MAKALAH
Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam Periode Makkah
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar
Belakang
Penulis menganalisis tema pada mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam. Salah satu temanya adalah “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wasallam”.Hal ini penting, karena apa yang paling menarik dari tulisan
ini? Adalah bawasannya Rasulullah
Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam, Merupakan Manusia paling mulia, beliau
adalah utusan Allah Subhanahu Wata’ala. pemimpin umat Islam yang membawa agama
perdamaian rahmatanlil’alamin dan sosok suri tauladan yang mesti dicontoh
akhlaknya. Sehingga sangat penting sekali bagi pemuda saat ini untuk mengenal
dan mengetahui siapa itu Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi wasallam.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk
menambah wawasan bagi pembaca mengenai “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wassalam Periode Makkah”. Tidak
sedikit dari pumuda saat ini yang tidak mengetahui tentang sejarah nabi
Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam. Penulis mengharapkan agar tidak sedikit
banyaknya tulisan mengenai “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wasallam Periode Makkah” ini
dapat memberikan pengetahuan tambahan yang bermanfaat bagi pembaca.
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada
penulisan makalah mengenai “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi
Wasallam Periode Makkah” ini
diantaranya adalah:
1. Bagaimanakah
Nasab Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan Keluarganya ?
2. Bagaimanakah
Perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dari kelahiran,masa
kecil, masa remaja, hingga menikah dengan Khadijah?
3. Bagaimanakah Pengangkatan
kerasulan nabi Muhammad?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan
makalah mengenai Sejarah Nabi Muhammad Salallahu
Alaihi Wassallam. Ini adalah:
1. Untuk
mengetahui Nasab Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan Keluarganya secara rinci.
2. Untuk
mengetahui Perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dari
kelahiran,masa kecil, masa remaja, dewasa hingga diangkat menjadi rasul secara
ringkas.
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah Pengangkatan
kerasulan nabi Muhammad
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nasab Nabi
Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
Adapun nasab,
Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
memiliki tiga bagian, yaitu: Pertama, bagian yang sudah disepakati kebenarannya
oleh ahli sirah dan nasab, yaitu sampai kepada Adnan. Kedua, bagian yang mereka
perselisihkan, antara setuju atau tidak, yaitu diatas Adnan sampai Ibrahim
‘alaihi salam. Ketiga, bagian yang tidak kita ragukan bahwa didalamnya terdapat
perkara-perkara yang tidak benar yaitu dari Ibrahim ‘alaihi allam hingga Adnan
‘alaihi salam. Sebagai nasab tersebut sudah kami sebutkan, dan rincian dan dari
ketiga bagian tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian pertama, Muhammad
bin Abdullah
bin
Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab bin Lu‟ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik
bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin
Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Sampai disini, tidak ada perbedaan
diantara para ulama.[1]
Bagian kedua, yaitu diatas Adnan. Adnan adalah
Ibnu Ad bin Humaisi’ bin Salaman bin Aush bin Basuz bin Qumwal bin Ubay bin
Awwan bin Nashisy bin Haza bin Baldas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin
Nahisy bin Makhi bin Iyadl bin Abqar bin Ubaid bin Da’a bin Hamdan bin Sunbur
bin Yatsribi bin Yahzan bin Yahzan bin Yalhan bin Ar’awa bin lyadl bin Disyan
bin Aishir bin Afnad bin Aiham bin Maqshar bin Zarah bin Sama bin Audlahbin Iram bin Qidar bin Isma’il bin
Ibrahim ‘alaihi salam.[2]
Bagian ketiga, Yaitu diatas Ibrahim ‘alaihi
sallam: Ibrahim bin Tarih bin Nahur bin
Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh
bin Lamik bin Mutawasilikh bin Ukhmuk bin Yarad bin Mahlail bin Qinam bin
Anusyah bin Syits bin Adam ‘alaihi sallam.[3]
2.2 Keluarga
Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
Keluarga Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi
wasallam dikenal dengan keluarga Hasyim, yaitu nisbat kepada kakeknya, Hasyim
bin Abdi Manaf. Berikut ini adalah hal yang berkaitan dengan kondisi Hasyim dan
orang-orang sesudahnya.
1. Hasyim
Hasyim adalah orang
yang mengurus masalah pemberian minum kepada jama’ah haji. Hasyim adalah
seorang yang santun dan terhormat. Dia adalah orang yang pertama kali
memberikan roti kepada para haji di mekkah. Namanya adalah Amru; dinamakan
Hasyim karena dia adalah orang yang meremukkan roti.
Diantara
kisahnya Dia pernah pergi berdagang ke Syam. Hasyim meninggal di Gazza di bumi
Palestina, dan istrinya bernama Salma melahirkan Abdul Muththalib pada tahun
497M.[4]
2. Abdul Muththalib
Abdul Muththalib adalah
seorang yang terhormat dan disegani oleh kaumnya. Orang-orang Quraisy
menamakannya Al-Fayyadl karena kedermawanannya. Diantara peristiwa penting yang
terjadi pada diri Abdul Muththalib berkaitan dengan perkara ka’bah adalah
penggalian sumur zam-zam dan peristiwa gajah. [5]
Ringkasan cerita
peristiwa penggalian sumur zamzamuadalah bahwa Abdul Muththalib bermimpi
diperhatikan ntuk melakukan penggalian sumur zamzam yang letaknya dijelaskan
padanya didalam mimpinya tersebut.
Peristiwa kedua,
peristiwa gajah, adalah ketika Abrahah seorang pemuda Habasyah dan wakil
Najasyi atas wilayah Yaman, melihat orang-orang Arab melakukan haji di Ka’bah,
dia membangun sebuah gereja besar di Shan’a. Abrahah ingin mengalihkan haji
orang-orang Arab ke gereja tersebut. Berita tersebut didengar oleh salah
seorang dari bani Kinanah, kemudian ditengah malam Dia masuk ke dalam gereja dan melumuri
kiblatnya dengan kotoran. Setelah Abrahah mengetahui hal tersebut, bangkit
amarahnya. Dia bersama pasukan gajahnya yang tangguh, jumlahnya enam puluh ribu
tentara, berangkat menuju ka’bah untuk menghancurkannya. Allah mengutus burung
yang berbondong-bndong kepada mereka. Burung-burung tersebut melempari mereka
dengan batu-batu yang berasal dari tanah yang terbakar. Kemudian, Allah jadikan
mereka seperti daun-daun yang dimakan
oleh ulat. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan muharram, lima puluh atau lima
puluh lima hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam,
bertepatan dengan akhir februari atau awal maret 571M.[6]
3. Abdullah, Orang tua Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wasallam
Abdullah
adalah putra dari Abdul Mutthalib yang terbaik, dan yang palin dicintainya.
Abdul Mutthalib menjodohkan Abdullah Aminah binti Wahab bin abdi Manaf bin
Zahrah bin Kilab. Abdullah menikah dengan Aminah din Mekkah. Dalam sebuah
riwayat dikatakan bahwa Abdullah pergi berdagang ke Syam. Sepulang dari
berdagang Abdullah singgah di Madinah.Disana, Dia sakit dan meninggal dunia dan
dimakamkan di an-Nabighan al-ja’di. Ketika itu Abdullah berusia 25 tahun dan
Abdullah meningga sebelum kelahiran nabi Muhammad.[7]
2.3 Kelahiran dan Pertumbuhan Nabi Muhammad
1.
Kelahiran Rasulullah
Rasulullah dilahirkan pada hari Senin
pagi, 9 Rabi'ul Awwal, tahun gajah. Bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M.
Beliau dilahirkan dari suku Quraisy,
yang merupakan suku paling
terhormat dan terpandang ditengah masyarakat Arab pada waktu
itu. Dari suku Quraisy tersebut, beliau berasal dari Bani
Hasyim, anak suku yang juga paling terhormat di tengah suku Quraisy.
Rasulullah lahir dalam keadaan yatim.
Karena ayahnya; Abdullah, telah meninggal ketika ibunya; Aminah mengandungnya
dalam usia dua bulan.
Setelah melahirkannya, sang ibu
segera membawa bayi tersebut
kepada kakeknya; Abdul Muttholib. Betapa
gembiranya sang kakek
mendengar berita kelahiran cucunya.
Lalu dibawanya
bayi tersebut ke dalam Ka'bah, dia berdoa
kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Anak tersebut kemudian diberi nama Muhammad nama yang belum
dikenal masyarakat Arab
waktu itu.
Pada hari ketujuh setelah kelahirannya, Rasulullah dikhitan.
2. Kehidupan di
Bani Sa' ad.
Selain ibunya, Rasulullah disusukan juga oleh Tsuwaibah (budak Abu Lahab). Kemudian,
sebagaimana adat kebiasaan
masyarakat perkotaan waktu
itu, Ibunya
mencari wanita pedesaan untuk menyusui putranya. Maka terpilihlah seorang wanita
yang bernama Halimah binti Abi Dzu'aib
dari suku Sa'ad bin Bakr, yang kemudian lebih dikenal dengan panggilan Halimah as-Sa' diyah.
Sesungguhnya atas kehendak Allah jualah, hingga Halimah as- Sa' diyah
menyusui
Rasulullah
ketika kecilnya. Sebab ketika
pertama kali ditawarkan untuk menyusuinya, dia terasa enggan menerimanya, karena Rasulullah anak yatim yang tidak dapat diharapkan
imbalan materi yang layak darinya.
Tetapi,
ketika
tidak didapatkan lagi bayi lain
untuk disusui, maka diapun menerima bayi Muhammad untuk disusui di perkampungan Bani Sa' ad.[8]
Ternyata Dia tidak salah
pilih, karena yang Dia susui
telah Allah persiapkan menjadi
manusia
paling
agung
dimuka
bumi
ini yang akan membawa
jalan
terang bagi umatnya
yang
beriman.
Maka wajar, setelah itu
kehidupan Halimah as-Sa'
diyah penuh
dengan
keberkahan.
3. Peristiwa
Pembelahan Dada (Syaqqus
Shadr)
Pada saat
Rasulullah berusia 5 tahun,
dan
saat beliau masih
dalam perawatan Halimah as-Sa' diyah
di perkampungan Bani Sa'ad, terjadilah perisiwa
besar yang sekaligus menunjukkan tanda
tanda kenabiannya kelak. Peristiwa tersebut dikenal dengan
istilah Pembelahan Dada (Syaqqus
Shadr).
4. Ditinggal Ibu Tercinta.
Setelah beberapa lama
tinggal bersama ibunya,
pada
usia
6 tahun, sang ibu mengajaknya berziarah
ke makam suaminya di Yatsrib. Maka berangkatlah mereka
keluar
dari
kota
Mekkah, menempuh perjalanan sepanjang 500 km, ditemani oleh
Ummu Aiman dan dibiayai
oleh
Abdul
Mutthalib.
Di tempat tujuan,
mereka menetap selama
sebulan.
Setelah itu mereka kembali pulang ke Mekkah. Namun di tengah
perjalanan, ibunya menderita sakit dan akhimya
meninggal di perkampungan Abwa' yang terletak antara kota
Mekkah dan Madinah.
5.
Di Asuhan Sang Kakek
Abdul Muththalib, sangat iba terhadap
cucunya
yang sudah menjadi yatim piatu diusianya yang masih
dini. Maka dibawalah sang
cucu ke rumahnya, diasuh dan
dikasihinya
melebihi anak-anaknya sendiri.
Pada saat itu Abdul
Muththolib
memiliki
tempat
duduk
khusus di bawah
Ka'bah,
tidak
ada seorangpun yang
berani duduk di atasnya, sekalipun anak-anaknya, mereka hanya berani
duduk
di sisinya.[9]
2.4
Pernikahan Rasulullah Dengan
Siti Khadijah
Ketika Rasulullah Salallahu
‘Alaihi Wasallam berusia kira-kira
25 tahun, kejujuran
dan peri kemanusiaannya telah termashur di seluruh kota. Dengan rasa kagum
orang akan menunjuk dan berkata itulah orangnya
yang benar- benar dapat dipercaya. Nama baik itu sampai kepada telinga
seorang janda kaya yang kemudian menghubungi paman Rasulullah, Abu Thalib,
untuk menyuruh kemenakannya memimpin kafilah
dagangnya ke Siria.
Abu
Thalib menyebutkan ihwal itu kepada Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau setuju. Perjalanan dagang itu mendapat sukses besar dan membawa keuntungan
yang di luar dugaan. Janda kaya itu, Khadijah, yakin bahwa
sukses kafilah itu tidak hanya disebabkan oleh
keadaan pasar di Siria, tetapi juga oleh kejujuran dari kehasilgunaan
pemimpinnya. Beliau mencari keterangan ihwal itu dari budaknya bernama Maisarah
yang mendukung pendapat tuannya dan menceriterakan bahwa kejujuran dan simpati pemimpin kafilah yang muda itu dalam mengelola urusan majikannya tidak dapat diperlihatkan oleh banyak
orang. Khadijah
sangat terkesan oleh keterangan-keterangan
itu. Beliau sudah berusia 40 tahun
dan telah dua kali menjadi janda. Beliau mengirim
sahabat karib beliau mendapatkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menyelidiki apa Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam
bersedia mengawini beliau.
Wanita itu menemui Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam dan bertanya, mengapa beliau belum berkeluarga. Salallahu ‘Alaihi Wasallam
menjawab bahwa beliau tidak cukup mampu untuk menikah.
Wanita itu menanyakan apakah beliau
setuju jika ada
seorang wanita kaya dan
terhormat bersedia untuk dinikahi.[10]
Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya siapa
gerangan wanita itu dan tamu
itu
mengatakan, Khadijah.
Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam berkeberatan dengan mengatakan bahwa Khadijah
terlalu tinggi kedudukannya
untuk beliau. Tamu itu menyanggupi akan berusaha mengatasi segala kendala. Jika demikian halnya, kata Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam tidak ada sesuatu yang bisa dikatakan
kecuali setuju. Siti Khadijah mengirimkan pesan
kepada
paman Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam Perjanjian telah diterima oleh semua pihak dan pernikahan diselenggarakan dengan resmi.
Seorang pemuda miskin yang telah yatim sejak kanak-kanak, baru pertama kali
memasuki jenjang hidup makmur. Beliau telah
menjadi kaya. Tetapi cara menggunakan kekayaannya merupakan suatu contoh dan
pelajaran bagi seluruh umat manusia. Sehabis pernikahan, Siti Khadijah merasa bahwa beliau kaya dan sang suami miskin. Perbedaan harta milik antara suami-istri tidak akan membawa kebahagiaan. Oleh karena itu, beliau mengambil keputusan menyerahkan
harta-benda dan semua budak beliau
kepada Rasulullah. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam yang ingin
mendapat keyakinan bahwa
niat Khadijah itu sungguh-sungguh, menyatakan
bahwa segera setelah beliau menerima budak-budak Khadijah, mereka akan dimerdekakan.
Dan, memang beliau benar-benar
melaksanakan. Tambahan pula, bagian terbesar dari harta-benda yang diterima beliau dari Khadijah dibagi-bagikan
beliau kepada kaum fakir- miskin. Di antara budak-budak yang dimerdekakan terdapat
Zaid.
tampak lebih cerdas
dan lebih tangkas dari pada yang lain-lain. Ia datang dari suatu keluarga terhormat lagi terpandang; ia
diculik orang ketika ia masih kecil dan diperjual-belikan dari tempat ke tempat dan akhirnya sampai ke Mekkah. Zaid muda, setelah dimerdekakan, sadar bahwa jauh lebih
baik mengorbankan kemerdekaannya dari pada meninggalkan kedudukannya sebagai
budak Rasulullah Salallahu
‘Alaihi Wasallam.
Ketika ia dinyatakan merdeka, Zaid
menolak
dan
memohon supaya tetap
diperbolehkan tinggal bersama Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wasallam Hal demikian disetujui dan kian lama kian
bertambah juga kecintaannya kepada Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun, dalam
pada itu, ayah dan paman Zaid terus-menerus mencari jejaknya dan akhirnya
didapati oleh mereka kabar bahwa Zaid ada di Mekkah. Di
Mekkah mereka mencium jejak Zaid yang tinggal di rumah Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wasallam .Mereka meminta anak itu kembali dengan kesediaan
membayar
uang tebusan bila Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam menghendaki.
Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam
menjawab, bahwa Zaid sudah merdeka dan ia bebas pergi menurut kehendak hatinya. Zaid pun dipanggil dan dipertemukan dengan ayah
dan pamannya. Setelah melepas
rindu dan mengeringkan air mata, ayahnya menerangkan bahwa ia sudah dibebaskan oleh tuannya yang baik
hati itu dan karena
ibunya sangat menderita sedih karena perpisahan itu, ia diharapkan ikut serta pulang.
Zaid
menjawab, “Ya ayahku, siapakah yang tidak mencintai orang-tuanya? Hatiku penuh dengan cinta kepada ibu dan ayah Tetapi saya mencintai wujud Muhammad ini begitu besar sehingga
saya tidak mungkin
dapat hidup terpisah dari beliau. Saya telah berjumpa
lagi dengan ayah dan saya sangat gembira. Tetapi perpisahan dengan Muhammad
tidak sanggup saya menanggungnya.”
Ayah
dan pamannya berusaha keras membujuk supaya ia mau pulang, tetapi Zaid tetap pada ketetapan
hatinya. Melihat gelagat ini Rasulullah berkata, “Zaid sudah menjadi orang merdeka,
tetapi sejak sekarang ia akan menjadi anakku.”
Melihat kecintaan antara Zaid dan Rasulullah
Salallahu ‘Alaihi Wasallam, ayah dan paman Zaid pulanglah dan Zaid
tetap
bersama
Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam.[11]
2.5 Wahyu Pertama dan Pengangkatan Kerasulan
Ketika usia Rasulullah ~ mendekati 40 tahun,
beliau
mulai suka
menyendiri dan menghindar dari hingar bingar kehidupan kaumnya yang penuh kesyirikan
dan perbuatan nista. Berbekal sekantong makanan
dan air
secukupnya, beliau sering
pergi menuju gua Hira yang berjaraksekitar dua mil dari kota Mekkah. Dalam kesendirian tersebut, beliau menghabiskan
waktunya untuk beribadah dan merenungi kebesaran alam disekelilingnya serta menyadari
akan adanya kekuasaanyang agung dibalik
semua penciptaan ini.
Demikianlah, hal tersebut Allah
Ta'ala
kehendaki baginya sebagai awal dan persiapan untuk menerima
sebuah
misi besar yang
akan
merubah
sejarah kemanusiaan. Karena itu, jiwanya hams dibersihkan dari hiruk pikuk duniawi
dengan segala kotoran yang ada di dalamnya.
Hal
tersebut berlangsung selama tiga tahun sebelum
diturun- kannya tugas kerasulan. Setelah sekian lama beliau melakukan khulwah (menyendiri),
membersihkan jiwanya dengan memperhatikan besamya
kekua- saan
dibalik
kebesaran alam ini,
maka Allah
berikan beliau kemuliaan dengan mengangkatnya sebagai seorang Rasul sekaligus
penutup dari para Nabi
dan Rasul.
Peristiwa ini
terjadi pada hari Senin,
tanggal 21 Ramadhan, tepat saat beliau berusia 40 tahun dalam hitungan
Hijriah. Dan sejak saat itulah, tahun kenabian dihitung.
Kejadiannya ditandai dengan
hadirnya Jibril yang datang kepadanya dan memeluknya sebanyak tiga kali. Setiap kali memeluknya dia berkata: "Bacalah",
Setiap kali itu pula Rasulullah menjawab "Saya
tidak dapat membaca",.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penulisan makalah yang berjudul Sejarah Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam Periode Mekkah bahwa biografi Rasulullah secara singkat periode mekah adalah.
Rasulullah lahir bertepatan pada tahun gajah tepatnya 571M. Adapun nasab,
Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
memiliki tiga bagian, yaitu: Pertama, bagian yang sudah disepakati kebenarannya
oleh ahli sirah dan nasab, yaitu sampai kepada Adnan. Kedua, bagian yang mereka
perselisihkan, antara setuju atau tidak, yaitu diatas Adnan sampai Ibrahim
‘alaihi salam. Ketiga, bagian yang tidak kita ragukan bahwa didalamnya terdapat
perkara-perkara yang tidak benar yaitu dari Ibrahim ‘alaihi allam hingga Adnan
‘alaihi salam.
[1]Ibnu Hisyam, I: 1, 2; Talqihu Fuhumi Ahli Atsar, 5 dan 6 ; Rahmatan lil ‘alamin, II” 11, 12, 13,
14, 52.
[2]Ibnu Sa’d, setelah diadakan
penelitian yang cermat. Lihat Rahmatan
lil ‘alamin, II : 14, 15, 16, 17.
[3]Ibnu Hisyam, I : 2, 3, 4, Talgih Fuhum Ahlil Atsar, hal. 6
dan Khulashatus Siyar, Thabari, hal. 6, Rahmatan lil ‘alamin, 2 : 18.
[4]Ibnu Hisyam, I : 137: Rahmatan
lil ‘alamin, I : 26 : II : 24
[5]Muhammad bin Abdul Wahab an
Najdi, Mukhtasar siratir Rasul, hal
41, 42 dan Ibnu Hisyam, I : 142,143, 145, 146,147.
[6]Ibnu Hisyam, I : 43-56 ; Tafhimul Qur’an, VI : 462 – 469
[7]Ibnu Hisyam, I : 156, 158: Muhammad al Ghazali, Fiqhus Sirah, hal. 45; Rahmatan
lil ‘alamin, II : 91.
[8]Zadul Ma’ad, I : 19
[9] Talqihu Ufumil Atsar, Halaman
7;dan Ibnu Hisyam, 1:1969
[10]Ibnu Hisyam, I : 189, 190 ;
Muhammad al-Ghazali, Fiqhus Sirah, halaman 59 ; dan Talqihu Atsar, halaman 7.
[11] Ahmad,Basirun Mahmud. 1992, Riwayat Hidup Rasulullah Salallahu ‘Alaihi
Wasallam .Jakarta: Yayasan
Wirmadarmi. Hal. 13.
[12]
Syekh Shafiyyur-Rahman
Mubarakfury, 2002. Sejarah Hidup
Muhammad Sirah Nabawi. Jakarta, Robbani perss. Hal. 19
No comments:
Post a Comment