolah (Bengkulu, PT Refika Aditama, 2008), hlm. 47.
[11] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung, PT Remaja Rosdakarya), hlm. 25.

[12] Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta, PT Grasindo, 2002), hlm. 23.
[13] Rohiat, Manajemen Sekolah (Bengkulu, PT Refika Aditama, 2008), hlm. 48.
[14] Sri Minarti, Manajemen Sekolah (Jakarta, Ar-Ruzz Media, 2006), hlm. 69.
[15] Ibid., hlm. 56.
[16] Ibid., hlm. 57.
[18] Rohiat, Manajemen Sekolah (Bengkulu, PT Refika Aditama, 2008), hlm. 51.

No comments:

Post a Comment