BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan
ini semakin banyak muncul perusahaan-perusahaan yang menjual produknya melalui
sistem Multi Level Marketing (MLM). Dimana sistem ini lebih cenderung membuat banyak kerugian pada
anggotanya tanpa ada jaminan untuk mendapatkan untung. Yang mana dalam sistem
MLM anggota diperintahkan untuk membeli barang yang akan dipasarkan kepada
konsumen. Di satu sisi, sistem ini memiliki keuntungan bagi pemilik usaha karna
ia tak perlu mengeluarkan biaya dalam iklan produknya. Sehingga hemat dalam
segi pemasaran.
Namun,
sebagai muslim yang baik, pastaslah bagi kita untuk mengetahui bagaimana
pandangan Islam mengenai hukum dari sistem MLM itu. Di makalah ini kamu akan
membahas sedikit mengenai pengertian MLM, hukum MLM dalam Islam dsb. yang
berkaitan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Multi
Level Marketing (MLM) ?
2. Apa Sejarah Multi Level
Marketing (MLM) ?
3. Bagaimana Sistem kerja
Multi Level Marketing (MLM) ?
4. Bagaimana Multi Level
Marketing (MLM) Menurut Kajian Fiqh ?
5. Apa Syarat Multi Level
Marketing (MLM) menjadi Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
MULTI LEVEL MARKETING
(MLM)
1. PENGERTIAN MULTI LEVEL
MARKETING (MLM)
Secara Etimologi Multi Level marketing (MLM)
berasal dari bahasa Inggris, Multi berarti banyak sedangkan Level berarti
jenjang atau tingkat. Adapun marketing berarti pemasaran. Jadi dari kata
tersebut dapat difahami bahwa MLM adalah pemasaran yang berjenjang.
Menurut
Peter J .Clathier Multi Level Marketing (MLM) adalah : suatu cara atau
metode menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan
yang dikembangkan oleh para distributor lepas yang memperkenalkan para
distributor berikutnya pendapatan dihasilkan terdiri dari laba eceran dan
laba grosir ditambah dengan pembayaran-pembayaran berdasarkan
penjualan total kelompok yang dibentuk oleh sebuah distributor.
Menurut David Roller definisi pengertian Multi Level Marketing (MLM) adalah
sistem melalui mana sebuah induk perusahaan mendistribusikan barang atau
jasanya. Lewat suatu jaringan orang - orang bisnis yang independen tidak hanya
di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia. Orang-orang bisnis atau para
wiraswatawan ini kemudian mensponsori orang-orang lain lagi untuk
membantu mendistribusikan barang dan jasanya, proses orang membantu
orang ini bisa diteruskan lagi lewat satu atau beberapa tingkat pemasukan
.
Secara umum Multi level marketing adalah sistem
penjualan berkelompok melalui keanggotaan yang membentuk tim pemasaran secara
bertingkat. Sistem MLM ini lebih mengutamakan kebersamaan dalam mencapai tingkat
omset penjualan perusahaan.[1]
2.
SEJARAH MULTI LEVEL MARKETING (MLM)
Bisnis pemasaran jaringan dimulai pada tahun 1940-an saat
Califiornia Vitamins mendisain penjualan dengan sistem yang menarik para
pemakai untuk mengajak pelanggan lebih banyak untuk memakai produk yang mereka
pakai. Para pelanggan itu mempunyai hak yang sama yang dapat mensponsori
pelanggan lain. Pada tahun berikutnya California Vitamins mengganti nama
menjadi NatureLite Food Supplement Corporations. Pada tahun 1956, NatureLite
menerapkan pola pemasaran jaringan dan bergabunglah Dr. Forrest Shaklee untuk
memperluas pasar produk suplemen kesehatan, yaitu produk yang dikembangkan oleh
dokter tersebut. Tidak lama kemudian, sekitar tahun 1959 Rich DeVoss dan Jay
Van Andel mencetuskan perusahan Amway sebagai satu-satunya sarana bagi bangsa
Amerika memasarkan produk dengan cara pemasaran jaringan.
Ketika sistem pemasaran jaringan diterapkan, bisnis ini tidak berjalan
dengan baik ada banyak tantangan berat bahkan menjadi malapetaka. Konsep
pemasaran jaringan disalahgunkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dengan menyelebarkan selebaran surat yang menyebutkan suatu keuntungan besar
jika ada orang yang bersedia mengirimkan dana sebesar 1 USD kepada seseorang.
Dengan kata lain bisnis ini disalahgunakan untuk mengeruk keuntungan dengan
mempengaruhi orang lain lewat iming-iming keutungan besar. Pada tahun 1975
Federal Trade Commission (FTC) menuding Amway sebagai salah satu perusahan
piramida illegal. Langkah FTC diantaranya melarang seluruh kegiatan penjualan
produk-produk Amway. Setelah melakukan upaya hukum selama empat tahun, akhirnya
FTC meyatakan sistem distribusi dan pembagian komisi yang dilakukan Amway
adalah legal. Keputusan itu lebih dikenal dengan Amway Safeguards Rule yang
kemudian dijadikan standar pengadilan dan badan hukum utnuk mengatur legalitas
perusahan pemasaran jaringan. Diharapakan dengan peraturan tersebut, baik
distributor maupun perusahan memilki payung hukum yang dapat melindungi hak-hak
mereka secara hukum. Diera millennium ini, teknologi sangat berguna dalam
pembangunan pemasaran jaringan.
Teknologi internet misalnya, telah menjadi alat yang sangat membatu mempermudah
bisnis ini, distributor dapat memesan melalui internet tanpa dibatasi tempat
dan waktu pemesanan dan pemimpian jaringan dapat memantau perkembangan
jaringannya dan transaksi-transaksi yang terjadi, artinya setiap distributor
dan kepala jaringan memperoleh keuntungan yang sama dari pemakaian internet.
Menjadi lebih efisein dan lebih mudah itu intinya. Namun seperti yang telah
disebutkan diatas, penggunan teknologi internet digunakan oleh sebagian orang
yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil keuntungan atas nama bisnis
pemasaran jaringan. Mereka menarik orang dengan iming-iming bisnis lewat
internet dangan mendapatkan fasilitas menyerupai kantor virtual bisnis
pemasaran jaringan tetapi mereka tidak pernah melakukan kegiatan bisnis selain
merekrut orang-orang untuk memberikan uangnya kepada perusahan, atau istilah
lainnya sering disebut money game.
Di Indonesia industri pemasaran
jaringan dimulai sekitar tahun 1980. Helmi Attamimi (Andrew Ho dan Aa Gym,
2006: 12) orang yang pertama kali mencetuskan IDSA (Indonesian Direct Selling
Association adalah Eddy Budiman yang saat ini berada di bawah Tiga Raksa.
Sekarang Eddy Budiman berada di perusahan Busana Sejati. Pada tahun 1980-an
belum ada perusahan jaringan di Indonesia kecuali Tiga Raksa. Ketika sistem
pemasaran jaringan diterapkan di Indonesia menghadapi tantangan yang berat.
Tidak sedikit orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang melakukan penipuan
mengatasnamakan bisnis pemasaran jaringan untuk mengeruk kepentingan pribadi.
Nyatanya banyak orang Indonesia yang tertipu oleh iming-iming keutungan yang
ditawarkan. Hal inilah yang menjadi gambaran buruk akan bisnis pemasaran
jaringan di Indonesia. Penapsiran atau pandangan negatif terhadap bisnis pemasaran
jaringan berangsur terhapus. Perubahan tersebut dampak dari perubahan prilaku
distributor yang mengembangkan bisnis mereka. Sekarang lebih banyak lagi
perusahan pemasaran jaringan yang beroprasi di Indonesia, ada sedikitnya 63
perusahan yang tergabung dalam APLI (Asosiasi Penjulan Langsung Indonesia), Sekitar
5,5 juta penduduk Indonesia kini sedang aktif menjalankan bisnis ini dan
sedikitnya 250 produk maupun jasa ikut menggunkan sisitem pemasaran jaringan,
seiring pertumbuhan itulah bisnis pemasarang jaringan akan terus berkembang dan
ini mengindikasikan bisnis pemasaran jaringan tidak pernah akan habis.[2]
3.
SISTEM KERJA MULTI LEVEL MARKETING
Seorang anggota yang dapat memimpin timnya dalam memasarkan
produk perusahaan akan diberikan komisi atau
bonus sesuai dengan sistem yang berlaku di masing-masing perusahaan MLM. Ini
biasa disebut dengan upline (Leader) untuk posisi di atas dan downline untuk
posisi anggota dibawahnya. Sistem penjualan ini sekarang banyak diaplikasikan
pada banyak jenis produk. Sistem Kerja MLM Secara global dilakukan dengan cara menjaring
calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota)
dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Adapun secara terperinci bisnis MLM
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mula-mula
pihak perusahaan berusaha menjaring konsumen untuk menjadi member, dengan cara
mengharuskan calon konsumen membeli paket produk perusahaan dengan harga
tertentu. Dengan membeli paket produk perusahaan tersebut, pihak pembeli diberi
satu formulir keanggotaan (member) dari perusahaan.
Sesudah
menjadi member maka tugas berikutnya adalah mencari member-member baru dengan
cara seperti diatas, yakni membeli produk perusahaan dan mengisi folmulir
keanggotaan. Para member baru juga bertugas mencari calon member-member baru
lagi dengan cara seperti diatas yakni membeli produk perusahaan dan mengisi
folmulir keanggotaan. Jika member mampu menjaring member-member yang banyak,
maka ia akan mendapat bonus dari perusahaan. Semakin banyak member yang dapat
dijaring, maka semakin banyak pula bonus yang didapatkan karena perusahaan
merasa diuntungkan oleh banyaknya member yang sekaligus mennjadi konsumen paket
produk perusahaan. Dengan adanya para member baru yang sekaligus menjadi
konsumen paker produk perusahaan, maka member yang berada pada level pertama,
kedua dan seterusnya akan selalu mendapatkan bonus secara estafet dari
perusahaan, karena perusahaan merasa diuntungkan dengan adanya member-member
baru tersebut.
Diantara
perusahaan MLM, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk
menanamkan modal diperusahaan tersebut, dengan janji akan memberikan keuntungan
sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. Tujuan perusahaan adalah membangun
jaringan personil secara estafet dan berkesinambungan. Yang mana ini akan
menguntungkan anggota yang berada pada level atas (Upline) sedangkan level
bawah (downline) selalu memberikan nilai point pada yang berada dilevel atas
mereka. Berdasarkan ini semua, maka sistem bisnis semacam ini tidak diragukan
lagi keharamannya karena beberapa sebab yaitu : Mengenai produk atau barang
yang dijual apakah halal atau haram tergantung kandungannya, apakah terdapat
sesuatu yang diharamkan Allah seperti unsur babi, khamr, bangkai atau darah. [3]
4.
MULTI
LEVEL MARKETING (MLM) MENURUT KAJIAN FIQH
Perusahaan yang
menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar menjalankan
penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang
berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus
sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status keanggotaan
distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh disebut
sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan (orang
yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual beli.
Pekerjaan Samsarah/simsar yang berupa makelar, distributor atau agen dalam fiqh
termasuk akad ijarah yaitu transaksi memanfaatkan jasa orang dengan imbalan.
Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan
Ibrahim memandang boleh jasa ini. Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus
memenuhi beberapa syarat diantaranya :
a. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
b. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
c. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
Distributor dan
perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak menipu dan tidak menjalankan
bisnis yang haram dan syubhat (tidak jelas halal/haramnya). Distributor dalam
hal ini berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan
pihak perusahaan yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan
imbalan para distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya. Pola
ini sejalan dengan firman Allah :
“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan
saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan
timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan
memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu
orang-orang yang beriman".( QS. Al-A’raf :
85)
“Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”.( al- Baqarah : 233)
Dan hadis nabi “ Berilah para pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya.”
(H.R. Ibnu Majah, Abu Ya’la dan Thabrani).[4]
Jadi pada dasarnya
hukum dari MLM ini adalah mubah berdasarkan kaidah ushuliyah “ al-ashlu
fil mu’amalah al-ibahah hatta dallad dalilu ala tahrimiha “ (asal dari
semua transaksi atau perikatan adalah boleh sehingga ada indikator yang
menunjukkan keharamannya). Selain itu bisnis ini bebas dari unsur-unsur Riba
(sistem bunga), gharar penipuan), dharar (bahaya), jahalah (tidak
transparan) dan zhulm (merugikan orang lain) dan yang lebih
urgen adalah produk yang dibisniskan adalah halal.[5]
5. SYARAT MULTI LEVEL
MARKETING (MLM) MENJADI SYARIAH
- Produk yang dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi
syubhat (Syubhat adalah sesuatu yang masih meragukan).
- Sistem akadnya
harus memenuhi kaedah dan rukun jual beli sebagaimana yang terdapat dalam
hukum Islam (fikih muamalah).
- Operasional,
kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai
syari’ah.
- Tidak ada
excessive mark up harga barang (harga barang di mark up sampai dua kali
lipat), sehingga anggota terzalimi dengan harga yang amat mahal, tidak
sepadan dengan kualitas dan manfaat yang diperoleh.
- Struktur
manajemennya memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para
ulama yang memahami masalah ekonomi.
- Formula intensif
harus adil, tidak menzalimi down line dan tidak menempatkan up line hanya
menerima pasif income tanpa bekerja, up line tidak boleh menerima income
dari hasil jerih payah down linenya.
- Pembagian bonus
harus mencerminkan usaha masing-masing anggota.
- Tidak ada
eksploitasi dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal
menjadi anggota dengan yang akhir
- Bonus yang
diberikan harus jelas angka nisbahnya sejak awal.
- Tidak menitik
beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan
pemenuhan kebutuhan primer.
- Cara penghargaan
kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura
dan pesta pora, karena sikap itu tidak syari’ah. Praktik ini
banyak terjadi pada sejumlah perusahaan MLM.
- Perusahaan MLM
harus berorientasi pada kemaslahatan ekonomi ummat[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Multi level marketing adalah sistem penjualan
berkelompok melalui keanggotaan yang membentuk tim pemasaran secara bertingkat.
Sistem MLM ini lebih mengutamakan kebersamaan dalam mencapai tingkat omset
penjualan perusahaan.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, melainkan juga produk jasa, yaitu jasa
marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa
marketing fee, bonus sebagainya tergantung level, prestasi penjualan dan status
keanggotaan distributor. Jasa penjualan ini (makelar) dalam terminologi fiqh
disebut sebagai “Samsarah/simsar”. Maksudnya perantara perdagangan
(orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli) untuk memudahkan jual
beli.
Pada dasarnya para
ulama seperti Ibnu Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, Atha dan Ibrahim memandang
boleh jasa ini. Namun untuk sahnya pekerjaan ini harus memenuhi beberapa syarat
diantaranya :
a. Adanya Perjanjian yang jelas antara kedua belah pihak.
b. Objek akad bisa diketahui manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan.
c. Objek akad bukan hal-hal yang diharamkan dan maksiat.
DAFTAR PUSTAKA
Yasid Abu.2005. Fiqh Realitas. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta
Wardi Ahmad.2010. Fiqh Muamalat. PT Persada Group : Jakarta
Harefa Andreas. 1999. Multi Level
Marketing. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Kuswara. Mengenal Multi Level
Marketing Syariah. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Hidyat Muhamad. 2002. Analisis
Teoris Normatif Multi Level Marketing Dalam Perspektif Muamalah. PT
Gramedia Pustaka: Jakarta
No comments:
Post a Comment