MAKALAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIAPEMIKIRAN PEMBAHARUAN NURCHOLISH MADJID
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan
kesadaran keagamaan umat Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari
munculnya gerakan pembaruan pemikiran sejak abad ke 19 lalu.Istilah gerakan
yang disebut “pembaruan” ini memberi arah dan perspektif keagamaan yang
relative berbeda dari pusat-pusat peradaban Islam di Timur Tengah.Salah satu
ciri utamanya adalah kuatnya pembaruan antara nilai-nilai keislaman dengan
tradisi local.Pembaruan itu terjadi akibat proses dialog antara nilai-nilai
keislaman dengan kebutuhan modernitas dan aktualisasi zaman umat lewat cara
damai (penetration pacifigure) dan mengedepankan konsesi-konsesi budaya
masyarakat setempat.
Sebagai seorang cendekiwan Muslim
Indonesia ternama,pemikiran Nurcholish Madjid telah mempengaruhi sebagian besar
pemahaman keislaman masyarakat Indonesia.Masyrakat Indonesia lebih mengenalnya
berkat pidato dalam pertemuan silaturohim pemuda Islam yang tergabung dalam
organisasi seperti,HMI,GPI,dan PII .”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan
Masalah Integrasi Umat”, merupakan pidato penting sekaligus tonggak perubahan pemikiran
keislamannya dalam pertemuan tersebut.Ada dua momen sejarah penting sehubungan
pidatonya tanggal 3 Januari 1970 itu.Pertama,berakhirnya periodesasi
sejarah gerakan pembaruan pemikiran Islam modernisme dan munculnya periodesasi
neo-modernisme.Kedua,mulai berkuasanya pemerintahan Orde Baru yang secara terang tak
mau mengakomodir kepentingan politik Islam.Dalam dua konteks itu,Nurcholish
Madjid menyampaikan dalam pidato 3 Januari 1970 tersebut ungkapkan;
Islam,Yes,Partai Islam,No,serta menganjurkan sekularisasi pemahaman keislaman
masyarakat Muslim Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
apa latar belakang pemikiran nicolish masjid?
2. Sebutkan pokok pemikiran pembaharuan nurcholish madjid?
3. Bagaimana aspek pembaharuan nurcholish madjid?
2. Sebutkan pokok pemikiran pembaharuan nurcholish madjid?
3. Bagaimana aspek pembaharuan nurcholish madjid?
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan pembahasan makalah ini.
1.
Untuk
mengetahui latar belakang pemikiran
nicolish masjid
2.
Untuk
mengetahui pokok pemikiran pembaharuan nurcholish madjid
3.
Untuk mengetahui aspek pemikiran pembaharuan nurcholish madjid
4.
Untuk
mengetahui evaluasi dan apresiasi
pemikiran pembaharuan nurcholish madjid
BAB II
PEMBAHASAN
A. pokok pemikiran pembahruan nurcholis madjid
1. Modernisasi
Modernitas
sebagai gerakan pembaharuan yang berawal di Eropa menawarkan cara pandang baru
terhadap fenomena kebudayaan. Modernitas muncul sebagai sejarah penaklukan
nilai-nilai lama abad pertengahan oleh nilai-nilai baru modernis. Kekuatan
rasional digunakan untuk memecahkan segala persoalan kamanusiaan dan menguji
kebenaran lain seperti wahyu dan mitos tradisional.
Jika modernisasi merupakan produk perkembangan ilmu pengetahuan, maka Islam
menurut Nurcholis Madjid, adalah agama yang sangat modern bahkan terlalu modern
untuk zamannya, karena Islam adalah agama yang secara sejati memiliki hubungan
organik dengan ilmu pengetahuan dan mampu menjelaskan kedudukan ilmu
pengetahuan tersebut dalam kerangka keimanan, maka kaum Muslim hendaknya yakin
bahwa Islam bukan saja tidak menentang ilmu pengetahuan, tetapi justru menjadi
pengembangannya dan tidak melihat perpisahan antara iman dan ilmu.[1]
Argumentasi Nurcholis Madjid tersebut berkembang dari pandangannya tentang
historisitas sejarah Islam yang sempat mengalami puncak kejayaannya sejak masa
kekhalifaan sampai runtuhnya kerajaan-kerajaan awal Islam di zaman klasik yang semuanya
memiliki kultur pengembangan ilmu pengetahuan yang sangat kuat[2].
Kultur ini terjadi karena di zaman itu (zaman klasik Islam) terjadi usaha-usaha
yang serius dalam hal interpretasi teks-teks kitab suci yang dampak positifnya
masih terasa hingga sekarang.
2. Tentang Substansi
Nurcholish Madjid dikategorikan
sebagai kelompok pemikir substantivistik. Hal itu dimaksudkan sebagai penekanan
terhadap pemikirannya bahwa substansi atau makna iman dan peribadatan lebih
penting daripada formalitas dan simbolisme keberagamaan serta ketaatan yang
bersifat literal kepada teks wahyu. Pesan-pesan al-Qur’an dan Hadīth yang
mengandung esensi abadi dan bermakna universal, ditafsirkan kembali berdasarkan
sejarah kaum Muslim serta dikontekstualisasikan dengan kondisi-kondisi sosial
yang berlaku pada masanya.
Dengan pemikiran substantivistiknya, Madjid mengelaborasi apa yang
disebutnya paralelisme atau penunggalan keislaman dan keindonesiaan. Dengan
kata lain, sebagai salah satu pendukung dan sumber utama nilai-nilai
keindonesiaan, Islam harus tampil produktif dan konstruktif terutama dalam
mengisi nilai-nilai keindonesiaan dalam kerangka Pancasila, yang menjadi
kesepakatan luhur dan merupakan pedoman bangsa Indonesia.
Pemikiran Madjid tersebut terinspirasi dari pengalamannya berada di dunia
barat dimana etika dan nilai-nilai kesalihan sosial diterapkan dengan baik.
Sehingga dalam kehidupan bermasyarakat kelihatan lebih “islami” daripada umat
Islam yang berada di negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Untuk
kasus di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragaman Islam, maka
nilai-nilai keislaman yang seharusnya lebih dikembangkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sehingga orientasi kehidupan umat Islam semestinya tidak hanya
mengarah pada kesalihan pribadi dengan orientasi keakhiratan saja, melainkan
harus menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat.[3]
2.
Integrasi Keislaman dan
Keindonesiaan
Madjid menyadari bahwa
pluralisme internal sebagai kondisi obyektif bangsa Indonesia tidak dapat
dihentikan, bahkan dihindari. Oleh karena itu dia berpendapat bahwa
pengembangan Islam di Indonesia memerlukan pemahaman dan strategi yang matang.
Ia mengajukan gagasan tentang perlunya integrasi keislaman dan keindonesiaan.
Menurutnya, meskipun nilai-nilai dan ajaran Islam bersifat universal,
pelaksanaannya itu sendiri menuntut pengetahuan dan pemahaman tentang
lingkungan sosio-kultural masyarakatnya secara keseluruhan, termasuk didalamnya
lingkungan politik dalam kerangka konsep nation-state (negara bangsa).
Dengan adanya integrasi
keislaman dan keindonesiaan bangsa Indonesia, Madjid optimis Indonesia siap
menghadapi dan menerima modernisasi. Modernisasi berarti rasionalisasi untuk
berpikir dan bekerja yang maksimal. Modernisasi berarti berpikir dan bekerja
menurut fitrah atau sunnatullah yang hāq. manusia harus mengerti
terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam alam itu (perintah Allah). Pemahaman
manusia terhadap hukum-hukum alam melahirkan ilmu pengetahuan, sehingga modern
berarti ilmiah. Dan ilmu pengetahuan diperoleh manusia melalui akalnya
(rasionya), sehingga modern berarti
ilmiah, berarti pula rasional.
3. Penerimaan Terhadap
Pancasila
Mengenai penerimaan
Pancasila sebagai ideologi umat Islam Indonesia, Madjid mengapresiasi peran
besar dari NU dan Muhammadiyah sehingga Pancasila dapat diterima oleh umat
Islam yang merupakan penduduk mayoritas. Tinggal bagaimana caranya untuk
mengisi dan menjalankan Pancasila secara lebih baik dan konsisten. Mengingat
bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi terbuka, maka terbuka lebar kesempatan
untuk semua kelompok sosial guna mengambil bagian secara positif untuk mengisi
dan melaksanakannya. Madjid mengatakan bahwa kaum Muslim Indonesia dapat
menerima Pancasila setidak-tidaknya dengan dua pertimbangan. Pertama,
Nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran Islam. Kedua, Fungsinya sebagai kesepakatan
antara berbagai golongan untuk mewujudkan suatu kesatuan politik bersama.
Pendapat Madjid tersebut merupakan perwujudan dari cara berfikirnya yang
modern. Pengalaman dari beberapa negara yang berusaha mendirikan negara Islam
memberikan pelajaran bahwa konsep tersebut hanya akan mengecilkan dan
mempersempit peranan Islam sendiri sebagai sebuah sistem nilai. Perdebatan
mengenai penerimaan Pancasila seharusnya sudah dianggap selesai pada saat
Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Apalagi nilai-nilai yang dikandung dalam
Pancasila tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dikembangkan
dalam Islam.
Mangenai peranan umat
Islam dalam bidang politik, Madjid mengetengahkan pendapat “Islam yes, partai
Islam no!”. Menurutnya, jika
partai-partai Islam merupakan wadah ide-ide yang hendak diperjuangkan
berdasarkan Islam, telah jelas bahwa ide-ide tersebut sudah tidak menarik untuk
masa sekarang. Karena ide-ide tersebut sekarang sedang menjadi absolut,
memfosil, dan kehilangan dinamika. Kenyataannya, partai-partai Islam ada yang
gagal dalam membangun citra positif dan simpatik dan bahkan yang terjadi adalah
sebaliknya. Misalnya semakin banyaknya umat Islam yang melakukan korupsi.
Madjid tidak setuju dijadikannya Islam sebagai ideologi politik. Baginya yang
terpenting adalah membentuk masyarakat yang sudah ada ini menjadi lebih Islami
dengan pendekatan-pendekatan kultural yang bisa dilakukan.
Salah satu
pemikiran Nurcholish Madjid yang mendapatkan banyak reaksi keras adalah tentang
sekularisasi. Madjid mengatakan bahwa Sekularisasi yang
dimaksudkannya tidaklah diarahkan untuk
penerapan sekularisme. Menurutnya, yang dimaksud
dengan sekularisasi adalah setiap bentuk liberating development. Proses
pembebasan ini diperlukan karena umat Islam dalam perjalanan sejarahnya tidak
sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang disangka Islami, mana yang
transendental dan mana yang sifatnya temporal. Oleh karena itu, sekularisasi harus
dipahami sebagai sebuah proses perkembangan yang membebaskan dan
menginginkan umat Islam melaksanakan upaya mereka mengaitkan universalisme
Islam.
Sekularisasi
tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan merubah Muslim menjadi
sekularis. Tetapi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang semestinya
bersifat duniawi. Dengan demikian, kesediaan mental untuk selalu menguji
kebenaran suatu nilai di hadapan kenyataan-kenyataan moral, material, ataupun
historis, menjadi sifat kaum muslimin.
Mengenai banyaknya sikap kontra terhadap idenya tersebut, Madjid
mengatakan bahwa Ia tidak pernah menganjurkan sekularisme akan tetapi
sekularisasi”.
Sekularisasi yang dimaksud di atas
tampaknya mengarah kepada ketelitian dan kecerdasan kaum Muslim dalam mengatasi
persoalan-persoalan yang dihadapi. Mereka harus mampu membedakan mana urusan
dunia dan mana urusan akhirat. Umat Islam harus dapat berfikir secara bebas dan
kreatif, karena dengan begitu memungkinkan umat Islam untuk mampu berijtihad
dalam mengatasi permasalahan-permasalahan baru yang muncul.
Mengenai peranan yang
harus dimainkan umat Islam di Indonesia, menurut Madjid terpusat pada tiga hal,
yaitu: Pertama, mendukung negara Nasional Republik Indonesia. Dalam hal
ini Pancasila dipandang sebagai kontrak sosial yang mengikat seluruh
masyarakat. Kedua, Mengembangkan pemahaman terhadap agama Islam sebagai
sumber kesadaran makna hidup yang tangguh bagi masyarakat yang sedang mengalami
perubahan dinamis. Ketiga, mengembangkan prasarana sosio-kultural untuk
mendukung proses pembangunan menuju masyarakat industri yang maju. Hal ini
harus dijadikan pemahaman keagamaan umat Islam sehingga akan menghasilkan
proses saling menguatkan antara agama dan masyarakat.
Menurut Madjid, Islam
adalah agama yang partikular dan universal. Di satu pihak Islam bersifat
universal yang terbebas dari pengaruh budaya lokal. Di pihak lain, Islam harus
hadir di bumi yang penyebaran dan penerimaannya oleh umat manusia terbungkus
oleh budaya-budaya setempat. Ajaran Islam yang universal hanya bisa ditangkap
dalam bentuk nilai, sehingga ketika ia turun dan jatuh ke tangan manusia
menjadi bentuk dalam pengertian budaya. Dalam pengertian budaya inilah Islam
dapat muncul dalam berbagai warna dan corak
Dengan demikian, integrasi
antara keislaman dan keindonesiaan akan dapat terwujud jika umat Islam mampu
memaknai dan memahami Pancasila dengan benar. Hal itu sebenarnya tidak sulit
untuk diwujudkan karena pada dasarnya
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Selain itu, Islam yang berkembang di Indonesia adalah Islam yang masuk dengan
damai dan melalui proses dialogis dengan budaya yang ada di Indonesia, yang
banyak di antaranya dikembangkan oleh para wali songo. Islam pada dasarnya
sudah berakulturasi dan mengakar dalam budaya Indonesia jauh sebelum kemerdekaan.
Sehingga momentum kebebasan dan demokrasi yang berkembang setelah jatuhnya
Suharto seharusnya dapat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk semakin mengukuhkan
nilai-nilai yang diajarkan agama dalam kehidupan masyarakat modern.
C.aspek
pembaharuan nurcholish madjid
Ide-ide pembaruan Madjid
semakin meluas ke berbagai kalangan berkat organisasi Paramadina yang
dibentuknya pada pertengahan 1980-an. Paramadina berhasil menarik para elit dan
profesional abangan perkotaan, kalangan pengusaha, mahasiswa, dan pegawai negeri
untuk mendalami Islam dan mengokohkan keimanannya, dan mengarahkan pandangan
progresif tentang peranan agama di masyarakat. Dapat dikatakan bahwa peranan
Paramadina mirip dengan fungsi madrasah atau tradisi pesantren akhir abad
ke-20. Paradigma neomodernisme tampak jelas pada misi yang diemban Paramadina.
Sebagaimana pernyataan Madjid sebagai pendirinya, paramadina adalah lembaga
pendidikan yang secara penuh mempercayau bahwa nilai-nilai Islam universal
dapat dibuat konkrit dalam konteks tradisi lokal Indonesia serta keislaman dan
keindonesiaan. Yayasan Paramadina dirancang sebagai pusat keislaman yang
kreatif, konstruktif dan produktif, dan positif untuk memajukan masyarakat
tanpa bersikap defensif atau bahkan reaksioner.
Paramadina mangakomodir
banyak pengusaha santri dan para birokrat santri terutama yang ada di kota
besar seperti Jakarta yang membutuhkan sejenis majlis taklim yang modern dan
corak kehidupan Islam yang lebih intelektual. Melalui Paramadina, Madjid
meletakkan pengaruhnya bukan saja pada sosialisasi pemikiran-pemikirannya,
melainkan juga pada terbentuknya yang menjadi pendukung pemikirannya dari
kalangan santri kota. Paramadina sebagai lembaga keagamaan dengan semangat
keterbukaan merupakan kelompok strategis dalam masyarakat yang mampu untuk
mengatasi perbedaan orientasi engan menciptakan pemikiran dan network
yang kuat bagi pemberdayaan masyarakat madani. Di paramadina pula dikembangkan
pemikiran-pemikiran alternatif yang dapat dipakai sebagai common platform
bagi proses pemberdayaan itu.
Menurut Madjid, program
Paramadina merupakan “human investment” yang bersifat jangka panjang,
sehingga harapan jangka pendek dapat diantisipasi. Apalagi jika harapan-harapan
tersebut bersifat politik, maka akan dihindari. Dalam gerakan intelektual,
dimensi waktu disadari berada dalam skala besar, karena itu bersifat prediksi.
Prediksi dan harapan yang akan dicapai Paramadina adalah demokratisasi, yaitu
demokratisasi dalam konteks keindonesiaan. Keindonesiaan inilah yang diharapkan
akan terwujud di Indonesia. Dalam hal ini, Madjid membandingkan dengan
Amerikanisme di Amerika. Sekalipun Amerika terdiri dari berbagai bangsa dan
agama, basis karakter dan etika Amerika sebagian besar berakar dalam
Protestanisme dan tradisi budaya Eropa Barat Laut.
Gagasan Madjid tersebut
tampaknya mengarah kepada masa depan Indonesia yang dia harapkan dapat memiliki
suatu karakter yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dengan membandingkan
kuatnya karakter kaum Protestan di Amerika, semestinya yang terjadi di
Indonesia adalah kuatnya karakter Islam dalam kehidupan kebangsaan, mengingat
mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Selain itu, niali-nilai
Islam sudah banyak yang menyatu dengan kultur Indonesia, terutama karena Islam
masuk ke Indonesia secara damai.
D. evaluasi dan apresiasi pemikiran nurcholish madjid
Dari beberapa pemikiran Nurcholish Madjid tersebut di atas, terdapat
keparalelan. Pemikiran tentang substansi Islam yang harus dikedepankan daripada
formalitas dan simbol-simbol belaka mengarah pada penerapan Islam sebagai suatu
sistem nilai. Sistem nilai ini kemudian harus diterapkan dengan
mempertimbangkan konteks masyarakat yang dihadapi. Dalam hal ini memunculkan
ide integrasi keislaman dan keindonesiaan. Integrasi yang diterapkan akhirnya
mengarah kepada penerimaan Pancasila sebagai kesepakatan bersama seluruh bangsa
Indonesia. Penerimaan Pancasila sebagai ideologi kehidupan berbangsa dapat
menjadikan Islam lebih membumi. Penolakan Madjid terhadap partai Islam
dimaksudkan agar Islam tidak terkebiri oleh pemeluknya sendiri. Penerapan
substansi nilai Islam lebih baik daripada penggunaannya secara formal dalam
bentuk ideologi negara maupun partai, mengingat Islam memiliki nilai-nilai yang
bersifat universal.
Sekularisme yang digagas Madjid
bukan dimaksudkan untuk menjauhkan umat dari ajaran agama, melainkan untuk
mengarahkan mereka menuju keseimbangan antara kehidupan antara dunia dan
akhirat. Umat Islam harus dapat memilah dengan benar mana urusan agama dan mana
urusan dunia. Pendapat tersebut memiliki korelasi dengan pemikiran-pemikiran
Madjid secara keseluruhan. Harapannya Umat Islam dapat lebih maju dan siap
menjadi modern dengan tidak meninggalkan Islam dalam nuansa keindonesiaan.
Meskipun banyak yang mendukung ide-ide Nurcholish Madjid, terutama dari
kalangan umat Islam yang berfikir modern, namun demikian banyak pula yang
menolak ide-ide tersebut, terutama dari kalangan fundamentalis. Kaum
fundamentalis menganggap Madjid pro barat dan berusaha meggiring umat Islam
menjadi seperti bangsa barat yang kafir. Secara umum, masyarakat yang menerima
pemikiran Madjid lebih banyak daripada yang menolak. Hal itu diindikasikan
dengan semakin banyaknya kajian baik secara lisan dan tulisan mengenai
pemikirannya dan para pemikir yang lain yang sejalan dengannya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai seorang cendekiwan Muslim
Indonesia ternama,pemikiran Nurcholish Madjid telah mempengaruhi sebagian besar pemahaman keislaman
masyarakat Indonesia.Masyrakat Indonesia lebih mengenalnya berkat pidato dalam
pertemuan silaturohim pemuda Islam yang tergabung dalam organisasi
seperti,HMI,GPI,dan PII .”Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah
Integrasi Umat”, merupakan pidato penting sekaligus tonggak perubahan pemikiran
keislamannya dalam pertemuan tersebut.
Modernitas
sebagai gerakan pembaharuan yang berawal di Eropa menawarkan cara pandang baru terhadap fenomena
kebudayaan. Modernitas muncul sebagai sejarah penaklukan nilai-nilai lama abad
pertengahan oleh nilai-nilai baru modernis. Kekuatan rasional digunakan untuk
memecahkan segala persoalan kamanusiaan dan menguji kebenaran lain seperti
wahyu dan mitos tradisional.
Nurcholish Madjid dikategorikan
sebagai kelompok pemikir substantivistik. Hal itu dimaksudkan sebagai penekanan
terhadap pemikirannya bahwa substansi atau makna iman dan peribadatan lebih
penting daripada formalitas dan simbolisme keberagamaan serta ketaatan yang
bersifat literal dengan kondisi-kondisi sosial yang berlaku pada masanya.
Menurut Madjid, program
Paramadina merupakan “human investment” yang bersifat jangka panjang,
sehingga harapan jangka pendek dapat diantisipasi. Apalagi jika harapan-harapan
tersebut bersifat politik, maka akan dihindari. Dalam gerakan intelektual,
dimensi waktu disadari berada dalam skala besar, karena itu bersifat prediksi.
Prediksi dan harapan yang akan dicapai Paramadina adalah demokratisasi, yaitu
demokratisasi dalam konteks keindonesiaan. Keindonesiaan inilah yang diharapkan
akan terwujud di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Djamaludin,
Dedy dan Idi Subandi Ibrahim, Zaman baru Islam (Bandung:
Zaman, 1998).
Majid,Nurcholish, Pintu-Pintu
Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002)
Madjid,Nurcholish, Islam
Kerakyatan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1999)
Hidayatullah Syarif, Islam “Isme-isme”: Aliran dan Paham Islam
di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010)
Madjid,Nurcholish , Dialog
Keterbukaan Artikulasi nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer,
(Jakarta: Paramadina, 1998)
Gould, Carol. C, Demokrasi
Ditinjau Kembali (Yogya: Tiara Wacana,1993).
No comments:
Post a Comment