1

loading...

Sunday, March 31, 2019

MAKALAH SEJARAH NABI MUHAMMAD SAW



MAKALAH 

Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam Periode Makkah


BAB I
PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang
Penulis menganalisis tema pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Salah satu temanya adalah “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam”.Hal ini penting, karena apa yang paling menarik dari tulisan ini?  Adalah bawasannya Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam, Merupakan Manusia paling mulia, beliau adalah utusan Allah Subhanahu Wata’ala. pemimpin umat Islam yang membawa agama perdamaian rahmatanlil’alamin dan sosok suri tauladan yang mesti dicontoh akhlaknya. Sehingga sangat penting sekali bagi pemuda saat ini untuk mengenal dan mengetahui siapa itu Rasulullah Muhammad Salallahu’alaihi wasallam.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan bagi pembaca mengenai “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam Periode Makkah”. Tidak sedikit dari pumuda saat ini yang tidak mengetahui tentang sejarah nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam. Penulis mengharapkan agar tidak sedikit banyaknya tulisan mengenai “Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam Periode Makkah” ini dapat memberikan pengetahuan tambahan yang bermanfaat bagi pembaca.

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan makalah mengenai  Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam Periode Makkah” ini diantaranya adalah:
1. Bagaimanakah Nasab Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan      Keluarganya ?
2. Bagaimanakah Perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dari kelahiran,masa kecil, masa remaja, hingga menikah dengan Khadijah?
3. Bagaimanakah Pengangkatan kerasulan nabi Muhammad?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah mengenai Sejarah Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassallam. Ini adalah:
1. Untuk mengetahui Nasab Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dan      Keluarganya secara rinci.
2. Untuk mengetahui Perjalanan hidup Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam dari kelahiran,masa kecil, masa remaja, dewasa hingga diangkat menjadi rasul secara ringkas.
3.  Untuk mengetahui Bagaimanakah Pengangkatan kerasulan nabi Muhammad
               
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Nasab Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
          Adapun nasab, Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki tiga bagian, yaitu: Pertama, bagian yang sudah disepakati kebenarannya oleh ahli sirah dan nasab, yaitu sampai kepada Adnan. Kedua, bagian yang mereka perselisihkan, antara setuju atau tidak, yaitu diatas Adnan sampai Ibrahim ‘alaihi salam. Ketiga, bagian yang tidak kita ragukan bahwa didalamnya terdapat perkara-perkara yang tidak benar yaitu dari Ibrahim ‘alaihi allam hingga Adnan ‘alaihi salam. Sebagai nasab tersebut sudah kami sebutkan, dan rincian dan dari ketiga bagian tersebut adalah sebagai berikut:
Bagian pertama,  Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Lu‟ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan. Sampai disini, tidak ada perbedaan diantara para ulama.[1]
Bagian kedua, yaitu diatas Adnan. Adnan adalah Ibnu Ad bin Humaisi’ bin Salaman bin Aush bin Basuz bin Qumwal bin Ubay bin Awwan bin Nashisy bin Haza bin Baldas bin Yadlaf bin Thabikh bin Jahim bin Nahisy bin Makhi bin Iyadl bin Abqar bin Ubaid bin Da’a bin Hamdan bin Sunbur bin Yatsribi bin Yahzan bin Yahzan bin Yalhan bin Ar’awa bin lyadl bin Disyan bin Aishir bin Afnad bin Aiham bin Maqshar bin Zarah bin Sama bin  Audlahbin Iram bin Qidar bin Isma’il bin Ibrahim ‘alaihi salam.[2]
     Bagian ketiga, Yaitu diatas Ibrahim ‘alaihi sallam: Ibrahim bin Tarih bin  Nahur bin Saru’ bin Ra’u bin Falikh bin Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh bin Lamik bin Mutawasilikh bin Ukhmuk bin Yarad bin Mahlail bin Qinam bin Anusyah bin Syits bin Adam ‘alaihi sallam.[3]
2.2 Keluarga Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam
Keluarga Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasallam dikenal dengan keluarga Hasyim, yaitu nisbat kepada kakeknya, Hasyim bin Abdi Manaf. Berikut ini adalah hal yang berkaitan dengan kondisi Hasyim dan orang-orang sesudahnya.
1. Hasyim
Hasyim adalah orang yang mengurus masalah pemberian minum kepada jama’ah haji. Hasyim adalah seorang yang santun dan terhormat. Dia adalah orang yang pertama kali memberikan roti kepada para haji di mekkah. Namanya adalah Amru; dinamakan Hasyim karena dia adalah orang yang meremukkan roti.
                        Diantara kisahnya Dia pernah pergi berdagang ke Syam. Hasyim meninggal di Gazza di bumi Palestina, dan istrinya bernama Salma melahirkan Abdul Muththalib pada tahun 497M.[4]
2. Abdul Muththalib
Abdul Muththalib adalah seorang yang terhormat dan disegani oleh kaumnya. Orang-orang Quraisy menamakannya Al-Fayyadl karena kedermawanannya. Diantara peristiwa penting yang terjadi pada diri Abdul Muththalib berkaitan dengan perkara ka’bah adalah penggalian sumur zam-zam dan peristiwa gajah. [5]
Ringkasan cerita peristiwa penggalian sumur zamzamuadalah bahwa Abdul Muththalib bermimpi diperhatikan ntuk melakukan penggalian sumur zamzam yang letaknya dijelaskan padanya didalam mimpinya tersebut.
Peristiwa kedua, peristiwa gajah, adalah ketika Abrahah seorang pemuda Habasyah dan wakil Najasyi atas wilayah Yaman, melihat orang-orang Arab melakukan haji di Ka’bah, dia membangun sebuah gereja besar di Shan’a. Abrahah ingin mengalihkan haji orang-orang Arab ke gereja tersebut. Berita tersebut didengar oleh salah seorang dari bani Kinanah, kemudian ditengah malam  Dia masuk ke dalam gereja dan melumuri kiblatnya dengan kotoran. Setelah Abrahah mengetahui hal tersebut, bangkit amarahnya. Dia bersama pasukan gajahnya yang tangguh, jumlahnya enam puluh ribu tentara, berangkat menuju ka’bah untuk menghancurkannya. Allah mengutus burung yang berbondong-bndong kepada mereka. Burung-burung tersebut melempari mereka dengan batu-batu yang berasal dari tanah yang terbakar. Kemudian, Allah jadikan mereka seperti daun-daun  yang dimakan oleh ulat. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan muharram, lima puluh atau lima puluh lima hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam, bertepatan dengan akhir februari atau awal maret 571M.[6]

3. Abdullah, Orang tua Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam
                        Abdullah adalah putra dari Abdul Mutthalib yang terbaik, dan yang palin dicintainya. Abdul Mutthalib menjodohkan Abdullah Aminah binti Wahab bin abdi Manaf bin Zahrah bin Kilab. Abdullah menikah dengan Aminah din Mekkah. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Abdullah pergi berdagang ke Syam. Sepulang dari berdagang Abdullah singgah di Madinah.Disana, Dia sakit dan meninggal dunia dan dimakamkan di an-Nabighan al-ja’di. Ketika itu Abdullah berusia 25 tahun dan Abdullah meningga sebelum kelahiran nabi Muhammad.[7]
2.3 Kelahiran dan Pertumbuhan Nabi Muhammad
1. Kelahiran Rasulullah
Rasulullah  dilahirkan pada hari Senin pagi, 9 Rabi'ul Awwal, tahun gajah. Bertepatan  dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M.
Beliau dilahirkan dari suku Quraisy, yang merupakan suku paling terhormat dan terpandang  ditengah masyarakat Arab pada waktu itu. Dari suku Quraisy tersebut, beliau berasal dari Bani Hasyim, anak suku yang juga paling terhormat di tengah suku Quraisy.
Rasulullah  lahir dalam keadaan yatim. Karena ayahnya; Abdullah, telah meninggal ketika ibunya; Aminah mengandungnya dalam usia dua bulan.
Setelah melahirkannya, sang ibu segera membawa bayi tersebut kepada kakeknya; Abdul Muttholib. Betapa gembiranya sang kakek mendengar berita kelahiran cucunya.
 Lalu dibawanya bayi tersebut ke dalam Ka'bah, dia berdoa  kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya.  Anak  tersebut  kemudian  diberi  nama  Muhammad  nama yang belum  dikenal  masyarakat  Arab waktu  itu. Pada  hari ketujuh setelah kelahirannya, Rasulullah  dikhitan.

2. Kehidupan  di Bani Sa' ad.
Selain  ibunya,   Rasulullah   disusukan juga  oleh  Tsuwaibah (budak    Abu Lahab).    Kemudian,  sebagaimana  adat   kebiasaan masyarakat perkotaan waktu  itu, Ibunya  mencari  wanita  pedesaan untuk   menyusui  putranya.   Maka  terpilihlah  seorang wanita  yang bernama Halimah binti  Abi Dzu'aib dari suku  Sa'ad bin Bakr, yang kemudian lebih dikenal  dengan  panggilan Halimah as-Sa' diyah.
Sesungguhnya atas kehendak Allah jualah,  hingga  Halimah as- Sa' diyah   menyusui  Rasulullah  ketika   kecilnya.   Sebab  ketika pertama  kali ditawarkan untuk menyusuinya, dia terasa enggan menerimanya, karena Rasulullah anak yatim yang tidak dapat diharapkan imbalan  materi  yang  layak darinya.  Tetapi,  ketika  tidak didapatkan  lagi  bayi  lain  untuk   disusui, maka diapun menerima bayi Muhammad untuk disusui  di perkampungan  Bani Sa' ad.[8]
Ternyata  Dia tidak  salah pilih, karena  yang  Dia susui  telah Allah persiapkan menjadi  manusia  paling  agung  dimuka  bumi  ini yang akan  membawa  jalan  terang   bagi  umatnya  yang  beriman.  Maka wajar,  setelah  itu  kehidupan  Halimah   as-Sa' diyah  penuh   dengan keberkahan.
3. Peristiwa Pembelahan  Dada  (Syaqqus  Shadr)
                 Pada  saat  Rasulullah  berusia  5 tahun,  dan  saat  beliau  masih dalam   perawatan   Halimah  as-Sa' diyah   di  perkampungan    Bani Sa'ad, terjadilah  perisiwa  besar yang sekaligus  menunjukkan tanda tanda  kenabiannya kelak.  Peristiwa  tersebut  dikenal  dengan  istilah Pembelahan   Dada  (Syaqqus  Shadr).
4. Ditinggal Ibu Tercinta.
Setelah beberapa  lama  tinggal bersama  ibunya,  pada  usia  6 tahun,  sang  ibu mengajaknya berziarah  ke makam  suaminya  di Yatsrib.  Maka  berangkatlah mereka  keluar  dari  kota  Mekkah, menempuh  perjalanan  sepanjang 500 km, ditemani  oleh  Ummu Aiman  dan  dibiayai  oleh  Abdul  Mutthalib.  Di  tempat  tujuan, mereka menetap selama sebulan.
Setelah  itu  mereka  kembali  pulang  ke  Mekkah.  Namun  di tengah perjalanan, ibunya menderita sakit dan akhimya meninggal di perkampungan Abwa'  yang terletak antara  kota Mekkah dan Madinah.

5. Di  Asuhan Sang Kakek
Abdul   Muththalib, sangat   iba  terhadap  cucunya yang  sudah  menjadi  yatim  piatu  diusianya  yang  masih  dini. Maka dibawalah     sang    cucu   ke   rumahnya,  diasuh    dan    dikasihinya melebihi  anak-anaknya   sendiri. Pada  saat itu Abdul  Muththolib  memiliki  tempat  duduk  khusus di  bawah   Ka'bah,   tidak   ada  seorangpun    yang   berani   duduk   di atasnya,   sekalipun   anak-anaknya,    mereka  hanya  berani   duduk   di sisinya.[9]

2.4  Pernikahan Rasulullah Dengan Siti Khadijah
Ketika Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam berusia kira-kira 25 tahun, kejujuran dan peri kemanusiaannya telah termashur di seluruh kota. Dengan rasa kagum orang akan menunjuk dan berkata itulah orangnya yang benar- benar dapat dipercaya. Nama baik itu sampai kepada telinga seorang janda kaya yang kemudian menghubungi paman Rasulullah, Abu Thalib, untuk menyuruh kemenakannya memimpin kafilah dagangnya ke Siria.
Abu Thalib menyebutkan ihwal itu kepada Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau setuju. Perjalanan dagang itu mendapat sukses besar dan membawa keuntungan yang di luar dugaan. Janda kaya itu, Khadijah, yakin bahwa sukses kafilah itu tidak hanya disebabkan oleh keadaan pasar di Siria, tetapi juga oleh kejujuran dari kehasilgunaan pemimpinnya. Beliau mencari keterangan ihwal itu dari budaknya bernama Maisarah yang mendukung pendapat tuannya dan menceriterakan bahwa kejujuran dan simpati pemimpin kafilah yang muda itu dalam mengelola urusan majikannya  tidak  dapat  diperlihatkan  oleh  banyak  orang.  Khadijah sangat terkesan oleh keterangan-keterangan itu. Beliau sudah berusia 40 tahun dan telah dua kali menjadi janda. Beliau mengirim sahabat karib beliau mendapatkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam untuk menyelidiki apa Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam bersedia mengawini beliau. Wanita itu menemui Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam dan bertanya, mengapa beliau belum berkeluarga. Salallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab bahwa beliau tidak cukup mampu untuk menikah. Wanita itu menanyakan apakah beliau  setuju jika  ada  seorang wanita kaya dan terhormat bersedia untuk dinikahi.[10]
 Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya siapa gerangan wanita  itu  dan  tamu  itu  mengatakan, Khadijah. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam berkeberatan dengan mengatakan bahwa Khadijah terlalu tinggi kedudukannya untuk beliau. Tamu itu menyanggupi akan berusaha mengatasi segala kendala. Jika demikian halnya, kata Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam tidak ada sesuatu yang bisa dikatakan kecuali setuju. Siti Khadijah mengirimkan pesan  kepada  paman  Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam Perjanjian telah diterima  oleh  semua  pihak  dan  pernikahan  diselenggarakan  dengan resmi. Seorang pemuda miskin yang telah yatim sejak kanak-kanak, baru pertama kali  memasuki jenjang hidup makmur. Beliau  telah  menjadi kaya. Tetapi cara menggunakan kekayaannya merupakan suatu contoh dan pelajaran bagi seluruh umat manusia. Sehabis pernikahan, Siti Khadijah merasa bahwa beliau kaya dan sang suami miskin. Perbedaan harta milik antara suami-istri tidak akan membawa kebahagiaan. Oleh karena itu, beliau mengambil keputusan menyerahkan harta-benda dan semua budak beliau kepada Rasulullah. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam yang ingin mendapat keyakinan bahwa niat Khadijah itu sungguh-sungguh, menyatakan bahwa segera setelah beliau menerima budak-budak Khadijah, mereka akan dimerdekakan. Dan, memang beliau benar-benar melaksanakan. Tambahan pula, bagian terbesar dari harta-benda yang diterima beliau dari Khadijah dibagi-bagikan beliau kepada kaum fakir- miskin. Di antara budak-budak yang dimerdekakan terdapat Zaid.
tampak lebih cerdas dan lebih tangkas dari pada yang lain-lain. Ia datang dari suatu keluarga terhormat lagi terpandang; ia diculik orang ketika ia masih kecil dan diperjual-belikan dari tempat ke tempat dan akhirnya sampai ke Mekkah. Zaid muda, setelah dimerdekakan, sadar bahwa jauh lebih baik mengorbankan kemerdekaannya dari pada meninggalkan kedudukannya sebagai budak Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ketika ia  dinyatakan merdeka,  Zaid  menolak  dan  memohon  supaya  tetap  diperbolehkan tinggal bersama Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam Hal demikian disetujui dan kian lama kian bertambah juga kecintaannya kepada Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun, dalam pada itu, ayah dan paman Zaid terus-menerus mencari jejaknya dan akhirnya didapati oleh mereka kabar bahwa Zaid ada di Mekkah. Di Mekkah mereka mencium jejak Zaid yang tinggal di rumah Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam .Mereka meminta anak itu kembali dengan kesediaan membayar uang tebusan bila Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam menghendaki. Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, bahwa Zaid sudah merdeka dan ia bebas pergi menurut kehendak hatinya. Zaid pun dipanggil dan dipertemukan dengan ayah dan pamannya. Setelah melepas rindu dan mengeringkan air mata, ayahnya menerangkan bahwa ia sudah dibebaskan oleh tuannya yang baik hati itu dan karena ibunya sangat menderita sedih karena perpisahan itu,  ia  diharapkan  ikut  serta  pulang.  Zaid  menjawab,  “Ya  ayahku, siapakah yang tidak mencintai orang-tuanya? Hatiku penuh dengan cinta kepada ibu dan ayah Tetapi saya mencintai wujud Muhammad ini begitu besar sehingga saya tidak mungkin dapat hidup terpisah dari beliau. Saya telah berjumpa lagi dengan ayah dan saya sangat gembira. Tetapi perpisahan dengan Muhammad tidak sanggup saya menanggungnya.” Ayah dan pamannya berusaha keras membujuk supaya ia mau pulang, tetapi Zaid tetap pada ketetapan hatinya. Melihat gelagat ini Rasulullah berkata, “Zaid sudah menjadi orang merdeka, tetapi sejak sekarang ia akan menjadi anakku.” Melihat kecintaan antara Zaid dan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam, ayah  dan  paman  Zaid  pulanglah  dan  Zaid  tetap  bersama Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam.[11]
2.5 Wahyu Pertama dan Pengangkatan Kerasulan
Ketika usia  Rasulullah  ~   mendekati  40 tahun,  beliau  mulai suka  menyendiri dan  menghindar dari hingar  bingar  kehidupan kaumnya yang penuh kesyirikan dan perbuatan nista. Berbekal sekantong   makanan   dan air  secukupnya, beliau   sering   pergi menuju gua Hira yang berjaraksekitar dua mil dari kota Mekkah. Dalam  kesendirian tersebut,  beliau  menghabiskan waktunya untuk  beribadah  dan merenungi  kebesaran alam disekelilingnya serta menyadari  akan adanya kekuasaanyang agung dibalik semua penciptaan ini.
Demikianlah, hal  tersebut  Allah  Ta'ala  kehendaki   baginya sebagai  awal  dan  persiapan  untuk  menerima  sebuah  misi besar yang  akan  merubah  sejarah  kemanusiaan. Karena  itu,  jiwanya hams dibersihkan dari hiruk pikuk duniawi dengan segala kotoran yang ada di dalamnya. Hal tersebut  berlangsung selama tiga tahun  sebelum  diturun- kannya tugas kerasulan. Setelah sekian  lama beliau melakukan khulwah (menyendiri), membersihkan jiwanya  dengan  memperhatikan besamya  kekua- saan   dibalik   kebesaran   alam  ini,   maka   Allah  berikan   beliau kemuliaan   dengan  mengangkatnya  sebagai  seorang  Rasul sekaligus penutup   dari para  Nabi dan Rasul.
Peristiwa   ini  terjadi  pada  hari  Senin, tanggal  21 Ramadhan, tepat  saat beliau berusia 40 tahun  dalam hitungan  Hijriah.   Dan sejak saat itulah, tahun kenabian dihitung. Kejadiannya ditandai  dengan   hadirnya  Jibril yang datang kepadanya  dan memeluknya sebanyak tiga kali. Setiap kali memeluknya dia berkata: "Bacalah", Setiap kali itu pula Rasulullah   menjawab "Saya tidak dapat membaca",.[12]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan makalah yang berjudul Sejarah Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam Periode Mekkah bahwa biografi Rasulullah secara singkat periode mekah adalah. Rasulullah lahir bertepatan pada tahun gajah tepatnya 571M. Adapun nasab, Nabi Muhammad Salallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki tiga bagian, yaitu: Pertama, bagian yang sudah disepakati kebenarannya oleh ahli sirah dan nasab, yaitu sampai kepada Adnan. Kedua, bagian yang mereka perselisihkan, antara setuju atau tidak, yaitu diatas Adnan sampai Ibrahim ‘alaihi salam. Ketiga, bagian yang tidak kita ragukan bahwa didalamnya terdapat perkara-perkara yang tidak benar yaitu dari Ibrahim ‘alaihi allam hingga Adnan ‘alaihi salam.



[1]Ibnu Hisyam, I: 1, 2; Talqihu Fuhumi Ahli Atsar, 5 dan 6 ; Rahmatan lil ‘alamin, II” 11, 12, 13, 14, 52.
[2]Ibnu Sa’d, setelah diadakan penelitian yang cermat. Lihat  Rahmatan lil ‘alamin, II : 14, 15,  16, 17.
[3]Ibnu Hisyam, I : 2, 3, 4, Talgih Fuhum Ahlil Atsar, hal. 6 dan  Khulashatus Siyar, Thabari, hal. 6, Rahmatan lil ‘alamin, 2 : 18.
[4]Ibnu Hisyam, I : 137: Rahmatan lil ‘alamin, I : 26 : II : 24
[5]Muhammad bin Abdul Wahab an Najdi, Mukhtasar siratir Rasul, hal 41, 42 dan Ibnu Hisyam, I : 142,143, 145, 146,147.
[6]Ibnu Hisyam, I : 43-56 ; Tafhimul Qur’an, VI : 462 – 469
[7]Ibnu Hisyam, I : 156, 158:  Muhammad al Ghazali, Fiqhus Sirah, hal. 45; Rahmatan lil ‘alamin, II : 91.

[8]Zadul Ma’ad, I : 19

[9] Talqihu Ufumil Atsar, Halaman 7;dan Ibnu Hisyam, 1:1969

[10]Ibnu Hisyam, I : 189, 190 ; Muhammad al-Ghazali, Fiqhus Sirah, halaman 59 ; dan Talqihu Atsar, halaman 7.

[11] Ahmad,Basirun Mahmud. 1992, Riwayat Hidup Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wasallam .Jakarta: Yayasan Wirmadarmi. Hal. 13.

[12] Syekh Shafiyyur-Rahman Mubarakfury, 2002. Sejarah Hidup Muhammad Sirah Nabawi. Jakarta, Robbani perss. Hal. 19

No comments:

Post a Comment