MAKALAH MASA PEMIKIRAN FILSAFAT PRA YUNANI KUNO
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam mempelajari sejarah filsafat
yunani, berarti menyaksikan kelahiran filsafat. Filsafat lahir diawali dengan
adanya para filusuf pertama yang memiliki keraguan atasmitos-mitos atau dongeng tentang asal muasal segala sesuatu,baik
alam semesta maupun manusia yang tidak bisa di terima oleh akal manusia. Sudah barang tentu kemenangan akal atas
mitos-mitos itu tidak mungkin terjadi dengan tiba-tiba. Kemenangan itu
diperoleh secara berangsur-angsur, berjalan hingga berabad-abad. Periode filsafat Yunani merupakan
periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu
terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi lebih rasional.
Pola pikir mite adalah pola pikir yang mengandalkan mitos-mitos untuk
menjelaskan fenomena alam seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak
dianggap kejadian alam biasa, tapi dewa bumi sedang menggoyangkan kepalanya.
Namun setelah filsafat ditemukan, fenomena tersebut tidak lagi dianggap sebagai
aktivitas dewa melainkan fenomena alam yang terjadi. Dan hal ini terus
dikembangkan oleh manusia melalui filsafat sehingga alam dijadikan obyek
penelitian dan pengkajian sampai dalam bentuk yang paling mutakhir, seperti
yang kita kenal sekarang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana masa
pemikiran filsafat pra Yunani kuno?
2.
Bagaimana pemikiran
filsafat Yunani kuno?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui masa
pemikiran filsafat pra Yunani kuno
2.
Mengetahui Bagaimana
pemikiran filsafat Yunani kuno
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Masa
Pemikiran Filsafat Pra Yunani Kuno
Pada
masa ini, manusia masih menggunakan batu sebagai alat bantu. Karenanya zaman
ini juga dikenal dengan zaman batu. Hal ini dikuatkan oleh penemuan-penemuan
yang diperkirakan sebagai peninggalan zaman Sebelum Masehi, antara lain adalah:
1.
Alat-alat dari batu
2.
Tulang belulang
hewan
3.
Sisa beberapa
tanaman
4.
Tempat penguburan
5.
Tulang belulang
manusia purba
Pada
abad 16 hingga 5 SM manusia telah menemukan alat-alat yang terbuat dari besi,
tembaga dan perak yang digunakan sebagai berbagai macam peralatan.[1]
Zaman
ini disebut-sebut sebagai masa persiapan lahirnya filsafat (abad 6 SM).
Disebutkan oleh K.Bartens, setidaknya ada tiga faktor yang mendahului lahirnya
filsafat:[2]
1.
Berkembangnya
mite-mite atau mitologi yang cukup luas di kalangan Bangsa Yunani. Mitologi-mitologi
ini dianggap salah satu sebab yang membidani lahirnya filsafat karena mitologi
merupakan percobaan untuk memahami. Mite-mite telah memberi jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang bergejolak dalam hati manusia, darimana dunia kita?
Darimana kejadian alam? Mite yang mencari keterangan tentang asal-usul dalam
semesta disebut mite kosmogonis, sedangkan mite yang menerangkan tentang
asal-usul dan sifat kejadian disebut dengan mite kosmologis.
2.
Kesusasteraan
Yunani, seperti karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai
kedudukan yang istimewa dalam karya sastra Yunani. Bahkan dalam jangka waktu
yang cukup lama, karya tersebut dijadikan sebagai semacam buku pedoman bagi
bangsa Yunani.
3.
Pengaruh Timur Kuno
seperti Mesir dan Babylonia yang sudah mengenal ilmu hitung dan ilmu ukur.
Tentu saja, hal ini berdampak positif bagi bangsa Yunani, terutama perannya
mendukung perkembangan astronomiYunani. Di sinilah letak kecerdasan bangsa
Yunani, yang mampu mengolah kembali ilmu pengetahuan dari timur dengan begitu
ilmiah.
Filsafat Pra Yunani Kuno adalah filsafat
yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mite-mite yang
diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu.
Baik dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang
bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta
beserta isinya tersebut. Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal
dari bahasa Yunani yaitu philosophia artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki
tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng
atau mite-mite yang diterima dari agama. Pemikiran filosof inilah yang
memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia maupun manusia yang
menyebabkan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite
tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya
dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite tentang pelangi atau bianglala
adalah tempat para bidadari turun dari surga, mite ini disanggah oleh
Xenophanes bahwa “pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi
adalah pemantulan matahari pada awan (pendapat ini adalah pendapat pemikir yang
menggunakan akal). Pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat
yang dikontrol, dapat diteliti oleh akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya.
Para pemikir filsafat yang pertama berasal dari Dimiletos kira-kira pada abad
ke 6 SM, dimana pada abad tersebut pemikiran mereka disimpulkan dari
potongan-potongan yang diberitakan oleh manusia dikemudian hari atau zaman.
Dapat dikatakan bahwa mereka adalah filosof
alam artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh
keselarasan yang menjadi sasaran para ahli filsafat tersebut (obyek
pemikirannya adalah alam semesta). Tujuan filosofi mereka adalah memikirkan
soal alam semesta, dari mana terjadinya alam itulah yang menjadi sentral
persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang
sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang
menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan
indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang dilain pihak, orang cukup
puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
B.
Pemikiran
Filsafat Yunani Kuno
1.
Filsafat Pra
Socrates
Zaman
Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada zaman ini
orang memiliki kebebasan untuk berpendapat atau mengungkapkan ide-idenya. Pada
masa itu, Yunani dipandang sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa
Yunani sudah tidak lagi mempercayai mitos-mitos. Bangsa Yunani juga tidak dapat
menerima pengalamanyang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap
menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki atau
kritis. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani berada pada barisan
terdepan dalam ilmu pengetahuan.[3]
Filsafat
zaman Yunani kuno mencakup zaman Pra Socrates dan zaman keemasan filsafat.
Tokoh-tokoh filosof pada masa itu adalah Thales, Anaximandros, Anaximenes,
Pythagoras, dan Heraklitos.Mereka dikenal dengan filosof alam. Sedangkan masa
keemasan filsafat dimeriahkan oleh tokoh-tokoh seperti, Socrates, Plato dan
Aristoteles. Pada masa inilah filsafat Yunani menikmati masa keemasannya.
Filsafat
pra-socrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu (“arche”).
Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada satu
azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles:
api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir (“panta
rei” = selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru
sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu
itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu sebenarnya
hanya satu? Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang didirikannya
untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya
tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil
mengembangkan metode reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.
Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan
diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu melebur nilai-nilai
agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang
substansial. Adapun beberapa aliran pada masa ini, yaitu sebagai berikut:
a)
Aliran
Miletos/Madzhab Milesian
Filsafat Yunani Kuno –
Aliran ini disebut Aliran Miletos karena tokoh-tokohnya merupakan warga asli Miletos,
di Asia Kecil, yang merupakan sebuah kota niaga yang maju. Berikut beberapa
tokoh yang termasuk kedalam Aliran Miletos atau dikenal pula dengan istilah
Madzhab Milesian:
1)
Thales
Thales hidup sekitar
624-546 SM. Ia adalah seorang ahli ilmu termasuk ahli ilmu Astronomi. Ia
berpendapat bahwa hakikat alamini adalah air. Segala-galanya berasal dari air.
Bumi sendiri merupakan bahan yang sekaligus keluar dari air dan kemudian
terapung-apung diatasnya. Pandangan yang demikian itu membawa
kepada penyesuaian-penyesuain lain yang lebih mendasar yaitu bahwa sesungguhnya
segalanya ini pada hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama
dari segala yang ada dan menjadi akhir dari segala-galanya. Ajaran Thales yang
lain adalah bahwa tiap benda memiliki jiwa. Itulah sebabnya tiap benda dapat
berubah, dapat bergerak atau dapat hilang kodratnya masing-masing. Ajaran
Thales tentang jiwa bukan hanya meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi
benda-benda mati pula.
2)
Anaximander
Filsafat Yunani Kuno –
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia
berpendapat bahwa hakikat dari segala seuatu yang satu itu bukan air, tapi yang
satu itu adalah yang tidak terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan
meliputi segala-galanya yang disebut “Aperion”. Aperion bukanlah materi seperti
yang dikemukakan oleh Thales. Anaximander juga berpendapat bahwa dunia ini
hanyalah salah satu bagian dari banyak dunia lainnya.
3)
Anaximenes
Anaximenes hidup sekitar
560-520 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah
udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan
pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi akan menjadi
tanah, dan akhirnya menjadi batu. Ia berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti meja
bundar.
b)
Aliran Pythagoras
Pythagoras lahir di Samos
sekitar 580-500 SM. Ia berpendapat bahwa semesta ini tak lain adalah bilangan.
Unsur bilangan merupakan prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain,
bilangan genap dan ganjil sama dengan terbatas dan tak terbatas. Berikut tokoh
pengikut aliran pythagoras:
1)
Xenophanes
Xenophanes merupakan
pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun
545 SM. Dalam filsafatnya ia menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai
permulaan dan Tuhan itu Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua
merupakan sesuatu hal yang logis. Hal itu karena kenyataan menunjukkan apabila
semua orang memberikan konsep ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka
hasilnya akan bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut
konsep kuda, sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang
Tuhan menurut Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
2)
Heraklitus
(Herakleitos)
Heraklitus hidup antara
tahun 560-470 SM di Italia Selatan sekawan dengan Pythagoras dan Xenophanes. Ia
berpendapat bahwa asal segalanya adalah api dan api adalah lambang dari
perubahan. Api yang selalu bergerak dan berubah menunjukkan bahwa tidak ada
yang tetap dan tidak ada yang tenang.
c)
Aliran Elea
1)
Parmenides
Filsafat Yunani Kuno –
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan
bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam
pandangan Pamenides ada dua jenis pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan
inderawi dan pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini
bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari pemikirannya itu
membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat yaitu penemuannya tentang
metafisika sebagai cabang filsafat yang membahas tentang yang ada.
2)
Zeno
Lahir di Elea sekitar 490
SM. Ajarannya yang penting adalah pemikirannya tentang dialektika. Dialektika
adalah satu cabang filsafat yang mempelajari argumentasi.
3)
Melissos
Lahir di Samos tanpa
diketahui secara tepat tanggal kelahirannya. Ia berpendapat bahwa “yang ada”
itu tidak berhingga, menurut waktu maupun ruang.
d)
Aliran Pluralis
1)
Empedokles
Lahir di Akragas Sisislia
awal abad ke-5 SM. ia menulis buah pikirannya dalam bentuk puisi. Ia
mengajarkan bahwa realitas tersusun dari empat anasir yaitu api, udara, tanah,
dan air.
2)
Anaxagoras
Lahir di Ionia di Italia
Selatan. Ia berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukan satu tetapi banyak.
Yang banyak itu tidak dijadikan, tidak berubah, dan tidak berada dalam satu
ruang yang kosong. Anaxagoras menyebut yang banyak itu dengan spermata (benih).
e)
Aliran Atomis
Pelopor atomisme ada dua
yaitu Leukippos dan Demokritos. Ajaran aliran filsafat ini ikut berusaha
memecahkan masalah yang pernah diajukan oleh aliran Elea. Aliran ini mengajukan
konsep mereka dengan menyatakan bahwa realitas seluruhnya bukan satu melainkan
terdiri dari banyak unsur. Dalam hal ini berbeda dengan aliran pluralisme maka
aliran atomisme berpendapat bahwa yang banyak itu adalah “atom” (a = tidak,
tomos = terbagi).
f)
Aliran Sofis
Sofisme berasal dari kata
Yunani “sophos” yang berarti cerdik atau pandai. Tokoh-tokoh kaum sofis adalah
Protagoras, Grogias, Hippias, Prodikos, dan Kritias.[4]
2.
Filsafat Socrates,
Plato, Aristoteles
Filsafat
Yunani Kuno – Puncak Filsafat Yunani dicapai pada Socrates, Plato dan
Aristoteles. Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yg “membumi”
dibandingkan ajaran-ajaran filosof sebelumnya. Seperti dikatakan Cicero
(sastrawan Roma) bahwa Socrates telah memindahkan filsafat dari langit keatas
bumi. Maksudnya, filosof pra-Socrates mengkonsentrasikan diri pada persoalan
alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia
diatas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis. Seperti telah disebutkan
didepan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan makna. Shopistes digunakan
untuk menyebut guru-guru yg berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran
penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para
sofis merupakan pemilik warung yg menjual barang ruhani. Berikut para tokoh
pada zaman ini:
a)
Socrates (470-400
S.M)
Socrates
guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk
tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya
dapat diketahui secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak
pemikir Yunani lain, terutama melalui karya plato. Sebagaimana para sofis,
Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian
dan kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates terhadap
relatifisme (pandangan yg berpendapat bahwa kebenaran tergantung pada manusia)
yg pada umumnya dianut para sofis.
Menurut
Socrates tidak benar bahwa yg baik itu baik bagi warga Athena dan lain bagi
warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yg sama bagi semua manusia dan
harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Pendirinya yg terkenal adalah
pandangannya yg menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan,
pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme etis. Dengan demikian
Socrates menciptakan suatu etika yg berlaku bagi semua manusia. Sedangkan ilmu
pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan memperkenalkan
definisi-definisi umum. Akibat pandangannya ini Socrates dihukum mati.
b)
Plato (428-348 S.M)
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk
dialog dan Socrates diberi peran yg dominan dalam dialog tersebut.
Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yg begitu. Pertama,
sifat karyanya Socratic (Socrates berperan sentral) dan diketahui bahwa
Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dg teman-temannya di
Athena. Dengan demikian, karya Plato dapat dipandang sebagai monumen bagi sang
guru yg dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan Plato mengenai filsafat.
Menurutnya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog dan filsafat
seolah-olah drama hidup yg tidak pernah selesai tetapi harus dimulai kembali.
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang ide, jiwa dan proses mengenal.
Menurut
Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yg selalu berubah dan dunia
ide yg tidak pernah berubah. Ide merupakan sesuatu yg obyektif, tidak
diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada ide-ide
tersebut. Ide-ide berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Ide hadir didalam
benda, ide-ide berpartisipasi dalam konkret dan ide merupakan model atau contoh
(paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga
memberikan dua pengenalan. pertama pengenalan tentang ide; inilah pengenalan yg
sebenarnya. Pengenalan yg dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme
(pengetahuan) dan bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian
Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda
disebut doxa (pendapat) dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan
ini dapat dicapai dg panca indera.
Dengan
dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat
pra-socratic yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yg
ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah
sedangkan dunia ide tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato
berpendapat bahwa jiwa itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan
ide. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum
bersatu dg badan, jiwa sudah mengalami pra-eksistensi dimana ia memandang
ide-ide. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa
pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap
ide-ide yg telah dilihat pada waktu pra-eksistansi.
Ajaran
Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan,
sebagaimana manusia, jagad raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan
sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi
jasa terbesarnya adalah usahanya membuka sekolah yg bertujuan ilmiah.
Sekolahnya diberi nama”Akademia”yg paling didedikasikan kepada pahlawan yg
bernama Akademos. Mata pelajaran yg paling diperhatikan adalah ilmu pasti.
Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat tulisan:”yg belum
mempelajari matematika janganlah masuk disini”.
c)
Aristoteles (384-322
S.M)
Aristoteles
adalah Pendidik Iskandar Agung yg juga adalah murid Plato. tetapi dalam banyak
hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak
dalam suatu “surga” diatas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri.
Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi (“hyle”)
dan bentuk (“morfe”). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari
Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas
dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk “bertindak” di dalam
materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan
tujuan dari materi. Teori ini dikenal dengan sebutan Hylemorfisme..
Filsafat
Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu
pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika,
etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pokok-pokok pikirannya
antara lain bahwa ia berpendapat seseorang tidak dapat mengetahui suatu obyek
jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Spektrum
pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali seluas
lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan manusia dapat
disistematiskan sebagai berikut:
1)
Pengetahuan
2)
Teoritis, Praktis,
Produktif
3)
Teologi/metafisik,
Matematika, Fisika, Etika, Politik, Seni
4)
Ilmu Hitung, Ilmu
ukur, Retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak
termasuk ilmu pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan
sebagai persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
logika diuraikan secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika
Aristoteles memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual manusia;
tidaklah berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles,
logika tidak maju selangkahpun. Mengenai pengetahuan, Aristoteles mengatakan
bahwa pengetahuan dapat dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi,
induksi mengandalkan panca indera yang “lemah”, sedangkan deduksi lepas dari
pengetahuan inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak
memberi tempat pada deduksi yg dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju
pengetahuan baru. [5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa filsafat Yunani
merupakan masa terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan
karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir
yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Periode Yunani
kuno ini dipandang sebagai zaman keemasan Filsafat, karena pada periode ini lah
dimana orang-orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya. Disisi yang lain periode yunani kuno ini disebut juga dengan
periode filsafat alam, disebut demikian karena pada periode ini telah ditandai
dengan banyaknya muncul para ahli pikir tentang alam, dimana seluruh arah dan
perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati pada keadaan alam sekitarnya.
B.
Kritik
dan Saran
Pada hakikatnya manusia tidak memiliki
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kiranya pembaca memaklumi
ketidaksempurnaan makalah ini dan penulis mengharapkan kritik dari pembaca yang
bersifat membangun.
DAFTAR
PUTAKA
Noor, Hadian. Pengantar Sejarah Filsafat.
Malang: Citra Mentari Group. 1997.
Osborne, Richard. Filsafat Untuk
Pemula. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
2001.
Russell,
Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan
Pengembangannya di Indonesia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2009.
[1] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan
Pengembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 80.
[3] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di
Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 82.
[4] Hadian Noor, Pengantar
Sejarah Filsafat, (Malang: Citra Mentari Group. 1997) h. 58
[5] Bertrand Russel, Sejarah
Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) h. 265
No comments:
Post a Comment