MAKALAH PERBANDINGAN ALIRAN-ALIRAN IMAN DAN KUFUR
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.
Membicarakan Masalah
Iman dan Kufur, umat Islam telah terjadi perselisihan dimana yang satu adalah
umat yang mudah mengkafirkan orang lain sekalipun orang itu masih bisa
dianggap muslim. Sedang yang lainnya adalah yang berpendirian bahwa
kita tidak boleh menghukum kafirkan seseorang sekalipun orang
tersebut benar-benar telah kafir dan murtad dari agam islam.
Sesungguhnya penilaian
bahwa seseorang itu kufur dan benar-benar telah menyimpang dari hukum
islam adalah wewenang Allah. Terkecuali orang tersebut mengatakan dengan
terang-terangan bahwa dia tidak menunaikan perintah Allah karena ingkar pada
Allah.
Dalam makalah
ini, kami berusaha untuk menerangkan secara mendetail tentang Iman
dan Kufur dari berbagai aliran serta memberikan beberapa solusi yang tepat
untuk menanggapi permasalahan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Iman dan Kufur ?
2. Bagaimanakah Perbandingan Antar Aliran mengenai Iman dan Kufur ?
3. Bagaimanakah Konsep Iman dan Kufur dari Berbagai Aliran?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Memahami
apa yang di maksud dengan Iman dan Kufur,
2. Mengerti tentang Perbandingan Antar Aliran mengenai Iman dan Kufur,
3. Mengetahui Konsep Iman dan Kufur dari Berbagai Aliran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman dan Kufur
Perbincangan
konsep iman dan kufur menurut tiap-tiap aliran teologi islam, seperti yang
terlihat dari berbagai literatur ilmu kalam, acapkali lebih dititikberatkan
pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman atau kufur. Ini dapat dipahami
sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat kebalikannya juga berarti
kesimpulan tentang konsep kufur.
Agenda persoalan yang pertama-tama timbul
dalam teologi islam adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan
pertama kali oleh kaum khawarij tatkala mencap kafir sejumlah
tokoh sahabat nabi SAW yang dipandang telah berbuat dosa besar, antara lain ali
bin abi thalib, mu’awiyyah bin abi sufyan,abu musa al-asy’ari,amr bin
al-ash,thalha bin ubaidillah, zuber bin awwan, dan aisyah,istri rasulullah
SAW.¹masalah ini lalu dikembangkan olehkhawarij dengan tesis utamanya
bahwa setiap pelaku dosa besar adalah kafir.
Pernyataan teologis itu selanjutnya bergulir
menjadi bahan perbincangan dalam setiap diskursus aliran-aliran teologis islam
yang tumbuh kemudian, termasuk aliran teologi islam yang tumbuh kemudian,
termasuk aliran Murji’ah. Aliran lainnya, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah,
dan Maturidiyah turut ambil bagian dalam polemic tersebut.malah tak jarang
di dalam tiap-tiap aliran tersebut terdapat perbedaaan pandangan di antara
sesama pengikutnya.
1.
KEIMANAN
Menurut pendapat-pendapat ulama fiqih bahwa
iman merupakan sebuah Tasdiq di dalam hati hal tersebut yaitu
menurut, antara lain:
a. Menurut Abu Abdullah bin Khafif
Iman adalah sebuah pembenaran hati terhadap sesuatu yang telah di jelaskan
oleh Al Haq (Allah) tentang masalah-masalah yang gaib
b. Menurut Abdullah At Tustari
Bahwa iman adalah merupakan kesaksian Al Haq. Karena jika
Allah di pandang dengan penglihatan tanpa pembatas, dan jika dengan pengetahuan
tanpa berakhir.
c. Menurut Hasan Hanafi
Setidaknya ada empat istilah kunci biasanya dipergunakan oleh para theology
Muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu :
1. Ma’rifah bi al-aql, mengetahui dengan akal
2. Amal, perbuatan baik atau patuh
3. Iqrar, pengakuan secara lisan dan
4. Tashdiq, membenakran dengan hati, termasuk pula di dalamnya marifah bi al-qalb (mengetahui dengan hati)
Keempat istilah kunci di atas misalnya
terdapat dalam Hadist Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh mulim dari Abu Sa’id
Al-Khudri:
مَنْ رَأَى مِنكُمْ
مُنكَرًا فَليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ َبِلِسَانِهِ فَاِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَالِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ (رواه مسم)
Artinya:
“Barang siapa diantara kalian yang melihat (marifah) kemungkaran, hendaklah
mengambil tindakan secara fisik. Jika engkau tidak kuasa, lakukanlah dengan
ucapanmu. Jika itu pun tidak mampu, lakukanlah dengan kalbumu. (akan tetapi
yang terakhir) ini merupakan iman yang paling lemah.” (H.R. Muslim)
Para Mutakallimin dalam golongan ahlus sunnah wal
jama’ah secara umum merumuskan unsur-unsur iman terdiri
dari al-tasdiq bi al-qalb; al-iqrar bi al-lisan; dan al-‘amal bi
al-jawarih. Ada yang berpendapat unsur ketiga dengan istilah yang lain:
al-‘amal bi al-arkan yang membawa maksud melaksanakan rukun-rukun Islam.
Perbedaan dan persamaan pendapat para mutakallimin dalam konsep iman nampaknya
berkisar di sekitar unsur tersebut. Jika dilihat dari asal bahasa kata iman
berasal dari bahasa arab yang berarti membenarkan, dan dalam bahasa Indonesia
kata iman berarti percaya yaitu sebuah kepercayaan dalam hati dan membenarkan
bahwa adanya Allah SWT itu benar-benar ada serta membenarkan dan mengamalkan
semua yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan mempercayai Rasul-Rasul
sebelumnya.
Apakah hanya sebatas rosul. Maka Iman adalah mempercayai dan
membenarkan terhadap adanya Allah,para Malaikat,kitab-kitab-Nya ,para
Rasul-Nya,Hari Akhir dan takdir baik maupun buruk ,manis maupun pahit dan bahwa
kesemuanya itu berasal dari Allah. Seperti hadits nabi
ان
تؤ من با الله وملا ئكته ورسله واليوم الآخر وتؤمن با اقدر خيره وشره
Artinya:Hendaknya
engkau beriman kepada Allah ,para malaikat-Nya,Kitab-kitab-Nya,Para
Rasul-Nya,Hari Akhir dan hendaknya engkau juga beriman kepada Taqdir,baik
maupun buruk.
Adapun menurut
syara’ iman berarti :
a)
Membenarkan
Allah berfirman : “ dan
mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada (Muhammad) dan
(kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin
tentang aanya hari akhirat.” (QS. Al-Baqarah:4) Membenarkan dan yakin adalah
dua perbuatan dari sekian banyak perbuatan hati. Diantara ulama’ ada yang
mendefinisikan iman sebagai ucapan dan perbuatan, dan ini dinamakan ucapan
hati. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa makna dalam hati ini adalah
satu-satunya makna iman.
b)
Mengumumkan lewat ucapan
Allah berfirman: “ Ktakanlah: ‘Kami
beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami, dan kepada apa
yang diturunkan kepada Ibrahim, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan
kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kepada apa yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun
diantara mereka, dan kami berserah diri kepada-Nya. (QS> Al-BAqarah:136) Rasulullah
bersabda: “ Aku diperintah agar memerangi manusia hingga mereka berkata Tiada
Tuhan selain Allah.” Nash-nash syara’ di atas menunjukkan bahwa iman merupakan
ucapan, telah dimaklumi bersama bahwa kafir tidak dianggap islam kecuali bila
ia mengucapkan dua kalimah syahadad , kecuali bila ia bisu maka ia dianggap
islam dengan adanya tanda-tanda yang menunjukkan keimanannya.
c)
Dalam Al-Kitab dan As-Sunnah
disebutkan bahwa iman mempunyai makna perbuatan. Allah berfirman: “ Dan
kemudian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’ agar
kamu menjadi saksi (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi
atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kitab-kitab (dahulu) kamu
(berkiblat) kepadanya, melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang berbalik kebelakang. Sungguh (pemindahan kiblat) itu
sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Dan Allah tidak akan meyia-nyiakan imanmu. Sungguh Allah Maha Pengasih, Maha
Penyayang kepada manusia.”(QS. Al-Baqarah:143) Nabi Muhammad bersabda: “Orang
mukmin yang paling mul;ia imannya adalah orang yang paling baik budi
pekartinya.” Budi pekerti merupakan perbuatan.
Iman merupakan inti dasar dari sebuah
peribadatan, tanpa adanya keimanan sangat mustahil seseorang dapat membenarkan
adanya Tuhan.
Dalam pembahasan ilmu kalam konsep iman
terbagi menjadi tiga golongan yaitu :
a)
Iman adalah Tasdiq dalam hati atas
wujud Allah dan keberadaan Nabi atau Rasul Allah. Menurut konsep ini iman dan
kufur semata-mata adalah urusan hati, bukan Nampak dari luar. Jika seseorang
membenarkan atau meyakini adanya Allah maka ia dapat disebut teklah beriman
kepada Allah meskipun perbuatannya tidak sesuai dengan ajaran agama islam.
Konsep iman ini banyak dianut oleh mazhab murjiah yang sebagian besar
penganutnya adalah Jahamiyah dan sebagian kecil Asy’ariyah. Menurut paham
diatas bahwa keimanan seseorang tidak ada sangkut pautnya dengan perbuatan atau
amaliyah-amaliyah zahir, dikarenakan hati adalah sesuatu yang tersembunyi sehingga
tidak dapat disangkut pautkan dengan keadaan yang zhahir.
b)
Iman adalah Tasdiq di dalam hati
dan diikrarkan dengan lidah. Dengan demikian seseorang dapat digolongkan
beriman apabila mempercayai dalam hati keberadaan Allah dan mengikrarkan
(mengucapkan) dengan lidah. Disini antara keimanan dan perbuatan manusia tidak
ada hubungannya. Yang terpenting dalam iman adalah Tasdiq dalam hati dan
diikrarkan dengan lisan konsep ini dianut oleh sebagian
pengikut Mahmudiyah
c)
Iman adalah Tasdiq dalam hati dan diikrarkan
dengan lisan serta dibuktikan dengan perbuatan. Disini diterangkan bahwa antara
iman dan perbuatan Terdapat keterkaitan karena keimanan seseorang ditentukan
pula oleh amal perbuatannya konsep iman ini dianut
oleh Mu’tazilah dan Khawarij.
2.
KEKUFURAN
Kufur secara lughat (bahasa) kata kufur berasal dari bahasa
Arab yang bermakna ingkar. Kufur dalam banyak pengertian sering diantagoniskan
sebagai kedaan yang bertolak belakang dengan iman. Adapun yang dimaksud kufur
dalam pembahasan ini adalah keadaan tidak percaya/tidak beriman kapada Allah
SWT. Maka orang yang kufur/kafir adalah orang yang tidak percaya/tidak beriman
kepada Allah baik orang tersebut bertuhan selain Allah maupun tidak bertuhan,
seperti paham komunis (ateis). Kufur ialah mengingkari Tauhid, Kenabian, Ma'ad,
atau ragu terhadap kejadiannya, atau mengingkari pesan dan hukum para nabi yang
sudah diketahui kedatangannya dari sisi Allah SWT. Ciri dari kekufuran adalah
mengingkari secara terang-terangan terhadap suatu hukum Allah SWT yang mereka
tahu tentang kebenarannya dan mereka memiliki tekad untuk memerangi agama yang
hak. Dari sinilah syirik (mengingkari tauhid) termasuk salah satu ciri konkret
dari kekufuran.
Oleh karena itu orang-orang kufur/kafir sangatlah dimurkai oleh Allah SWT karena mereka tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Adapun kufur/kafir sangatlah erat kaitannya atau hubungannya dengan keadaan-keadaan yang menyesatkan seperti syirik, nifak, murtad, tidak mau bersyukur kepada Allah SWT, dan lain sebagainya. (menurut saya, kata nifak dan tidak syukur nikmat, tidak bisa di golongkankan/tidak sejalan denga konsep kufur dalam definisi kufur yang telah anda ungkapkan di atas, karena orang yang nifak dan orang yang tidak bersyukur kepad Allah, tetap tergolong muslim dan tidak dapat di golongkan dalam golongan kufur atau musyrik ).
Oleh karena itu orang-orang kufur/kafir sangatlah dimurkai oleh Allah SWT karena mereka tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah. Adapun kufur/kafir sangatlah erat kaitannya atau hubungannya dengan keadaan-keadaan yang menyesatkan seperti syirik, nifak, murtad, tidak mau bersyukur kepada Allah SWT, dan lain sebagainya. (menurut saya, kata nifak dan tidak syukur nikmat, tidak bisa di golongkankan/tidak sejalan denga konsep kufur dalam definisi kufur yang telah anda ungkapkan di atas, karena orang yang nifak dan orang yang tidak bersyukur kepad Allah, tetap tergolong muslim dan tidak dapat di golongkan dalam golongan kufur atau musyrik ).
Bagi golongan Ibadiah, orang yang melakukan dosa besar termasuk
dalam arti yang pertama, yaitu mereka masih tetap muwahhidun, sah syahadatnya,
boleh nikah dan waris mewarisi, bahkan yang terpenting haram darah mereka,
artinya tidak diperangi.
Nampaknya pendapat Ibadiah ini lebih sederhana dari Azariqah. Bagi
Azariqah, orang yang tidak masuk golongan mereka boleh diperangi, karena bukan
daerah Islam tetapi adalah dar al-harb atau dar al-kufr, darah mereka adalah
halal. Yang dianggap dar al-Islam bagi mereka hanyalah orang yang termasuk
wilayah atau golongan mereka saja. Menurut al-Bazdawi, konsep Khawarij
mengatakan bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan berdosa besar dan
berdosa kecil yang tidak bertaubat akan kekal dalam neraka.
Bagi kaum Murjiah secara umumnya berpendapat bahwa soal kufur dan
tidak kufur adalah lebih baik ditunda saja sampai ke Hari Pengadilan Tuhan di
akhirat kelak. sebab itu, kaum Murjiah tetap menganggap sahabat-sahabat yang
terlibat dengan arbitrase adalah orang-orang yang dipercayai dan tidak keluar
dari jalan yang benar. Tetapi ada juga di kalangan cabang Murjiah yang
mempersoalkan tentang soal kufur seperti Muhammad Ibn Karran. Menurutnya,
orang-orang yang tidak mengucap dua kalimat syahadat, serta orang yang
mendustakan dan mengingkari adanya Allah dengan perkataan bukan dengan
perbuatan adalah kafir.
Argumentasi Murjiah, ialah bahwa orang Islam yang melakukan dosa
besar masih mengucap dua kalimat syahadat dan Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya,
orang seperti ini masih mukmin bukan kafir atau musyrik. Dalam dunia ini ia
tetap dianggap mukmin bukan kafir. Soalnya di akhirat diserahkan kepada
keputusan Tuhan, kalau dosa besar diampunkan, ia segera masuk syurga, kalau
tidak akan masuk neraka untuk waktu yang sesuai dengan dosa yang dilakukan dan
kemudian masuk surga.
Kalau patuh dan taat terhadap yang wajib dan sunah disebut iman,
ini bukan berarti kalau tidak melakukan yang wajib dan sunah langsung menjadi
kufur. Menurut Hisyam al-Fathi, salah seorang pemuka Mu’tazilah, menyebut
keadaan seperti itu dengan
contoh tentang orang yang melaksanakan shalat dan berzakat.
contoh tentang orang yang melaksanakan shalat dan berzakat.
Menunaikan shalat dan zakat disebut realisasi iman, maka orang yang
melakukan keduanya disebut mukmin, tetapi kalau shalat dan zakat tidak
ditunaikan, orang tersebut tidak boleh pula disebut kafir. Untuk orang yang
tidak melaksanakan yang wajib seperti shalat dan zakat serta lainnya
diistilahkan sebagai fasiq saja. Sedangkan pendapat Ibad Ibn Sulaiman, dari
kalangan pemuka Mu’tazilah juga, agak sederhana dari pendapat terdahulu, ia
berpendapat iman adalah kepatuhan kepada yang wajib bukan sunah. Seseorang yang
tidak beriman kepada Allah disebut kafir millah, yaitu kafir agama.
Dari pendapat pemuka Mu’tazilah, dapat disimpulkan bahawa kufur
adalah tidak mengucap dua kalimat syahadat dengan iringan keyakinan penuh; dan
fusuq adalah perbuatan dosa besar, serta iman adalah pengakuan dengan hati yang
dinyatakan dengan lisan dan melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi
dosa besar. Menurut al-Asy’ari sendiri, iman ialah pengakuan dalam hati tentang
ke-Esaan Allah dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka
bawa, mengucapkannya dengan lidah dan mengerjakan rukun-rukun Islam merupakan
cabang iman. Dengan demikian, untuk menjadi mukmin, cukup dengan pengakuan
dalam hati tentang dua kalimah syahadah serta membenarkan apa yang dibawa oleh
Rasul.
Dengan itu, tentulah yang disebut kufur ialah orang yang tidak
membuat pengakuan atau membenarkan tentang ke-Esaan Tuhan dan tentang kebenaran
Rasul serta segala yang mereka bawa. Menurut Asy’ariyyah seorang muslim yang
berdosa besar jika meninggal dunia tanpa bertaubat, nasibnya terserah kepada ketentuan
Tuhan, mungkin orang itu diampuni Allah karenarahmat dan kasih sayang-Nya. Ada
kemungkinan juga tidak akan diampuni Allah dosa-dosanya dan akan diazab sesuai
dengan dosa-dosa yang dibuatnya dan kemudian baru ia dimasukkan ke dalam
syurga, kerana ia tidak mungkin akan kekal tinggal dalam neraka. Ringkasan dari
uraian ini dapat disimpulkan menurut Asy’ariyyah orang-orang yang berdosa besar
bukanlah kafir, dan tidak akan kekal dalam neraka. Orang demikian adalah mukmin
dan akhirnya akan masuk syurga. Selanjutnya bagi Maturidiyyah, orang yang
berdosa kecil, dosa-dosa kecilnya akan dihapus oleh kebaikan salat dan
kewajipan-kewajipan lain yang dijalankan.
Khawarij mengatakan pengertian iman itu ialah, beriktikad dalam
hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa. Khawarij
cabang al-Azariqah, sangat kuat berpegang kepada nas (teks) al-Quran.
Menurutnya bahwa iman yang sempurna itu, adalah iman orang yang benar-benar
dapat menyesuaikan dan menyatukan perkataan dan perbuatan. Iman adalah qaul wa
amal. Bagi kaum Khawarij amal merupakan suatu kemestian, yang mesti ditunaikan,
karena amal adalah bergandengan dengan pengakuan atau al-tasdiq. Pemahaman iman
dan amal Khawarij disepakati pula oleh Mu’tazilah, kecuali dalam hal-hal
menjauhkan diri dari dosa.
Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya yaitu dosa besar
agar dengan demikian orang islam yang tidak sejalan dengan pendiriannya dapat
diperangi dan dapat dirampas harta bendanya dengan dalih mereka berdosa dan
setiap yang berdosa adalah kafir. Mengkafirkan Ali, Utsman, 2 orang hakam,
orang-orang yang terlibat dalam perang Jamal dan orang-oranng yang rela
terhadap tahkim dan mengkafirkan orang-orang yang berdosa besar dan wajib
berontak terhadap penguasa yang menyeleweng.
Iman menurut Khawarij,iman bukanlah tasdiq dan iman dalam arti
mengetahui pun belumlah cukup. Menurut Abd.Al-Jabbar orang yang tahu Tuhan
tetapi melawan kepadaNya, bukanlah orang yang mukmin dengan demikian iman
bukanlah tasdiq bukanlah ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari
mengetahui Tuhan tegasnya iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah
Tuhan.Sehingga mereka berpendapat bahwa iman itu bukan pengakuan dakam hati dan
ucapan dengan lisan saja ,tetapi amal ibadah menjadi rukun iman pula.
Lain halnya dengan subsekte khawarij yang sangat moderat, yaitu
ibadiyah. Subsekte ini memiliki pandangan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap
sebagai muwahhid (yang mengesakan tuhan), tetapi bukan mukmin. Pendeknya, ia
tetap disebut kafir tetapi hanya merupakan kafir nikmat dan bukan kafir
milah(agama). Siksaan yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal di
dalam neraka bersama orang-orang kafir lainnya.
Kaum khawarij juga berpendapat ,Barang siapa yang tidak mengerjakan
sembahyang,puasa ,zakat dan lain –lain maka orang itu kafir.Pendeknya bagi kaum
khawarij, sekalian orang mukmin yang berbuat dosa baik dosa besar maupun kecil
,maka orang itu kafir,wajib diperangi dan boleh dibunuh,boleh dirampas
hartanya.Oleh karena sayyidina Muawiyah sudah membuat dosa dengan melawan kepda
khalifah yang sah yaitu sayyidina Ali, maka kaum khawarij men cap Syayyidina
Muawiyah dan pengikutnya dengan kafir dan wajib diperangi.Siti Aisyah r,a,
karena melawan khalifah Ali adalah kafir.
Setelah menganalisa penafsiran ayat tersebut, setelah itu kita coba
membandingkan nya dengan ahlu sunnah wa al-Jama’ah, maka sangat kelihatan
sekali keanehan dan keganjilan penafsiran al-Khawarij tersebut. Berdasarkan itu
dapat kita katakan bahwa penafsiran al-Khawarij sangat jauh dari kaedah
penafsiran yang sebenarnya, dan fenomena menyimpang ini dapat menimbulkan
pertentangan dan konflik dikalangan umat Islam Diantara keganjilan-keganjilan
itu yang bertentangan dengan faham Ahlu Sunnah Waljamaah yaitu: Masalah iman
,Kaum Ahlu Sunah Waljamaah berpendirian bahwa rukun iman itu hanyalah dua, yaitun
membenarkan dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan . Seseorang kalau sudah
membenarkan dalam hatinya bahwa Tuhan itu ada dan tunggal, bahwa Nabi Muhammad
itu Rasul-Nya, sesudah itu diucapkannya dengan lisan maka orang itu sudah
muslim dan mu’min dan berlaku baginya sekalian hukum yang bertaliaan dengan
orang mu’min. Mereka hanya diminta dengan mengucapkan Syahadatain. Adapun amal
ibadat, seumpama sembahyang , puasa , zakat dan lain-lain maka itu untuk
kesempurnaan iman . Orang yang sembahyang dan mengerjakan amal ibadah
sebaik-baiknya maka orang itu adalah orang mukmin yang sempurna. Masalah Kafir,
bagi Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengi’tiqadkan bahwa sembahyang
itu tidak wajib baginya ,bahwa puasa tidak wajib baginya,bahwa mencuri
baginya,bahwa zina halal baginya ,Orang yang semacam ini dihukum kafir karena
ia menghalalkan yang sudah diharamkan Tuhan. Nafi,I bin azraq,yang digelari
Amirul Mu’minin oleh kaum Khawarij menyatakan bahwa yang menjadi
musyrik/kafir bukan hanya orang Islam yang melakukan dosa besar saja,
tetapi juga semua orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka,maka hala
darahnya, hartanya dan anak isterinya.Pdndapat ini berbeda dengan Ahlus
Sunnah,mereka tidak lekas-lekas mengkafirkan orang lain walupun menentang
pendapatnya,karena kalimat “kafir” sangat berbahaya ,karena dapat
menentukan kecelakaan manusia yang abadi dunia akhirat.
2.
MURJI’AH
Berdasarkan
pandangan mereka tentang iman itu sendiri,Abu Hasan Al-Asy’ari
mengklasifikasikan aliran teologi murji’ah menjadi 12 subsekte: Al-Jahwiyah,Ash-Salihiyah,Al-Yunusiyah,Asy-Syimriyah,As-Saubaniyah,An-Najjariyah,Al-Kailaniyahbin
Syabib dan pengikutnya,Abu Hanifah dan pengikutnya, At-Tumaniyah,Al-Marrisyah,
dan Al-Krraniyah Sedangkan, Harun Nasution dan Abu Zahra Karramiyah
membedakan Murji’ah menjadi dua kelompok utama,yaitu Murji’ah Moderat(Murji’ah
Sunnah) dan Murji’ah Ekstrim(Murji’ah Bid’ah).Diantara kalangan Murji’ah yang
berpendapat senada adalah Subsekte Al-Jahmiyah,As-Salihiyah,dan
Al-Yunusiyah. Mereka yang berpendapan bahwa iman
adalah tashdiq secara kalbu saja,atau ma’rifah(
mengetahui) Allah dengan kalbu,bukan secara demokratif,baik secara ucapan
maupum tingkah laku.
Kelompok Murji’ah
ekstrim yang terkenal adalah “perbuatan tidak dapat menggugurkan
keimanan,sebagaimana ketaatan pun tidak dapat membawa kekufuran.” Dapat
disimpulkan bahwa kelompok ini memandang bahwa pelaku dosa besar tidak akan
mdisiksa di neraka.
Sedangkan kelompok
Murji’ah Moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi
kafir. Meskipun mereka disiksa di neraka. Ia tidak kekal didalamnya.tergantung
pada dosa yang pernah dilakukannya. Meskipun demikian,masih terbuka kemungkinan
bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka. Ciri
khas dari kelompok murji’ah lainnya adalah
dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman dan tashdiq
(ma’rifah).
Satu hal yang
patut dicatat oleh seluruh subsekte Murji’ah yang disebutkan oleh Al-
Asy’ari, kecuali As-Saubaniyah
,At-Tuminiyah,Al-Karramiyah berpendapat bahwa yang
dimaksud ma’rifah adalah cinta kepada Tuhan dan tunduk kepada-Nya.
3.
MU’TAZILAH
Mu’tazilah mengatakan pengertian iman itu
ialah, beriktikad dalam hati dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri
dari segala dosa. Dalam hal ini yang mereka maksud adalah hanya menjauhkan diri
dari dosa besar saja. Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang
pasti bagi pelaku dosa besar. Apakah tetap mukmin atau telah kafir,
kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal al-munzilah bain
al-manzalatain. Setiap pelaku dosa besar menurut Mu’tazilah
menempati posisi tengah diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Tidak boleh
disebut mukmin, walaupun dalam dirinya ada iman, kerana pengakuan dan ucapan
dua kalimat syahadatnya, dan tidak pula disebut kufur, walaupun ‘amal perbuatan
dianggap dosa, kerana ia tidak mempengaruhi imannya Bagi mereka, orang yang
menyebutnya sebagai mukmin atau kafir adalah orang yang tidak mempunyai
landasan berfikir.
Dalam perkembangannya kemudian, beberapa tokoh
mu’tazilah seperti Washil Bin Atha dan Amr Bin Ubaid memperjelas sebutan itu
dengan sebutan fasik yang bukan mukmin dan bukan kafir, melainkan sebagai
kategori netral dan independent.
Seluruh pemikir mu’tazilah sepakat bahwa
amal perbuatan merupakan salah satu unsure terpenting dalam konsep iman, bahkan
hampir mengidentikkannya dengan iman.
Aspek penting lainnya dalam konsep mu’tazilah
tentang iman adalah apa yang mereka identifikasikan
sebagai ma’rifah ( pengetahuan dan akal
). Ma’rifah menjadi unsur yang tak kalahpenting dari iman
karena pandangan mu’tazilah yang bercorak rasional. Ma’rifah sebagai unsure
pokok yang rasional dari iman berimplikasi pada setiap penolakan keimanan
berdasarkan otoritas yang lain ( al-iman bi at-taqlid ). Disini terlihat
bahwa mu’tazilah sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan
akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.
Dengan demikian, menurut mereka, iman seorang dapat dikatan benar apabila
didasarkan pada akal bukan karena taqlid kepada orang lain.
Pandangan mu’tazilah seperti ini,
menurut Toshihiko Izutsu, pakar teologi Islam dari Jepang, sangat sarat
dengan konsekuensidan omplikasi yang cukup fatal. Hal ini karena hanya para
mutakallim ( teolog ) saja yang benar-benar dapat menjadi orng yang beriman,
sedangkan masyarakat awam yang mencapai jumlah mayoritas tidak dipandang
sebagai orang yang benar-benar beriman ( mukmin ).
Mengenai perbuatan apa yang mereka kategorikan
sebagai dosa besar, mereka agaknya merumuskan secara lebih konseptual ketimbang
aliran khawarij. Yang dimaksud dengan dosa besar menurut mereka adalah segala
perbuatan yang seluruh ancamannya disebutkan secara tegas didalam nas,
sedangkan dosa kecil adalah sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang
ancamannya tidak disebutkan secara tegas didalam nas. Tampaknya kelimpok ini menjadikan
ancaman sebagai criteria dasar bagi dosa besar maupun dosa kecil.
Sedangkan dalam konsep kebaikan dan keburukan mereka berpendapat bahwa
perbuatan baik adalah sesuatu yang disepakati kebaikannya oleh orang banyak,
dan perbuatan buruk adalah sesuatu yang bertentangan dengan kesepakatan mereka
( orang banyak ).
Masalah fluktuasi iman, yang merupakan
persoalan teologi yang diwariskan oleh aliran murji’ah disinggung pula oleh
mu’tazilah. Aliran ini berpendapat bahwa manakala seseorang meningkatkan dan
melaksanakan amal kebaikannya, imannya semakin bertambah. Setiap kali ia
berbuat maksiat, imannya semakin berkurang. Kenyataan ini dapat dipahami
mengingat mu’tazilah, seperti khawarij memAsukkan unsure amal sebagai
unsure penting dari iman (al amal juz’tun min al-iman).
Sedangkan dalam hal kekafiran, Menurut
mayoritas Mu’tazilah, orang yang tidak patuh terhadap yang wajib dan yang sunat
disebut ma’asi. Ma’asi terbahagi kepada dua, iaitu pertama, ma’asi kecil dan
kedua ma’asi yang besar. Ma’asi yang besar dinamakan kufur.Ma’asi yang besar,
yang membawa kepada kufur ada tiga yaitu:
1.
Seseorang yang menyamakan Allah
dengan makhluk.
2.
Seseorang yang menganggap Allah
tidak adil atau zalim.
3.
Seseorang yang menolak eksistensi
Nabi Muhammad yang menurut nash telah disepakati kaum muslimin.
Kalau patuh dan taat terhadap yang wajib dan
sunah disebut iman, ini bukan berarti kalau tidak melakukan yang wajib dan
sunah langsung menjadi kufur.
Menunaikan shalat dan zakat disebut realisasi
iman, maka orang yang melakukan keduanya disebut mukmin, tetapi kalau shalat
dan zakat tidak ditunaikan, orang tersebut tidak boleh pula disebut kafir.
Untuk orang yang tidak melaksanakan yang wajib seperti shalat dan zakat serta
lainnya diistilahkan sebagai fasiq saja.
Sedangkan pendapat Ibad Ibn Sulaiman, dari
kalangan pemuka Mu’tazilah juga, agak sederhana dari pendapat terdahulu, ia
berpendapat iman adalah kepatuhan kepada yang wajib bukan sunah. Seseorang yang
tidak beriman kepada Allah disebut kafir millah, yaitu kafir agama. Dari
pendapat pemuka Mu’tazilah, dapat disimpulkan bahawa kufur adalah tidak
mengucap dua kalimat syahadat dengan iringan keyakinan penuh; dan fusuq adalah
perbuatan dosa besar, serta iman adalah pengakuan dengan hati yang dinyatakan
dengan lisan dan melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi dosa
besar.
4.
ASY’ARIYAH
Agak pelik untuk memahami makna iman yang di
berikan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari sebab, di dalam karya-karyanya
seperti Maqalat. Al-Ibanah dan Al-Luma, ia mendefinisikan iman secara
berbeda-beda. Dalam Maqalat dan Al-Ibanah disebutkan bahwa iman
adalah qawl dan amal dan dapat bertambah serta berkurang. Dalam Al-Luma, iman
diartikannya sebagai tashdiq bi allah. Argumentasinya, bahwa kata mukmin
seperti disebutkan dalam Al Qur’an surah Yusuf ayat 7 memiliki hubungan makna
dengan kata sadiqin dalam ayat itu juga. Dengan demikian, menurut
Al-Asy’ary,iman adalah tashdiq bi al-qalb (membenarkan dengan hati).
Manusia harus percaya adanya Tuhan,aliran
Asy’ariyah mewajibkan kita untuk meyakini Tuhan karena kita diajari oleh Nabi
Muhammad SAW bahwa Tuhan itu ada dan hal itu dinyatakan dengan Al-Qur’an. Jadi
tegasnya, kita wajib percaya pada adanya Tuhan, karena diperintahkan oleh Tuhan
dan perintah ini kita tangkap dengan akal. Maka dengan demikian akal itu
bukanlah sumber tetapi hanya sekedar sebagai alat saja. Dari keterangan yang
menggambarkan adanya Tuhan di atas,terlihat bahwa seorang itu wajib beriman
karena diperintahka oleh Tuhan. Maka nampak disini bahwa Asy’ariyah lebih
menekankan pada fungsi wahyu dari pada akal. Dan kalaupun akal digunakan
kedudukannya tidak lebih hanya sebagai penguat atau alat.
Aliran Asy’ariyah sangat kuat berpegang teguh
pada wahyu dan bercorak Theocentris dan segalanya bermula pada Tuhan. Baik dan
buruk semuanya ditentukan oleh Tuhan. Maka dari itu aliran Asy’ariyah
dikategorikan sebagai aliran yang bercorak tradisional. Kemudian faham teologi
tradisional juga di anut oleh Maturidiah Bukhara. Dalam faham theologinya al
Badzawi selamanya tidak sepaham dengan Maturidiah. Antara Maturidi Bukhara dan
al-Maturidi Samarkand terdapat perbedaan yang berkisar pada persoalan
kewajiban mengetahui Tuhan. Kalau Maturidi Bukhara kewajiban mengetahui Tuhan
itu di capai dengan wahyu sedangkan Maturidi Samarkand tidak demikian halnya,
yaitu mewajibkan mengetahui Tuhan dengan akal. Dan pula kewajiban mengerjakan
yang baik dan menjauhi perbuatan yang buruk, tidaj dapat diketahui dengan akal
tetapi diketahui dengan wahyu.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari beberpa
pemaparan diatas, serta segala penjelasan-penjelasan, yang kami dapat mengambil
kesimpulan, yaitu iman merupakan suatu bentuk urusan hati yang mendorong
seseorang untuk melakukan amaliah-amaliah serta iman merupakan dasar atau
pondasi seseorang untuk dapat dekat dengan Allah. Dan sebaliknya kufur adalah
merupakan sesuatu yang sangat dimurkai oleh Allah. Kufur juga merupakan ketidak
percayaan terhadap Allah AWT beserta segala Kekuasaan-Nya. Sehingga kufur
merupakan suatu bentuk urusan hati yang dapat mendorong seseorang untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela.
Berdasarkan
perbandingan yang telah dikemukakan, nampak jelas bagaimana konsep iman dan
kufur menurut perspektif aliran yang kelima dalam teologi. Pada mulanya konsep
ilmu kalam dalam pembahasan iman dan kufur agak sederhana, seperti yang
terdapat di kalangan Khawarij dan Murjiah, tetapi kemudian pembahasannya lebih
terperinci. Hal ini terjadi setelah datangnya tingkatan perkembangan kemajuan
berfikir dan penelitian dari tokoh-tokoh Mu’tazilah. Pada masa berikutnya,
aliran ini pernah menjadi anutan penguasa di zaman Bani Abbas.
Kemajuan ini mungkin karena telah
terjadinya interaksi intelektual dengan falsafah Yunani. Dengan falsafah dan
logika itu, Mu’tazilah mengembangkan konsep-konsep dan faham yang lebih logis
dan sistematis dibandingkan dengan faham sebelumnya. Dari metode berfikir kaum
Mu’tazilah yang mempergunakan rasio itulah sebenarnya yang menjadi dasar
pembahasan tentang iman dan kufur pada aliran-aliran berikutnya seperti
Asy’ariyyah dan Maturidiyyah di kalangan ahli al-Sunnah wa al-jama’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid
Musa, Jalal. 1975. Nassy’ah al-asyariyyah wa tatawwaruha. Dar Al-Kitab
Al-Arabi: Lebanon
Amin, Ahmad.
1969. Zuhr al-Islam juz IV. Dar Al-Kitab Al-Arabi: Lebanon
Anwar, DR
Rosihon. lmu Kalam
Az-Zindani,
Syeikh Abdul Majid. Samudera Iman
Bashori.2001.
Ilmu Tauhid. UIN-Pers
Husain, Abu
Lubabah. Pemikirn Hadis Mu’tazilah
Mahmud, Ahmad.
1998. Tauhid Ilmu Kalam. Pustaka Cetia: Bandung
Mohd. Said
Ishak Jurnal Teknologi, 36(E) Jun. 2002: 61–74 © Universiti Teknologi
Malaysia
Nasution,
Harun. 1983. Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan).
UIN-Pers : Jakarta
Nasution,
Harun. 1986. A[dal dan Wahyu dalam Islam. UIN-Pers: Jakarta
Subhi.
1982. Fi’ilm Al-Kalam.
Syukur,Rof
Aswadie.2001. LC Al-milal wa Al-nihal
Rozak
,Abdur.2007.Ilmu Kalam.Bandung :Pustaka Setia
Abbas Sirajuddin.1991.I’tiqad
Ahlus Sunnah Waljama’ah.Jakarta : Pustaka Tarbiyah
No comments:
Post a Comment