BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi
ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadian baik.
Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata
kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pribadi yang mempunyai kepribadian
yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang
lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu
berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi,
setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita
mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau
bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh
tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim
dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis
kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan
orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana
kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang
tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang
baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap
individu dapat dihindari. Psikologi kepribadian adalah salah satu cabang dari
ilmu psikologi. Psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu dasar yang
penting guna memahami ilmu psikologi. Manusia sebagai objek material dalam
pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan watak yang berbeda
satu dengan yang lainnya bahkan tidak semua orang dapat memahami kepribadian
dirinya sendiri. Hal itulah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah
tentang teori psikoanalisis Sigmund Freud, seperti yang kita ketahui, bahwa
teori kepribadian Sigmund Freud adalah yang paling kontroversial. Teori
Psikoanalisis, menjadi teori yang paling komprehensif diantara teori
kepribadian lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah teori kepribadian psikoanalisis menurut Sigmund Freud ?
2. Apa saja yang dibahas mengenai kepribadian yang diungkapkan oleh Freud ?
1.3 Batasan Masalah
1. Biografi Sigmund Freud
2. Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
3. Struktur Kepribadian
4. Dinamika Kepribadian
5. Perkembangan Kepribadian
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih
dalam mengenai teori psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmund Freud,
struktur kepribadian, dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian
menurut Sigmun Freud. Selain itu tim penulis mengharapkan dengan adanya makalah
ini maka pembaca akan lebih memahami tentang apa yang ditulis dalam makalah
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Sigmund Freud
Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6
mei 1856 dan meninggal di London, 23 september 1939 berasal dari keluarga
Yahudi. Mempunyai seorang isteri bernama Martha Barneys dan mempunyai 6 orang
anak, seorang putrinya, Anna Freud menjadi penganut freudinamisme.
Sigmund Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas
Wina pada tahun 1873-1881, spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa
(psikiatri). Pada tahun 1894 Freud belajar terapi histeri pada Jean Caharcot di
Paris. Tahun 1895 ia kembali ke Wina bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer,
dengan metode asosiasi bebas. Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang
kasus-kasus histeri. Tahun 1902 ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun
1908 Freud diundang oleh George Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah
pada pertemuan-pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal
di seluruh dunia. Tahun 1909 Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav
Jung. Tahun 1923 Freud kena penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai
30 kali. Tahun 1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan
meninggal dunia di London 1939.
2.2 Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Sumbangan Freud dalam teori psikologi kepribadian
substansial sekaligus di antara teori kepribadian substansial sekaligus
kontroversial. Teori Psikoanalisis menjadi teori yang paling komprehensif di
antara teori kepribadian lainnya, namun juga mendapat tanggapan yang banyak
baik tanggapan positif maupun negatif. Peran penting dari ketidaksadaran beserta
insting-insting seks dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah
laku, menjadi karya/temuan monumental Freud. Sistematik yang dipakai Freud
dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok yaitu : struktur kepribadian,
dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.
2.3 Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa
memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan tak sadar. Pada
tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego dan
superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi
melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.
2.3.1 Tingkat Kehidupan Mental
1. Sadar (Conscious)
Tingkat
kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut
Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
2. Prasadar (Preconscious)
Prasadar
disebut juga ingatan siap (available
memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak
sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi
kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar.
3. Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan
menurut Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud
membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah
kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang
dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa
anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
2.3.2 Wilayah Pikiran
1. Id (Das Es)
Id
adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian
akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi
yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi
dalam daerah tak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari
sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan
energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur
kepribadian lainnya.
Id
beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure
principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa
sakit. Plesure principle diproses
dengan dua cara :
a. Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata
dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat
dilakukan.
b. Proses Primer (Primery Process)
Adalah
reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar
membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id
hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan
kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau
membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian
membuat id memunculkan ego.
2. Ego (Das Ich)
Ego
berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (reality
principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah
terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang
nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego
adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama
; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang
akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan
bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang
resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego
yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3. Superego (Das Ueber Ich)
Superego
adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai
prinsip idealistik (edialistic principle)
sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Superego
berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri.
Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak
punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun
menjadi tidak realistis.
Prinsip
idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini
secara jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman
mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang
hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari
pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita
pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.
Superego
bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras
kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga
fungsi superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan
tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif
yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.
2.4 Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental dan
wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga,
Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan
kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia
termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan.
Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan
dasar yang mereka miliki.
2.4.1 Insting Sebagai
Energi Psikis
Insting adalah perwujudan
psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar
berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan
secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau
dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan
enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang
tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Enerji insting dapat dijelaskan
dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus)
yang dimilikinya :
1.
Sumber insting : adalah kondisi
jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus,
dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga
memunculkan insting lapar.
2.
Tujuan insting : adalah
menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul
karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat
ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan
kekurangan makan, dengan cara makan.
3.
Obyek insting : adalah segala
aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi
tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara
memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting
lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli
makanan dan menyajikan makanan itu.
4.
Pendorong atau
penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang tergantung kepada
intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai
batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.
2.4.2 Jenis-Jenis
Insting
1. Insting Hidup (Life Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros
adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan
seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu disebut “libido”.
Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam
kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama pada
masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu sebenarnya
insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan
insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan
keinginan-keinginan erotis.
2. Insting Mati (Death Instinct)
Insting mati disebut juga
insting-insting merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya kurang jelas
jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal. Akan
tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu
pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa
“Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang
terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang
diubah dengan obyek subtitusi.
Insting hidup dan insting mati
dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran
dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit,
menguyah dan menelan makanan.
2.4.3 Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori
kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian
kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika
kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman
ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau
takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena
memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul manakala
orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa memproduksi atau
merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar terkait
dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan moral.
Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan
ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan moral, dan
ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
1. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang
nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya kecemasan
neurotis dan kecemasan moral.
2. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah ketakutan terhadap hukuman
yang bakal diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya kalau seseorang
memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya bakal menuai
hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang tua belum tentu
mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui
juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur pemberi hukuman
dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.
3. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Adalah kecemasan kata hati, kecemasan
ini timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Kecemasan moral dan
kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni :
tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan
masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan distres –
terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.
2.4.4 Mekanisme
Pertahanan Ego
Freud mengartikan mekanisme
pertahanan ego (ego defense mechanism)
sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari
dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan
tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut Freud mekanisme
pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya, adapun
mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh macam,
yaitu :
1. Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan
meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap
lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain
diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai
tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu
sukses sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum
menemukan mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru
sesuatu yang positif disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi
umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a. Merupakan cara orang
dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.
b. Untuk mengatasi rasa
takut.
c. Melalui identifikasi
orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental dengan
kenyataan.
2. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)
Manakala obyek kateksis asli yang
dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial,
alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke
ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan
enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat
mereduksi tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis
untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan
realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi
kompromi, yaitu :
a. Sublimasi adalah
kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima
masyarakat sebagai kultural kreatif.
b. Subtitusi adalah
pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip dengan
kepuasan aslinya.
c. Kompensasi adalah
kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan insting
yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
3. Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai
kekuatan anticathexes untuk menekan
segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan
kecemasan keluar dari kesadaran.
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan
normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat
sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang
memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak
untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman
traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat
orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa
puas disana.
Perkembangan kepribadian yang
normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang
menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada
ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang
gagal membuat orang menarik diri atau regresi
5. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme
mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara
melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar,
sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri
orang itu sendiri.
6. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme
pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam
egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang
film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan
menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan
dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang
terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan
introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
7. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara
mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau
perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa
bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana
membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi
: bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi
formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif
2.5 Perkembangan
Kepribadian
Freud membagi perkembangan
kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten
(5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling
menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase
oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama
oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual
infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan
perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat
kepuasan seksual (erogenus zone)
1.
Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)
Fase oral adalah fase
perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada
fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni
berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau
perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang
menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
2.
Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)
Fase ini dimulai dari tahun kedua
sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal
dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh
dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan
kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan dimana
seharusnya seorang anak membuang kotorannya.
3.
Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)
Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni
suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke
daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya
sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini
masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi
peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai
pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini
adalah timbulnya Oedipus complex,
yang diikuti fenomena castration anxiety
(pada laki-laki) dan penis envy (pada
perempuan). Oedipus complex adalah
kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan
terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin
memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya
anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.
4.
Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)
Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun
sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut Freud,
penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang
dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena
biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini anak
mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan
kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan
hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah mempelajari
sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya
(masa pubertas).
5.
Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan
biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi
hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara,
rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini
kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari
perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya
karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase
ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi
dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan
keluarga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur
yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan superego ketiga
sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu
totalitas.
1. Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang
didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk dua sistem yang lainnya,
id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang
dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau
kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya,
id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan
yang menyenangkan.
2. Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai
pengarah individu kepada dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan
fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian
individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki
dan dijalankan ego adalah upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan
oleh individu.
3. Superego, adalah sistem kepribadian yang
berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut
baik-buruk). Adapun fungsi utama dari superego adalah :
· Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau
impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau
bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
· Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan
moral dari pada dengan kenyataan.
·
Mendorong individu kepada kesempurnaan.
Freud menyatakan gagasan bahwa energy fisik bisa
diubah menjadi energy psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik
dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya (insting).
1. Insting
2. Macam-macam insting
3. Penyaluran dan penggunaan energi psikis
4. Kecemasan
4. Mekanisme Pertahanan Ego, yang dapat diuraikan menjadi
tujuh macam mekanisme pertahanan ego, yaitu :
· Identifikasi
· Displecement
· Represi
· Fiksasi and Regresi
· Proyeksi
· Introyeksi
· Pembentukan Reaksi
Freud menyatakan bahwa pada manusia terdapat lima fase atau tahapan
perkembangan yang kesemuanya menentukan bagi pembentukan kepribadian. Lima fase
tersebut adalah :
1. Fase Oral
2. Fase Anal
3. Fase Falis
4. Fase Laten
5. Fase Genital
3.2 Saran
Dalam pembentukan
suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam keluarga terutama orang
tua. Sehingga sejak dini dibentuk, diajarkan dan dibiasakan berkepribadian yang
baik. Keluarga memberi teladan, sikap, tingkah laku, berkomunikasi yang baik
dengan tetangga serta lingkungan masyarakat. Mari kita pelajari tentang
keperibadian diri, agar kita dapat bersikap baik, sopan, dan tidak bersikap
kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri kita dapat
mengubah diri kita menjadi orang yang professional.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:
UMM Press.
Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba
Humanika.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung:
Eresco.
No comments:
Post a Comment